Sistem Heterotrofik Ikan Lele Clarias gariepinus

21

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sistem Heterotrofik

Sistem heterotrofik merupakan sistem pemanfaatan limbah nitrogen pada budidaya ikan air tawar oleh bakteri secara heterotrofik. Pengertian lainnya sistem heterotrofik adalah sistem budidaya perikanan yang menggunakan bakteri heterotrofik dalam pengendalian limbah nitrogen dengan penambahan sumber karbon organik tertentu Gunadi et al., 2009. Organisme heterotrofik adalah organisme yang mampu memanfaatkan bahan-bahan organik sebagai bahan makanannya. Bahan makanan itu disintesis dan disediakan oleh organisme lain Riberu, 2002. Sistem heterotrofik disebut juga sebagai teknologi bioflok Bioflocs technology merupakan salah satu teknologi yang bertujuan untuk memperbaiki kualitas air dan meningkatkan efisiensi pemanfaatan nutrient. Teknologi ini didasarkan pada konversi nitrogen anorganik terutama ammonia oleh bakteri heterotrof menjadi biomassa mikroba yang kemudian dapat dikonsumsi oleh organisme budidaya Ekasari, 2009.

2.2 Proses Penghilangan Amonia Dalam Sistem Akuakultur

Proses pengubahan nitrogen dalam sistem akuakultur yang berperan dalam pengurangan kandungan amonia terdiri dari tiga proses yakni proses 22 fotoautotrofik oleh alga, proses autotrofik bakterial yang mengubah amonia menjadi nitrat, dan proses heterotrofik bakterial yang mengubah amonia langsung menjadi biomas bakteri Ebeling et al., 2006. Pada kondisi alamiah tidak ada sistem yang murni fotoautotrofik, heterotrofik bakterial maupun autotrofik bakterial Wyk and Avnimelech, 2007.

2.2.1 Bakteri Heterotrofik

Bakteri heterotrofik ialah bakteri yang tidak dapat mensintesis makanannya sendiri. Bakteri heterotrofik dibedakan menjadi bakteri patogen dan saprofit. Bakteri patogen memperoleh makanan dengan cara mengambil senyawa organik kompleks dari makhluk hidup lain. Contoh bakteri patogen diantaranya: Mycobacterium tuberculosis, Clostridium tetani. Bakteri saprofit memperoleh makanan dari sisa-sisa makhluk hidup yang telah mati atau limbah. Contoh dari bakteri saprofit adalah: Escherichia coli, Lactobacillus bulgaricus, dan Bacilus sp. Bakteri heterotrofik merupakan golangan bakteri yang mampu memanfaatkan dan mendegradasi senyawa organik kompleks yang mengandung unsur C, H, dan N. Kelompok bakteri ini mengawali tahap degradasi senyawa organik dengan serangkaian tahapan reaksi enzimatis, dan menghasilkan senyawa yang lebih sederhana atau senyawa anorganik. Senyawa tersebut digunakan sebagai sumber energi untuk pembentukan sel-sel baru dan untuk reproduksi yang menyebabkan pertambahan populasi. Pemecahan senyawa organik dapat berlangsung lebih cepat apabila tersedia oksigen yang mencukupi Parwanayoni, 2008. Bakteri heterotrof yang ada di perairan biasanya akan memanfaatkan pakan 23 yang tidak termakan, feses, dan bahan organik lain sebagai sumber protein untuk diubah menjadi amonia anorganik Wyk and Avnimelech, 2007. Bakteri heterotrofik mempunyai efisiensi produksi sel yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan bakteri autotrofik yakni 25-100 kali daripada bakteri Nitrosomonas sp. dan 10-33 kali daripada bakteri Nitrobacter sp. Montoya and Velasco, 2000. Proses biosintesis bakteri heterotrofik berlangsung lebih cepat dibanding dengan proses biosintesis alga maupun proses bakteri nitrifikasi, dengan waktu regenerasi 10 jam berbanding dengan 24-48 jam Brune et al., 2003. Selain lebih cepat tumbuh, bakteri heterotrofik merupakan sumber pakan yang baik untuk ikan McGraw, 2002. Mikroorganisme yang termasuk dalam golongan bakteri heterotrofik antara lain adalah: fungi Aspergillus dan bakteri Alcaligenes, Arthrobacter spp., dan Actinomycetes Puji, 2010.

2.2.2 Bakteri Autotrofik

Bakteri autotrofik adalah bakteri yang mempunyai kemampuan untuk mengubah senyawa anorganik menjadi senyawa organik seperti protein, lemak, asam nukleat, dan vitamin. Bakteri pengoksidasi amonia yang bersifat autotrofik adalah kelompok bakteri yang terutama berperan dalam proses oksidasi amonia menjadi nitrit pada siklus nitrogen, juga pada proses peruraian nitrogen dalam sistem pengolahan limbah cair. Bakteri autotrofik yang berperan dalam oksidasi amonia menjadi nitrit adalah Nitrosomonas, Nitrosococcus, Nitrosospira, Nitrosolobus, dan Nitrosovibrio Sylvia et al., 1990. 24 Nitrifikasi oksidasi amonium secara biologi dilakukan oleh dua kelompok bakteri autotrofik yang berbeda. Kelompok pertama oksidasi amonia mengkonversi amonium NH4 menjadi nitrit NO2, Kelompok kedua adalah oksidator nitrit yang mengoksidasi lebih lanjut produk menjadi nitrat Meincke et al., 1989, dua kelompok bakteri ini disebut ammonia-oxidizing bacteria AOB dan nitriteoxidizing bacteria NOB Prosser, 1989. Nitrosomonas dan Nitrobacter tergolong ke dalam bakteri kemoautotrof obligat. Kemoautotrof obligat memerlukan sumber energi yang spesifik, misalnya saja Nitrosomonas membutuhkan amonium sebagai sumber energi dan Nitrobacter memerlukan nitrit Alexander, 1999. Bakteri autotrofik yang melakukan proses nitrifikasi membutuhkan senyawa anorganik sebagai sumber energi dan karbondioksida sebagai sumber karbon Spotte, 1979, serta mengkonsumsi oksigen pada saat oksidasi amonia dengan produk akhirnya nitrat Moriarty, 1996. Laju pertumbuhan bakteri yang bersifat autotrofik lebih lambat dibandingkan dengan bakteri heterotrofik. Derajat keasaman merupakan salah satu faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap pertumbuhan dan aktivitas bakteri pengoksidasi amonia Esoy et al., 1998. Laju pertumbuhan alga dan bakteri nitrifikasi hampir sama namun koefisien produksi alga hampir 57 kali lebih tinggi dibandingkan dengan bakteri nitrifikasi Brune et al., 2003. 25

2.3 Tingkat Teknologi Budidaya Perikanan

Pada sistem akuakultur terdapat tingkat teknologi budidaya perikanan. Tingkat teknologi budidaya perikanan ini meliputi: budidaya perikanan ekstensif, semi-intensif, dan intensif.

2.3.1 Budidaya Perikanan Sistem Ekstensif

Tingkat teknologi budidaya perikanan sistem ekstensif merupakan sistem bubidaya perikanan yang belum berkembang. Input produksinya sangat sederhana. Budidaya dengan sistem ini biasanya dilakukan di kolam air tawar dan di sawah. Pengairan bergantung kepada musim hujan. Kolam yang digunakan biasanya kolam pekarangan yang sempit. Penggantian air kolam menggunakan air sumur dan dilakukan seminggu sekali. Hasil ikannya hanya untuk konsumsi keluarga sendiri. Ciri-ciri pemberian pakan pada pemeliharaan ikan secara ekstensif adalah: suplemen pakan yang diberikan tidak optimum, nutrisi pakan biasanya tidak sempurna dan tidak seimbang Ditjen Perikanan Budidaya, 2002. Ikan diberi pakan berupa bahan makanan yang terbuang, seperti sisa-sisa dapur dan limbah pertanian dedak, bungkil kelapa, dll.. Perkiraan pemanenan tidak tentu. Ikan yang sudah agak besar dapat dipanen sewaktu-waktu Sugiarto, 1988.

2.3.2 Budidaya Perikanan Sistem Semi Intensif

Budidaya perikanan sistem semi intensif dapat dilakukan di kolam, di tambak, di sawah, dan di jaring apung. Budidaya perikanan ini biasanya 26 digunakan untuk pendederan. Dalam sistem ini sudah dilakukan pemupukan dan pemberian pakan tambahan yang teratur. Prasarana dalam sistem budidaya intensif ini berupa saluran irigasi yang cukup baik. Selain itu, penggantian air juga dilakukan secara rutin. Sistem semi intensif juga dapat dilakukan secara terpadu, artinya kolam ikan dikelola bersama dengan usaha tani lain maupun dengan industri rumah tangga, misalnya usaha ternak kambing, itik dan ayam. Kandang dibuat di atas kolam agar kotoran ternak menjadi pupuk untuk kolam Sugiarto, 1988.

2.3.3 Budidaya Perikanan Sistem Intensif

Budidaya perikanan sistem intensif adalah sistem budidaya perikanan paling modern. Budidaya ikan intensif merupakan kegiatan usaha yang efisien secara mikro tetapi inefisien secara makro, terutama apabila ditinjau dari segi dampaknya terhadap lingkungan. Sistem budidaya seperti ini akan menghasilkan total beban limbah pakan yang lebih banyak daripada yang teretensi menjadi daging ikan. Limbah budidaya yang dimaksud merupakan akumulasi dari residu organik yang berasal dari pakan yang tidak termakan, ekskresi amoniak, feces dan partikel-partikel pakan Avnimelech et al., 1994. Budidaya perikanan ini dapat dilakukan di kolam atau tambak air payau dengan pengairan yang baik. Intensifikasi budidaya perikanan ditandai dengan peningkatan padat penebaran yang diikuti dengan peningkatan pemakaian pakan buatan kaya protein Avnimelech, 2006. Pembesaran ikan secara intensif 27 dicirikan dengan padat penebaran yang tinggi, teknik pemberian pakan dan manajemen lingkungan yang baik Gunadi et al., 2009. Pergantian air pada budidaya perikanan intensif dapat dilakukan sesering mungkin sesuai dengan tingkat kepadatan ikan. Volume air yang diganti setiap hari sebanyak 20 atau bahkan lebih. Makanan hariannya 3 dari berat biomassa populasi ikan per hari. Makanan berupa pelet yang berkadar protein 25-26 dan lemak 6-8. Produksi ikan yang dihasilkan cukup tinggi Sugiarto, 1988.

2.4 Ikan Lele Clarias gariepinus

Ikan lele merupakan salah satu jenis ikan ekonomis penting di Indonesia Sidthinmuka, 1972. Ikan lele Clarias gariepinus banyak ditemui di perairan rawa, sungai, sawah, dan bahkan perairan yang sedikit payau Smith,

1980, dan juga dalam air limbah Sumastri dan Djajadiredja, 1982. Ikan lele

Clarias gariepinus termasuk jenis ikan yang mempunyai alat pernafasan tambahan air breathing fish, sehingga mempunyai daya toleransi yang lebih baik dibandingkan jenis ikan lainnya terhadap kondisi yang relatif kurang baik. Morfologi ikan lele Clarias gariepinus dapat dilihat pada Gambar 1. 28 Gambar 1. Ikan lele Clarias gariepinus Sumber : Foto Pribadi Klasifikasi ikan lele Clarias gariepinus menurut Saanin 1984 adalah sebagai berikut: Ikan lele berwarna kehitaman atau keabuan, memiliki bentuk badan yang memanjang pipih ke bawah depressed, berkepala pipih, tidak bersisik, memiliki empat pasang kumis yang memanjang sebagai alat peraba, dan memiliki alat pernapasan tambahan arborescent organ Astuti, 2003. Ikan lele Kingdom : Animalia Sub Kingdom : Metazoa Filum : Chordata Sub Filum : Vertebrata Kelas : Pisces Sub Kelas : Teleostei Ordo : Ostariophysi Sub Ordo : Siluroidea Famili : Clariidae Genus : Clarias Spesies : Clarias gariepinus 29 Clarias gariepinus digolongkan dalam kelompok omnivora pemakan segala dan mempunyai sifat scavenger atau pemakan bangkai. Di alam, pakan yang disukai terdiri atas jasad renik, cacing, jentik nyamuk, siput-siputan, dan ikan kecil. Ikan lele Clarias gariepinus juga menyukai pakan buatan seperti pelet Nugroho, 2007.

2.5 Limbah Nitrogen