xxxvii
xxxvii
BAB 5 PEMBAHASAN
5.1. Status Gizi Balita
Dari hasil pengukuran BBU yang memberikan gambaran tentang status gizi balita saat ini, diperoleh status gizi kurang pada balita di Kecamatan Meureubo yaitu
30,0, angka ini masih tinggi jika dibandingkan dengan prevalensi nasional hasil Riskesdas tahun 2007 18,4. Berdasarkan hasil pengukuran TBU, terdapat
20,0 balita pendek, menggambarkan status gizi balita di Kecamatan Meureubo yang muncul sebagai akibat dari keadaan yang berlangsung lama seperti kemiskinan,
perilaku atau pola asuh yang tidak tepat, sering menderita penyakit secara berulang karena higiene dan sanitasi perilaku hidup bersih sehat yang kurang baik.
Sementara itu hasil pengukuran BBTB terdapat 28,0 balita kurus dan 11,0 balita kurus sekali, hal ini menunjukkan bahwa status gizi balita sudah
berada di bawah batas kondisi yang dianggap serius menurut indikator status gizi BBTB 10,0. Kondisi ini menggambarkan sebagai akibat dari keadaan yang
berlangsung dalam waktu yang pendek, seperti menurunnya nafsu makan akibat sakit atau karena menderita diare. Dalam keadaan demikian berat badan anak akan
cepat turun sehingga tidak proporsional lagi dengan tinggi badannya dan anak menjadi kurus.
Dari hasil pengukuran status gizi balita di atas, maka diperlukan intervensi penanggulangan secara langsung dengan dengan menyalurkan paket Pemberian
Universitas Sumatera Utara
xxxviii
xxxviii Makanan Tambahan PMT ke desaposyandu, perbaikan higiene dan sanitasi serta
pemberian pelayanan kesehatan dasar. 5.2.
Pengaruh Pengetahuan tentang PHBS terhadap Status Gizi Balita
Hasil penelitian berdasarkan pengetahuan ibu tentang praktik PHBS dengan status gizi balita berdasarkan indeks BBU dan BBTB, menunjukkan bahwa ibu
yang berpengetahuan baik berpeluang mempunyai balita dengan status gizi baik, dibandingkan ibu yang mempunyai pengetahuan kurang baik. Terdapat pengaruh
signifikan pengetahuan ibu tentang praktik PHBS terhadap status gizi balita. Status gizi balita menurut BBU, ibu yang mempunyai pengetahuan baik
berpeluang 4,7 kali mempunyai balita dengan status gizi baik dibandingkan ibu yang mempunyai pengetahuan kurang baik. Sedangkan pada pengukuran status gizi balita
menurut BBTB, ibu yang mempunyai pengetahuan baik berpeluang 4,1 kali mempunyai balita dengan status gizi baik dibandingkan ibu yang mempunyai
pengetahuan kurang baik. Status gizi balita berdasarkan BBU dan BBTB menggambarkan status gizi
balita saat ini. Status gizi balita yang dinyatakan dalam baik, kurang, buruk untuk BBU dan normal, kurus dan kurus sekali untuk BBTB masih dapat diperbaiki status
gizi dalam jangka waktu yang pendek dengan praktik PHBS yang baik.
Dalam penelitian ini pengetahuan ibu tentang praktik PHBS berbeda- beda. Perbedaan ini dapat terjadi karena perbedaan pendidikan, akses terhadap
sumber informasi, dan kemampuan orang untuk menyerap informasi yang
Universitas Sumatera Utara
xxxix
xxxix
didapatkan. Kemudian, pengetahuan yang telah didapat itu belum tentu diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Tingkat pendidikan ibu sebagian besar berpendidikan dasar yaitu SDSMP, akan tetapi sebagian besar pula mempunyai tingkat pengetahuan baik tentang praktik
PHBS. Pengetahuan ibu tentang praktik PHBS yang baik dalam penelitian ini yaitu responden telah mengetahui bahwa makan sumber protein hewani misalnya ikan,
telur, sumber protein nabati misalnya tempe, tahu dan makan sayur dan buah dapat meningkatkan status balita.
Pengetahuan ibu memang sangat berperan terhadap kondisi gizi anak- anaknya, karena ibulah yang mengatur makanan anak-anak sehari-hari.
Dengan kata lain, asupan makanan anak-anak sangat tergantung darinya Meiyenti, 2006. Hasil penelitian ini menguatkan pendapat tersebut dimana ibu
yang berpengetahuan baik, status gizi balitanya juga baik, sebaliknya ibu dengan pengetahuan yang kurang baik status gizi balitanya tidak baik.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ikhwansyah 2004 yang meneliti faktor-faktor yang berhubungan dengan
status gizi anak balita di Kecamatan Kertak Hanyar Kabupaten Banjar Propinsi Kalimantan Selatan menunjukkan bahwa pengetahuan berhubungan
secara signifikan terhadap status gizi anak balita p0,05. Penelitian yang sama juga dilakukan oleh Hasibuan 2005, dari hasil
penelitian di Kabupaten Tapanuli Selatan diketahui bahwa hanya faktor pengetahuan yang mempengaruhi terhadap praktik PHBS. Dalam analisis data
Hasibuan menyatakan bahwa ada pengaruh frekwensi penyuluhan PHBS yang meningkatkan pengetahuan masyarakat.
Demikian juga dengan hasil penelitian Astuti 2008 yang melakukan penelitian pengaruh sosial budaya dan sosial ekonomi ibu terhadap pola
konsumsi makanan balita di Kabupaten Bener Meriah Provinsi Nanggroe Aceh
Universitas Sumatera Utara
xl
xl
Darussalam mendapatkan hasil bahwa pengetahuan ibu tentang pola konsumsi makanan berpengaruh signifikan terhadap pola konsumsi makanan balita
dengan hasil uji regresi logistik 0,010 0,05. Hasil penelitian Siregar 2004 dalam Astuti 2008 bahwa pengetahuan
ibu sangat mempengaruhi keadaan gizi dari balita yang merupakan salah satu dari kelompok yang rawan gizi. Hal ini dapat diketahui dari adanya penyakit
Kekurangan Energi Protein KEP yang diderita oleh balita yang diakibatkan karena keadaan pangan yang tidak seimbang pada hidangan makanan sehari-
hari, dimana yang berperan besar terhadap penyediaan tersebut adalah ibu rumah tangga.
Berbeda dengan hasil penelitian Laia 2006, yang menunjukkan bahwa pengetahuan ibu tidak berhubungan dengan status gizi balita bila ditinjau dari
berat badan anak balita dengan nilai probabilitas p 0,05. Berdasarkan hasil penelitian tersebut bahwa status gizi anak balita tidak hanya ditentukan oleh
tingkat pengetahuan ibu tentang gizi, akan tetapi juga dipengaruhi oleh banyak faktor lainnya.
Menurut Tim Ahli WHO 1984 dalam Notoatmodjo 2007 bahwa yang menyebabkan seseorang itu berperilaku salah satunya karena adanya
pengetahuan, yang diperoleh dari pengalaman sendiri maupun dari pengalaman orang lain yang dikembangkan melalui daya pikir yang dimilikinya serta
melibatkan perasaan terhadap pengetahuan tersebut. Menurut Suhardjo 2003 bahwa yang menyebabkan seseorang
berperilaku tertentu adalah karena adanya pengetahuan. Perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih permanen dianut oleh seseorang
dibandingkan dengan perilaku yang biasa berlaku. Pengetahuan yang dimiliki sangat penting untuk terbentuk sikap dan tindakan. Pengetahuan adalah apa
yang diketahui oleh seseorang tentang sesuatu hal yang secara formal maupun non formal.
Universitas Sumatera Utara
xli
xli
5.3. Pengaruh Sikap tentang Praktik PHBS terhadap Status Gizi Balita