lxxx masyarakat,  pembatasan  hak  asasi  manusia  dan  juga  menyangkut  masalah
kepribadian  seseorang  dalam  berkarya.  Sedangkan  Republika  memandang pemberitaan ini sebagai masalah nasional karena menyangkut masalah moral dan
juga membutuhkan keseriusan dalam membuat peraturan dalam pornografi. Frame
atau  bingkai  itu  menentukan  bagaimana  peristiwa  itu  dilihat, dipahami,  bagaimana  fakta  diambil,  dikemas  dalam  suatu  berita,  bagaimana
wawancara  diperlakukan  oleh  redaksi  terhadap  pemberitaan  yang  dimuat,  dan bagaimana menempatkan  suatu berita pro kontra dalam halaman surat kabar dan
bagaimana  sudut  pandang  terhadap  Undang-undang  Pornografi  baik  itu  dalam keberadaan  mendukung  atau  menolak.  Jadi,  realitas  kedua  media  tersebut  dapat
memberikan pandangan tertentu terhadap pemberitaan yang ditampilkan.
3.1.   Persamaan Framing Media Indonesia dan Republika
Dalam  perdebatan  Rancangan  Undang-undang  Pornografi  menjadi  sebuah Undang-undang  Pornografi  terus  berkembang,  terutama  di  media  cetak  terus
mencuat  dalam  pemberitaan  yang  ditampilkan  masalah  pro  dan  kontra  terhadap Undang-undang Pornografi. Di sisi lain media cetak ada yang mendukung dan ada
pula yang menolak Undang-undang tersebut. Namun penulis melihat dalam persamaan framing yang ditampilkan Media
Indonesia dan  Republika  mempunyai  persamaan  dalam  pemberitaan  yang
ditampilkan.  Kedua  media  cetak  tersebut  mempunyai  persamaan  dalam  memilih narasumber  baik  yang  pro  ataupun  yang  kontra  terhadap  pengesahan  Undang-
undang Pornografi.
lxxxi Persamaannya  yaitu  media  tersebut  sama-sama  menggunakan  narasumber
orang  birokrat,  atau  pemerintah,  anggota  DPR  atau  Fraksi,  atau  masyarakat.  Ini terlihat  dari  pemberitaan  yang  disajikan  oleh  Media  Indonesia  dan  Republika.
Tidak  itu saja baik  yang pro maupun kontra mempunyai  kepentingan  yang sama dalam  mengeksploitasi  perempuan  dalam  bentuk  kedok  moral.  Bagi  yang  pro
dengan Rancangan Undang-undang ini berkepentingan untuk tetap mengendalikan perempuan dalam penjara domestik yang ketat.
Sementara  itu,  yang  kontra  atau  yang  menolak  bisa  lebih  besar  dalam mengeksploitasi  perempuan  secara  bebas  tanpa  adanya  aturan  atau  hukum  yang
berlaku.  Sehingga  dengan  mudah  di  ekspos  untuk  dijadikan  daya  tarik  laki-laki. Ini  menjadi  sebuah  persoalan  yang  harus  diselesaikan  bersama  agar  perempuan
tidak  lagi  menjadi  obyek  seksual  para  penguasa  modal  pasar.  Perempuan  yang menjadi bahan permasalahan dalam membuat suatu Undang-undang Pornografi.
Di  mana  perempuan  ada  yang  untuk  dijadikan  obyek  dan  ada  pula  yang melindungi  perempuan  dari  kejahatan  pornografi.  Dan  media  membuat  opini
publik yang artinya pendapat umum. Di  mana  dalam  pemberitaan  yang  ditampilkan  olek  kedua  media  pada
umumnya  sama-sama  membuat  satu  isu  di  masyarakat.  Sehingga,  masyarakat melihat isu ini sangat penting dalam pemberitaan dan berkembang di masyarakat
sehingga  isu  ini  menjadi  hangat  untuk  diperbincangkan  di  masyarakat.  Ketika Undang-undang  Pornografi  mengalami  pro  kontra  dimana  masyarakat
menanggapi  hal  ini  sebagai  isu  pemberitaan  yang  dikemas  oleh  kedua  media tersebut untuk ditampilkan.
lxxxii Ada  yang  menanggapi  positif  atau  pun  sebaliknya  itu  tergantung
masyarakat  menanggapi  persoalan  ini.  Pada  isu  Pro  Kontra  Undang-undang Pornografi  di  Media  Cetak,  berita  disajikan  dalam  bingkai  permasalahan
kebijakan  masyarakat  atau  publik  yang  memicu  persoalan  penolakan  Undang-
undang Pornografi. 3.2. Perbedaan Bingkai Media Indonesia dan Republika
Dalam  perbedaan  frame  Media  Indonesia  dan  Republika  dilihat  dari permasalahan  yang  ada  mengenai  pemberitaan  pro  kontra  Undang-undang
Pornografi  di  media  cetak  menuai  kontroversi  yang  beragam.  Di  mana  media menyoroti soal berita yang ditampilkan setiap kasusnya atau peristiwa yang sama
dikemas dan didefinisikan secara berbeda. Penulis  melihat  perbedaan  yang  ditampilkan  dari  kedua  media  tersebut
memiliki perbedaan dalam menempatkan suatu berita yang mana menurut mereka penting  atau  tidak  terhadap  berita  pengesahaan  Undang-undang  Pornografi.
Seperti  halnya  dalam  penekanan  pemberitaan  pro  kontra  Undang-undang pornografi  yang  ditampilkan  Media  Indonesia  selalu  mengkedepankan  Headline
atau kepala berita terpenting mengenai pro kontra Undang-undang pornografi. Karenanya,  berita  ini  banyak  mengalami  pertentangan  yang  beragam  dari
semua  kalangan  terutama  LSM  dan  seniman.  Berbeda  pula  dengan  Republika memandang  berita  itu  tidak  menempatkan  berita  sebagai  Headline  karena  masih
ada berita yang dianggap terpenting dari pro kontra Undang-undang Pornografi. Di  mana  pendefinisian  Media  Indonesia  berbeda  dengan  Republika  dengan
faktor  penyebab  dan  dampaknya  suatu  masalah.  Kemanusian  yang  menjadi sebuah masalah yang diangkat ke dalam berita dimana Undang-undang Pornografi
lxxxiii telah  menyalahi  aturan  hak  asasi  manusia  yang  dinilai  isi  substansi  dan
proseduralnya  berbeda  dengan  keinginan  masyarakat  dan  juga  memiliki perbedaan sudut pandang.
Tabel 11 Perbedaan Bingkai Media Indonesia dan Republika
Elemen Media Indonesia
Republika Problem
Identification 1. Edisi Jum’at, 31 Oktober
2008 -  Permasalahannya  terjadi
karena kedua
fraksi meninggalkan
ruang sidang dalam pengesahan
Undang-undang Pornografi  dan  menolak
secara  prosedural  dan substansi .
Edisi Jum’at, 31 Okt 2008 -  Mendukung  dan  perlu
adanya  hukum  dalam dalam
pelaksaaan Undang-undang
Pornografi.
2. Edisi Jum’at, 31 Oktober 2008
-  Tidak  puas  dengan  hasil yang  dilakukan  Pansus
Rancangan Undang-
undang  Pornografi  oleh sebab
itu KMB
melakukan gugatan
Undang-undang ke MK. Edisi Sabtu,1 November
2008 -  Bahwa  Undang-undang
Pornografi  dilaksanakan dengan
sistem domokratis.
3. Edisi Minggu, 4 November 2008
-  Rancangan Undang-
undang  Pornografi  masih belum
mengakomodir kepada  masyarakat  yang
menolak. Edisi Minggu, 2 November
2008 -  Menentang  aksi  walk
out yang  dilakukan  F-
PDIP dan F-PDS.
Edisi Senin, 3 November 2008
-  Kesalapahaman dalam
pengertian Undang-
lxxxiv undang Pornografi. Jadi,
Undang-undang Pornografi  harus  lebih
dipahami lagi.
Edisi Rabu, 5 November 2008
-  Gubernur Bali
tidak memahami
aturan hukum  Undang-undang
Pornografi. Causal
Interpretation 1. Edisi Jum’at, 31 Oktober
2008 - F-PDIP, F-PDS dan kedua
anggota Golkar
melakukan walk out atas penolakan
Undang- undang Pornografi.
Edisi Jum’at, 31 Okt 2008 -  Undang-undang
ini cukup  mengakomodasi
semua kepentingan.
2. Edisi Jum’at, 31 Oktober 2008
- DPR
dinilai telah
mengingkari aspirasi
rakyat. Edisi  Sabtu,  1  November
2008
-
Pemerintah Wapres
JK  mendukung  atas pengesahan
Undang- undang Pornografi.
3. Edisi Minggu, 4 November 2008
-  Masyarakat  NTT,  Papua Barat, F-PIDP berdemo.
Edisi Minggu, 2 November 2008
-  Bahwa  dalam  hal  ini mengecam
atas aksi
walk out yang dilakukan oleh F-PDIP dan F-PDS.
Edisi Senin, 3 November 2008
-    Dalam  hal  ini  Menkoinfo menegaskan  tidak  usah
khawatir dengan
Undang-undang Pornografi.
Edisi Rabu, 5 November 2008
-    Dalam  Hal  ini  Hengcky menanggapi  pernyataan
Gubernur Bali. Moral Evaluation
1. Edisi Jum’at, 31 Oktober 2008
- Undang-undang
Pornografi  dianggap  secara Edisi Jum’at, 31
Oktober2008 -  Mendukung
Undang- undang
Pornografi
lxxxv prosedural  dan  substansi
tidak sesuai. segera dilaksanakan.
2. Edisi Jum’at, 31 Oktober 2008
- Undang-undang
Pornografi mendapat
kecaman  dari  berbagai pihak  yang  mengecam
adanya Undang-undang
Pornografi. Edisi Jum’at, 1 Oktober
2008 -  Sudah
secara demokratis.
3. Edisi Minggu, 4 November 2008
- Undang-undang
Pornografi  mau  diajukan ke  MK  dan  melakukan
pembangkangan. Edisi Jum’at, 2 Oktober
2008 -  Menggalang pemilu 2009
dalam pengesahan
Undang-undang Pornografi
Edisi Jum’at, 3 Oktober 2008
-
Sudah  melakukan  uji publik.
Edisi Jum’at, 5 Oktober 2008
-
Tidak mengerti Undang- undang
Pornografi sehingga
tidak bisa
menjalankan dengan
sepenuhnya. Treatment
Recommendation 1. Edisi Jum’at, 31 Oktober
2008 -        Mendesak  pemerintah
untuk melakukan
sosialisasi kembali. Edisi Jum’at, 31 Oktober
2008
-
Mensyahkan  Rancangan Undang-undang
Pornografi menjadi
Undang-undang Pornografi.
2.  Edisi  Jum’at,  31  Oktober 2008
- Rakyat
Bali dan
Pemerintah  Bali  tetap menolak
Undang- undang pornografi.
Edisi Jum’at, 1 Oktober 2008
-  Mendukung Undang-
undang Pornografi untuk segera dilaksanakan.
3. Edisi Minggu, 4 November 2008
Edisi Jum’at, 2 Oktober 2008
lxxxvi -
Rancangan Undang-
undang  untuk  menjadi Undang-undang
Pornografi itu perlu diuji lagi.
-
Undang-Undang Pornografi
dilakukan sosialisasi  secara  bijak
dan tepat. Edisi Jum’at, 3 Oktober
2008 -  Bahwa  Undang-undang
Pornografi untuk
menyelamatkan moral
bangsa.
lxxxvii
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan