kontinuitas nilai-nilai politik yang berlangsung pada masa lalu di rujuk pada kerajaan Mataram II dengan nilai-nilai politik Orde Baru. Misalnya, nilai-nilai
kekuasaan dalam paham kebudayaan Jawa yang menurut Anderson memenuhi empat sifat; konkret, homogen, tetap, dan tidak mempersoalkan legitimasi.
43
Birokrasi Orde Baru, walaupun memperlihatkan ciri-ciri modern, tetap dipengaruhi nilai-nilai lama yang merupakan tradisi dan budaya politik masa lalu
Jawa, seperti karakteristik patrimonial. Jabatan dan keseluruhan hirarki birokrasi didasarkan atas hubungan personal atau hubungan “bapak-anak buah” patron-
client.
44
Berdasarkan asumsi di atas, menurut Richard Robinson pendekatan kultural menghasilakan dua proposisi
45
1. Bahwa hakikat pemerintahan Orde Baru dapat dijelaskan melalui kerangka
perspektif daya tahankelangsungan kebudayaan Jawa yang membentuk praktik politik para pejabat atau elite birokrasi tersebut; dan
:
2. Bahwa identitas dan struktur kelompok-kelompok politik dan hakikat
konflik politik ditentukan oleh hubungan politik yang bersifat patrimonial yaitu stuktur-struktur patront-client yang bersifat pribadi dan tersusun
secara vertikal.
d. Negara Otoriter Birokrasi Rente
Model kepolitikan ini diperkenalkan oleh Arief Budiman dalam bukunya tentang perbandingan antara pembangunan di Indonesia dengan pembangunan di
Korea Selatan.
46
43
Benedict Anderson, The Idea of Power in Javnese Culture”, dalam Claire Holt ed., Culture and Politics in Indonesia, Ithaca, N.Y.: Cornell University Press, 1972, hal. 4-8.
44
Manuel Kaisiepo, Dari Kepolitikan Birokratik ke Korporatisme Negara, Birokrasi dan Politik di Indoenesia, dalam Jurnal Ilmu Politik,no. 2 – 1987, hal.24
45
Ibid.
46
Arief Budiman, State and Civil Society in Indonesia, Clayton: Monash University,1990, hal.12.
Ciri-ciri negara otoriter biriokrasi OB menurutnya adalah
Universitas Sumatera Utara
bersifat otoriter, sangat mengandalkan birokrasi sebagai alat mencapai tujuan, membendung partisipasi masyarakat, melaksanakan pembangunan ekonomi dan
politik secara top-domn dari atas ke bawah, dan menggunakan ideologi teknokratis-birokratis.
47
Dalam otoriter birokratik rente, kaum borjuis tidak terbentuk dalam negara karena mereka mendapat fasilitas melalui hubungan personal dengan penguasa.
Jelasnya, para elite negara meminta imbalan, rente, atau ongkos sewa . para elite bertindak sebagai “rentenir” karena menyewakan jabatannya untuk kepentingan
pengusaha, jabatan birokrasi bagi elite negara menjadi semacam “alat produksi” untuk melakukan akumulasi modal melalui sistem rente.
48
Intinya, dalam negara OB rente yang muncul bukan kaum borjuis yang kuat akan tetapi yang muncul adalah kelompok pengusaha yang tergantung
kepada fasilitas dan perlindungan negara.
49
Negara OB rente mulai tumbuh dan menguat di Indonesia ketika militer selalu menekankan stabilitas politik secara
berlebihan pada permulaan tahun 1970-an.
50
Model ini diperkenalkan oleh Olle Tornquist.
e. Negara Kapitalis rente rent capitalism state
51
Ia menekankan sifat “rente” dari modal kepolitikannya. Indonesia dan India adalah sebuah negara
dengan pembangunan kapitalis tetapi menjadi rente karena digerogoti oleh perilaku dan kebijakan para pendukung rezim ini.
52
47
Ibid., hal. 13-14.
48
Ibid., hal. 17
49
Ibid., hal. 18
50
Ibid., hal. 59
51
Olle Tornquist, “Rent Capitalsm, State, and Democracy, a Theorical Proposition”, dalam Arief Budiman ed., State and Civil Society in Indonesia, Clayton: Monash University, 1990, hal.29-50.
52
Ibid.hal. 51.
Universitas Sumatera Utara
Dalam model ini sifat otonomi relatif, negara didasarkan pada rasionalitas ekonomi, yaitu bagaimana memperoleh keuntungan sebesar-besarnya demand
dengan kerugian sekecil-kecilnya suply. Rasionalitas ekonomi ini membenarkan negara berbuat apa saja, termasuk yang tidak demokratis. Pola-pola patronase,
bapakisme, nepotisme, dan lain-lain tidak dipermasalahkan, termasuk ssitem proteksionisme, monopoli, dan pemberian fasilitas-fasilitas. Model negara
kapitalis rente ini relatif otonom dan berhubungan dengan kaum borjuasi domestik dan internasional.
53
Di dalam politik birokrasi terjadi persaingan antara lingkaran-lingkaran birokrat dan elite militer. Elite ini, terutama adalah Presiden. Legitimasi pemimpin
dalam bureaucratic polity bukan berdasarkan otoritas tradisional seperti penguasa tunggal, melainkan otoritas legal. Jackson mengakui bahwa terjadi konsentrasi
kekuasaan di tangan Presiden Soeharto, tetapi hal itu terjadi secara konstitusional melalui Supersemar, tap-tap MPRS, dan pemilu dan dalam beberapa hal dibatasi
oleh kepentingan elite birokrasi dan militer.
f. Konsep politik birokratis bureacracy polity