67
4.3. Kualitas Air Pendukung
Kualitas air pendukung yang menjadi parameter pada penelitian ini adalah oksigen terlarut, derajat keasaman pH, dan suhu. Faktor utama yang
mempengaruhi laju nitrifikasi dan memperngaruhi pertumbuhan bakteri heterotrofik adalah: pH, alkalinitas, suhu, oksigen, amonia, dan salinitas
Timmons et al., 2002.
4.3.1. Oksigen Terlarut Kandungan oksigen terlarut dalam suatu perairan merupakan
parameter kualitas air yang paling kritis dalam budidaya ikan, karena dapat mempengaruhi kelangsungan hidup ikan yang dipelihara. Oksigen
yang terlarut di dalam perairan sangat dibutuhkan untuk proses respirasi,
baik oleh tanaman air, ikan, maupun organisme lain yang hidup di dalam air Supratno dan Kasnadi, 2003. Hasil pengukuran oksigen terlarut
selama penelitian dapat dilihat pada Gambar 10.
68
Gambar 10. Kadar Oksigen Terlarut Selama Penelitian
Kadar oksigen yang didapat selama penelitian secara keseluruhan yaitu 0,39-7,90 mgL. Kadar oksigen terlarut rata-rata pada tiap-tiap perlakuan adalah
sebagai berikut : pada perlakuan A yaitu 3,76mgL, pada perlakuan B yaitu 2,88 mgL, pada perlakuan C yaitu 4,55 mgL, dan pada perlakuan D yaitu 2,79 mgL.
kadar okseigen terlarut tertinggi yaitu pada perlakuan C sebesar 4,55 mgL dan yang terendah yaitu pada perlakuan B sebesar 2,88 mgL.
Pada awal penelitian kadar oksigen terlarut pada tiap-tiap perlakuan sangat baik bagi budidaya ikan yaitu 7-8 mgL, namun terus mengalami penuruan.
Pada hari ke 2 kadar oksigen pada semua perlakuan yaitu 4.91-2.78 mgL, pada hari ke 4 yaitu 1.28-0.39 mgL. Kadar oksigen terlarut dari tiap-tiap perlakuan
mengalami kadar yang sama pada hari ke-0 sampai hari ke-4. Pada hari ke4 terjadi penurunan kadar oksigen yang sangat signifikan yaitu dari 7,90 mgL pada hari
ke-0 sampai 0,39 mgL pada hari ke-4. Penuruan oksigen terlarut ini diduga akibat adanya penyumbatan pada batu aerator di semua corong, sehingga suplai oksigen
0,00 1,00
2,00 3,00
4,00 5,00
6,00 7,00
8,00 9,00
H0 H2
H4 H6
H8 H10 H13 H16 H19 H21
D O
m gL
A nobak+nomol B nobak+mol
C bak+nomol D bak+Mol
69
terganggu dan mengakibatkan penurunan kadar oksigen terlarut yang sangat signifikan pada hari tersebut.
Pada hari ke-6 sampai hari ke-21 kadar oksigen pada tiap-tiap perlakuan sangat berfluktuatif. Perlakuan A, C, dan D memiliki kadar oksigen terlarut yang
hampir sama pada hari ke 6, namun perlakuan B mengalami kenaikan yang lebih tinggi dibandingkan perlakuan lainnya. Kenaikan kadar oksigen terlarut ini
disebabkan oleh suplai oksigen yang memadai dan baik untuk pertumbuhan bakteri dan juga untuk kehidupan ikan.
Pada hari ke-6 sampai hari-13 pada perlakuan A dan C terus mengalami kenaikan. Hal ini menunjukkan bahwa kadar oksigen pada corong-corong tersebut
baik untuk pertumbuhan bakteri. Bakteri yang terdapat pada perlakuan tersebut adalah bakteri autotrofik. Bakteri autotrofik menggunakan oksigen untuk proses
nitrifikasi dan untuk tumbuh karena bakteri ini bersifat aerob, namun pertumbuhan bateri autotrof sangat lambat, sehingga kadar oksigen pada
perlakuan ini tidak mengalami penurunan yang cukup signifikan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Hagopian dan Riley 1998 yang menyatakan bahwa bakteri
nitrifying adalah bakteri autotrof, yang mengkonsumsi karbon yang berasal dari karbon dioksida untuk proses nitrifikasi dan bakteri ini bersifat aerob yang
membutuhkan oksigen untuk tumbuh. Begitu pula Ebeling et al, 2006 dari table stoikiometri bakteri autotrofik bahwa bakteri autotrofik menggunakan
4.18 g O
2
g N untuk proses nitrifikasi.
Pada hari ke-16 sampai hari ke-21 pada perlakuan A dan C kadar oksigen terlarut mengalami sedikit penurunan, seiring dengan
penurunan jumlah populasi bakteri pada hari tersebut.
70
Pada perlakuan B dan D kadar oksigen terlarut pada hari ke-6 sampai hari ke-21 tidak memiliki nilai yang sama. Pada perlakuan B pada hari ke-6
sampai hari ke-16 terus mengalami penurunan. Bakteri heterotrofik alami yang terdapat pada perlakuan B menggunakan oksigen dalam proses merubah amonia
menjadi biomassa sel dan menggunakan oksigen untuk tumbuh. Hal ini yang menyebabkan kadar oksigen terlarut terus mengalami penurunan, namun pada hari
ke-16 sampai hari ke-21 pada perlakuan B terus mengalami kenaikan. Pada hari tersebut jumlah populasi bakteri pada perlakuan B terus mengalami penurunan
sehingga kadar oksigen terlarut mengalami kenaikkan akibat tidak adanya penggunaan oksigen oleh bakteri heterotrofik alami ini.
Pada perlakuan D pada hari ke-6 sampai hari ke-10 kadar oksigen mengalami sedikit penurnan. Pada hari ke-10 sampai hari ke-16 kadar oksigen
pada perlakuan ini cenderung stabil. Hal ini sama seperti perlakuan B, oksigen terlarut digunakan oleh bakteri heterotrofik untuk proses perubahan amonia
menjadi biomassa sel dan digunakan untuk tumbuh, sehingga kadar oksigen terlarut terus mengalami penurunan, namun pada hari ke-16 sampai hari ke-19
mengalami kenaikkan. Hal ini disebabkan jumlah populasi bakteri yang menurun sehingga penggunaan oksigen oleh bakteri pun menurun dan manyebabkan kadar
okesigen terlarut meningkat. Pada hari ke-21 kadar oksigen terlarut mengalami sedikit penurunan.
Perlakuan A dan C memiliki kadar oksigen paling tinggi dibandingkan perlakuan B dan D. Hal ini dapat terjadi karena waktu generasi bakteri autotrofik
lebih lambat jika dibandingkan dengan bakteri heterotrofik dan kadar oksigen
71
yang digunakan oleh bakteri heterotrofik lebih banyak dibandingkan bakteri autotrofik per gram nitrogen. Hal ini sesuai dengan pernyataan Ebeling et al,
2006 pada stoikiometri bakteri heterotrofik bahwa bakteri heterotrofik menggunakan
4.71 g O
2
g N , sedangkan bakteri autotrofik menggunakan
4.18 g O
2
g N. Dari pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa oksigen pada perlakuan A dan C lebih tinggi dari pada perlakuan B dan D karena hanya sedikit oksigen
yang digunakan oleh bakteri autotrofik dalam pertumbuhannya dan dalam proses nitrifikasi, sedangkan bakteri heterotrofik pada perlakuan B dan D menggunakan
lebih banyak oksigen sehingga kadar oksigen pada kedua perlakuan tersebut lebih rendah.
Hasil uji analisis menunjukan bahwa dari sistem heterotrofik tidak berpengaruh nyata terhadap kadar oksigen terlarut, hal ini dapat diperhatikan dari
nilai F hitung yang lebih kecil dari F tabel dan dari probabilitas P0.05 Lampiran 9. Kesimpulan dari uji Duncan yaitu tidak terjadi perbedaan yang
nyata dari tiap-tiap perlakuan terhadap kadar oksigen terlarut. Hal ini dapat dilihat dari kolom pada uji Duncan dimana semua rata-rata terletak pada kolom yang
sama.
4.3.2 Derajat Keasaman pH Nilai pH derajat keasaman selama kegiatan berlangsung