47
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Dinamika Biomassa Bakteri
Pengukuran biomassa bakteri dalam bentuk volatile suspended solid VSS selama pengamatan 21 hari menunjukkan hasil yang berfluktuatif, namun
tidak jauh dari kurva pertumbuhan bakteri pada umumnya. Hasil pengukuran VSS selama penelitian berlangsung dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Nilai Volatil Suspended Solid Selama Penelitian
Nilai VSS secara keseluruhan dari semua perlakuan yaitu berkisar antara 0,114-0,193 mgl. Dari hari ke-0 sampai hari ke-21 biomassa bakteri secara
keseluruhan mengalami kenaikan dan diakhir penelitian mengalami penurunan
0,000 0,100
0,200 0,300
0,400 0,500
0,600 0,700
H0 H2
H4 H6
H8 H10 H13 H16 H19 H21
V S
S m
gl
A NoBak+NoMOl B NoBak+Mol
C Bak+NoMol D Bak+Mol
48
akibat berkurangnya sumber energi. Nilai VSS rata-rata pada tiap-tiap perlakuan adalah sebagai berikut: pada perlakuan A yaitu 0,169 mgl, pada perlakuan B
yaitu 0,130 mgl, pada perlakuan C yaitu 0,114 mgl, dan pada perlakuan D yaitu 0,193 mgl. Perlakuan D memiliki nilai rata-rata VSS tertinggi sedangkan
perlakuan C memiliki nilai rata-rata VSS terendah. Pada hari ke-0 sampai hari ke-2 terjadi peningkatan biomassa bakteri
pada tiap-tiap perlakuan. Hal ini diduga karena sudah dilakukannya pemberian variasi pakan, bakteri, dan molases sehingga bakteri dapat tumbuh. Pada
perlakuan A yang merupakan kontrol hanya pakan saja kenaikan populasi bakteri yang terjadi sangat sedikit bahkan terkecil. Pada perlakuan B yang
dilakukan pemberian molases dan pakan, bakteri heterotrofik alami mulai tumbuh dengan adanya sumber karbon organik tersebut, sehingga nilai VSS pada
perlakuan B cukup tinggi. Pada perlakuan C yang hanya dilakukan inokulasi bakteri dan pakan, nilai VSS yang didapat lebih kecil dari perlakuan B dan D,
karena tidak adanya sumber karbon organik yang merupakan sumber energi penting bagi pertumbuhan bakteri heterotrofik komersil yang diinokulasikan. Pada
perlakuan D yang dilakukan pemberian pakan, molases, dan inokulasi bakteri heterotrofik komersil, sangat jelas terlihat memiliki nilai VSS yang cukup tinggi.
Nilai VSS pada perlakuan B dan D pada hari tersebut sama. Pada hari ke-4 terjadi penurunan jumlah biomassa yang sangat signifikan
pada tiap-tiap perlakuan. Hal ini terjadi karena rendahnya kadar oksigen terlarut pada hari tersebut, sehingga mengakibatkan terganggunya pertumbuhan bakteri
dan nilai VSS pada tiap-tiap perlakuan menurun.
49
Pada hari ke-4 hingga hari ke-16 mulai terlihat adanya kenaikan nilai VSS pada tiap-tiap perlakuan. Pada perlakuan A dari hari ke-6 nilai VSS
mencapai 0.342 mgl, namun terjadi penurunan nilai VSS pada hari ke-8 yaitu 0.222 mgl. Pada hari ke-8 sampai hari ke-13 nilai VSS stabil dan kembali
mengalami kenaikan pada hari ke-16 yaitu 0.342 mgl. Pada perlakuan B pada hari ke-4 mulai mengalami kenaikan sampai hari ke-8 yaitu 0.179 mgl, namun
terjadi penurunan pada hari ke-8 sampai hari ke-10 sebesar 0.115 mgl. Pada hari ke-13 sampai hari ke-16 mengalami kenaikan sebesar 0.355 mgl. Pada perlakuan
C pada hari ke-6 sampai hari ke-21 mengalami penurunan secara terus-menerus. Pada hari ke-6 nilai VSS yang didapat sebesar 0.276 mgl, pada hari ke-21
menjadi 0.021 mgl. Pada perlakuan D pada hari ke-4 sampai hari ke-8 terus mengalami kenaikan yang sangat signifikan, yaitu 0.019-0.603 mgl, namun pada
hari ke-8 sampai hari ke-13 terjadi penurunan yang sangat signifikan yaitu hingga 0.171 mgl.
Pada hari ke-16 sampai hari ke-21 secara keseluruhan pada tiap-tiap perlakuan mengalami penurunan yang sangat signifikan. Perlakuan A sebesar
0.047 mgl, perlakuan B sebesar 0.012 mgl, perlakuan C sebesar 0.027 mgl, dan perlakuan D sebesar 0.024 mgl.
Proses kehilangan amonia di perairan disebabkan oleh tiga jenis mikroorganisme, yaitu oleh bakteri autotrofik nitrifikasi, bakteri heterotrofik,
dan fotoautotrofik. Pada Perlakuan A dan C, nilai VSS pada kedua perlakuan ini merupakan nilai biomassa bakteri autotrofik. Karena tidak dilakukannya
pemberian sumber karbon organik, maka diasumsikan bakteri pada kedua
50
perlakuan ini adalah bakteri autotrofik yang tumbuh dengan menggunakan sumber karbon anorganik yaitu CO
2
. Sedangkan pada perlakuan B dan D, nilai VSS pada kedua perlakuan ini merupakan nilai biomassa bakteri heterotrofik. Karena pada
kedua perlakuan ini diberikan molases yang merupakan sumber karbon organik, maka bakteri yang tumbuh diasumsikan sebagai bakteri heterotrofik. Hal ini
sesuai dengan pendapat Jenie dan Rahayu 1993 yang menyatakan bahwa bakteri yang bersifat heterotrofik adalah bakteri yang mampu memanfaatkan senyawa
organik sebagai sumber karbonnya. Sedangkan proses kehilangan amonia oleh mikrorganisme fotoautotrofik dianggap tidak terjadi, karena penelitian ini
dilakukan di dalam ruangan. Pada Gambar 4 dapat dilihat bahwa perlakuan A dan C memiliki kurva
pertumbuhan yang hampir sama, namun nilai rata-rata VSS pada perlakuan A lebih tinggi dibandingkan perlakuan C. Perlakuan C memiliki nilai rata-rata VSS
paling kecil. Pada perlakuan A tidak dilakukan penambahan bakteri, sedangkan pada perlakuan C diinokulasikan bakteri heterotrofik. Hal ini yang diduga sebagai
akibat rendahnya nilai VSS pada perlakuan C. Bakteri heterotrofik yang diinokulasikan bersaing dengan bakteri autotrofik alami yang telah ada didalam
corong, karena tidak adanya sumber karbon organik yang diberikan maka bakteri heterotrofik dianggap tidak dapat bertahan hidup dan kalah bersaing dengan
bakteri autotrofik alami. Perlakuan B memiliki nilai rata-rata VSS terendah kedua yaitu 0,130
mgL. Perlakuan B tidak dilakukan inokulasi bakteri komersial dan hanya dilakukan pemberian pakan dan molases saja. Bakteri yang tumbuh pada
51
perlakuan B ini diduga adalah bakteri heterotrofik alami. Penambahan molases yang merupakan sumber karbon organik dapat memicu pertumbuhan bakteri
heterotrofik alami, namun pertumbuhan bakteri heterotrofik pada perlakuan B ini cenderung lambat. Hal ini dapat diakibatkan oleh persaingan bakteri heterotrofik
alami dengan bakteri alami lainnya yang berada didalam corong. Pada perlakuan D yaitu perlakuan dengan pemberian pakan dengan
penambahan bakteri dan molases yang merupakan sistem heterotrofik, hasil nilai VSS pada perlakuan D ini sesuai dengan yang diharapkan, bahwa pemberian
bakteri heterotrofik komersial dan penambahan molases pada corong dapat memicu pertumbuhan bakteri heterotrofik dan menurunkan kadar limbah nitrogen.
Hal yang mengakibatkan nilai rata-rata VSS pada perlakuan D menjadi paling tinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya adalah waktu generasi
bakteri heterotrof yang lebih tinggi dan lebih cepat jika dibandingkan dengan bakteri autotrof dan juga pemberian molases yang dapat memicu pertumbuhan
bakteri heterotrofik yang diinokulasikan. Bakteri heterotrofik ini menggunakan amonia sebagai sumber energi untuk memperbanyak sel. Bakteri autotrof juga
menggunakan amonia pada proses nitrifikasi, namun bakteri autotrofik membutuhkan waktu yang lebih lama untuk tumbuh. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Todar 2002 bahwa Bakteri heterotrofik mempunyai waktu generasi lebih cepat dibandingkan bakteri autotrofik. Ebeling et al., 2006 menyatakan
bahwa bakteri heterotrofik menghasilkan 8.07 g VSS per gram nitrogen, sedangkan bakteri autotrofik menghasilkan 0.20 g VSS per gram nitrogen dengan
pemberian pakan yang sama dan jumlah ammonia yang sama dengan waktu yang
52
sama. Dari pernyataan diatas dapat terlihat jelas bahwa jumlah populasi bakteri yang dihasilkan bakteri autotrofik sangat jauh jumlahnya dibandingkan dengan
jumlah populasi bakteri heterotrofik. Perbedaan nilai VSS yang didapat selama penelitian dapat dilihat dengan
membandingkan nilai rata-rata VSS dari tiap-tiap perlakuan. Nilai rata-rata VSS pada tiap-tiap perlakuan dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5. Nilai Rata-rata VSS Pada Tiap-tiap Perlakuan
Dari Gambar 5 diatas terlihat bahwa nilai rata-rata VSS tertinggi adalah perlakuan D. Perlakuan D pada penelitian ini disebut sebagai sistem heterotrofik.
Pada perlakuan D ini terlihat bahwa jumlah biomassa bakteri yang didapat lebih tinggi dari perlakuan lainnya dengan adanya penambahan molases sebagai sumber
karbon dan inokulasi bakteri komersial, namun nilai VSS yang dihasilkan dari ke empat perlakuan tidak memiliki perbedaan yang signifikan. Hal ini sesuai dengan
0,000 0,050
0,100 0,150
0,200 0,250
A nobak+nomol B nobak+mol C bak+nomol
D bak+Mol
V S
S m
gL
Perlakuan
VSS
53
hasil uji analisis yang menunjukan bahwa sistem heterotrofik tidak berpengaruh nyata terhadap nilai VSS, hal ini dapat diperhatikan dari nilai F hitung yang lebih
kecil dari F Tabel dan dari nilai probabilitas P0.05 Lampiran 9. Disamping itu dari hasil uji Duncan menunjukkan tidak adanya perbedaan nilai VSS yang
nyata pada tiap-tiap perlakuan. Hal ini dapat dilihat dari kolom pada uji Duncan dimana nilai rata-rata VSS terletak pada kolom yang sama.
4.2. Dinamika Kadar Limbah Nitrogen