Bendera Islam di Senayan dan Munas Golkar 19931998

pasti ada, walaupun ia bukan organisasi politik dan tujuannya bukan berpolitik praktis. ICMI adalah suatu fenomena politik. 103 Moh. Natsir, mantan tokoh Masyumi, menanggapi kelahiran ICMI dengan mengatakan,” berdirinya ICMI merupakan langkah positif. Semoga nantinya bisa menyelesaikan permasalahan-permasalahan di masyarakat. 104 ” Pemerintah yakin seluruh rakyat Indonesia menyambut baik hadirnya ICMI, karena organisasi ini lahir atas kesadaran para cendikiawan maslim sendiri untuk meningkatkan peranan mereka dalam pembangunan umat dan bangsa. Organisasi ini akan mampu berperan positif bagi pembangunan bangsa, apabila tidak terjebak dalam semangat sempit dan bersifat ekslusif. Melainkan tepat diliputi oleh wawasan luas, wawasan untuk terus menkonsolidasikan kebangsaan yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945”. Pernyataan Mentri Agama Alamsyah Ratu Prawiranegara menarik untuk dikemukakan,” berdirinya ICMI telah menghapus rasa malu dan takut yang pernah merundung umat Islam. Kini umat Islam mulai bangga dengan keislamannya Demikian pula pernyataan Wakil Presiden Sudharmono ketika menutup Simposium ICMI: 105 susunan anggota MPR 1992-1997 menimbulkan perbincangan hangat dalam masyarakat, terutama yang selalu mengkritik manuver-manuver politik Habibie dengan ICMI-nya, karena banyaknya tokoh-tokoh Islam yang menjadi anggota MPR. Sehingga banyak yang menyebutnya denga ” ijo royo – royo ” Sebenarnya bukan agama Islam yang dipersoalkan, sebab sejak dulu anggota MPR yang beragama Islam selalu mayoritas, tetapi tampilnya tokoh-tokoh Islam tersebut termasuk yang selama ini oposan pemerintah, sebagaian besar adalah

9. Bendera Islam di Senayan dan Munas Golkar 19931998

103 Suara Karya, 10 Desember 1990 104 Editor, 16 februari 1991 105 Merdeka, 10 Desember 1990 Universitas Sumatera Utara anggota ICMI dan bawahan Habibie. Mereka mewakili utusan-utusan golongan dan daerah. Pengurus ICMI yang menjadi anggota MPR antara lain Dr. Muhammad RH. Asisten II ICMI dan Marwah Daud Ibrahim, bahkan Prof.J. Katili menjadi Wakil Ketua DPRMPR. Menurut catatan Editor, ada 24 orang anggota MPR yang merupakan bawahan Habibie di pemerintahan, seperti BPPT dan kantor Menristek. 106 Soetjipto Wirosardjono, tokoh ICMI, mengatakan justru bagus, karena masuknya para cendikiawan dapat memberikan masukan yang sangat berharga bagi MPR. Tidak perlu dipersoalkan. ICMI atau bukan. Sedangkan aktivis ICMI yang pusat ada 37 orang. Dipihak lain, anggota-anggota CSIS yang pada awal Orde Baru merupakan think – thank tidak ada lagi yang menjadi anggota MPR. Masuknya tokoh – tokoh Islam tersebut menimbulkan reaksi pro dan kontra. Dr. Imamuddin Abdurrahman, seorang cendikiawan muslim, menyatakan keheranannya, mengapa jumlah mayoritas muslim di MPR di persoalkan. Malah katanya lebih lanjut, jumlah itu masih kurang bila dibandingkan dengan proporsi jumlah penduduk Indonesia yang beragama Islam dan non Islam. 107 106 Editor, 10 Oktober 1992. 107 Editor, no.3, 10 Oktober 1992, hal. 33 Prof. Suhardiman,” Sang Dukun Politik”,mengamininya. Katanya masuknya anggota ICMI bahkan bisa meramaikan dinamika demokrasi. Burhan Magenda, pakar politik UI, mengatakan bahwa kelompok Islam sejak tahun 1980 – an semakin dewasa. Pada saat itu, sebenarnya mereka sudah masuk ke elit pemerintahan sehingga masuknya anggota ICMI dalam MPR hanya merupakan kelanjutan dari perkembangan tersebut. Universitas Sumatera Utara Prof. Dawam Rahardjo, mengatakan tidak ada persoalan Islam telah masuk dalam birokrasi. ICMI mengantisipasi perkembangan ini. Dr. Sri Bintang Pamungkas berpendapat sebagai hal yang wajar-wajar saja. Tidak perlu dipersoalkan. Pak Harto mendekati umat Islam, itu merupakan hal yang wajar- wajar saja sebab umat Islam adalah mayoritas. Untuk menyukseskan pembangunan, harus melibatkan umat Islam. Dr. Affan Gaffar, pakar politik UGM, lebih menukik ke inti persoalan,” kehadiran banyak anggota ICMI dalam MPR ada kaitannya dengan peranan Habibie”, tandasnya. Pendapat yang terakhir ini, diakui atau tidak, berkelanjutan dalam pembentukan kepengurusan Golkar 1993-1998. Habibie tampil sebagai ketua formatur yang berhak mengatur kepengurusan Golkar. Dominannya peranan Habibie dapat dilihat dengan kedekatannya dengan Dewan Pembina Presiden Soeharto dan anggota formatur lainnya, seperti Haryanto Dhanuthirta yang merupakan bawahan Habibie di IPTN, Ismael Hasan anggota ICMI, dan Prof. Agussalim Mokodompit yang mantan rektor Unhalu, dapat dikatakan sehaluan dengan Habibie. Universitas Sumatera Utara BAB IV PENUTUP

1. Kesimpulan