36
Dari sepuluh indikator PHBS rumah tangga di atas akan memberikan gambaran sehat pada rumah tangga dengan menggunakan pengkategorian penilaian
sehat sebagai berikut : 1
Sehat 1 klasifikasi merah, bila nilai persentase sehat 4 pada hasil penilaian tatanan yang dilakukan sebesar 0 – 25,00.
2 Sehat 2 klasifikasi kuning, bila nilai persentase sehat 4 pada hasil penilaian
tatanan yang dilakukan sebesar 25,01 - 50,00. 3
Sehat 3 klasifikasi hijau, bila nilai persentase sehat 4 pada hasil penilaian tatanan yang dilakukan sebesar 50,01 - 75,00.
4 Sehat 4 klasifikasi biru, bila nilai persentase sehat 4 pada hasil penilaian
tatanan yang dilakukan sebesar 75,01 - 100,00. Depkes, 2005.
2.3. Status Gizi Balita
2.3.1 Pengertian
Menurut Depkes R.I 2002, status gizi merupakan tanda-tanda penampilan seseorang akibat ketidakseimbangan antara pemasukan dan pengeluaran zat gizi yang
berasal dari pangan yang dikonsumsi pada suatu saat didasarkan pada kategori dan indikator yang digunakan. Konsumsi makanan pada seseorang dapat menentukan
tercapainya tingkat kesehatan atau status gizi. Apabila tubuh berada dalam kondisi kesehatan yang optimum maka ia terbebas dari penyakit dan mempunyai daya tahan
tubuh yang tinggi. Jika konsumsi makanan tidak seimbang menurut kebutuhan tubuh maka akan terjadi kesalahan akibat gizi malnutrition, penyakit yang ditimbulkan
Universitas Sumatera Utara
37
diantaranya kurang gizi undernutrition dan gizi lebih overnutrition. Status gizi balita adalah keadaan kesehatan balita yang ditentukan oleh derajat kebutuhan fisik
akan energi dan zat-zat gizi lain yang diperoleh dari makanan dan fisiknya dapat diukur secara antropometri Suhardjo, 2005.
Penyakit gangguan akibat kekurangan zat gizi merupakan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia adalah Kurang Energi dan Protein KEP atau Kurang Kalori
dan Protein KKP. Pada umumnya KEPKKP terjadi pada balita, karena pada umur tersebut balita mengalami pertumbuhan yang pesat yang membutuhkan konsumsi
makanan seimbang dengan kebutuhan kalori dan protein. Penyakit ini dibagi ke dalam tiga tingkatan, yaitu; 1. KKP ringan, 2 KKP sedang, dan; 3 KKP berat.
Beberapa ahli membedakan adanya dua macam KKP yaitu KKP ringan atau gizi kurang dan KKP berat atau gizi buruk, lebih sering disebut marasmus kwasiorkor
Notoatmodjo, 2003. Balita kurang gizi pada tingkat ringan atau sedang tidak selalu diikuti dengan
gejala sakit, sering disebut juga dengan masalah kelaparan “tersembunyi” atau ”hidden hunger”. Menurut Depkes R.I 2005, balita kurang gizi secara langsung
dipengaruhi oleh tiga hal, yaitu; pertama, balita tidak cukup mendapatkan makanan
bergizi seimbang. Dalam hal ini bayi tidak mendapatkan Air Susu Ibu ASI secara eksklusif, dan sesudah usia enam bulan bayi tidak mendapatkan makanan
pendamping ASI yang cukup mengandung energi dan protein. Kedua, anak tidak mendapatkan asuhan gizi yang memadai, hal ini pendidikan ibu sangat
mempengaruhi kualitas pengasuhan anaknya. Menurut Adisasmito 2007, kurangnya
Universitas Sumatera Utara
38
pendidikan ibu terhadap pola pengasuhan anak berpengaruh timbulnya gizi buruk. Ketiga, anak menderita penyakit infeksi. Dalam hal ini terjadi hubungan timbal balik
antara kejadian infeksi penyakit dengan gizi buruk. Anak yang menderita gizi buruk akan mengalami penurunan daya tahan tubuh sehingga rentan terhadap infeksi. Di sisi
lain anak yang menderita sakit infeksi cenderung menderita gizi buruk.
2.3.2. Penyebab Timbulnya Gizi Kurang Pada Balita