Pengaruh Praktik Hidup Bersih Dan Sehat Terhadap Status Gizi Balita Di Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh Barat Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam

(1)

STATUS GIZI BALITA DI KECAMATAN MEUREUBO

KABUPATEN ACEH BARAT PROVINSI

NANGGROE ACEH DARUSSALAM

T E S I S

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi dan Kebijakan Gizi Masyarakat pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

Oleh

SYAIFULLAH

077032006/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

Nama Mahasiswa : Syaifullah Nomor Induk Mahasiswa : 077032006

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi : Administrasi dan Kebijakan Gizi Masyarakat

Menyetujui Komisi Pembimbing :

(Dr. Ir. Evawany Y. Aritonang, M.Si) (Ernawati Nasution, S.K.M, M.Kes)

Ketua Anggota

Ketua Program Studi Dekan

(Dr. Drs. Surya Utama, M.S) (dr. Ria Masniari Lubis, M.Si)


(3)

Tanggal : 7 Desember 2009

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Ir. Evawany Y. Aritonang, M.Si Anggota : 1. Ernawati Nasution, S.K.M, M.Kes

2. Dra. Syarifah, M.S


(4)

PENGARUH PRAKTIK HIDUP BERSIH DAN SEHAT TERHADAP STATUS GIZI BALITA DI KECAMATAN MEUREUBO KABUPATEN ACEH BARAT PROVINSI

NANGGROE ACEH DARUSSALAM

T E S I S

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, 7 Desember 2009

( Syaifullah ) 077032006/IKM


(5)

Praktik hidup bersih dan sehat di Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh Barat masih rendah sehingga berdampak pada status gizi balita dan tingginya kejadian diare pada balita pada tahun 2007. Balita yang diserang diare dikhawatirkan akan mengalami dehidrasi, hilang nafsu makan dan menderita gizi buruk atau kematian.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh pengetahuan, sikap dan perilaku hidup bersih sehat terhadap status gizi balita. Jenis penelitian adalah explanatory research. Penelitian dilakukan di Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh Barat. Populasi dalam penelitian ini adalah ibu yang mempunyai balita yaitu 705 orang dan besar sampel adalah 100 orang. Data dikumpulkan dengan kuesioner, dan pengukuran status gizi balita secara antropometri. Analisa data dilakukan dengan uji Chi-Square dan uji Regresi Ordinal Berganda.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat pengaruh signifikan antara pengetahuan, sikap dan perilaku hidup bersih sehat terhadap status gizi balita berdasarkan berat badan/umur dan berat badan/tinggi badan. Variabel yang paling berpengaruh terhadap status gizi balita adalah praktik hidup bersih sehat.

Dalam upaya perbaikan gizi balita disarankan kepada Puskesmas Meureubo Kabupaten Aceh Barat untuk melakukan perbaikan pengetahuan dan sikap ibu tentang perilaku hidup bersih sehat melalui promosi atau pendidikan kesehatan serta adanya penyediaan sarana untuk mendukung terjadinya praktik hidup bersih sehat. Kata Kunci : Perilaku hidup bersih sehat, Status gizi, Balita


(6)

ABSTRACT

The implementation of healthy life behavior at Meureubo Sub-district, West Aceh district, were still low so that it influenced the nutrition status of children under-five years old and the high-level of diarrhea disease on children under-five years old in 2007. Those children whom had diarrhea diseases were worried to be facing dehydration, anorexia and having malnutrition or even death.

This research was intended to analyze the influence of knowledge,attitude and practice of healthy life behavior with nutrition status of children under-five years old. The research type was explanatory research. This research was done at Meureubo sub-district, West Aceh district. The population were 705 mothers who owned children under-five years old and the amounts of sample were 100 people. The data were collected by using questionnaire and also the determination of nutrition status of children under-five years old anthropometric method. The obtained data were analyzed through chi-square test and multiple ordinal regression test.

The research’s results showed that there were significant influence of the knowledge, attitude and practice of healthy life behavior on nutrition status of children under-five years old based on body weight/age and body weight/body height. The most influence variable on nutrition status of children under-five years old was practice of healthy life behavior.

In order to improve the nutrition status children under-five years old it is suggested to Health centre at Meureubo Sub-district, West Aceh district to increase knowledge and attitude of mother about healthy life behavior through health promotion or education and also support in providing the materializing of healthy life behavior.

Key Words : Healthy life behavior practice, Nutritional status, Children under-five years old


(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur kehadirat Allah yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga atas izin-hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini dengan judul ”Pengaruh Praktik Hidup Bersih dan Sehat terhadap Status Gizi Balita di Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh Barat Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Tahun 2009“.

Penulisan tesis merupakan salah satu persyaratan akademik dalam menyelesaikan pendidikan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi dan Kebijakan Gizi Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyadari bahwa penulisan tesis ini banyak kekurangan, baik dalam penulisan dan pembahasannya. Penulis juga menyadari bahwa penulisan ini tidak dapat terlaksana tanpa bantuan dan kerja sama dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan banyak terima kasih yang tidak terhingga kepada: Dr. Ir. Evawani Y. Aritonang, M.Si, selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Ernawati Nasution, SKM., M.Kes, selaku Pembimbing Kedua, yang meluangkan waktunya dengan penuh perhatian, kesabaran dan ketelitian dalam memberikan bimbingan, arahan, petunjuk sepenuhnya, sehingga sampai selesainya penulisan tesis ini.

Kemudian dengan Ridho Allah SWT serta dengan tulus dan ikhlas penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada :


(8)

1. Prof. dr. Chairuddin P. Lubis, DTM&H, Sp.A(K), sebagai Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. dr. Ria Masniari Lubis, MSi, sebagai Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. Dr. Drs. Surya Utama, MS, sebagai Ketua Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

4. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, MSi, sebagai Sekretaris Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

5. Dra. Syarifah, MS dan Dra. Jumirah, Apt., M.Kes, sebagai Komisi Pembanding yang telah banyak memberikan arahan dan masukan demi kesempurnaan tesis ini.

6. Seluruh staf pengajar Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan ilmu pengetahuan yang sangat berarti selama penulis mengikuti pendidikan.

7. Bapak Bupati Kabupaten Aceh Barat yang telah memberi kesempatan dan dukungan kepada penulis untuk melanjutkan pendidikan pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

8. Bapak Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Barat beserta Staf yang telah memberikan dukungan moril kepada penulis dalam rangka menyelesaikan


(9)

pendidikan pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

9. Kepala Puskesmas dan Staf Puskesmas Meureubo Kabupaten Aceh Barat yang telah membantu dalam proses pengumpulan data di lokasi penelitian.

10. Ucapan terimakasih yang tulus dan ikhlas kepada Keluarga Besar Ayahanda (Alm) Teungku Djamaluddin AR dan Ibunda (Alm) Djuariah, Keluarga Besar Mertua Bapak (Alm) Daud MS dan Ibu (Alm) Siti Hawa, yang telah membantu dan memberi dorongan moril serta do`a.

11. Teristimewa buat isteri tercinta dan tersayang, Misnar Ramela dan buah hatiku Amarsyah Maulana, Dinda Shafira Moulina dan Sabrina Maulia, yang penuh pengertian, kesabaran, pengorbanan dan do′a serta motivasi dalam menyelesaikan pendidikan.

Akhirnya penulis menyadari atas segala keterbatasan, untuk itu saran dan kritikan yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini, dengan harapan semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi pengambil kebijakan di bidang kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan di penelitian selanjutnya.

Medan, Desember 2009


(10)

RIWAYAT HIDUP

SYAIFULLAH, lahir pada tanggal 1 Agustus 1969 di Kota Banda Aceh Provinsi Daerah Intimewa Aceh. Pendidikan formal penulis, dimulai dari Sekolah Dasar (SD) Negeri 1 Meulaboh selesai tahun 1982, Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 3 Meulaboh selesai tahun 1985, Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 1 Meulaboh selesai tahun 1988, Sekolah Pembantu Ahli Gizi (SPAG) Banda Aceh lulus tahun 1990. Pada tahun 1992 diangkat sebagai Pegawai Negeri Sipil Kanwil Departemen Kesehatan Provinsi D.I. Aceh dan ditugaskan di Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Barat.

Pada tahun 1996, mendapat Izin Belajar dari Pemerintah Kabupaten Aceh Barat untuk melanjutkan pendidikan S1 di Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Sabang (STIES) Banda Aceh Jurusan Ekonomi Manajemen lulus tahun 2000.

Pada tahun 2007, mendapat Tugas Belajar dari Pemerintah Kabupaten Aceh Barat untuk melanjutkan pendidikan di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi dan Kebijakan Gzi Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Permasalahan ... 5

1.3. Tujuan Penelitian ... 5

1.4. Hipotesis... 6

1.5. Manfaat Penelitian ... 6

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1. Perilaku Kesehatan ... 8

2.2. Praktik Perilaku Hidup Bersih Sehat (PHBS)... 16

2.3. Status Gizi Balita ... 21

2.4. Landasan Teoritis ... 30

2.5. Kerangka Konsep ... 31

BAB 3 METODE PENELITIAN ... 33

3.1. Jenis Penelitian... 33

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 33

3.3. Populasi dan Sampel ... 34

3.4. Metode Pengumpulan Data ... 36

3.5. Variabel dan Definisi Operasional ... 36

3.6. Metode Pengukuran ... 38

3.7. Metode Analisis Data ... 43

BAB 4 HASIL PENELITIAN ... 45

4.1. Deskripsi Wilayah Penelitian... 45

4.2. Karakteristik Responden ... 49

4.3. Pengetahuan Tentang PHBS ... 50


(12)

4.5. Praktik / Tindakan PHBS ... 55

4.6. Status Gizi Balita ... 59

4.7. Pengaruh Pengetahuan, Sikap, Praktik PHBS terhadap Status Gizi Balita (BB/U) ... 61

4.8. Pengaruh Pengetahuan, Sikap, Praktik PHBS terhadap Status Gizi Balita (TB/U) ... 62

4.9. Pengaruh Pengetahuan, Sikap, Praktik PHBS terhadap Status Gizi Balita (BB/TB) ... 64

4.10.Analisa Multivariat Antara Variabel Pengetahuan, Sikap dan PHBS terhadap Status Gizi Balita dengan indeks BB/U dan BB/TB ... 66

BAB 5 PEMBAHASAN ... 69

5.1. Status Gizi Balita ... 69

5.2. Pengaruh Pengetahuan Tentang PHBS terhadap Status Gizi Balita ... 70

5.3. Pengaruh Sikap Tentang PHBS terhadap Status Gizi Balita 73

5.3. Pengaruh Praktik PHBS terhadap Status Gizi Balita ... 75

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 79

6.1. Kesimpulan ... 79

6.2. Saran-Saran ... 80


(13)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman 3.1. Perbandingan jumlah sample masing-masing Desa di

Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh Barat Tahun 2009... 35

3.2. Aspek Pengukuran Karakteristik Responden ... 39

3.3. Aspek Pengukuran Variabel Bebas (Independen)... 39

3.4. Aspek Pengukuran Variabel Terikat (Dependen) ... 40

4.1. Distribusi Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin di Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh Barat Tahun 2009 ... 46

4.2. Daftar Sarana Kesehatan di Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh Barat Tahun 2009 ... 47

4.3. Daftar Tenaga Kesehatan di Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh Barat Tahun 2009 ... 47

4.4. Sumber Air Minum, Jamban, Yang Digunakan Sebagian Besar Rumah Tangga di Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh Barat ……….. 48

4.5. Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik di Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh Barat Tahun 2009... 49

4.6. Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan Tentang PHBS di Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh Barat Tahun 2009 ... 50

4.7. Distribusi Responden Berdasarkan Indikator Pengetahuan Tentang PHBS di Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh Barat Tahun 2009 ... 51

4.8. Distribusi Responden Berdasarkan Sikap tentang PHBS di Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh Barat Tahun 2009 ... 53


(14)

4.9. Distribusi Responden Berdasarkan Indikator Sikap tentang PHBS di Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh Barat Tahun

2009 ... 54 4.10. Distribusi Responden Berdasarkan Praktik PHBS di

Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh Barat Tahun 2009 ... 55 4.11. Distribusi Responden Berdasarkan Indikator Praktik PHBS di

Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh Barat Tahun 2009 ... 56 4.12. Hasil Pengukuran Status Gizi Balita Berdasarkan BB/U, TB/U

dan BB/TB di Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh Barat

Tahun 2009 ... 60 4.13. Distribusi Status Gizi Balita Berdasarkan BB/U, TB/U dan

BB/TB di Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh Barat

Tahun 2009 ... 60 4.14. Pengaruh Pengetahuan, Sikap, Praktik PHBS terhadap Status

Gizi Balita (BB/U) di Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh

Barat Tahun 2009 ... 61 4.15. Pengaruh Pengetahuan, Sikap, Praktik PHBS terhadap Status

Gizi Balita (TB/U) di Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh

Barat Tahun 2009 ... 63 4.16. Pengaruh Pengetahuan, Sikap, Praktik PHBS terhadap Status

Gizi Balita (BB/TB) di Kecamatan Meureubo Kabupaten

Aceh Barat Tahun 2009 ... 65 4.17. Uji Regresi Berganda Ordinal Pengaruh Pengetahuan, Sikap,

Praktik PHBS terhadap status gizi balita BB/U dan BB/TB di


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Formulir Kuesioner ... 86

2. Validitas dan Reliabilitas Kuesioner ... 93

3. Output SPSS : Tabel Frekuensi ... 100

4. Output SPSS : Tabel Silang ... 102

5. Output SPSS : Tabel Regresi Berganda Ordinal ... 114

6. Master Data Penelitian ... 122 7. Surat Izin Penelitian dari Sekolah Pascasarjana Universitas

Sumatera Utara ...

137 8. Surat Izin Penelitian dari Puskesmas Meureubo Kecamatan

Meureubo Kabupaten Aceh Barat ...

138


(16)

Barat masih rendah sehingga berdampak pada status gizi balita dan tingginya kejadian diare pada balita pada tahun 2007. Balita yang diserang diare dikhawatirkan akan mengalami dehidrasi, hilang nafsu makan dan menderita gizi buruk atau kematian.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh pengetahuan, sikap dan perilaku hidup bersih sehat terhadap status gizi balita. Jenis penelitian adalah explanatory research. Penelitian dilakukan di Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh Barat. Populasi dalam penelitian ini adalah ibu yang mempunyai balita yaitu 705 orang dan besar sampel adalah 100 orang. Data dikumpulkan dengan kuesioner, dan pengukuran status gizi balita secara antropometri. Analisa data dilakukan dengan uji Chi-Square dan uji Regresi Ordinal Berganda.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat pengaruh signifikan antara pengetahuan, sikap dan perilaku hidup bersih sehat terhadap status gizi balita berdasarkan berat badan/umur dan berat badan/tinggi badan. Variabel yang paling berpengaruh terhadap status gizi balita adalah praktik hidup bersih sehat.

Dalam upaya perbaikan gizi balita disarankan kepada Puskesmas Meureubo Kabupaten Aceh Barat untuk melakukan perbaikan pengetahuan dan sikap ibu tentang perilaku hidup bersih sehat melalui promosi atau pendidikan kesehatan serta adanya penyediaan sarana untuk mendukung terjadinya praktik hidup bersih sehat. Kata Kunci : Perilaku hidup bersih sehat, Status gizi, Balita


(17)

ABSTRACT

The implementation of healthy life behavior at Meureubo Sub-district, West Aceh district, were still low so that it influenced the nutrition status of children under-five years old and the high-level of diarrhea disease on children under-five years old in 2007. Those children whom had diarrhea diseases were worried to be facing dehydration, anorexia and having malnutrition or even death.

This research was intended to analyze the influence of knowledge,attitude and practice of healthy life behavior with nutrition status of children under-five years old. The research type was explanatory research. This research was done at Meureubo sub-district, West Aceh district. The population were 705 mothers who owned children under-five years old and the amounts of sample were 100 people. The data were collected by using questionnaire and also the determination of nutrition status of children under-five years old anthropometric method. The obtained data were analyzed through chi-square test and multiple ordinal regression test.

The research’s results showed that there were significant influence of the knowledge, attitude and practice of healthy life behavior on nutrition status of children under-five years old based on body weight/age and body weight/body height. The most influence variable on nutrition status of children under-five years old was practice of healthy life behavior.

In order to improve the nutrition status children under-five years old it is suggested to Health centre at Meureubo Sub-district, West Aceh district to increase knowledge and attitude of mother about healthy life behavior through health promotion or education and also support in providing the materializing of healthy life behavior.

Key Words : Healthy life behavior practice, Nutritional status, Children under-five years old


(18)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Perilaku hidup bersih sehat (PHBS) merupakan perilaku kesehatan yang dilakukan oleh individu, keluarga dan masyarakat dalam menolong dirinya sendiri di bidang kesehatan dan meningkatkan status gizi serta berperan aktif dalam kegiatan-kegiatan kesehatan. Melaksanakan PHBS bermanfaat untuk mencegah, menanggulangi dan melindungi diri dari ancaman penyakit serta memanfaatkan pelayanan kesehatan yang bermutu, efektif dan efisien (Depkes RI, 2007).

Mempraktikkan PHBS merupakan langkah tepat dalam upaya memantau pertumbuhan dan pencegahan balita dari kurang gizi, dengan mengetahui ada atau tidaknya kurang gizi pada balita yang dapat dilakukan melalui penimbangan berat badan (BB) setiap bulan (Supariasa, 2001).

Upaya penanggulangan kurang gizi memerlukan pendekatan berbagai segi kehidupan secara terintegrasi. Pencegahan dan penanggulangan gizi kurang tidak cukup dengan memperbaiki aspek makanan tetapi juga lingkungan kehidupan balita seperti; pola pengasuhan, tersedia air bersih dan kesehatan lingkungan (Soekirman, 2002)

Widaninggar (2003) menyatakan bahwa kondisi lingkungan yang buruk akan menyebabkan timbulnya berbagai penyakit infeksi sehingga berpengaruh terutama pada status gizi balita, karena usia balita merupakan usia yang rentan terhadap


(19)

penyakit. Menurut Nadesul (Jurnal Promkes Depkes RI, 2008), jika ibu berperilaku hidup bersih sehat, dapat menangkal 20 jenis penyakit yang dapat diderita balita, antara lain; diare, typhus, kecacingan, influenza, batuk, tuberculosis dan penyakit kulit. Demikian juga hasil studi WHO, praktik cuci tangan pakai air bersih dan sabun sebelum makan, setelah buang air besar, sebelum memegang bayi, serta sebelum menyiapkan makanan dapat mengurangi prevalensi diare sampai 40% (Depkes RI, 2008).

Perilaku kesehatan individu, menurut Kosa dan Robertson dalam Notoatmodjo (2003), menyatakan bahwa tiap individu mempunyai cara yang berbeda dalam mengambil tindakan pencegahan dan penyembuhan penyakit meskipun gangguan kesehatannya sama, hal ini karena kurang didasari oleh pengetahuan.

Dari hasil penelitian yang dilakukan Safrizal (2002) di Kabupaten Bungo Provinsi Jambi, membuktikan bahwa ibu yang mempunyai pengetahuan tinggi tentang PHBS berpeluang bagi keluarganya untuk berperilaku hidup bersih dan sehat sebesar 6,4 kali dibandingkan dengan pengetahuan yang rendah.

Penelitian yang sama juga dilakukan oleh Hasibuan (2005) di Kabupaten Tapanuli Selatan. Dari hasil penelitian diketahui bahwa adanya pengaruh frekuensi penyuluhan tentang PHBS terhadap peningkatan pengetahuan masyarakat sehingga berperilaku hidup bersih dan sehat.

Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, menunjukkan praktik PHBS di Indonesia masih rendah, yaitu 38,7%, dibandingkan dengan target Nasional sampai tahun 2010 sebesar 65,0%. Hasil Riskesdas juga menghasilkan


(20)

peta masalah kesehatan yang terkait dengan praktik PHBS, yaitu balita yang ditimbang lebih kurang empat kali selama enam bulan terakhir adalah 45,4%, kurang makan buah dan sayur pada penduduk umur kurang dari 10 tahun adalah 93,6%, pemakaian air bersih dalam rumah tangga per orang setiap hari <20 liter adalah 14,4%, yang menggunakan jamban sendiri adalah 60%, rumah tangga yang tidak ada penampungan sampah dalam rumah adalah 72,9% (Depkes, 2008).

Lebih lanjut data Riskesdas menunjukkan sebanyak 22 provinsi mempunyai prevalensi PHBS di bawah prevalensi nasional, diantaranya adalah Provinsi Sumatera Barat, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Bengkulu, Lampung Kepulauan Riau, dan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam yang paling rendah pencapaiannya, yaitu sebesar 36,8% (Depkes, 2008).

Jika dikaitkan dengan data Riskesdas, maka gambaran praktik PHBS di Kabupaten Aceh Barat berdasarkan profil kesehatan tahun 2007 sangat rendah yaitu 34,8%. Hal ini terlihat dari beberapa criteria seperti jumlah balita yang ditimbang berat badannya 39,9%, bayi diberi ASI secara eksklusif 1,2%, prevalensi gizi buruk 6,6%, gizi kurang 28,6% dan gizi baik 64,8% (Dinkes Kabupaten Aceh Barat, 2007).

Berdasarkan data Kecamatan Meureubo (2007), diketahui bahwa jumlah penderita diare masih cukup tinggi dimana terdapat 656 kasus dari 21.013 jumlah penduduk atau 3,1%, dan 290 kasus (40%) diantaranya adalah balita. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh banyak faktor seperti praktik PHBS masyarakat yang


(21)

sangat rendah yaitu hanya 24%, cakupan penimbangan balita di posyandu sebesar 39,1%. Status gizi balita di Kecamatan Meureubo yaitu gizi buruk 18,5%, dan gizi kurang 55,1%. Dalam kurun waktu tahun 2007 sampai dengan tahun 2008 di Desa Ranup Dong dan desa Pasie Aceh Baroh ditemukan 5 kasus balita dengan status gizi buruk kronis yaitu marasmus kwashiorkor, dan dua diantaranya meninggal (SP2TP Puskesmas Meureubo, 2008).

Penelitian tentang praktik PHBS untuk melihat hubungannya dengan status gizi balita berdasarkan BB/U sudah dilakukan oleh Mustafa (2006) di Kota Banda Aceh dan Ruhana (2008) di Kabupaten Pidie. Dari hasil penelitian diperoleh, praktik PHBS mempunyai hubungan bermakna dengan kesehatan dan status gizi balita berdasarkan BB/U. Dari hasil pengukuran diperoleh balita dengan status gizi kurang (53%) berasal dari keluarga yang kurang baik dalam praktik kebersihan perorangan dan kebersihan lingkungan, yaitu sebesar 87,8%.

Perilaku merupakan faktor terbesar yang mempengaruhi kesehatan individu, kelompok atau masyarakat. Oleh sebab itu dalam rangka membina dan meningkatkan kesehatan masyarakat, maka diperlukan intervensi promosi/pendidikan kesehatan. Pendidikan kesehatan tidak hanya meningkatkan pengetahuan, sikap dan praktik kesehatan saja, tetapi juga memperbaiki lingkungan, baik fisik maupun non-fisik dalam rangka memelihara kesehatan mereka (Notoatmodjo, 2007).

Terwujudnya status gizi balita tidak terlepas dari pelaksanaan PHBS di lingkungan rumah tangga, karena PHBS merupakan salah satu upaya dalam


(22)

meningkatkan derajat kesehatan keluarga, pemberdayaan dalam meningkatkan pengetahuan serta keterampilan ibu dan keluarga dalam pengasuhan balita.

Berdasarkan hal tersebut di atas, maka perlu dilakukan penelitian tentang pengaruh praktik PHBS terhadap status gizi balita di Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh Barat. Hal ini sesuai dengan program Departemen Kesehatan RI dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan dan gizi masyarakat.

1.2. Permasalahan

Praktik PHBS di Kecamatan Meureubo masih rendah dibandingkan dengan hasil Riskesdas tahun 2007. Data dari Puskesmas Meureubo memperlihatkan kasus diare tergolong tinggi, sebanyak 656 kasus dari 21.013 (3,1%) jumlah penduduk, 40% diantaranya adalah balita sebanyak 290 orang. Balita yang diserang diare dikhawatirkan akan mengalami dehidrasi (kehilangan cairan tubuh), hilang nafsu makan dan menderita gizi buruk atau kematian.

Oleh karena itu permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana pengaruh praktik PHBS terhadap status gizi balita berdasarkan BB/U, TB/U dan BB/TB di Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh Barat.

1.3. Tujuan Penelitian

Untuk menganalisis pengaruh praktik PHBS terhadap status gizi balita berdasarkan BB/U, TB/U dan BB/TB di Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh Barat.


(23)

1.4. Hipotesis

1. Ada pengaruh Pengetahuan ibu tentang Praktik PHBS terhadap status gizi balita berdasarkan BB/U, TB/U dan BB/TB di Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh Barat.

2. Ada pengaruh Sikap ibu tentang Praktik PHBS terhadap status gizi balita berdasarkan BB/U, TB/U dan BB/TB di Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh Barat.

3. Ada pengaruh Praktik PHBS ibu terhadap status gizi balita berdasarkan BB/U, TB/U dan BB/TB di Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh Barat.

1.5. Manfaat Penelitian

1. Bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Barat,

Sebagai bahan masukan/informasi, untuk mengambil langkah-langkah kebijakan mendatang dalam upaya penanggulangan masalah kesehatan dan gizi masyarakat serta peningkatan pelaksanaan PHBS.

2. Bagi Puskesmas Meureubo.

Sebagai bahan masukan dalam pelaksanaan program PHBS di Kecamatan Meureubo dan penanggulangan masalah gizi masyarakat.


(24)

3. Untuk peneliti.

Dengan penelitian ini memberikan pengalaman, menambah wawasan dan pengetahuan peneliti.


(25)

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Perilaku Kesehatan

Perilaku manusia pada hakekatnya adalah suatu aktivitas dari manusia itu sendiri. Oleh sebab itu perilaku manusia mempunyai bentangan yang sangat luas, mencakup; berjalan, berbicara, bereaksi, berpakaian dan lain sebagainya. Bahkan kegiatan internal (internal activity) seperti berpikir, persepsi dan emosi juga merupakan perilaku manusia. Untuk kepentingan analisis dapat dikatakan bahwa perilaku manusia adalah apa yang dikerjakan oleh manusia tersebut, baik yang dapat diamati secara langsung atau tidak langsung (Notoatmodjo, 2003).

Perilaku adalah merupakan totalitas penghayatan dan aktivitas seseorang yang merupakan hasil bersama atau resultante antara berbagai faktor, baik faktor internal maupun eksternal. Determinan faktor internal, yakni karakteristik orang yang bersangkutan, yang bersifat bawaan, misalnya tingkat kecerdasan, tingkat emosional, jenis kelamin dan sebagainya. Sedangkan determinan faktor eksternal adalah faktor yang dominan yang mewarnai perilaku seseorang, yaitu lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, politik dan sebagainya (Notoatmodjo, 2007).

Menurut teori Spranger dalam Notoatmodjo (2007), pola dasar perilaku manusia terbentuk ditentukan oleh kepribadian manusia bersangkutan, dan kepribadian itu akan ditentukan oleh salah satu budaya yang dominan pada diri


(26)

seseorang tersebut. Sedangkan teori Karr dalam Notoatmodjo (2007), menyimpulkan bahwa perilaku seseorang ditentukan oleh niat orang terhadap objek.

Manusia dapat bereaksi terhadap berbagai jenis stimuli, secara garis besar stimuli tersebut dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu; (1) endogenous, stimuli dalam tubuh manusia sendiri, dan; (2) exogenous, stimuli di luar tubuh manusia. Stimuli ini menimbulkan respons secara otomatis atau bawah sadar (involutary), secara sadar (voluntary) dan kombinasi keduanya (Soemirat, 2006).

Salah satu faktor yang menentukan kondisi kesehatan masyarakat adalah perilaku kesehatan masyarakat itu sendiri. Dimana proses terbentuknya perilaku ini dipengaruhi oleh beberapa faktor. Menurut Sudarti (2005) yang menyimpulkan pendapat Bloom tentang status kesehatan, ada beberapa faktor yang mempengaruhi status kesehatan yaitu; lingkungan yang terdiri dari lingkungan fisik, sosial budaya, ekonomi, perilaku, keturunan, dan pelayanan kesehatan, selanjutnya Bloom menjelaskan, bahwa lingkungan sosial budaya tersebut tidak saja mempengaruhi status kesehatan, tetapi juga mempengaruhi perilaku kesehatan. Selanjutnya Sudarti (2005), yang mengutip pendapat G.M. Foster menyatakan, selain aspek sosial yang mempengaruhi perilaku kesehatan, aspek budaya juga mempengaruhi kesehatan seseorang, antara lain: (1) tradisi, (2) sikap fatalisme, (3) nilai, (4) etnocentrism, dan; (5) unsur budaya yang dipelajari pada tingkat awal dalam proses sosialisasi.

Notoatmodjo (2003) mengungkapkan bahwa perilaku kesehatan pada dasarnya adalah suatu respon seseorang (organisme) terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan serta


(27)

lingkungan. Respons manusia baik bersifat pasif (pengetahuan, persepsi dan sikap) maupun yang bersifat aktif (tindakan yang nyata atau praktik). Perilaku kesehatan merupakan salah satu faktor yang menentukan derajat kesehatan masyarakat. Menurut Bloom dalam Notoatmodjo (2005), ada empat faktor yang mempengaruhi kesehatan yaitu lingkungan, perilaku, pelayanan kesehatan dan keturunan.

Dari hasil studi yang dilakukan oleh WHO dan para ahli pendidikan kesehatan, terungkap bahwa pengetahuan masyarakat tentang kesehatan sudah tinggi, tetapi praktik masih sangat rendah. Perubahan atau peningkatan pengetahuan masyarakat tentang kesehatan tidak diimbangi dengan peningkatan atau perubahan perilakunya. Dari penelitian yang telah ada, terungkap bahwa 80 persen masyarakat tahu cara mencegah penyakit demam berdarah dengan melakukan 3M (menguras, menutup, mengubur) barang-barang yang dapat menampung air, tetapi hanya 35% dari masyarakat tersebut yang benar-benar melakukan atau mempraktikkan 3 M (Notoatmodjo, 2005).

Becker dalam Notoatmodjo (2005) membuat klasifikasi tentang perilaku kesehatan yaitu; (1) perilaku hidup sehat yaitu perilaku yang berkaitan dengan upaya atau kegiatan seseorang untuk mempertahankan dan meningkatkan kesehatannya, (2) perilaku sakit yaitu menyangkut respons seseorang terhadap sakit dan penyakit, pengetahuan tentang penyebab, gejala sakit, pengobatan dan sebagainya, (3) perilaku peran sakit, yaitu tindakan untuk memperoleh kesembuhan.

Teori Kar dalam Notoatmodjo (2007), menganalisis perilaku kesehatan dengan bertitik tolak bahwa perilaku itu merupakan fungsi dari :


(28)

a. Niat seseorang untuk bertindak sehubungan dengan kesehatan atau perawatan kesehatannya(behaviour intention).

b. Dukungan sosial dari masyarakat sekitarnya (social support).

c. Ada atau tidaknya informasi tentang kesehatan atau fasilitas kesehatan (accessibility of information).

d. Otonomi pribadi yang bersangkutan dalam hal mengambil tindakan atau keputusan (personal autonomy)

e. Situasi yang memungkinkan untuk bertindak atau tidak bertindak (action situation)

Green dalam Notoatmodjo (2007) mengatakan bahwa perilaku manusia dari tingkat kesehatan dipengaruhi oleh 2 faktor pokok, yaitu : (1) faktor perilaku (behaviour cause), dan; (2) faktor di luar perilaku (non-behaviour cause). selanjutnya perilaku itu sendiri terbentuk dari tiga faktor, yaitu; (1) faktor-faktor predisposisi (predisposing factors), yang terwujud dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai dan sebagainya, (2) faktor-faktor pendukung (enabling factors), yang terwujud dalam lingkungan fisik, tersedia atau tidak tersedianya fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana kesehatan, misalnya puskesmas, obat-obatan, air bersih dan sebagainya, dan; (3) faktor-faktor pendorong (reinforcing factors) yang terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan atau petugas lain, yang merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat.

Menurut Notoatmodjo (2007), memberikan pandangan bahwa perubahan perilaku atau adopsia perilaku baru adalah suatu proses yang kompleks dan


(29)

memerlukan waktu yang relatif lama. Secara teori perubahan perilaku atau seseorang menerima atau mengadopsi perilaku dalam kehidupannya melalui tiga tahap, yaitu; pengetahuan, sikap dan tindakan.

2.1.1 Pengetahuan Kesehatan (health knowledge)

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui penginderaan mata (melihat) dan telinga (mendengar). Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk perilaku seseorang (Notoatmodjo, 2007).

Dari hasil analisis Tim Kerja dari WHO, menyatakan bahwa yang menyebabkan seseorang berperilaku tertentu adalah karena adanya pengetahuan. Perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih permanen dianut oleh seseorang dibandingkan dengan perilaku yang biasa berlaku. Pengetahuan yang dimiliki sangat penting untuk terbentuk sikap dan tindakan. Pengetahuan adalah apa yang diketahui oleh seseorang tentang sesuatu hal yang secara formal maupun non formal. Pengetahuan merupakan hasil tahu, ini terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap sesuatu melalui panca indra (Suhardjo, 2003).

Pengetahuan tentang kesehatan adalah mencakup apa yang diketahui oleh seseorang terhadap cara-cara memelihara kesehatan. Indikator untuk mengetahui tingkat pengetahuan atau kesadaran terhadap kesehatan dapat dikelompokkan menjadi tiga indikator, yaitu; (1) pengetahuan tentang sakit dan penyakit (2)


(30)

pengetahuan tentang cara pemeliharaan kesehatan dan cara hidup sehat, dan; (3) pengetahuan tentang kesehatan lingkungan (Notoatmodjo, 2007).

2.1.2. Sikap terhadap kesehatan (health attitude)

Sikap seseorang dalam hal masalah kesehatan merupakan proses penilaian orang pada hal-hal yang berkaitan dengan pemeliharaan kesehatan yaitu bagaimana penilaian seseorang terhadap cara-cara memelihara dan berperilaku hidup sehat, sikap terhadap sakit dan penyakit serta sikap terhadap kesehatan lingkungan yaitu penilaian seseorang pada pengaruh lingkungan terhadap kesehatannya (Notoatmodjo, 2007).

Sikap dapat dipandang sebagai predisposisi untuk bereaksi dengan cara yang menyenangkan atau tidak menyenangkan terhadap objek, orang dan konsep apa saja. Ada beberapa asumsi yang mendasari pendapat tersebut, yaitu (1) sikap berhubungan dengan perilaku, (2) sikap yang berkaitan erat dengan perasaan seseorang terhadap objek, dan; (3) sikap adalah konstruksi yang bersifat hipotesis, artinya konsekuensinya dapat diamati, tetapi sikap itu tidak dapat dipahami (Sopiah, 2008).

Notoatmodjo (2007) menyimpulkan pendapat tiga orang ahli, yaitu; Campbell, Allport dan Cardno, bahwa manifestasi sikap itu tidak langsung dapat dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Jadi sikap adalah respons tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek tertentu yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan (senang-tidak senang, setuju-tidak setuju, baik-tidak baik, dan sebagainya).


(31)

Lebih lanjut Sopiah (2008) menyatakan bahwa sikap dapat disimpulkan ke dalam tiga komponen sikap, yaitu (1) afektif yang berkenaan dengan komponen emosional atau perasaan seseorang, (2) kognitif berkaitan dengan komponen persepsi, keyakinan dan pendapat, komponen ini berkaitan dengan proses berfikir yang menekankan pada rasionalitas dan logika, dan; (3) psikomotorik merupakan kecenderungan seseorang dalam bertindak terhadap lingkungannya.

Kekuatan sikap tergantung dari banyak faktor, faktor yang terpenting adalah faktor yang mempengaruhi terbentuknya sikap. Faktor-faktor yang mempengaruhi sikap antara lain; (1) pengalaman pribadi, sikap akan lebih mudah terbentuk apabila pengalaman pribadi tersebut terjadi dalam situasi yang melibatkan faktor emosional, (2) pengaruh orang lain yang dianggap penting, pada umumnya individu cenderung untuk memiliki sikap yang searah dengan sikap orang yang dianggap penting (tokoh), (3) pengaruh kebudayaan, tanpa disadari kebudayaan telah menanamkan garis pengaruh sikap terhadap berbagai masalah. Kebudayaan telah mewarnai sikap anggota masyarakat, karena kebudayaanlah yang memberi corak pengalaman individu-individu masyarakat, (4) media massa, dalam media komunikasi berita atau informasi yang disampaikan dipengaruhi oleh sikap penulisnya, akibatnya berpengaruh terhadap sikap konsumennya, (5) lembaga pendidikan dan lembaga agama, konsep moral dan ajaran dari lembaga pendidikan dan lembaga agama sangat menentukan sistem kepercayaan sehingga mempengaruhi sikap, dan; (6) faktor emosional, kadangkala suatu bentuk sikap merupakan pernyataan yang didasari emosi


(32)

yang berfungsi sebagai semacam penyaluran frustasi atau pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego (Niven, 2002).

Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung ataupun tidak langsung. Pengukuran sikap secara langsung dapat dilakukan dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan tentang stimulus atau objek yang bersangkutan dengan cara memberikan pendapat dengan menggunakan kata ”setuju atau tidak setuju” (Notoatmodjo, 2005). 2.1.3. Tindakan Kesehatan (health practice)

Praktik kesehatan ataupun tindakan untuk hidup sehat adalah semua kegiatan atau aktivitas seseorang dalam rangka memelihara kesehatan. Suatu sikap belum tentu terwujud dalam suatu tindakan (over behavior), untuk mewujudkannya menjadi suatu perbuatan yang nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah fasilitas. Disamping faktor fasilitas (sarana dan prasarana), juga diperlukan dukungan (support) dari pihak lain (Notoatmodjo, 2007).

Tindakan dapat dibedakan menjadi tiga tingkatan menurut kualitasnya, yaitu : 1) Guided respons, yaitu apabila seseorang telah melakukan sesuatu tetapi masih

tergantung pada tuntunan atau penggunaan panduan, disebut juga tindakan terpimpin.

2) Mechanism, yaitu apabila seseorang telah melakukan tindakan sesuatu secara otomatis atau disebut juga tindakan mekanis.


(33)

3) Adoption, adalah suatu tindakan yang sudah berkembang, bukan sekedar rutinitas atau mekanisme saja, tetapi sudah dilakukan modifikasi atau tindakan perilaku yang berkualitas (Notoatmodjo, 2007).

Pengukuran atau cara mengamati perilaku dapat dilakukan melalui dua cara, secara langsung maupun tidak langsung. Pengukuran perilaku yang paling baik adalah secara langsung, yakni dengan pengamatan (observasi) yaitu mengamati tindakan dari objek. Pengukuran perilaku juga dapat dilakukan secara tidak langsung, yakni dengan wawancara terhadap kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan beberapa jam, hari, bulan atau tahun yang lalu (recall). Metode ini dilakukan melalui pertanyaan-pertanyaan terhadap subjek tentang apa yang telah dilakukan berhubungan dengan objek tertentu (Notoatmodjo, 2005).

2.2. Praktik Perilaku Hidup Bersih Sehat (PHBS)

Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) adalah suatu upaya menciptakan kondisi bagi perorangan, keluarga, kelompok dan masyarakat dengan membuka jalur komunikasi, memberikan informasi dan melakukan edukasi untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan tindakan melalui tiga pendekatan, yaitu (1) pemberdayaan masyarakat (empowerment), yaitu proses pemberian informasi secara terus-menerus dan berkesinambungan mengikuti perkembangan sasaran, serta proses membantu sasaran agar sasaran tersebut berubah dari tidak tahu menjadi tahu atau sadar (aspek knowledge), dari tahu menjadi mau (aspek attitude), dan dari mau menjadi mampu melaksanakan perilaku yang diperkenalkan (aspek practice), (2) binasuasana, adalah


(34)

upaya menciptakan lingkungan sosial yang mendorong individu, anggota masyarakat untuk mau melakukan perilaku yang diperkenalkan, dan; (3) advokasi, adalah upaya atau proses yang strategis dan terencana untuk mendapatkan komitmen dan dukungan dari pihak-pihak yang terkait (stakeholders) (Depkes, 2005).

Melakukan atau berperilaku bersih dan sehat menurut Becker dalam Notoatmodjo (2007), adalah upaya atau kegiatan seseorang untuk mempertahankan dan meningkatkan kesehatannya. Perilaku ini mencakup; (1) makan dengan menu seimbang, (2) olah raga teratur, (3) tidak merokok, (4) tidak minum minuman keras dan narkoba, (5) istirahat yang cukup, (6) mengendalikan stress, dan; (7) gaya hidup yang positif bagi kesehatan, misalnya tidak berganti-ganti pasangan dalam hubungan seks.

Pelaksanaan PHBS adalah wujud keberdayaan masyarakat yang sadar, mau dan mampu mempraktikkan PHBS. Semua perilaku kesehatan yang dilakukan atas kesadaran sehingga anggota keluarga atau keluarga dapat menolong dirinya sendiri di bidang kesehatan dan berperan aktif dalam kegiatan-kegiatan kesehatan dalam mewujudkan kesehatan masyarakat (Depkes, 2007).

Ada beberapa jenis praktik PHBS yang dapat dilakukan di rumah tangga, adalah (Depkes, 2006);

1) Praktik PHBS bidang Gizi, misalnya; pemantauan pertumbuhan dan perkembangan balita, makan dengan gizi seimbang, minum tablet besi selama hamil, memberi bayi ASI eksklusif, mengonsumsi garam beryodium dan memberi bayi dan balita kapsul vitamin A.


(35)

2) Praktik PHBS bidang KIA dan KB, misalnya; memeriksa kehamilan, persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan, mengimunisasi bayi dan keluarga berencana. 3) Praktik PHBS bidang Kesehatan Lingkungan, misalnya; cuci tangan dengan

sabun, menggunakan air bersih, menggunakan jamban sehat, memberantas jentik nyamuk dan membuang sampah.

4) Praktik PHBS bidang Pemeliharaan Kesehatan, misalnya; memiliki jaminan pemeliharaan kesehatan, pemanfaatan sarana kesehatan (puskesmas).

5) Praktik PHBS bidang gaya hidup sehat (GHS), misalnya tidak merokok di dalam rumah, melakukan aktivitas/olah raga setiap hari, makan sayur dan buah setiap hari.

6) Praktik PHBS bidang obat dan farmasi, misalnya memiliki tanaman obat keluarga, menggunakan obat generik, minum oralit jika anak diare dan jauhkan anak dari bahan berbahaya/beracun.

2.2.1. Manfaat Pelaksanaan PHBS

Menurut Depkes (2006), terdapat tiga manfaat pelaksanaan PHBS, yaitu : a. Manfaat bagi rumah tangga :

1) Setiap anggota keluarga meningkat kesehatannya dan tidak mudah sakit. 2) Balita tumbuh sehat dengan status gizi baik dan cerdas.

3) Produktivitas kerja anggota keluarga meningkat.

4) Pengeluaran biaya rumah tangga dapat difokuskan untuk pemenuhan gizi keluarga, pendidikan dan modal usaha untuk peningkatan pendapatan keluarga.


(36)

b. Manfaat bagi masyarakat :

1) Masyarakat mampu mengupayakan lingkungan sehat.

2) Masyarakat mampu mencegah dan menanggulangi masalah-masalah kesehatan. 3) Masyarakat mampu mengembangkan Upaya Kesehatan Bersumber Masyarakat

(UKBM), seperti posyandu, jaminan pemeliharaan kesehatan, tabungan ibu bersalin, ambulance desa dan lain-lain.

c. Manfaat bagi pemerintah kabupaten/kota :

1) Peningkatan persentase rumah tangga sehat menunjukkan kinerja dan citra pemerintah kabupaten/kota yang baik.

2) Biaya yang sedianya dialokasikan untuk penanggulangan masalah kesehatan dapat dialihkan untuk pengembangan lingkungan yang sehat dan penyediaan sarana pelayanan kesehatan yang merata, bermutu dan terjangkau.

3) Kabupaten/kota dapat dijadikan pusat pembelajaran bagi daerah lain dalam pengembangan PHBS di rumah tangga.

2.2.2. Indikator Penilaian Rumah Tangga Sehat

Indikator PHBS adalah suatu alat ukur untuk menilai keadaan atau permasalahan di rumah tangga. Ada sepuluh indikator PHBS rumah tangga yang terdiri dari :

1) Ibu bersalin ditolong oleh tenaga kesehatan, yaitu proses kelahiran balita termuda dalam rumah tangga dibantu oleh dokter, bidan atau paramedis lainnya.


(37)

2) Memberi bayi ASI eksklusif, yaitu bayi usia 0 – 6 bulan hanya diberi ASI saja tanpa diberikan makanan atau minuman lain.

3) Menimbang bayi dan balita, yaitu untuk memantau pertumbuhannya yang dapat dilakukan di posyandu setiap bulan mulai umur 12 - 60 bulan.

4) Menggunakan air bersih, yaitu rumah tangga yang memiliki akses air bersih yang layak dipergunakan untuk keperluan sehari-hari.

5) Mencuci tangan dengan air bersih dan sabun, yaitu setiap anggota keluarga melakukan cuci tangan dengan air bersih dan memakai sabun sebelum makan dan menyuapi anak, menyusui atau sesudah buang air besar.

6) Menggunakan jamban sehat, yaitu setiap keluarga memiliki dan menggunakan jamban untuk buang air besar/buang air kecil.

7) Memberantas jentik di rumah, yaitu kegiatan keluarga dalam memberantas tempat-tempat berkembangbiak nyamuk yang dilakukan teratur setiap minggu. 8) Makan buah dan sayur setiap hari, yaitu setiap anggota keluarga mengkonsumsi

minimal tiga porsi buah dan dua porsi sayuran atau sebaliknya setiap hari.

9) Melakukan aktifitas setiap hari, yaitu setiap anggota keluarga melakukan aktivitas fisik (berjalan, berkebun, mencuci pakaian, naik turun tangga dan sebagainya).

10) Tidak merokok di dalam rumah, yaitu setiap anggota keluarga tidak boleh merokok di dalam rumah. (Depkes, 2007).


(38)

Dari sepuluh indikator PHBS rumah tangga di atas akan memberikan gambaran sehat pada rumah tangga dengan menggunakan pengkategorian penilaian sehat sebagai berikut :

1) Sehat 1 (klasifikasi merah), bila nilai persentase sehat 4 pada hasil penilaian tatanan yang dilakukan sebesar 0 – 25,00%.

2) Sehat 2 (klasifikasi kuning), bila nilai persentase sehat 4 pada hasil penilaian tatanan yang dilakukan sebesar 25,01% - 50,00%.

3) Sehat 3 (klasifikasi hijau), bila nilai persentase sehat 4 pada hasil penilaian tatanan yang dilakukan sebesar 50,01% - 75,00%.

4) Sehat 4 (klasifikasi biru), bila nilai persentase sehat 4 pada hasil penilaian tatanan yang dilakukan sebesar 75,01% - 100,00%. (Depkes, 2005).

2.3. Status Gizi Balita 2.3.1 Pengertian

Menurut Depkes R.I (2002), status gizi merupakan tanda-tanda penampilan seseorang akibat ketidakseimbangan antara pemasukan dan pengeluaran zat gizi yang berasal dari pangan yang dikonsumsi pada suatu saat didasarkan pada kategori dan indikator yang digunakan. Konsumsi makanan pada seseorang dapat menentukan tercapainya tingkat kesehatan atau status gizi. Apabila tubuh berada dalam kondisi kesehatan yang optimum maka ia terbebas dari penyakit dan mempunyai daya tahan tubuh yang tinggi. Jika konsumsi makanan tidak seimbang menurut kebutuhan tubuh maka akan terjadi kesalahan akibat gizi (malnutrition), penyakit yang ditimbulkan


(39)

diantaranya kurang gizi (undernutrition) dan gizi lebih (overnutrition). Status gizi balita adalah keadaan kesehatan balita yang ditentukan oleh derajat kebutuhan fisik akan energi dan zat-zat gizi lain yang diperoleh dari makanan dan fisiknya dapat diukur secara antropometri (Suhardjo, 2005).

Penyakit gangguan akibat kekurangan zat gizi merupakan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia adalah Kurang Energi dan Protein (KEP) atau Kurang Kalori dan Protein (KKP). Pada umumnya KEP/KKP terjadi pada balita, karena pada umur tersebut balita mengalami pertumbuhan yang pesat yang membutuhkan konsumsi makanan seimbang dengan kebutuhan kalori dan protein. Penyakit ini dibagi ke dalam tiga tingkatan, yaitu; (1). KKP ringan, (2) KKP sedang, dan; (3) KKP berat. Beberapa ahli membedakan adanya dua macam KKP yaitu KKP ringan atau gizi kurang dan KKP berat atau gizi buruk, lebih sering disebut marasmus (kwasiorkor) (Notoatmodjo, 2003).

Balita kurang gizi pada tingkat ringan atau sedang tidak selalu diikuti dengan gejala sakit, sering disebut juga dengan masalah kelaparan “tersembunyi” atau ”hidden hunger”. Menurut Depkes R.I (2005), balita kurang gizi secara langsung dipengaruhi oleh tiga hal, yaitu; pertama, balita tidak cukup mendapatkan makanan bergizi seimbang. Dalam hal ini bayi tidak mendapatkan Air Susu Ibu (ASI) secara eksklusif, dan sesudah usia enam bulan bayi tidak mendapatkan makanan pendamping ASI yang cukup mengandung energi dan protein. Kedua, anak tidak mendapatkan asuhan gizi yang memadai, hal ini pendidikan ibu sangat mempengaruhi kualitas pengasuhan anaknya. Menurut Adisasmito (2007), kurangnya


(40)

pendidikan ibu terhadap pola pengasuhan anak berpengaruh timbulnya gizi buruk. Ketiga, anak menderita penyakit infeksi. Dalam hal ini terjadi hubungan timbal balik antara kejadian infeksi penyakit dengan gizi buruk. Anak yang menderita gizi buruk akan mengalami penurunan daya tahan tubuh sehingga rentan terhadap infeksi. Di sisi lain anak yang menderita sakit infeksi cenderung menderita gizi buruk.

2.3.2. Penyebab Timbulnya Gizi Kurang Pada Balita

UNICEF dalam Soekirman (2002) telah memperkenalkan dan sudah digunakan secara internasional mengenai berbagai faktor penyebab timbulnya gizi kurang pada balita, yaitu :

2.3.2.1. Penyebab langsung

Yaitu makanan tidak seimbang untuk anak dan penyakit infeksi yang mungkin diderita anak. Anak yang mendapat makanan yang cukup tetapi diserang diare atau infeksi, nafsu makan menurun, akhirnya dapat menderita gizi kurang. Sebaliknya, anak yang makan tidak cukup baik, daya tahan tubuh melemah, mudah diserang infeksi. Kebersihan lingkungan, tersedianya air bersih, dan berperilaku hidup bersih dan sehat akan menentukan tingginya kejadian penyakit infeksi.

2.3.2.2. Penyebab tidak langsung

Pertama, ketahanan pangan dalam keluarga adalah kemampuan keluarga untuk memenuhi kebutuhan makan untuk seluruh anggota keluarga baik dalam jumlah maupun dalam komposisi zat gizinya. Kedua, pola pengasuhan anak, berupa perilaku ibu atau pengasuh lain dalam hal memberikan makan, merawat, kebersihan,


(41)

memberi kasih sayang dan sebagainya. Kesemuanya berhubungan dengan kesehatan ibu (fisik dan mental), status gizi, pendidikan, pengetahuan, pekerjaan, adat kebiasaan dan sebagainya dari si ibu dan pengasuh lainnya. Ketiga, faktor pelayanan kesehatan yang baik, seperti; imunisasi, penimbangan anak, pendidikan dan kesehatan gizi, serta pelayanan posyandu, puskesmas, praktik bidan, dokter dan rumah sakit.

Konsep UNICEF tentang faktor penyebab terjadinya gizi kurang pada balita tersebut di atas digambarkan seperti gambar berikut ini :

Dampak

Penyebab Langsung

Penyebab Tidak Langsung

Kurang Pendidikan, Pengetahuan dan Keterampilan

Pokok Masalah di Masyarakat

Pengangguran, Inflasi, Kurang pangan dan Kemiskinan

Akar masalah (Nasional)

Gambar 2.1. Konsep UNICEF Faktor Penyebab Gizi Kurang Pada Balita

Balita Kurang Gizi

Krisis Ekonomi, Politik dan Sosial Kurang pemberdayaan wanita

dan keluarga, kurang pemanfaatan sumberdaya Makan Tidak

Seimbang

Penyakit Infeksi

Pola Asuh Anak Kurang Memadai

Sanitasi dan Air Bersih (Perilaku hidup bersih dan sehat) / Kesehatan Dasar tidak memadai Tidak cukup


(42)

Ketiga faktor tidak langsung tersebut saling berkaitan dan bersumber pada ”akar masalah” yaitu pendidikan, ekonomi keluarga serta keterampilan memanfaatkan sumber daya keluarga dan masyarakat. Akhirnya akan berpangkal pada masalah pokok yang lebih besar di masyarakat dan bangsa secara keseluruhan, seperti masalah ekonomi, politik dan sosial. Sebagai contoh, meningkatnya jumlah anak yang bergizi buruk di beberapa kota di Indonesia pada tahun 1998-1999 adalah akibat krisis ekonomi, politik dan keresahan sosial yang melanda Indonesia sejak tahun 1997 (Soekirman, 2002).

2.3.3. Upaya Penanggulangan Gizi Kurang Pada Balita

Menurut Soekirman (2002), upaya penanggulangan masalah gizi memerlukan pendekatan dari berbagai segi kehidupan anak secara terintegrasi. Artinya tidak cukup dengan memperbaiki aspek makanan, tetapi juga lingkungan hidup anak seperti; pola pengasuhan, pendidikan ibu, air bersih dan lingkungan.

Menurut Depkes R.I (2005), dengan meningkatkan cakupan pelayanan kesehatan dasar terutama imunisasi, penanganan diare, tindakan yang cepat terhadap anak yang tidak naik berat badan, pendidikan, penyuluhan kesehatan dan gizi, pelayanan posyandu, penyediaan air bersih, kebersihan lingkungan, akan menentukan tinggi rendahnya kejadian infeksi.

Menurut Widaninggar (2003), kondisi lingkungan anak harus benar-benar diperhatikan agar tidak merusak kesehatan. Hal-hal yang harus diperhatikan berkaitan dengan rumah dan lingkungan, adalah bangunan rumah, kebutuhan ruangan


(43)

(bermain-main), pergantian udara, sinar matahari, penerangan, air bersih, pembuangan sampah, saluran pembuangan air limbah, kamar mandi, jamban dan halaman rumah. Kebersihan baik kebersihan perorangan dan kebersihan lingkungan memegang peran penting bagi tumbuh kembang anak agar terhindar dari terjadinya penyakit infeksi, kecacingan, diare dan lain-lain.

2.3.4. Cara Penilaian Status Gizi

Ada beberapa cara mengukur status gizi balita, yaitu dengan pengukuran antropometrik, klinik dan laboratorium. Diantara ketiganya, pengukuran antropometrik adalah yang relatif paling sederhana dan banyak dilakukan.

Pengukuran klinik biasanya dilakukan oleh dokter ahli di klinik untuk melihat adanya kelainan-kelainan organ tubuh akibat KEP, misalnya adanya pembengkakan (oedema), perubahan warna dan sifat rambut, kelainan kulit dan sebagainya. Sedangkan pengukuran laboratorik dilakukan pemeriksaan darah dan urine, untuk mengetahui adanya kelainan kimiawi darah dan urine akibat KEP. Adakalanya ketiga pengukuran tersebut dilakukan untuk saling mendukung dan meyakinkan hasil pengukuran yang satu dengan yang lain (Soekirman, 2000).

Di Indonesia pengukuran antropometrik banyak dilakukan dalam kegiatan program maupun dalam penelitian. Masing-masing indeks antropometri yaitu Berat Badan (BB) dan Tinggi Badan (TB) memiliki buku rujukan atau nilai patokan untuk memperkirakan status gizi balita. Sampai sekarang ada beberapa kegiatan penilaian


(44)

status gizi yang dilakukan, adalah kegiatan Pemantauan Status Gizi (PSG), kegiatan bulan penimbangan menggunakan jenis pengukuran antopometrik (Depkes, 2005).

Pengukuran status gizi balita berdasarkan antropometri adalah jenis pengukuran dimensi tubuh dalam komposisi dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi yang dapat dilakukan terhadap BB, TB dan Lingkar Kepala (LK) serta Lemak di Bawah Kulit (LBK) (Supariasa, 2002).

2.3.4.1. Indeks Berat Badan menurut Umur (BB/U)

Indeks BB/U menggambarkan secara sensitif status gizi saat ini (saat diukur) karena mudah berubah. Indeks BB/U dapat normal (gizi baik), lebih rendah (gizi kurang) atau lebih tinggi (gizi lebih) setelah dibandingkan dengan standar WHO-NCHS. Penggunaan indeks BB/U sebagai indikator penilaian status gizi memiliki kelebihan dan kekurangan yang perlu mendapat perhatian.

Kelebihan pemakaian Indeks BB/U, yaitu :

1) Dapat dengan mudah dimengerti oleh masyarakat umum.

2) Sensitif untuk melihat perubahan status gizi dalam jangka waktu yang pendek. 3) Dapat mendeteksi kegemukan.

Kelemahan indeks BB/U adalah:

1) Interpretasi status gizi dapat keliru apabila terdapat pembengkakan (oedema). 2) Kadang umur secara akurat sulit didapat.


(45)

4) Masalah sosial budaya setempat yang mempengaruhi orang tua untuk tidak mau menimbang anaknya.

2.3.4.2. Indeks Tinggi Badan menurut Umur (TB/U)

Hasil pengukuran TB/U menggambarkan status gizi masa lalu. Balita yang diukur dengan TB/U dapat dinyatakan TB normal, kurang dan tinggi. Bagi yang TB/U kurang menurut WHO-NCHS dikategorikan sebagai stunted atau pendek tidak sesuai dengan umurnya (PTSU). Berbeda dengan BB/U yang mungkin dapat diperbaiki dalam waktu pendek, baik pada anak maupun dewasa. PTSU pada dewasa tidak dapat lagi dinormalkan.

Kelebihan pemakaian indeks TB/U, yaitu :

1) Dapat memberikan gambaran riwayat keadaan gizi masa lampau. 2) Dapat dijadikan indikator keadaan sosial ekonomi penduduk. Kelemahan pemakaian indeks TB/U, yaitu :

1) Kesulitan dalam melakukan pengukuran panjang badan/tinggi badan. 2) Tidak dapat menggambarkan keadaan gizi saat ini.

3) Kadang umur secara akurat sulit didapat

4) Kesalahan sering terjadi pada pembacaan skala ukur, terutama bila dilakukan oleh petugas non-profesional.

2.3.4.3. Indeks Berat Badan menurut Tinggi Badan (BB/TB)

Pengukuran antropometri yang terbaik adalah menggunakan indikator BB/TB. Ukuran ini dapat menggambarkan status gizi saat ini dengan lebih sensitif dan


(46)

spesifik. Artinya mereka yang BB/TB kurang dikategorikan sebagai ”kurus” (wasted).

Kelebihan pemakaian indeks BB/TB, yaitu : 1) Independen terhadap ”umur” dan ”ras”.

2) Dapat menilai status “kurus” dan “gemuk” dan keadaan marasmus atau KEP berat lain.

Kelemahan pemakaian indeks BB/TB, yaitu :

1) Kesulitan dalam melakukan pengukuran kelompok usia balita.

2) Kesalahan dalam pembacaan skala ukur, terutama bila dilakukan oleh petugas non-profesional.

3) Tidak dapat memberikan gambaran apakah anak tersebut pendek, normal atau jangkung.

4) Masalah sosial budaya setempat yang mempengaruhi orang tua mau menimbang anaknya.

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan R.I, Nomor : 920/MENKES/ SK/VIII/2002, tanggal 1 Agustus 2002, tentang Klasifikasi Status Gizi Anak Bawah Lima Tahun (Balita), maka nilai indeks antropometri (BB/U, TB/U atau BB/TB) adalah dibandingkan dengan nilai rujukan WHO-NCHS.

Istilah status gizi dibedakan untuk setiap indeks yang digunakan agar tidak terjadi kerancuan dalam interpretasi. Batas ambang dan istilah status gizi untuk indeks BB/U, TB/U dan BB/TB berdasarkan hasil kesepakatan pakar gizi pada


(47)

bulan Mei tahun 2000 di Semarang mengenai standar baku nasional di Indonesia, disepakati sebagai berikut:

1. Indeks BB/U

a. Gizi Lebih, bila Z_score terletak : > +2 SD

b. Gizi Baik, bila Z_score terletak dari : ≥ -2 SD s/d +2 SD c. Gizi Kurang, bila Z_score terletak dari : < -2 SD sampai ≥ -3 SD d. Gizi Buruk , bila Z_score terletak : < -3 SD

2. Indeks TB/U

a. Normal, bila Z_score terletak : ≥ 2 SD b. Pendek, bila Z_score terletak : <-2 SD 3. Indeks BB/TB

a. Gemuk bila Z_score terletak : > +2 SD

b. Normal bila Z_score terletak dari : ≥ -2 SD sampai +2 SD

c. Kurus (wasted) bila Z_score terletak dari : < -2 SD sampai ≥ -3 SD d. Kurus sekali bila Z_score terletak : < -3 SD

2.4. Landasan Teori

Konsep UNICEF tentang penyebab terjadinya gizi kurang pada balita adalah: 1) Penyebab langsung

Yaitu makanan tidak seimbang untuk balita dan penyakit infeksi yang mungkin diderita anak. Anak yang mendapat makanan yang cukup tetapi diserang diare atau infeksi, nafsu makan menurun, akhirnya dapat menderita gizi kurang.


(48)

Sebaliknya, anak yang makan tidak cukup baik, daya tahan tubuh melemah, mudah diserang infeksi. Kebersihan lingkungan, tersedianya air bersih, dan berperilaku hidup bersih dan sehat akan menentukan tingginya kejadian penyakit infeksi.

2) Penyebab tidak langsung

Ketersediaan pangan baik mutu dan jumlah serta pola pengasuhan anak, berupa praktik ibu dalam berperilaku hidup bersih sehat dalam hal memberikan makan, merawat, kebersihan, dan sebagainya.

Menurut Notoatmodjo (2007) memberikan pandangan bahwa perubahan perilaku atau adopsi perilaku baru adalah suatu proses yang kompleks dan memerlukan waktu yang relatif lama. Secara teori perilaku seseorang dalam menerima atau mengadopsi perilaku baru dalam hal ini adalah PHBS melalui beberapa tahap, yaitu; (1) pengetahuan, yaitu sebelum seseorang mengadopsi perilaku baru, ia harus tahu lebih dahulu apa arti dan manfaat bagi dirinya dan keluarga, (2) sikap, adalah penilaian seseorang terhadap stimulus atau yang diketahuinya, dan; (3) tindakan, melaksanakan apa yang sudah diketahuinya.

2.5. Kerangka Konsep

Berdasarkan tujuan penelitian dan landasan teori, maka untuk memberikan gambaran yang lebih jelas dan terarah akan alur penelitian ini, maka digambarkan dalam kerangka konsep penelitian berikut ini :


(49)

Variabel Independen (X) Variabel Dependen (Y)

Keterangan :

= tidak diteliti

Gambar 2.2. Kerangka Konsep Penelitian

STATUS GIZI BALITA PRAKTIK

IBU PENGETAHUAN

IBU

SIKAP IBU

Penyakit Infeksi

Asupan Zat Gizi


(50)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian adalah explanatory research. Penelitian explanatory (penjelasan) adalah satu penelitian untuk menjelaskan hubungan kausal antara variabel yang satu dengan variabel lainnya melalui pengujian hipotesa (Singarimbun, 1989).

3.2. Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian 3.2.1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di 10 desa dalam Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh Barat dengan melihat pencapaian praktik PHBS rumah tangga tahun 2007 yang masih rendah yaitu sebesar 24% dibandingkan dengan hasil Riskesdas tahun 2007 yaitu sebesar 38,7%. Keadaan ini berdampak pada tingginya kasus diare dan status gizi kurang pada balita pada tahun 2007. Sebanyak 290 orang balita terkena diare, dan balita dengan status gizi kurang 55,1%, serta ditemukannya balita dengan status gizi buruk, yaitu marasmus (kwashiorkor) di desa Ranup Dong dan desa Pasie Aceh Baroh, sebanyak 5 orang (dua diantaranya meninggal).

3.2.2. Waktu Penelitian

Waktu penelitian dilakukan selama lima bulan, dari bulan April sampai dengan Agustus 2009.


(51)

1.3. Populasi dan Sampel 3.3.1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah keluarga dengan ibu yang mempunyai balita di 10 desa dalam Kecamatan Mereubo, sesuai dengan data yang tercatat di Puskesmas Meureubo Kabupaten Aceh Barat tahun 2009, yaitu sebanyak 705 orang. 3.3.2. Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah ibu yang mempunyai balita di 10 desa dalam Kecamatan Mereubo. Pengambilan sampel dilakukan dengan cara simple random sampling dan besar sampel ditentukan dengan rumus (Gaspersz, 1991).

NZ² P ( 1 - P ) n =

NG² + Z² P (1 - P ) Keterangan :

n = Jumlah sampel N = Jumlah populasi

Z = Nilai derajat kepercayaan 95 % (1,96) P = Proporsi dari populasi, ditetapkan P = 0,5 G = Penyimpangan sampel dari populasi 10 % = 0,1

705 (1,96)² 0,5 (1 – 0,5) n =

705 (0,1)² + (1,96)² 0,5 (1 – 0,5 ) n = 84,525 dibulatkan menjadi = 100


(52)

Dari hasil perhitungan diatas diperoleh 100 orang ibu rumah tangga yang mempunyai anak balita sebagai sampel. Untuk mengambil jumlah sampel pada masing-masing desa dilakukan secara proporsional sampel sebanding dengan jumlah populasi yang tersebar di 10 desa tersebut dalam Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh Barat (Prasetyo, 2005).

Untuk mengetahui perbandingan jumlah sampel (sample fraction) dengan jumlah populasi dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

Populasi Sampel =

Total Populasi x Total Sampel

Tabel 3.1. Perbandingan Jumlah Sampel masing-masing Desa di Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh Barat Tahun 2009

No Desa Perhitungan Jumlah Sampel

1. Paya Peunaga 55 / 705 x 100 8

2. Sumber Batu 54 / 705 x 100 8

3. Gunong Kleng 120 / 705 x 100 17 4. Rantau Panjang Timur 47 / 705 x 100 7 5. Rantau Panjang Barat 49 / 705 x 100 7 6. Peunaga Cut Ujong 102 / 705 x 100 14

7. Pasi Mesjid 65 / 705 x 100 9

8. Peunaga Rayeuk 78 / 705 x 100 11 9. Pulo Teungoh 85 / 705 x 100 12

10. Paya Baro 50 / 705 x 100 7


(53)

3.4. Metode Pengumpulan Data

3.4.1. Data primer

Pengumpulan data primer yaitu data pengetahuan dan sikap responden tentang praktik PHBS dikumpulkan melalui wawancara langsung pada responden dengan menggunakan kuesioner yang telah disiapkan. Wawancara dilakukan pada ibu yang memiliki balita dengan kunjungan rumah pada saat penelitian. Sedangkan untuk data status gizi balita diperoleh melalui pengukuran berat badan dan tinggi badan dengan menggunakan alat; dacin/seca untuk pengukuran berat badan dan papan ukur/microtoice untuk pengukuran tinggi badan.

3.4.2. Data sekunder

Data sekunder tentang penggunaan jamban dan air bersih dikumpulkan dari Puskesmas Meureubo dan Dinas Kesehatan dari Profil Kesehatan tahun 2007.

3.5. Variabel dan Definisi Operasional 3.5.1. Karakteristik responden

a. Umur ibu, adalah usia ibu (responden) yang dihitung dalam tahun dari tanggal lahir responden sampai pada saat penelitian ini dilakukan.

b. Umur balita, adalah usia anak bawah lima tahun, baik jenis kelamin laki-laki maupun perempuan yang dihitung dalam bulan, yaitu; 12 – 60 bulan.


(54)

c. Pendidikan adalah jenjang pendidikan formal yang pernah diikuti oleh responden sampai penelitian dilakukan.

d. Pekerjaan adalah aktivitas responden dalam menambah pendapatan keluarga.

3.5.2. Definisi Operasional Variabel Bebas (Independen)

a. Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui responden tentang PHBS bidang gizi dan kesehatan lingkungan yang diukur berdasarkan jawaban pada kuesioner.

b. Sikap adalah respon atau tanggapan responden terhadap PHBS bidang gizi dan kesehatan lingkungan yang diukur berdasarkan jawaban pada kuesioner.

c. Praktik PHBS adalah tindakan responden dalam pelaksanaan PHBS bidang gizi dan kesehatan lingkungan.

3.5.3. Defenisi Operasional Variabel Terikat (Dependen)

Status gizi balita adalah keadaan kesehatan balita usia 12-60 bulan yang diukur secara antropometri berdasarkan tiga pengukuran yaitu berat badan per umur (BB/U), tinggi badan per umur (TB/U), dan berat badan per tinggi badan (BB/TB).


(55)

3.6. Metode Pengukuran

3.6.1. Aspek Pengukuran Variabel Bebas (Independent)

Aspek pengukuran variabel bebas adalah menggunakan skala Guttman (Riduwan, 2008), yaitu jawaban benar diberi nilai 1 dan jawaban salah diberi nilai 0 dari tiap pernyataan dalam kuesioner. Untuk mencari interval kelas, menurut Hidayat (2007) dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

i =

kelas

terendah nilai

tertinggi

nilai −

Dengan menggunakan rumus tersebut, maka rentang kategori variabel independen adalah sebagai berikut :

a. Pengetahuan tentang PHBS

1) Kategori baik apabila skor yang diperoleh : 8 - 15 dari total skor. 2) Kategori kurang baik apabila skor yang diperoleh : 0 - 7 dari total skor. b. Sikap tentang PHBS

1) Kategori baik apabila skor yang diperoleh : 8 - 15 dari total skor. 2) Kategori kurang baik apabila skor yang diperoleh : 0 - 7 dari total skor. c. Praktik PHBS

1) Kategori baik apabila skor yang diperoleh : 14 - 26 dari total skor. 2) Kategori kurang baik apabila skor yang diperoleh : 0 - 13 dari total skor.


(56)

Tabel. 3.2. Aspek Pengukuran Karakteristik Responden

No Variabel Definisi Kategori Cara ukur Skala ukur

1. Karakteristik responden

Ciri-ciri ibu yang dilihat dari umur, pendidikan dan pekerjaan

- - -

a. Umur Ibu Usia responden yang

dihitung dalam tahun dari tanggal lahir responden sampai penelitian dilakukan.

a. 20-25 tahun b. 26-30 tahun c. 31-35 tahun d. 36-40 tahun e.>40 tahun

Wawancara/ kuesioner

Interval

b. Umur balita Usia anak bawah lima tahun yang dihitung dalam bulan

12 – 60 bulan Wawancara/

kuesioner

Interval

c. Pendidikan Ibu

Jenjang pendidikan formal yang pernah diikuti oleh responden sampai saat ini.

a.SD-SMP

b.SLTA c.Sarjana (S1)

Wawancara/ kuesioner

Ordinal

d. Pekerjaan Ibu

Aktivitas rutin responden sehari- hari dalam menambah pendapatan keluarga

a. Bekerja b. Tidak Bekerja

Wawancara/ kuesioner

Nominal

Tabel 3.3. Aspek Pengukuran Variabel Bebas (Independen)

No Variabel

Jlh Pernya

taan

Kategori Bobot nilai

variable Cara ukur

Skala ukur

1. Pengetahuan Tentang PHBS

15 1. Baik

2. Kurang baik

8 – 15 0 – 7

Wawancara / kuesioner

Ordinal 2. Sikap Tentang

PHBS

15 1. Baik

2. Kurang baik

8 – 15 0 – 7

Wawancara / kuesioner

Ordinal

3. Praktik PHBS 26 1. Baik

2. Kurang baik

14 – 26 0 – 13

Wawancara / kuesioner


(57)

3.6.2. Aspek Pengukuran Variabel Terikat (Dependent)

Penilaian status gizi balita melalui pengukuran antropometri, yaitu berat badan per umur (BB/U), tinggi badan per umur (TB/U), dan berat badan per tinggi badan (BB/TB).

Tabel 3.4. Aspek Pengukuran Variabel Bebas (Independen)

No Variabel

Indi-kator Kategori Bobot Nilai Cara ukur

Skala ukur 1. Status Gizi

Balita indeks BB/U

4 1. Gizi lebih

2. Gizi Baik 3. Gizi Kurang 4. Gizi Buruk

- Z_score terletak >+2 SD

- Z_score terletak dari ≥-2SD s/d 2SD - Z_score terletak dari

<-2SD s/d ≥ -3SD - Z-score terletak <-3

SD Pengukuran BB Balita menggunakan alat dacin/seca Ordinal

2. Status Gizi Balita indeks TB/U

2 1. Normal

2. Pendek

- Z_score terletak ≥ 2 SD

- Z_score terletak < -2 SD Pengukuran TB Balita menggunakan alat papan ukur dan microtoice Ordinal

3. Status gizi balita

indeks BB/TB

4 1. Gemuk 2. Normal 3. Kurus 4. Kurus sekali

- Z_score terletak >+2SD

- Z_score terletak dari ≥-2SD s/d +2SD - Z_score terletak dari

<-2SD s/d ≥-3SD - Z_score terletak <-3

SD

Pengukuran BB dan TB

Balita menggunakan alat dacin/seca dan papan ukur/ microtoice Ordinal

Untuk keperluan analisa data maka kategori di atas status gizi BB/U dan BB/TB diubah dengan ketentuan :

a. Berat Badan / Umur : Dari 4 kategori status gizi (lebih, baik, kurang, buruk) menjadi 2 kategori yaitu gizi baik dan tidak baik (gizi lebih, kurang, buruk).


(58)

b. Tinggi Badan/Umur : Dari 2 kategori status gizi (normal dan pendek) menjadi 2 kategori yaitu baik dan tidak baik. c. Berat Badan / Tinggi Badan : Dari 4 kategori status gizi (sangat kurus, kurus,

normal, kegemukan) menjadi 2 kategori yaitu baik (normal) dan tidak baik (sangat kurus, kurus, kegemukan).

3.6.3. Uji validitas dan reliabilitas 3.6.3.1.Uji validitas

Uji validitas dilakukan untuk mengukur sejauhmana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam mengukur suatu data. Untuk mengetahui valid atau tidaknya dilakukan uji coba. Sugiyono (2006) mengatakan bahwa instrumen dikatakan valid apabila instrumen tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya diukur. Demikian juga kuesioner sebagai alat ukur harus mengukur apa yang akan diukur.

Uji validitas instrumen dilakukan di Kecamatan Kuala Kabupaten Nagan Raya dengan jumlah responden sebanyak 20 orang ibu. Uji validitas dengan menggunakan rumus Pearson Product Moment : (Hidayat, 2007).

Rhitung =

( )( )

( )

{

2 2

}

{

2

( )

2

}

Y Y N X X N Y X XY N Σ − Σ Σ − Σ Σ Σ − Σ Keterangan :

X : Skor dari butir instrumen Y : Skor total dari butir instrumen

ΣX : Jumlah skor dari butir instrumen


(59)

ΣXY : Jumlah produk dari skor butir dan skor total butir instrumen

ΣX2 : Jumlah dari kuadrat skor butir instrumen

ΣY2 : Jumlah dari kuadrat skor total butir instrumen

Ketentuan dari uji validitas dengan korelasi product moment ini yaitu bila r-hitung > r-tabel maka dinyatakan valid, dan bila r-r-hitung < r-tabel maka butir soal dinyatakan tidak valid. Berdasarkan hasil perhitungan validitas instrumen menunjukkan bahwa seluruh butir soal dinyatakan valid dengan menggunakan df=n-2 = 20-2=18. Pada tingkat kemaknaan 5%, didapat angka r-tabel = 0,444. Selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen Penelitian. 3.6.3.2.Uji reliabilitas

Setelah semua pertanyaan valid, analisis dilanjutkan dengan uji reliabilitas. Pertanyaan dikatakan reliable jika jawaban seseorang terhadap pertanyaan adalah konsisten atau stabil dari waktu ke waktu. Dalam penelitian ini teknik untuk menghitung indeks reliabilitas alat ukur menggunakan metode Cronbach’s Alpha, yaitu menganalisis reliabilitas alat ukur dari satu kali pengukuran, dengan ketentuan bila r-hitung > 0,600 maka dinyatakan reliabel, dan bila r-hitung < 0,600 maka butir soal dinyatakan tidak reliabel.

Berdasarkan hasil uji validitas dan reliabilitas terhadap semua butir pertanyaan yang telah dilakukan adalah sebagai berikut :

a. Variabel pengetahuan dengan 15 item pertanyaan dengan nilai koefisien korelasi p=<0,5 dengan nilai Cronbach Alpha = 0,913>0,600, artinya item pertanyaan


(60)

untuk pengetahuan dinyatakan reliabel untuk dilanjutkan wawancara kepada responden.

b. Variabel sikap dengan 15 item pertanyaan dengan nilai koefisien korelasi p=<0,5 dengan nilai Cronbach Alpha = 0,921>0,600, artinya item pertanyaan untuk sikap dinyatakan reliabel untuk dilanjutkan wawancara kepada responden.

c. Variabel praktik dengan 26 item pertanyaan dengan nilai koefisien korelasi p=<0,5 dengan nilai Cronbach Alpha = 0,940>0,600, artinya item pertanyaan untuk praktik dinyatakan reliabel untuk dilanjutkan wawancara kepada responden.

3.7. Metode Analisis Data

Metode analisa data yang dilakukan untuk melihat adanya hubungan variabel Independen yaitu pengetahuan dan sikap tentang PHBS serta praktik PHBS dengan variabel Dependen yaitu status gizi balita di Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh Barat adalah dengan menggunakan :

3.8.1. Analisis Univariat

Analisis univariat dilakukan untuk mengetahui distribusi frekuensi masing-masing variabel yang berkaitan dengan karakteristik responden dan seluruh variabel penelitian.

3.8.2. Analisis Bivariat

Analisis bivariat dilakukan untuk melihat hubungan masing-masing variabel independen yaitu pengetahuan, sikap dan praktik PHBS dengan variabel dependen


(61)

yaitu status gizi balita dengan menggunakan uji Chi-Square pada tingkat kemaknaan 95% (α = 0,05).

3.8.3. Analisis Multivariat

Analisis multivariat dilakukan dengan menggunakan uji regresi berganda ordinal. Regresi berganda ordinal digunakan untuk menganalisis pengaruh beberapa variabel independen dengan sebuah variabel dependen kategorik (Hastono, 2001).


(62)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1. Deskripsi Wilayah Penelitian

4.1.1. Geografi dan Demografi Wilayah Penelitian

Kecamatan Meureubo merupakan salah satu kecamatan dalam wilayah Kabupaten Aceh Barat Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, dengan luas wilayah ± 112,87 km² (3,85% dari luas kabupaten), terdiri dari 26 desa (26 Posyandu) dengan batas-batas wilayah sebagai berikut :

- Utara berbatasan dengan Kecamatan Pante Cermin

- Selatan berbatasan dengan Samudera Hindia

- Timur berbatasan dengan Kabupaten Nagan Raya

- Barat berbatasan dengan Kecamatan Johan Pahlawan

Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik Kabupaten Aceh Barat tahun 2008, jumlah penduduk di Kecamatan Meureubo sebanyak 21.013 jiwa yang terdiri dari laki-laki 10.778 jiwa dan perempuan 10.235 jiwa, dengan jumlah kepala keluarga sebanyak 5.153 KK dan kepadatan penduduk berkisar 101 jiwa per km², serta pertumbuhan penduduk sebesar 4,49% per tahun. Penduduk Kecamatan Meureubo sebagian besar beragama Islam, dan mempunyai mata pencarian sebagian besar sebagai petani (BPS, 2008).

Berdasarkan kelompok umur penduduk menunjukkan bahwa jumlah penduduk terbanyak yaitu rentang usia 20 sampai 29 tahun sebanyak 4.208 jiwa


(63)

terdiri dari laki-laki sebanyak 2.116 jiwa dan perempuan sebanyak 2.092 jiwa, sedangkan penduduk paling sedikit yaitu rentang usia >70 tahun yaitu 440 jiwa terdiri dari laki-laki sebanyak 213 jiwa dan perempuan sebanyak 227 jiwa. Lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 4.1. Distribusi Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin di Kecamatan Meureubo Tahun 2009

Jenis Kelamin

Laki - Laki Perempuan No Kelompok Umur

(Tahun) Jumlah %

N % n %

1. 0 – 4 1.456 6,9 704 3,4 752 3,6

2. 5 – 9 2.059 9,8 1.063 5,1 996 4,7

3. 10 – 14 2.205 10,5 1.158 5,5 1.047 5,0 4. 15 – 19 2.136 10,2 1.099 5,2 1.037 5,0 5. 20 – 29 4.208 20,0 2.116 10,1 2.092 9,9 6. 30 – 39 3.610 17,2 1.820 8,7 1.791 8,5 7. 40 – 49 2.540 12,1 1.345 6,4 1.185 5,6

8. 50 – 59 1.477 7,0 799 3,8 678 3,2

9. 60 – 69 881 4,2 450 2,1 431 2,1

10. >70 440 2,1 213 1,0 227 1,1

Jumlah 21.013 100,0 10.778 51,3 10.235 48,7

4.1.2. Sarana Kesehatan

Sarana kesehatan yang ada di Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh Barat terbanyak yaitu klinik bersalin 11 unit, polindes 6 unit, puskesmas pembantu 5 unit, puskesmas induk 1 unit, dan praktek dokter umum 1 unit.


(1)

xlvii

xlvii

2. Ibu yang berpengetahuan baik tentang PHBS sebesar 76,0% dan berpengetahuan kurang baik sebesar 24,0%. Pengetahuan ibu tentang PHBS berpengaruh signifikan terhadap status gizi balita menurut berat badan per umur (BB/U) dan berat badan per tinggi badan (BB/TB). Semakin baik pengetahuan ibu tentang praktik PHBS, maka status gizi balita juga semakin baik.

3. Ibu yang mempunyai sikap baik tentang PHBS sebesar 77,0%, sedangkan yang kurang baik sebesar 23,0%. Sikap ibu tentang PHBS berpengaruh signifikan terhadap status gizi balita menurut berat badan per umur (BB/U) dan berat badan / tinggi badan (BB/TB). Semakin baik sikap ibu tentang praktik PHBS, maka status gizi balita juga semakin baik.

4. Praktik PHBS kategori kurang baik sebesar 51,0%, selebihnya dalam kategori baik sebesar 49,0%. Praktik PHBS ibu berpengaruh signifikan terhadap status gizi balita menurut berat badan per umur (BB/U) dan berat badan/ tinggi badan (BB/TB). Semakin baik praktik PHBS ibu maka status gizi balita juga semakin baik.

5. Praktik PHBS adalah variabel yang paling besar pengaruhnya terhadap status gizi balita menurut BB/U maupun BB/TB dibandingkan dengan variabel pengetahuan dan sikap ibu dengan koefisien regresi sebesar 22,835 dan 24,898.

6.2. Saran-saran

6.2.1. Kepala Puskesmas Meureubo


(2)

a. Melakukan penanggulangan balita kurang gizi/balita kurus dengan menyalurkan paket Pemberian Makanan Tambahan (PMT) ke desa/posyandu yang sudah dianggarkan melalui Jamkesmas dan APBD.

b. Membentuk tim untuk melaksanaan pendidikan kesehatan dalam bentuk penyuluhan PHBS kepada masyarakat khususnya ibu yang mempunyai balita, agar mampu dan berpengetahuan dalam hal perbaikan gizi keluarga, kebersihan pribadi dan lingkungan

c. Melakukan kerjasama lintas sektoral di Kecamatan Meureubo dalam upaya penyediaan sarana kesehatan lingkungan (air bersih, jamban, saluran pembuangan limbah dan tempat pembuangan sampah) di desa atau rumah tangga yang belum tersedia.

d. Membina posyandu dan kadernya agar selalu aktif melaksanakan kegiatan penimbangan bulanan.

6.2.2. Posyandu

Pada posyandu yang berada dalam wilayah Kecamatan Meureubo agar meningkatkan kegiatan penimbangan secara berkesinambungan serta secara aktif melakukan penyuluhan kepada ibu tentang gizi keluarga dan PHBS.

6.2.4. Tokoh Masyarakat

Perlu adanya dukungan dan melibatkan diri dalam perbaikan perilaku masyarakat terutama PHBS dan masalah gizi balita, karena tokoh masyarakat (tokoh agama, tokoh adat) sebagai tokoh panutan di masyarakat Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh Barat lebih didengarkan oleh warga.


(3)

xlix

xlix

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S., 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta : Rineka Cipta.

Astuti, S.B., 2008. Pengaruh Sosial Budaya Dan Sosial Ekonomi Ibu Terhadap Pola Konsumsi Makanan Balita di Kabupaten Bener Meriah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Tesis, Sekolah Pascasarjana USU, Medan.

Badan Pusat Statistik, 2008. Kecamatan Meureubo Dalam Angka Tahun 2008, Meulaboh.

Baliwaty, F.Y., 2006. Pengantar Pangan dan Gizi, Cetakan Ketiga, Jakarta : Penebar Swadaya.

Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat UI. 2007. Gizi dan Kesehatan Masyarakat. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.

Direktorat Bina Gizi Masyarakat, 2006. Gizi dalam Angka sampai dengan tahun 2005, Jakarta : Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat Departemen Kesehatan.

Depkes R.I., 2005. Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Gizi Buruk 2005-2009, Jakarta.

_______, 2005. Klasifikasi Status Gizi Anak Bawah Lima Tahun (BALITA), Ditjen Binkesmas Departemen Kesehatan, Jakarta.

_______, 2005. Standar Pemantauan Pertumbuhan Balita, Jakarta.

_______, 2009. Pedoman Biomedis, www.litbang.depkes.go.id, diunduh; 19 Desember 2008.

Dinkes Provinsi NAD, 2007. Profil Kesehatan Provinsi NAD Tahun 2006, Banda Aceh.

Dinkes Kabupaten Aceh Barat, 2007. Profil Kesehatan Kabupaten Aceh Barat Tahun 2006, Meulaboh.


(4)

Gaspersz, V., 1991. Teknik Penarikan Contoh Untuk Penelitian Survey, Bandung : Tarsito.

Hardiviani, S.L., 2003. Pengaruh Karakteristik Ibu dan Pendapatan Keluarga Terhadap Tingkat Kecukupan Energi dan Protein Serta Status Gizi Anak Balita di Desa Suwawal Barat, Kecamatan Mlonggo, Kabupaten Jepara, Abstrak, FKM Universitas Diponegoro, Semarang.

Hasibuan, H., 2004. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Perilaku Hidup Bersih Dan Sehat (PHBS) Tatanan Rumah Tangga Di Lokasi Proyek Kesehatan Keluarga Dan Gizi (KKG) Kabupaten Tapanuli Selatan, Tesis, Program Pascasarjana, USU, Medan.

Hastono, P.S., 2001. Analisis Data, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Jakarta.

Hidayat, A.A.A., 2007. Metode Penelitian Kebidanan dan Teknik Analisis Data, Edisi Pertama. Jakarta : Salemba Medika.

Ikhwansyah, 2004. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Status Gizi Anak Balita Di Kecamatan Kertak Hanyar Kabupaten Banjar Propinsi Kalimantan Selatan, Abstrak Tesis, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Laia, Y., 2006. Hubungan Pengetahuan Ibu Tentang Gizi Terhadap Status Gizi Balita di Lingkungan X Kelurahan Tanjung Rejo Kecamatan Medan Sunggal Tahun 2006, Skripsi, Medan.

Meiyenti, S., 2006. Gizi Dalam Perspektif Sosial Budaya, Padang : Andalas University Press.

Mustafa, 2006. Kajian Status Gizi Dan Faktor Yang Mempengaruhi Serta Cara Penanggulangan Pada Anak Balita Di Kota Banda Aceh Pasca Gempa Dan Gelombang Tsunami, Tesis, Program Pascasarjana USU, Medan.

Niven, N. 2002. Psikologi Kesehatan Pengantar Untuk Perawat dan Profesional Kesehatan. Alih Bahasa Waluyo, Agung, Jakarta : EGC.

Notoatmodjo, S., 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat Prinsip-Prinsip Dasar, Jakarta : PT. Rineka Cipta.

_______, 2005. Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasi. Cetakan Pertama, Jakarta : Rineka Cipta.


(5)

li

li

_______, 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Cetakan Ketiga, Jakarta : Rineka Cipta.

Prasetyo, B., Jannah, M.L., 2005. Metode Penelitian Kuantitatif, Jakarta : Raja Grafindo Persada.

Pusat Promosi Kesehatan Depkes R.I., 2005. Profil Promosi Kesehatan, Jakarta : Departemen Kesehatan R.I.

_______, 2007. Rumah Tangga Sehat dengan Perilaku Hidup Bersih Sehat. Jakarta : Departemen Kesehatan R.I.

Puskesmas Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh Barat. 2007. Sistim Pencatatan dan Pelaporan Terpadu Puskesmas tahun 2007.

Riduwan. 2002. Skala Pengukuran Variabel-Variabel Penelitian, Bandung: Alfabeta Bandung.

Ruhana, C., 2008. Hubungan Pola Asuh Anak Dengan Status Gizi Balita Di Wilayah Terkena Tsunami Kabupaten Pidie Provinsi NAD, Tesis, Program Pascasarjana, USU, Medan.

Sastroasmoro, Sudigdo. Ismael, Sofyan, 1995. Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis, Jakarta : Binarupa Alksara.

Sediaoetama, A.J., 2006. Ilmu Gizi Untuk Mahasiswa dan Profesi, Jakarta : Dian Rakyat.

Singarimbun, Masri. Effendi, Sofian, 1989. Metode Penelitian Survai, Jakarta : LP3ES.

Soehardjo, 2003. Berbagai Cara Pendidikan Gizi, Cetakan Pertama, IPB, Bogor : Bumi Aksara.

________, 2005. Perencanaan Pangan dan Gizi, Cetakan Ketiga, IPB, Bogor : Bumi Aksara.

Soekirman, 2002. Ilmu Gizi dan Aplikasinya Untuk Keluarga dan Masyarakat. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Depdiknas. Jakarta.

________, 2007. Perlu Paradigma Baru Untuk Menanggulangi Masalah Gizi Makro di Indonesia,

Soemirat, J., 2007. Kesehatan Lingkungan, Yogyakarta : Gajah Mada University Press.


(6)

Sopiah, 2008. Perilaku Organisasional, Yogyakarta : Andi.

Sub Dinas Promosi Kesehatan. 2006. Panduan manajemen PHBS menuju Kabupaten/Kota Sehat. Banda Aceh : Dinas Kesehatan Provinsi NAD. Sudarsana, S, 2003. Perbedaan Status Gizi Anak Balita Berdasarkan Keaktifan

Ditimbang di Posyandu dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi di Desa Mergosari Kecamatan Sukoharjo Kabupaten Wonosobo, Abstrak, FKM Universitas Diponegoro, Semarang.

Supariasa, DN., 2002. Penilaian Status Gizi, Cetakan Pertama, EGC, Jakarta.

Syafrizal, 2002. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat dan Faktor yang Berhubungan Dengannya Pada Keluarga Di Kabupaten Bungo Jambi, Tesis, Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Program Pascasarjana UI, Jakarta. Widaninggar, 2003. Lingkungan dan Status Gizi Balita, Cetakan Pertama, Jakarta :