Sejarah Undang-undang Pornografi Pengertian Pornografi

xx

BAB II KAJIAN TEORETIS

A. Sejarah Undang-undang Pornografi Pengertian Pornografi

Pembahasan Rancangan Undang-undang Anti Pornografi dan Pornoaksi RUU APP sudah dimulai tahun 1997 di DPR-RI. Mengenai Rancangan Undang- undang Anti Pornografi dan Pornoaksi ini mengemuka di awal tahun 2006 ketika DPR-RI akan menggodok rencana ini untuk segera disahkan menjadi Undang- undang. Dalam perjalanannya, draf Rancangan Undang-undang Anti Pornografi dan Pornoaksi pertama kali diajukan pada tanggal 14 Februari 2006 yang berisi 11 Bab dan 93 Pasal. Pada draf kedua, beberapa pasal yang kontroversi dihapus sehingga kini tersisa 8 Bab dan 82 Pasal. Namun begitu, isu ini sudah sejak lama digulirkan, tetap saja menimbulkan kontroversi di kalangan masyarakat maupun seniman, baik mengenai definisi maupun isi, hingga perlu atau tidaknya Undang- undang ini ada. 12 Di antara pasal yang dihapus pada rancangan kedua adalah pembentukan badan anti pornografi dan pornoaksi nasional, selain itu juga rancangan kedua juga mengubah definisi pornografi dan pornoaksi. Karena definisi ini dipermasalahkan, maka disetujui untuk menggunakan definisi pornografi yang berasal dari bahasa Yunani, yaitu “Porne” pelacur dan graphos gambaran, atau tulisan yang secara harfiah tulisan atau gambar tentang pelacur. 13 12 Agung Sasongko, Wawancara Wakil Ketua Pansus RUU Pornografi, DPR RI Nusantara 1 Lt. 5, Jakarta, 25 September 2008 dan Ali Mochtar Ngabalin, Wawancara Anggota Pansus RUU Pornografi, DPR RI Nusantara 1 Lt.21, Jakarta, 20 November 2008 13 www. DetikNews. com, diakses Tanggal 12 Januari 2009, Pukul 20.00 Wib. xxi Definisi pornoaksi pada draf ini adalah “upaya mengambil keuntungan, baik dengan memperdagangkan atau mempertontonkan pornografi”. Dalam draf yang dikirim oleh DPR kepada Presiden pada tanggal 24 Agustus 2007, Rancangan Undang-undang Anti Pornografi dan Pornoaksi ini tinggal terdiri dari 10 Bab dan 52 Pasal. Dan judul dalam Rancangan Undang-undang Anti Pornografi dan Pornoaksi pun diubah sehingga menjadi Rancangan Undang-undang Pornografi. Secara kronologis, ide awal Rancangan Undang-undang Anti Pornografi dan Pornoaksi ini muncul di tahun 1999 era pemerintahan BJ. Habibie. Tetapi baru tahun 2003 terwujud dalam bentuk naskah lengkap Rancangan Undang-undang dan disetujui DPR-RI untuk dibahas. Presiden pada saat itu lambat menerbitkan amanat presiden Ampres sementara Pansus baru mencari-cari daftar inventaris masalah DIM serta penggantian anggota panitia khusus Pansus. Pada era Susilo Bambang Yudhoyono SBY itu kemudian isu ini digulirkan kembali dengan bentuk panitia khusus Pansus yang baru. Ketentuan mengenai pornoaksi dihapuskan. 14 Pada September 2008, Presiden menugaskan Menteri Agama, Menteri Komunikasi dan Informatika, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, dan Menteri Pemberdayaan Perempuan untuk membahas Rancangan Undang-undang ini bersama panitia khusus Pansus DPR. Dalam draf final yang awalnya direncanakan akan disahkan pada 23 September 2008, Rancangan Undang-undang Pornografi tinggal terdiri dari 8 Bab dan 44 Pasal. Menurut jadwal yang dibahas oleh Badan Musyawarah Bamus dalam pengesahan Rancangan Undang-undang Pornografi menjadi Undang-undang Pornografi bukan tanggal 23 September 14 Ibid, xxii 2008. Pada tanggal itu pembicaraan tingkat II untuk tahap pengesahan Rancangan Undang-undang Pornografi direncanakan tanggal 30 Oktober 2008, dalam sidang paripurna. 15 Pornografi juga bukan sutau istilah baru. Istilah ini berasal dari bahasa Yunani, yaitu porne dan graphein. Porne artinya perempuan jalang pelacur, dan graphein artinya menulis. Sehingga pengertian pornografi adalah bahan lukisan, gambar atau tulisan serta gerakan-gerakan tubuh yang membuka dan mempertontonkan aurat secara sengaja dan membangkitkan nafsu birahi. 16 Dalam definisi pornografi menurut Undang-undang Pornografi pasal 1 dinyatakan pornografi adalah gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak, animasi, kartun, percakapan, gerak tubuh, atau bentuk pesan lainnya melalui berbagai bentuk media komunikasi dan atau pertunjukkan di muka umum, yang memuat kecabulan atau eksploitasi seksual yang melanggar norma kesusilaan dalam masyarakat. Kehadiran Rancangan Undang-undang Pornografi menjadi Undang-undang pornografi bukan untuk golongan tertentu, tetapi untuk masyarakat Indonesia. Apabila Rancangan undang-undang pornografi disahkan, Undang-undang ini harus mampu mengayomi seluruh lapisan masyarakat indonesia, sebagai benteng pertahanan moral bangsa yang tidak ternilai harganya, terutama generasi muda sebagai penerus bangsa. Dan juga Undang-undang ini tidak mendiskriminasikan budaya suatu bangsa. 15 Ali Mochtar Ngabalin, Wawancara Anggota Pansus RUU Pornografi, DPR RI Nusantara 1 Lt.21, Jakarta, 20 November 2008. 16 Pengertian Undang-undang Pornografi www.undang-undang pornografi.com, diakses pada hari Kamis 2 April 2009, Pukul 19.30 Wib. xxiii

B. Urgensi Penyusunan Rancangan Undang-undang Anti Pornografi dan