Sistematika Penulisan Daily Spiritual Experiences

dialami oleh penderita kanker serviks pasti ada hikmah yang tersembunyi didalamnya. Dan yang terakhir semoga yang telah membaca penelitian ini bisa lebih berhati-hati dan mencegah terjadinya kanker serviks pada dirinya.

1.4 Sistematika Penulisan

Penelitian ini menggunakan tekhnik penulisan American Psychological Association APA Style. Dan secara garis besar sistematika penulisan ini adalah: BAB 1 : PENDAHULUAN Dalam bab ini diuraikan mengenai latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, serta sistematika penulisan. BAB 2: TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini dijelaskan teori-teori yang berhubungan dengan isi skripsi sebagai dasar pemikiran untuk membahas permasalahan dalam penelitian skripsi, yaitu: 1. Motivasi : pengertian motivasi, teori motivasi dan harapan, jenis- jenis motivasi, fungsi-fungsi motivasi, faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi, pengukuran motivasi, motivasi berobat pada penderita kanker serviks. 2. Dukungan Sosial : pengertian dukungan sosial, sumber dukungan sosial, jenis-jenis dukungan sosial, efek dukungan sosial, dukungan sosial pada penderita kanker serviks. 3. Religiusitas : pengertian religiusitas, aspek-aspek religiusitasdimensi-dimensi religiusitas. 4. Aspek-aspek psikologis yang terjadi pada penderita kanker serviks. 5. Kerangka berfikir dan Hipotesis penelitian. BAB 3: METODE PENELITIAN Dalam bab ini, penulis menguraikan tentang metode penelitian yaitu: populasi dan sampel, definisi operasional variabel, pengumpulan data, hasil uji coba instrument penelitian, metode analisis data, prosedur penelitian, BAB 4: HASIL PENELITIAN Dalam bab ini, penulis menguraikan tentang hasil penelitian pada saat penulis dilapangan, yaitu : gambaran umum subyek penelitian dan uji hipotesis penelitian. BAB 5: KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN Dalam bab ini penulis menjelaskan mengenai kesimpulan dari penelitian, diskusi dan saran yang terdiri dari saran teoritis dan juga saran praktis. BAB II Kajian Teori

2.1 Motivasi

2.1.1 Pengertian motivasi

Motivasi mempunyai peranan penting di dalam kehidupan manusia. Motivasi berasal dari kata motif, motif merupakan dasar seseorang melakukan sesuatu. Menurut Suryabrata 2005 motif adalah keadaan dalam pribadi setiap individu yang mendorong individu tersebut untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu guna mencapai suatu tujuan. Pendapat senada juga dikemukakan oleh Purwanto 1990 yang mendefinisikan motif sebagai suatu dorongan yang timbul dalam diri individu yang menyebabkan individu tersebut mau bertindak atau melakukan sesuatu. Dari beberapa definisi mengenai motif dapat diambil suatu kesimpulan bahwa motif adalah dorongan yang ada dalam diri individu untuk melakukan suatu tindakan atau aktivitas. Berawal dari kata motif itulah maka motivasi dapat diartikan sebagai suatu usaha yang disadari untuk mempengaruhi tingkah laku individu agar tergerak hatinya untuk melakukan sesuatu sehingga akan mencapai hasil ataupun juga tujuan tertentu Mangkunegara 2006 menyatakan bahwa motivasi adalah suatu kondisi energi yang menggerakkan dalam diri individu yang terarah untuk mencapai suatu tujuan. Dalam kamus psikologi Chaplin, 2006 istilah motivasi diartikan sebagai satu variabel penyelang yang digunakan untuk menimbulkan faktor-faktor tertentu di dalam organisme, yang membangkitkan, mengelola, mempertahankan, dan menyalurkan tingkah laku menuju sasaran. Menurut Wirawan 2000, motivasi merupakan istilah yang lebih umum, yang menunjuk pada seluruh proses gerakan, termasuk didalamnya situasi yang mendorong timbulnya tindakan atau tingkah laku individu. Pendapat lainnya dikemukakan oleh Woolfolk 2004 yang menjelaskan bahwa motivasi adalah kegiatan internal yang bersifat membangun, langsung, dan menimbulkan tingkah laku yang terdiri dari kebutuhan needs, minat interest, kesenangan enjoyment, hadiah reward, dan hukuman punishment. Berdasarkan uraian di atas penulis menarik kesimpulan bahwa motivasi adalah suatu dorongan dalam diri individu agar mampu mencapai suatu tujuan guna mencapai pemuasan kebutuhan.

2.1.2 Teori motivasi dan harapan

Menurut Teori Ekspektasi Expectancy Theory oleh Vroom dalam Pace dkk, 2006 motivasi merupakan akibat dari suatu hasil yang ingin dicapai individu dan individu tersebut memperkirakan bahwa tindakannya akan mengarah kepada hasil yang diinginkannya, bisa juga berarti kemungkinan subyektif dari usaha yang memberikan hasil. Jadi motivasi merupakan akibat dari suatu hasil yang ingin dicapai oleh individu dan individu tersebut memperkirakan bahwa tindakannya akan mengarah kepada hasil yang diinginkannya. Artinya, apabila setiap individu sangat menginginkan sesuatu, dan jalan tampaknya terbuka untuk memperolehnya, individu tersebut akan berupaya mendapatkannya. Menurut Pace, dkk 2006, bahwa jika individu menginginkan sesuatu dan harapan untuk memperoleh sesuatu itu cukup besar, maka individu tersebut akan sangat terdorong untuk memperoleh hal yang diinginkannya itu. Sebaliknya, jika harapan memperoleh hal yang dinginkannya itu tipis, motivasi untuk berupaya akan menjadi rendah.

2.1.3 Aspek-aspek motivasi

Individu dapat dikatakan mempunyai motivasi yang tinggi dilihat dari kemampuannya serta usahanya guna mencapai suatu tujuan. Dalam kaitannya dengan hal diatas, Woolfolk 2004 membedakan motivasi menjadi 2 aspek yaitu : a. Motivasi intrinsik Suryabrata 2005 menjelaskan bahwa motivasi intrinsik adalah suatu motif yang sudah berada dalam diri individu tanpa adanya rangsangan dari luar. Sedangkan menurut Pintrich Schunk 1996 yang dimaksud dengan motivasi intrinsik adalah dorongan untuk terlibat dalam suatu aktivitas demi aktivitas itu sendiri. Individu yang memiliki motivasi intrinsik terdorong untuk mengerjakan suatu aktivitastindakan dikarenakan adanya perasaan menyenangkan enjoyable yang dirasakan. Adapun sumber motivasi intrinsik menurut Woolfolk 2004 meliputi kebutuhan needs, minat interest, kesenangan enjoyment, dan rasa ingin tahu curiosity. Dalam motivasi intrinsik tidak perlu lagi ada reward dan punishment bagi individu untuk melaksanakan aktifitasnya. Karena dorongan yang muncul murni berasal dari dalam diri individu. Menurut kesimpulan peneliti bahwa motivasi intrinsik adalah dorongan dari dalam diri individu untuk melakukan tindakan atau aktivitas guna mencapai tujuan goal tanpa perlu adanya reward atau punishment. Misal, penderita kanker serviks ingin melakukan pengobatan karena memang penderita ingin melakukannya bukan atas dorongan dari luar penderita, seperti : keluargakerabat atau bukan juga dikarenakan akan mendapat reward atau punishment. b. Motivasi ekstrinsik Suryabrata 2005 mengemukakan bahwa pada dasarnya motivasi ekstrinsik terjadi apabila individu melakukan sesuatu yang disebabkan oleh adanya rangsangan dari luar. Menurut Pintrich Schunk 1996 yang dimaksud dengan motivasi ekstrinsik adalah dorongan untuk terlibat dalam suatu aktivitas sebagai alat untuk mencapai suatu tujuan. Pada motivasi ekstrinsik ini individu melakukan aktifitas atas dasar nilai yang terkandung dalam objek yang menjadi sasaran atau tendensi tertentu. Sumber motivasi ekstrinsik menurut Woolfolk 2004 meliputi imbalan rewards, tekanan sosial social pressure, dan penghindaran diri dari hukuman punishment. Menurut kesimpulan peneliti motivasi ekstrinsik adalah dorongan yang mengerakkan individu untuk terlibat dalam suatu aktivitas guna mencapai suatu tujuan. Dari penjelasan diatas dapat diambil suatu kesimpulan bahwa motivasi sebagai suatu yang kompleks dimana motivasi merupakan penggerak individu melakukan suatu perbuatan yang mengarah pada suatu tujuan. Dorongan ini bisa berasal dari dalam diri intrinsik dan juga dari luar diri individu ekstrinsik.

2.1.4 Fungsi-fungsi motivasi

Menurut Najati dalam Rahman dkk, 2004 serta Purwanto 1990 motivasi memiliki tiga komponen pokok yaitu : a. Menggerakkan, yakni menimbulkan kekuatan pada individu, serta mendorong untuk bertindak dengan cara tertentu. b. Mengarahkan, yakni mengarahkan tingkah laku untuk mencapai suatu tujuan. Apabila sasaran atau tujuan tersebut merupakan sesuatu yang diinginkan individu, maka motivasi berperan mendekatkan approach motivation, dan apabila tujuan tersebut tidak diinginkan oleh individu, maka motivasi berperan menjauhkan sasaran atau tujuan avoidance motivation. c. Menopang, yakni menjaga dan menopang tingkah laku dimana lingkungan sekitar harus menguatkan intensitas serta arah dorongan-dorongan dan kekuatan individu. Dari penjelasan diatas dapat diketahui tentang fungsi-fungsi motivasi. Tiga fungsi tersebut sangat penting peranannya bagi individu untuk mencapai apa yang diinginkan guna mencapai suatu tujuan.

2.1.5 Faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi

Menurut Handoko 1998 dan Widyatun 1999, ada dua faktor yang mempengaruhi motivasi yaitu faktor internal dan faktor eksternal. a. Faktor internal Faktor internal adalah motivasi yang berasal dari dalam diri manusia, biasanya timbul dari perilaku yang dapat memenuhi kebutuhan sehingga menjadi puas. Faktor internal meliputi : 1. Faktor fisik Faktor fisik adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan kondisi fisik penderita kanker serviks. 2. Faktor proses mental Motivasi merupakan suatu proses yang tidak terjadi begitu saja, tetapi ada kebutuhan yang mendasari munculnya motivasi tersebut. Penderita kanker serviks dengan keadaan mental yang shock saat mengetahui penyakitnya sudah memasuki stadium lanjut, mereka akan cenderung tidak bisa mengontrol emosinya tetapi disaat penderita kanker serviks itu sudah bisa menerima kondisi dirinya maka mereka akan memiliki pandangan hidup yang positif serta memiliki keyakinan diri bahwasanya mereka akan mampu mengatasi kecemasannya dan selalu berfikir optimis untuk dapat melawan penyakit yang dideritanya. 3. Faktor hereditas Bahwa manusia diciptakan dengan berbagai macam tipe kepribadian yang secara hereditas dibawa sejak lahir. Ada tipe kepribadian tertentu yang mudah termotivasi atau sebaliknya. Orang yang mudah sekali tergerak motivasinya, akan dengan cepat bereaksi terhadap apa yang menimpa dirinya. Sebaliknya ada yang hanya bereaksi apabila menghadapi kejadian-kejadian yang memang sungguh penting. 4. Keinginan dalam diri Misalnya keinginan untuk bisa merasakan kehidupan yang lebih lama, ingin berlama-lama merasakan berada didalam sebuah keluarga dll. b. Faktor eksternal Faktor eksternal adalah factor motivasi yang berasal dari luar diri seseorang yang merupakan pengaruh dari orang lain atau lingkungan. Faktor eksternal ini meliputi : 1. Faktor lingkungan Lingkungan adalah suatu yang berada disekitar pengguna napza baik fisik, psikologis, maupun social Notoatmodjo, 2003. Lingkungan di dalam Rumah Sakit sangat berpengaruh terhadap motivasi penderita kanker serviks. Lingkungan Rumah Sakit yang tidak mendukung dan kurang kondusif akan membuat stress bertambah. 2. Dukungan sosial Gottlieb 1983 menyatakan bahwa bentuk perilaku dukungan social terdiri dari informasi dan nasehat verbal dan non verbal, bantuan nyata, atau tindakan yang diberikan oleh keakraban social atau didapat karena kehadiran mereka dan mempunyai manfaat emosional atau efek perilaku bagi pihak penerima. Dukungan sosial sangat mempengaruhi dalam memotivasi penderita kanker serviks untuk dapat bangkit melawan penyakitnya, meliputi dukungan emosional, dukungan penghargaan, dukungan instrumental, dukungan informasi dan dukungan jaringan sosial Cohen McKay dalam Sarafino, 2002. 3. Fasilitas Ketersediaan fasilitas yang menunjang pengobatan penderita kanker serviks tersedia, mudah terjangkau menjadi motivasi penderita kanker serviks untuk dapat berobat dengan maksimal.termasuk dalam fasilitas adalah ketersediannya sumber biaya yang mencukupi bagi pengobatan penderita kanker serviks. 4. Media Media merupakan sarana untuk menyampaikan pesan atau info Sugiono, 1999. Adanya media ini membuat penderita kanker serviks menjadi lebih tahu tentang penyakitnya dan pada akhirnya dapat menjadi motivasi untuk dapat melakukan pengobatan.

2.1.6 Pengukuran motivasi

Menurut Pintrich Schunk 1996, motivasi dapat diukur dengan berbagai macam cara, antara lain sebagai berikut : 1. Pengamatan langsung Pada pengukuran ini, perilaku individu diamati secara langsung. Metode ini merupakan indikator yang valid bagi motivasi, namun mengabaikan proses kognitif dan afektif yang mendasari munculnya tingkah laku yang termotivasi tadi. 2. Penilaian orang lain Dengan cara ini, sejumlah pengamat misalnya dokter, perawat, keluarga menilai penderita berdasarkan beberapa karakteristik yang menunjukkan adanya motivasi. Dengan metode ini, pengamat lebih objektif dalam menilai penderita dibandingkan jika penderita menilai dirinya sendiri. Selain itu, metode ini juga melengkapi metode pengamatan langsung dengan melibatkan proses motivasional yang mendasari perilaku. Namun dibandingkan dengan pengamatan langsung, validitas metode ini rendah karena melibatkan ingatan pengamat dan penarikan kesimpulan atas perilaku penderita. 3. Self Inventory Lapor Diri Lapor diri melibatkan penilaian dan pernyataan individu tentang diri mereka sendiri. Metode lapor diri ini terdiri beberapa tipe, diantaranya adalah : a. Kuesioner Dalam kuesioner, responden diberikan sejumlah pertanyaan mengenai perilaku dan keyakinannya. Pertanyaan ini bisa berupa pertanyaan terbuka dan tertutup. b. Wawancara Dalam wawancara, sejumlah pertanyaan diberikan oleh pewawancara dan diwajibkan secara verbal oleh responden. Metode ini digunakan jika peneliti ingin mengetahui perasaan dan keyakinan individu lebih mendalam. c. Stimulated Recall Dalam stimulated recall, responden dihadapkan pada suatu situasi dimana ia diberikan suatu tugas, seperti menjalankan kemoterapi dan perilaku responden selama pengerjaan tugas akan diamati. d. Think Alouds Dalam metode ini, responden diberikan suatu tugas, seperti kemoterapi dan responden diminta untuk mengucapkan pikiran, perilaku dan emosi yang dirasakan selama mengerjakan tugas. Metode ini sangat bergantung pada verbalisasi yang dilakukan oleh responden. e. Dialog Dialog adalah percakapan antara dua orang atau lebih, dimana percakapan tersebut dicatat dan dianalisis untuk mengetahui pernyataan-pernyataan motivasi yang terdapat dalam percakapan.

2.1.7 Motivasi berobat pada penderita kanker serviks

Dalam penelitian ini yang akan diteliti adalah motivasi untuk berobat. Dari penjabaran tentang motivasi, dapat diambil suatu kesimpulan bahwa motivasi adalah dorongan dasar yang menggerakkan individu untuk bertingkahlaku guna mencapai pemuasan kebutuhan. Motivasi dapat juga diartikan sebagai proses melakukan suatu tindakan yang sesuai dengan keinginannya. Jadi bisa dikatakan bahwa motivasi terjadi apabila individu mempunyai keinginan dan kemauan untuk melakukan suatu tindakan tertentu. Sedangkan menurut penulis berobat sendiri dapat diartikan sebagai pengaturan dalam diri individu untuk melawan penyakitnya atau ketidakseimbangan. Atau dapat juga dikatakan sebagai kegiatan atau aktivitas yang dilakukan oleh individu dalam rangka mencapai status seimbang bagi tubuhnya. Ketidakseimbangan yang terjadi pada penderita kanker serviks adalah menderita suatu penyakit yang tentunya berdampak bagi kondisi fisik maupun psikisnya. Beberapa penderita kanker serviks mencoba mengubah kondisi ketidakseimbangan tersebut dengan memunculkan suatu dorongan yang ada dalam diri mereka. Salah satunya adalah dorongan untuk berobat. Diharapkan dengan adanya dorongan untuk berobat membuat penderita kanker serviks lebih baik dari keadaan sebelumnya dan mempertahankan hidupnya. Dorongan- dorongan tersebut bisa berasal dari dukungan yang dirasakan penderita saat melakukan pengobatan. Dorongan untuk berobat ini sangat penting bagi aspek psikologis penderita yang tentunya akan berpengaruh bagi kondisi fisik penderita. Dorongan-dorongan tersebut dapat disebabkan oleh faktor yang berasal dari dalam diri internal maupun luar diri eksternal para penderita. Dalam penelitian ini yang akan dilihat adalah motivasi untuk berobat dalam kaitannya dengan dukungan sosial dan religiusitas pada penderita kanker serviks. Motivasi untuk berobat adalah suatu usaha yang didasari untuk mempengaruhi tingkah laku individu agar bergerak hatinya untuk bertindak melakukan sesuatu sehingga mencapai suatu hasil atau tujuan tertentu guna mempertahankan hidupnya. Penderita kanker serviks yang memiliki motivasi untuk berobat umumnya dapat dilihat dari keseriusannya untuk melakukan pengobatan dan mencari informasi sebanyak mungkin mengenai penyakitnya. Motivasi atau semangat hidup merupakan hal yang sangat penting bagi seseorang yang sedang menderita penyakit kanker serviks sehingga mengharuskannya melakukan berbagai pengobatan. Motivasi sendiri sebagai bentuk dorongan untuk melakukan sesuatu yang dikehendaki, dengan kata lain motivasi merupakan penyemangat yang timbul dari dirinya sendiri ataupun dengan bantuan pihak lain sebagai motivator bagi dirinya sendiri. Motivasi intrinsik mengarah pada kepuasan dalam melakukan suatu kegiatan. Motivasi intrinsik ini dapat menjadikan seseorang merasa tidak terpaksa dalam mengikuti suatu aktivitas, karena dorongan yang muncul murni berasal dari dalam individu itu sendiri. Pada penderita kanker serviks yang memiliki motivasi intrinsik melakukan berbagai pengobatan karena memang penderita ingin melakukannya, bukan karena stimulus eksternal misalnya diberikan suatu penghargaan pada dirinya mendapat pujian dari keluarga karena telah mau mengikuti terapi, tetapi menurut hemat penulis selain mengarah kepada kepuasan penderita dalam melakukan suatu aktivitas ataupun tindakan religiusitaspun termasuk didalam intrinsik setiap manusia karena religiusitas merupakan pemahaman setiap individu terhadap agamanya. Sedangkan motivasi ekstrinsik lebih mengarah pada suatu kegiatan yang dipengaruhi stimulus dari luar. Penderita yang mempunyai motivasi ekstrinsik akan melakukan serangkaian pengobatan lebih didorong oleh stimulus eksternal, sebagai contohnya karena dipaksa berobat oleh keluarga ataupun juga mengikuti sebuah komunitas kanker yang memberikan dukungan sosial bagi dirinya dan juga memiliki teman senasib dengannya. Woolfolk 2004 menyebutkan bahwa motivasi ekstrinsik di dorong oleh stimulus eksternal yaitu dukungan sosial keluarga, dokter maupun perawat, Siswanto dkk 1999 pun dalam penelitiannya menyebutkan bahwa faktor eksternal yang mempengaruhi motivasi adalah dukungan sosial karena dengan adanya dukungan sosial penderita akan merasakan kebersamaan dengan orang- orang disekitarnya. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Petra Symister dkk 2002 bahwa dukungan sosial juga dapat meningkatkan optimisme dan menurunkan depresi pada penderita penyakit kronis. Untuk membuktikan pentingnya peran dukungan sosial terhadap motivasi maka penulis akan membahas mengenai dukungan sosial secara lebih rinci dibawah ini.

2.2 Dukungan Sosial

2.2.1 Pengertian dukungan sosial

Setiap manusia pasti membutuhkan bantuan ataupun peranan orang lain dalam hidupnya. Hal ini dikarenakan manusia sebagai makhluk sosial membutuhkan satu sama lainnya. Kebutuhan manusia itu banyak macamnya. Mulai dari kebutuhan fisik, kebutuhan sosial, dan kebutuhan psikis, itu semua tentu tidak akan mungkin terpenuhi tanpa bantuan dari orang lain. Jika seseorang sedang menghadapi masalah baik ringan ataupun berat, keberadaan orang lain disampingnya tentu akan sangat berdampak bagi orang tersebut. Efek atau peranan positif ini dinamakan dukungan sosial. Misal, ketika seseorang menderita sakit, keluarga yang datang untuk menjenguknya serta menemaninya selama proses pengobatan berlangsung merupakan sumber dukungan bagi dirinya. Dukungan sosial dari orang lain menjadi sangat berharga dan akan menambah ketentraman hidupnya, seperti : dokter, perawat atau komunitas yang memang fokus dan perduli terhadap penderita kanker serviks. Banyak definisi mengenai dukungan sosial yang dikemukakan para ahli. Sheridan dan Radhmacer 1992 yang menekankan pengertian dukungan sosial sebagai sumber daya yang disediakan lewat interaksi dengan orang lain. “Social support is the resources provided to us through our interaction with other people”. Sarafino 2006 menyatakan bahwa dukungan sosial mengacu kepada kesenangan yang dirasakan bahwa adanya penerimaan dari orang atau kelompok terhadap individu yang menimbulkan persepsi dalam dirinya bahwa ia disayangi, diperhatikan, dihargai, dan ditolong. Pendapat lainnya dikemukakan oleh Gottlieb dalam Smet, 1994 yang mendefinisikan : “Dukungan sosial sebagai informasi verbal atau non-verbal, saran, bantuan yang nyata atau tingkah laku yang diberikan orang-orang yang akrab dengan subjek di dalam lingkungan sosialnya atau yang berupa kehadiran dalam hal-hal yang memberikan keuntungan emosional atau berpengaruh pada tingkah laku penerimanya”. Sependapat dengan pengertian lainnya menurut Taylor 2009 dukungan sosial adalah informasi dari orang lain bahwa ia dicintai dan diperhatikan, memiliki harga diri dan dihargai, serta merupakan bagian dari jaringan komunikasi dan kewajiban bersama. “Social support is information from others that one is loved and cared for, esteemed and valued. And part of a network of communication and mutual obligation”. Cobb dalam Smet 1994:136 dukungan sosial itu terdiri atas informasi yang menuntun orang meyakini bahwa ia diurus dan disayangi. Setiap informasi apapun dari lingkungan sosial yang mempersiapkan persepsi subyek bahwa ia penerima efek positif, penegasan, atau bantuan, menandakan ungkapan dukungan sosial. Menurut Cohen Wills dalam Davidson dkk, 2006 bahwa dukungan sosial memiliki dua aspek utama, yaitu dukungan sosial struktural dan dukungan sosial fungsional. Dukungan sosial struktural menyangkut jaringan hubungan sosial yang dimiliki individu, misalnya status pernikahan dan jumlah teman yang dimiliki. Dukungan sosial fungsional lebih menekankan pada kualitas hubungan sosial yang dimiliki. Misal, sejauh mana individu percaya bahwa dirinya memiliki teman-teman yang akan membantunya pada saat dibutuhkan. Dari beberapa definisi diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa dukungan sosial merupakan ketersediaan sumber daya yang memberikan kenyamanan fisik dan psikologis yang didapat lewat pengetahuan bahwa individu tersebut dicintai, diperhatikan, dihargai oleh orang lain dan ia juga merupakan anggota dalam suatu kelompok yang berdasarkan kepentingan bersama.

2.2.2 Sumber dukungan sosial

Menurut Gottlieb 1983 terdapat tiga sumber dukungan sosial diantaranya : a. Orang-orang sekitar individu yang termasuk kalangan non-profesional significant other seperti : keluarga, teman dekat atau rekan kerja. Hubungan dengan kalangan non-profesional merupakan hubungan yang menempati bagian terbesar dari kehidupan seorang individu dan menjadi sumber dukungan sosial yang sangat potensial karena lebih mudah diperoleh, bebas dari biaya finansial dan berakar pada keakraban yang cukup lama. b. Profesional, seperti : psikolog, dokter, dan perawat. c. Kelompok-kelompok dukungan sosial Kelompok pendukung support group merupakan suatu kelompok kecil yang melibatkan suatu interaksi langsung dari para anggotanya, menekankan pada partisipasi individu yang hadir secara sukarela yang bertujuan untuk secara bersama-sama mendapatkan pemecahan masalah dalam menolong anggota-anggota kelompok menghadapi masalah, serta menyediakan dukungan emosi kepada para anggotanya.

2.2.3 Aspek-aspek dukungan sosial

Aspek-aspek didalam dukungan sosial merupakan suatu cara yang diwujudkan bisa dalam bentuk ekspresi, ungkapan atau perwujudan bantuan dari individu yang satu ke individu yang membutuhkan. Cohen McKay dalam Sarafino, 2002 membagi dukungan sosial kedalam lima bentuk, yaitu : a. Dukungan Emosi Dukungan emosi adalah suatu bentuk dukungan yang diekspresikan melalui perasaan positif yang berwujud empati, perhatian, dan kepedulian terhadap individu yang lain. Bentuk dukungan ini dapat menimbulkan perasaan nyaman, perasaan dilibatkan, dan dicintai oleh individu yang bersangkutan. b. Dukungan Penghargaan Dukungan penghargaan terjadi lewat ungkapan, penghargaan atau penilaian yang positif untuk individu, dorongan untuk maju dan pemberian semangat, dan juga perbandingan positif individu dengan orang lain. Dukungan ini menitik beratkan pada adanya ungkapan penilaian yang positif atas individu dan penerimaan individu apa adanya. Bentuk dukungan ini membentuk perasaan dalam diri individu bahwa ia berharga, mampu dan berarti. c. Dukungan instrumental Merupakan suatu bentuk dukungan yang dapat diwujudkan dalam bentuk bantuan langsung misalnya pemberian dana atau pemberian bantuan berupa tindakan nyata atau benda. d. Dukungan informasi Dukungan ini dapat diungkapkan dalam bentuk pemberian nasehat atau saran, pengarahan, pemberian umpan balik mengenai apa yang dilakukan individu. e. Dukungan jaringan sosial Hubungan jenis ini menggambarkan bentuk hubungan persahabatan yang memungkinkan individu melakukan aktivitas sosial. Dari definisi mengenai aspek-aspek dukungan sosial, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa dukungan yang diperlukan dan diterima individu tergantung pada keadaan dan situasi stres yang dialami. Kelima “aspek-aspek dukungan sosial” di ataslah yang penulis pilih untuk penelitian ini. Diharapkan “aspek-aspek dukungan sosial” ini dapat berpengaruh cukup besar terhadap motivasi berobat penderita kanker serviks.

2.2.4 Efek dukungan sosial

Sarafino 2006 mengemukakan bahwa ada dua model peranan dukungan sosial dalam kehidupan manusia, yaitu model efek langsung direct effect dan model efek pelindung buffering effect. Dalam model efek langsung direct effect, dukungan sosial berperan dalam meningkatkan kesejahteraan individu walaupun individu tersebut tidak dalam keadaan stres. Model ini menekankan pada struktur dukungan, seperti jumlah orang dalam jaringan sosial atau kegiatan yang ada dalam kegiatan sosial. Pada efek pelindung buffering effect, dukungan sosial memiliki peranan untuk melindungi individu dari efek negatif akibat stres. Model ini menekankan pada fungsi dukungan yang dirasakan individu dalam hubungan sosialnya. Kedua model ini pada akhirnya menekankan bahwa dukungan sosial memiliki peranan dalam melemahkan efek negatif dari kondisi dan situasi stres terhadap kesejahteraan mental individu.

2.2.5 Dukungan sosial pada penderita kanker serviks

Ketika seorang individu divonis dokter menderita penyakit kronis, maka individu tersebut pasti merasakan sebuah ketakutan yang terjadi pada dirinya. Disaat itulah mereka membutuhkan dorongan yang dapat menjadikan penyemangat dalam hidupnya. Semangat itulah yang dapat menumbuhkan keyakinan pada dirinya untuk terus berusaha maju dalam melawan penyakitnya. Semangat atau dorongan tersebut bukan berasal hanya dari dirinya sendiri ataupun keluarga terdekat melainkan juga dari orang yang dipercaya dalam menangani penyakitnya tersebut baik dokter, perawat, maupun juga sebuah komunitas yang concern terhadap penyakitnya. Menurut Dizon dkk 2011 dengan melibatkan keluarga dan dukungan sosial dapat membantu penderita kanker serviks dalam menghadapi saat yang amat sulit dalam hidup penderita kanker serviks. Dukungan sosial adalah pengaruh positif yang diberikan oleh keluarga, dokter, perawat maupun juga sebuah komunitas terhadap penderita kanker serviks dalam mendukung semua hal yang berkaitan dengan pengobatannya. Peran dukungan sosial amatlah penting bagi penderita, karena dengan adanya kebersamaan dengan orang-orang disekitar penderita, penderita akan merasa bahwa ia disayangi, dihargai dan mendapatkan suatu kepedulian terhadap penyakit yang dideritanya. Dukungan sosial merupakan andil yang besar dalam menentukan status pengobatan penderita. Jika dukungan-dukungan tersebut mengharapkan penderita untuk berobat, mendukung bahkan memperlihatkan dukungannya dalam berbagai hal, maka penderita akan merasa lebih percaya diri, lebih bahagia dan siap dalam menjalani semua pengobatannya. Merujuk pada efek pelindung bahwa dukungan sosial mempengaruhi kesehatan dengan cara melindungi individu dari efek negatif stress. Perlindungan ini akan efektif hanya ketika individu menghadapi stressor yang berat. Berdasarkan paparan diatas, dukungan sosial yang diberikan kepada penderita kanker serviks dapat menumbuhkan perasaan percaya diri, disayangi, bersemangat sehingga dapat mempengaruhi motivasi berobat penderita kanker serviks. Selain dukungan sosial yang dirasakan sangatlah penting bagi penderita, penderita yang religiuspun akan senantiasa lebih mendekatkan diri kepada Maha Pencipta yaitu Tuhan. Dengan mendekatkan diri kepada Tuhan diharapkan penderita kanker serviks lebih tentram, berpikiran positif dan ikhlas dalam menghadapi penyakitnya. Untuk lebih jelasnya mengenai Religiusitas penderita kanker serviks, penulis akan membahasnya secara rinci dibawah ini.

2.3 Religiusitas

2.3.1 Pengertian religiusitas

Menurut Chaplin 2008 religion adalah satu sistem yang kompleks dari kepercayaan, keyakinan, sikap-sikap, dan upacara-upacara yang menghubungkan individu dengan satu keberadaan atau makhluk yang bersifat ketuhanan. Agama dalam pengertian Glock Stark dalam Ancok, 1994, adalah sistem simbol, sistem keyakinan, sistem nilai, dan sistem perilaku yang terlembagakan, yang semuanya itu berpusat pada persoalan-persoalan yang dihayati sebagai yang paling maknawi ultimate meaning. Selanjutnya Fetzer 1999 juga mendefinisikan religiusitas adalah sesuatu yang lebih menitik beratkan pada masalah perilaku, sosial, dan merupakan sebuah doktrin dari setiap agama atau golongan. Karenanya doktrin yang dimiliki oleh setiap agama wajib diikuti oleh setiap pengikutnya. Dari berbagai uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa religiusitas adalah adanya keyakinan terhadap Tuhan sehingga menimbulkan rasa aman dan tentram jiwa dan juga adanya aturan tentang perilaku hidup manusia agar berperilaku dengan baik.

2.3.2 Dimensi-Dimensi Religiusitas

Keberagaman atau religiusitas diwujudkan dalam berbagai sisi kehidupan manusia. Aktivitas beragama tidak terjadi pada saat individu melakukan perilaku ritual beribadah saja, namun juga ketika melakukan aktivitas yang tampak dan dapat dilihat oleh mata, tapi juga aktivitas yang tak tampak dan terjadi didalam hati individu dalam Ancok, 1994. Dalam sebuah laporan penelitian yang diterbitkan oleh John E. Fetzer Institute 1999 yang berjudul Multidimensional Measurement of Religiousness, Spirituality for Use in Health Research menjelaskan dua belas dimensi religiusitas, tetapi disini penulis hanya akan menjelaskan enam dimensi saja, dikarenakan penulis hanya ingin melihat peran agam dalam mempengaruhi tingkah laku individu dan bagaimana cara individu tersebut bersosialisasi didalam kehidupannya :

a. Daily Spiritual Experiences

Underwood dalam Fetzer Institute, 1999 menjelaskan bahwa dimensi ini memandang dampak agama dan spiritual dalam kehidupan sehari-hari. Dalam hal ini Daily Spiritual Experiences merupakan persepsi individu terhadap sesuatu yang berkaitan dengan transenden dalam kehidupan sehari-hari dan persepsi terhadap interaksinya pada kehidupan tersebut, sehingga Daily Spiritual Experiences lebih kepada pengalaman dibandingkan kognitif. Konsep Daily Spiritual Experiences yang diungkapkan oleh Underwood dalam Fetzer Institute 1999 sama halnya dengan Dimensi Pengalaman yang diungkapkan oleh Glock Stark dalam Ancok, 1994 bahwa pengalaman keagamaan, perasaan-perasaan, persepsi-persepsi, dan esensi-esensi yang dialami individu atau didefinisikan oleh suatu kelompok keagamaan yang melihat komunikasi walaupun kecil dalam suatu esensi keTuhanan.

b. Value