Reformulasi dasar-dasar KeagamaanTeologis politik Islam

pada zaman Orde Baru. Gerakan pemikiran baru itu tidak saja membicarakan posisi umat Islam dalam kancah politik Orde Baru, tetapi juga membicarakan tentang Tuhan, manusia dan berbagai persoalan kemasyarakatan, terutama yang berhubungan dengan persoalan politik umat Islam serta bagaimana melakukan terobosan-terobosan untuk mengembalikan daya gerak psikologis umat Islam. 69 Dalam perkembangan selanjutnya, “Pemikiran Baru’ Intelektualisme Baru, menurut Bachtiar Effendy, membawa tiga implikasi: 1 mereformulasikan dasar-dasar keagamaanteologis politik; 2 mendefinisikan ulang cita-cita politik Islam; 3 meninjau kembali strategi politik Islam. 70

1. Reformulasi dasar-dasar KeagamaanTeologis politik Islam

Pada pembicaraan sebelumnya, telah disebutkan bahwa persoalan dasar yang dihadapi politik umat Islam dalam hubungannya dengan negara adalah adanya kesulitan untuk membangun sintesis yang memungkinkan diantara keduanya.faktor utama yang menyebabkan kemandegan politik ini adalah keinginan para pemikir dan aktivis politik Islam untuk membangun hubungan Isalm dan negara secara legalistic dan formalistik. Sikap semacam ini dasar keagamaannya, yang merujuk pada pemahaman tertentu atas doktrin, bahwa Islam itu pada dasarnya bersifat holistic. Termasuk didalamnya pemahaman bahwa Islam memberikan konsep yang jelas dan baku tentang negara atau sistem pemerintahan. Bahkan, ada pihak yang berpendapat bahwa negara adalah bagian integral agama-sebuah pandangan politik-keagamaan yang merujuk pada proposisi: inna al Islam ad-din wa ad- dawlah, bahwa Islam 69 Fachry Ali dan Bahtiar Effendy, Merambah Jalan Baru Islam, Jakarta: Mizan, 1986, hlm.122- 123. 70 Bahtiar Effendy,”Islam dan Negara: Transformasi Pemikiran dan Praktek Politik di Indonesia,” Prisma, 5 Mei 1995 hal.20. Universitas Sumatera Utara itu agama dan negara. Karenanya, dari sudut pandang teologis semacam ini, adalah wajar jika Islam dijadikan dasar ideologi negara. Generasi baru pemikir dan aktivis muslim juga percaya pada sifat Islam yang holistik itu. Tetapi, mereka menolak pendapat bahwa Islam memberikan suatu kehidupan yang detail dan baku. Sifat holistic Islam hanya meliputi nilai-nilai moral yang berperan sebagai petunjuk umum bagi kehidupan. Begitu pula, kaitan Islam dan negara atau sistem pemerintahan hanya didasarkan prinsip-prinsip etis, bukan konsepsi baku. Mereka tidak menemukan indikasi kuat bahwa Islam memberikan aturan baku dalam hubungannya dengan negara dan pemerintahan. Bahkan istilah “negara” pun tidak ada dalam Al Qur’an. Bagi mereka, persoalan “negara” merupakan produk pemikiran politik sebagai counter terhadap kolonialisme barat. 71 Dalam pandangan mereka, Islam tidak mewajibkan umatnya untuk membentuk suatu negara. Sebaliknya, mereka cendrung percaya bahwa Islam lebih mementingkan terbentuknya sebuah tatanan masyarakat yang baik, yaitu masyarakat yang merefleksikan subtansi ajaran Islam seperti prinsip keadilan, egalitarianisme, partisipasi, musyawarah, dan lainnya. Sejauh mekanisme tatanan kemasyarakatan dan negara diatur dengan prinsip-prinsip dasar seperti itu, yang menurut Robert N. Bellah cirri-ciri itu terdapat pada negara kota Muhammad di Kesimpulan ini mereka dapatkan setelah melakukan kajian-kajian intensif atas doktrin Islam maupun diskursus politik Islam dalam sejarah klasik Al Mawardi, Ibnu Thaimiyah, maupun kontemporer Ali Abdul Raziq, Abu Al-A’la Al Maududi, Sayyid Qutb, dan sebagainya. 71 Tempo, 29 Desember 1984, hlm.17. Universitas Sumatera Utara Madinah, maka cukuplah untuk dikatakan bahwa itu sesuai dengan prinsip-prinsip Islam. Atas dasar pemikiran demikian, mereka tidak memiliki persoalan teologis dalam hubugannya dengan konstruk negara Indonesia yang berdasarkan Pancasila. Kenyataan bahwa nilai-nilai yang ada dalam Pancasila sesuai dengan prinsip- prinsip Islam, cukuplah bagi mereka untuk berpendapat, bahwa Indonesia adalah negara yang memperhatikan nilai-nilai keagamaan religious state, tanpa harus menjadi “negara-agama” atau”negara-teokratis” theocratic state.

2. Mendefinisikan ulang cita-cita politik Islam.