Pembahasan HASIL DAN PEMBAHASAN
gambir biasanya dicampur dengan urea agar gambir cepat membeku dan hasilnya adalah tidak terdapat urea pada simplisia gambir yang akan digunakan untuk
penelitian ini. Pemeriksaan kualitas dari ekstrak yang digunakan dilakukan dengan uji
pemeriksaan karakteristik ekstrak yang meliputi pemeriksaan organoleptis bentuk,warna, bau dan rasa, kadar air dan kadar abu dan sebelumnya dilakukan
identifikasi gambir. Hasil yang diperoleh adalah ekstrak gambir yang digunakan memiliki kualitas yang baik karena hasilnya memenuhi syarat yang tertera di
materi medika jilid V dan SNI 01-3391-1994, yaitu memiliki bentuk serbuk berwarna coklat muda untuk ekstrak air dan coklat kemerahan untuk ekstrak etil
asetat, bau lemah dan rasa pahit untuk kedua jenis ekstrak. Kadar air yang diperoleh adalah 0,45 untuk ekstrak air dan 0,42 untuk ekstrak etil asetat
dengan syarat kurang dari dari 10 sedangkan untuk kadar abu yaitu 0,18 untuk ekstrak air dan 0,17 untuk ekstrak etil asetat dengan syarat tidak lebih dari 4.
Dan hasil uji identifikasi gambir memenuhi persyaratan yang tertera di materia medika jilid V. Selain itu dilakukan uji penapisan fitokimia untuk mengetahui
kandungan kimia dari gambir Hasil yang diperoleh adalah gambir memiliki kandungan kimia flavonoid, tanin, alkaloid, saponin dan kuinon baik dalam
simplisia, ekstrak air maupun ekstrak etil asetat gambir. Metode ekstraksi dalam penelitian ini menggunakan maserasi untuk
mendapatkan ekstrak etil asetat gambir, sedangkan untuk mendapatkan ekstrak air gambir menggunakan metode infus. Pemilihan metode maserasi didasarkan pada
keuntungan yang diberikan yaitu pengerjaannya mudah, menggunakan alat yang sederhana, baik untuk senyawa-senyawa yang tidak tahan panas. Etil Asetat
dipilih sebagai pelarut karena sifatnya yang dapat menarik senyawa katekin dalam gambir. Penyarian dengan cara infus menghasilkan sari yang tidak stabil dan
mudah tercemar oleh mikroba serta ekstrak air yang didapat digunakan dalam waktu yang lama melebihi 24 jam untuk itu pengeringan dilakukan dengan cara
freeze drying agar pelarut air hilang sehingga dihasilkan ekstrak kering gambir
sDepKes RI, 1989. Rendemen ekstrak yang diperoleh dari kedua pelarut yang digunakan
adalah 48,175 bb untuk ekstrak air dan 35,7 bb untuk eksrak etil asetat tabel 5.2. Menurut pambayun dkk 2007, bahan terekstrak yang diperoleh pada
eksraksi gambir semakin tinggi dengan semakin polarnya pelarut. Senyawa yang diduga berperan sebagai antimikroba dalam ekstrak gambir adalah senyawa
fenolik. Hal ini dikarenakan kandungan utama dari gambir yaitu katekin yang banyak mempunyai banyak gugus fenol. Senyawa fenolik dapat berfungsi sebagai
bahan antimikroba karena adanya gugus OH yang bersifat racun terhadap mikroba dan semakin banyak gugus OH yang ada pada senyawa tersebut maka semakin
beracun bagi mikroba Cowan, 1999. Pengujian aktifitas antibakteri dengan metode difusi cakram terhadap
bakteri S. epidermidis, S. mutans, dan S. pyogenes menunjukkan bahwa kedua jenis ekstrak yaitu ekstrak air dan ekstrak etil asetat secara umum mempunyai
kemampuan menghambat bakteri uji yang beragam. Dari kedua jenis pelarut yang digunakan tabel 5.3, ekstrak air mempunyai kemampuan menghambat bakteri uji
lebih rendah dibandingkan ekstrak etil asetat. Ekstrak air mempunyai kemampuan penghambatan pada konsentrasi 80 mgml dan 40 mgml dengan diameter hambat
berturut-turut adalah 5 mm dan 3,6 mm untuk S. epidermidis, 4,6 mm dan 2,6 mm
untuk S. mutans, sedangkan unutk S. pyogenes 3 mm dan 1 mm. Sedangkan pada konsentrasi yang sama ekstrak etil asetat mampu menghambat pertumbuhan
bakteri dengan diameter penghambatan yang lebih tinggi daripada ekstrak air yaitu 8 mm dan 6 mm untuk S. epidermidis, 6 mm dan 4 mm untuk S. mutans,
dan 4 mm dan 1,6 mm unutk S. pyogenes. Pengujian lebih lanjut terhadap ekstrak air dan ekstrak etil asetat dilakukan
untuk menentukan nilai Kadar Hambat Minimum KHM terhadap bakteri S. epidermidis, S. mutans,
dan S. pyogenes. Dalam penelitian ini KHM dinyatakan sebagai konsentrasi terendah ekstrak gambir yang dapat menghambat
pertumbuhan bakteri sebanyak 100. Nilai KHM ekstrak air dan ekstrak etil asetat gambir berkisar antara 15 –
40 mgml tergantung jenis bakteri uji gambar 5.1. Nilai KHM tertinggi adalah 40 mgml pada ekstrak air dan 25 mgml ekstrak etil asetat adalah untuk S.
pyogenes sebagi bakteri yang paling resisten. Nilai KHM terendah pada ekstrak
air adalah 15 mgml dan 25 mgml pada ekstrak etil asetat adalah untuk bakteri S. epidermidis
sebagai bakteri yang paling sensitif. Untuk bakteri S. mutans nilai KHM adalah 20 mgml untuk ekstrak air dan 30 mgml untuk ekstrak etil asetat.
Berdasarkan nila KHM, ternyata S. pyogenes merupakan bakteri yang paling resisten, sedangkan S. epidermidis merupakan bakteri yang lebih sensitif
dibanding bakteri lainnya. S. pyogenes merupakan bakteri gram positif dengan dinding selnya terdiri atas peptidoglikan yang sangat tebal yang memberikan
kekakuan untuk mempertahankan keutuhan sel Abdullah dan Retnoningrum, 2003. Jika ada kerusakan pada dinding sel atau ada hambatan dalam
pembentukannya dapat terjadi lisis pada sel bakteri sehingga bakteri segera kehilangan kemampuan membentuk koloni dan diikuti dengan kematian sel.
Pemberian ekstrak air dan ekstrak etil asetat gambir pada beberapa konsentrasi KHM mengakibatkan terjadinya kebocoran sel yang diamati dengan
adanya kebocoran metabolit seluler protein dan asam nukleat dari semua bakteri yang diamati dengan adanya peningkatan nilai absorbansi pada panjang
gelombang 260 nm untuk asam nukleat tabel 5.2 dan 280 nm untuk protein gambar 5.3.
Dari gambar 5.2 dapat diketahui bahwa peningkatan kadar tertinggi terjadi pada S. epidermidis, pada konsentrasi 1 KHM ekstrak air dan ekstrak etil asetat
gambir absorbansinya mengalami peningkatan secara berturut-turut dari 0,012 menjadi 0,199 dan 0,186 dan pada konsentrasi 2 KHM terjadi peningkatan
absorbansi yaitu 0,328 dan 0,357. Peningkatan nilai absorbansi pada panjang gelombang 260 nm sejalan
dengan peningkatan absorbansi untuk protein yaitu pada panjang gelombang 280 nm gambar 5.3. Jika dibandingkan dengan peningkatan absorbansi untuk asam
nukleat maka peningkatan protein 280 nm lebih tinggi. Pada panjang gelombang 280 nm, perubahan paling tinggi terjadi pada S. epidermidis baik untuk ekstrak
air maupun untuk ekstrak etil asetat yaitu 0,016 dan 0,175 pada konsentrasi 1 KHM dan pada konsentrasi 2 KHM, absorbansinya mengalami peningkatan 40
kali bila dibandingkan dengan kontrol. Dari gambar 5.2 dan gambar 5.3 dapat diketahui bahwa semakin tinggi
konsentrasi KHM yang diberikan maka kebocoran metabolit seluler baik protein maupun asam nukleat semakin meningkat. Dari hasil analisis yang telah dilakukan
pada penelitian sebelumnya diperoleh hasil bahwa didalam ekstrak gambir terdapat komponen yang positif kuat yaitu fenolik. Senyawa fenolik pada
konsentrasi rendah dapat menghambat pertumbuhan bakteri S. mutans, S. aureus, dan B. Subtilis
Pambayun 2007. Fenol dapat mendenaturasi protein dan meningkatkan
permeabilitas membran
Maillard, 2002.
Mekanisme penghambatan dari senyawa fenolik terhadap bakteri adalah fenol akan
membentuk ikatan dengan komponen fosfolipid dari membran sel yang kemudian akan menyebabkan terjadinya perubahan permeabilitas membran. Menurut
suliantari 2009, senyawa fenol akan bereaksi dengan membran sitoplasma dan dapat meningkatkan permeabilitas membran. Dan adanya kerusakan membran
akan mengakibatkan keluarnya komponen-komponen intraseluler seperti asm- asam amino dan bahan-bahan lain yang terserap pada panjang gelombang 260 nm,
seperti asam nukleat serta protein Maillard, 2002. Tidak jauh berbeda dengan pengukuran metabolit seluler yaitu asam
nukleat dan protein, pengukuran ion-ion logam Ca
2+
dan K
+
yang ditunjukkan pada gambar 5.4 dan gambar 5.5 juga menunjukkan peningkatan seiring dengan
meningkatnya konsentrasi KHM larutan uji. Pada gambar 5.4 terlihat bahwa pemberian ekstrak air dan etil asetat pada
konsentrasi 1 KHM dan 2 KHM akan terjadi peningkatan kadar ion Ca
2+
. Peningkatan tertinggi terjadi pada bakteri S. epidermidis dari 13.47 menjadi 17.14
ppm untuk ekstrak air dan dari 17.01 menjadi 28.83 ppm untuk ekstrak etil asetat. Seperti halnya ion Ca
2+
, peningkatan juga terjadi pada kadar ion K
+
gambar 5.5. Pada S. epidermidis terjadi penigkatan kadar ion K
+
dari konsentrasi 1 KHM ke konsentrasi 2 KHM yaitu dari 19,48 menjadi 28,04 ppm
untuk ekstrak air dan dari 26,76 menjadis 42,52 ppm untuk ekstrak eti asetat. Meningkatnya ion-ion Ca
2+
dan K
+
yang dikeluarkan oleh sel-sel bakteri uji menunjukkan bahwa telah terjadi kerusakan pada bagian dinding sel dan membran
sitoplasma. Untuk mempertahankan diri, pada umumnya membran sel mempunyai
lapisan lipid. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Seok et al 1999 yang di acu dari Fahreza 2009, bakteri Lactobacillus sp pada kondisi lingkungan yang
sangat asam akan menyebabkan komponen utama dari membran sel bakteri tersebut mengalami kerusakan dan akibatnya komponen-komponen intraseluler
seperti Ca
2+
, Mg
2+
, K
+
dan lipid akan dikeluarkan. Indikasi adanya kerusakan membran sitoplasma adalah terjadinya kebocoran kandungan sitoplasma K
+
dan peningkatan kandungan K
+
yang dilepaskan merupakan tanda kerusakan permeabilitas membran Cox et al 2001. Ca
2+
berfungsi untuk menjaga kestabilan membran bakteri dan dengan adanya kebocoran ion-ion tersebut maka kestabilan
membran akan terganggu yang selanjutnya akan mengakibatkan kematian bakteri Fahreza, 2009.
Dari data kebocoran protein, asam nukleat san ion logam menunjukkan telah terjadi kebocoran yang permanen dan perubahan permeabilitas membran sel
bakteri. Kebanyakan zat-zat antibakteri yang bekerja merusak membran sitoplasma mempunyai kemampuan mengeluarkan material-material sel seperti
ion-ion logam, protein, dan asamnukleat Miksusanti dkk, 2003. Hasil pengamatan dengan SEM terlihat bahwa sel S. epidermidis, S.
mutans, dan S. pyogenes normal berbentuk bulat, perlakuan pada ekstrak gambir
dengan konsentrasi 2 KHM menunjukkan bahwa sel bakteri mengalami perubahan
menjadi mengkerut, kasar, dan terdapat tonjolan-tonjolan ekstrak air S. mutans dan ekstrak etil asetat S. mutans sedangkan pada ekstrak air S. epidermidis,
ekstrak etil asetat S. epidermidis, ekstrak air S. mutans, dan ekstrak etil asetat S. pyogenes
sel mengalami kebocoran. Menurut Gilbert 1984 yang dikutip oleh Miksusanti 2008, terbentuknya tonjolan-tonjolan pada sel bakteri disebabkan
ketidakmampuan peptidoglikan sel yang rusak oleh antibakteri menahan tekanan intraseluler yang tinggi, sehingga sitoplasma dan membran sitoplasma keluar dan
tonjolan ini biasa muncul pada daerah-daerah yang dilemahkasn oleh senyawa antibakteri.