Kesimpulan Negara Orde Baru Dan Pengendalian Politik Islam ( Studi Terhadap Hubungan Akomodatif Orde baru Terhadap Umat Islam Priode 1985 - 1994 )

BAB IV PENUTUP

1. Kesimpulan

Terdapat beberapa kekhawatiran Orde Baru terhadap arus politik Islam, yaitu : 1. Munculnya radikalisasi Islam yang berjuang membentuk Negara Islam Indonesia sebagaimana yang pernah terjadi pada masa-masa sebelumnya, yaitu pemberontakan Darul IslamTII di Jawa Barat dengan Kartosuwiryo, si Sulawesi Selatan dengan Kahar Muzakar, dan di Aceh dengan Daud Beurueh. Demikian pula Gerakan Ibnu Hajar, Pemberontakan batalyon 426 di Jawa Tengah, pemberontakan di Purworejo, dan perpecahan dalam tubuh ABRI akibat peristiwa PRIIPermesta. 2. Tampil kembalinya partai-partai politik Islam dalam percaturan politik nasional. Kehadiran massa dan semangat keIslaman dalam penumbangan rezim Orde Lama dikhawatirkan akan berlanjut pada mencuatnya persoalan-persoalan ideologis, terutama yang akan dibawakan oleh partai- partai politik Islam. Pengalaman masa lalu dengan sistem multi partai telahmenimbulkan pelajaran berharga bagi elite penguasa. 3. Kehawatiran merebaknya isu primordialisme di tengah masyarakat, termasuk masalah agama. Apalagi pada saat itu, Pemilu diperkirakan akan berlangsung pada tahun 1968 4. Isu tentang Negara Islam dan Piagam Jakarta. Pada saat itu, Sidang Umum MPRS 1968 dalam Komisi I dan Komisi II sedang mandek karena merebaknya topik di atas dalampembicaraan diantara anggota Komisi yang dibawakan oleh tokoh-tokoh Islam. Mereka meyakinkan bahwa Universitas Sumatera Utara legalisasi Piagam Jakarta hanya untuk orang Islam sendiri dalam rangka terlaksanya syariah Islam, bukan bertujuan mendirikan Negara Islam. Oleh karena itu, setelah rezim Orde Baru memantapkan kekuasaannya, rezim Orde Baru segera melakukan kontrol yang lebih ketat terhadap politik Islam. Proyek ini lebih lanjut mengambil bentuk penyingkiran simbol – simbol Islam dalam kegiatan politik, Pengeliminasian partai – partai politik Islam dan menghindarkan arena politik dari politisi – politisi Islam. Apapun yang datangnya dari Islam baik inisiatif, aspirasi maupun kritik selalu ditanggapi dengan pendeskreditan. Sebagai akibatnya, dikalangan Islam timbul kekecewaan terhadap kebijakan yang dijalankan oleh Orde Baru. Para pemimpin politik Islam pada awal Orde Baru mulai merasakan bahwa harapan mereka agar posisi kaum muslimin bisa berkembang lebih baik dibandingkan periode Orde Lama ternyata tidak menjadi kenyataan, bahkan yang ditemui adalah semakin terdesaknya aspirasi mereka akibat berbagai tekanan negara. Banyak pemikir dan tokoh – tokoh politik Islam memandang dengan rasa curiga terhadap negara. Terlepas dari kesediaan negara untuk memberikan fasilitas dan bantuan bagi kaum muslimin untuk menjalankan ajaran Islam, mereka menganggap negara berusaha untuk menghilangkan arti penting Islam secara politik serta merapkan kebijakan “ sekuler “. Bahkan berkembang anggapan bahwa negara telah menerapkan kebijakan ganda dual policy terhadap Islam. Sementara membiarkan atau mendorong dimensi ritual Islam untuk tumbuh, negara tidak memberikan kesempatan bagi Islam politik untuk berkembang. Universitas Sumatera Utara Kekecewaan umat Islam ini kemudian menjadi salah satu faktor pendorong lahirnya sikap politik radikal dan oposisi kelompok Islam terhadap Orde Baru.. Kekecewaan ini berdampak pada bermunculannya kelompok fundamentalis yang menentang hampir semua kebijakan pemerintah. Situasi ini menyebabkan terjadinya hubungan yang antagonis antara negara dan umat Islam terutama pada dua dasawarsa awal pemerintahan Orde Baru. Dimana hubungan tersebut selalu diwarnai oleh ketegangan – ketegangan bahkan konfrontasi. Namun di awal tahun tahun 1980- terjadi perubahan yang drastis dimana hubungan antara negara dan Islam mulai membaik. Pemerintah Orde Baru mulai menunjukkan tanda-tanda semakin intensif mendekati kelompok Islam. Hal ini terlihat dengan semakin dilonggarkannya wacana politik Islam oleh negara seperti dihapuskannya larangan berbaju muslimah jilbab disekolah-sekolah, pengesahan RUU Peradilan Agama, RUU Pendidikan Nasional, Pengiriman Da’i kedaerah- daerah transmigran, Pembentukan Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia ICMI, Pembangunan masjid di daerah-daerah melalui Yayasan Amal Bhakti Amal Muslim Pancasila, Pendirian Bank Muamalat dan lain sebagainya. Terjadinya hubungan akomodatif antara Orde Baru dan Islam tidak terlepas dari munculnya gerakan pemikiran baru dikalangan aktivis Islam yang merupakan perkembangan radikal dalam pemikiran politik–keagamaan umat Islam pada zaman Orde Baru. Pemikiran baru ini membawa tiga implikasi yaitu: mereformulasikan dasar-dasar keagamaanteologis politik, mendefinisikan ulang cita-cita politik Islam, dan meninjau kembali stategi politik Islam. Gerakan Universitas Sumatera Utara pemikiran baru ini lebih berorientasi mencapai perubahan dari dalam sistem dan cendrung menjauhkan konfrontasi dengan negara. Terjadinya hubungan akomodatif ini juga tidak terlepas dari merosotnya peranan partati- partai politik Islam setelah diberlakukannya azas tungal pancasila yang menjadikan partai-partai Islam identik dengan partai lain. Sehingga partai– partai Islam tidak bisa mengklaim partainya merupakan orientasi dari aspirasi Islam. Faktor lain yang menyebabkan terjadinya hubungan akomodatif ini juga desebabkan karena merosotnya power politik ”Kelompok Tanah Abang” yang merupakan dapur politik Soeharto yang selama ini mendominasi elite dipemerintahan dan cendrung memusuhi aspirasi Islam. Hubungan akomodatif antara Orde Baru dengan umat Islam telah memberikan banyak dampak positif diantara keduanya. Bagi negara, hubungan akomodatif ini telah menyebabkan hilangnya trauma negara atas mitos pembangkangan umat Islam. Hal ini berlanjut dengan semakin dominannya elite- elite dalam state yang memiliki pemahaman dan wawasan keislaman yang luas. Hal ini disebut dengan ”Priyayisasi santri” dan ”Santrisasi Priyayi”. Pemerintah juga merasakan bahwa potensi umat Islam dalam menyukseskan pembangunan nasional merupakan sumber legitimasi sistem politik dan dukungan suara yang paling dalam setiap pemilu. Sebaliknya bagi kalangan Islam, hubungan akomodatif ini telah memberi arti penting bagi Islam dimana kalangan Islam tidak lagi khwatir bahwa negara akan menghilangkan arti penting Islam dalam percaturan politik seperti yang dikhawatirkan kalangan Islam selama ini. Universitas Sumatera Utara

2. Saran