BAB I
Pendahuluan
1.1 Latar Belakang Masalah
Adanya motivasi sangat besar peranannya dalam membentuk tingkah laku. Apa saja yang dilakukan manusia akan selalu ada motivasi yang mendorong. Motivasi
bagaikan kekuatan yang menggerakkan dan mengarahkan perilaku manusia kearah tujuan yang dikehendakinya. Wirawan 2000 mengemukakan bahwa
setiap perbuatan yang dilakukan individu dimulai dengan adanya suatu ketidakseimbangan dalam diri individu tersebut. Ketidakseimbangan ini tentunya
tidak menyenangkan bagi individu yang bersangkutan, sehingga timbul kebutuhan untuk
meniadakan ketidakseimbangan
itu. Kebutuhan
inilah yang
akan menimbulkan dorongan atau motivasi untuk berbuat sesuatu.
Setelah perbuatan itu dilakukan dan apabila sesuai dengan kebutuhan maka tercapailah keadaan seimbang dalam diri individu, dan timbul perasaan
puas, senang, aman dan sebagainya. Misal, ketika seorang individu divonis bahwa dirinya menderita penyakit akut maka individu tersebut akan berusaha
mengembalikan kondisi tubuhnya kedalam kondisi seimbang dengan cara berobat. Dalam proses pengobatan, penderita harus memiliki keyakinan yang kuat, karena
keyakinan itu sendiri merupakan hal yang penting dalam kehidupan setiap individu. Tingkah laku yang termotivasi mencakup suatu tujuan tertentu, jadi
dapat dikatakan bahwa motivasi merupakan faktor penting untuk membangkitkan atau menggerakkan individu agar dapat bertingkah laku sesuai dengan yang
diharapkan oleh individu tersebut. Begitu pentingnya peran motivasi terhadap tingkah laku setiap individu membuat penulis tertarik untuk membahas motivasi
penderita kanker serviks. Saat ini menurut Badan Kesehatan Dunia WHO, kanker serviks
menempati peringkat teratas di antara berbagai jenis kanker yang menyebabkan kematian pada perempuan di dunia. Di Indonesia, setiap tahun terdeteksi lebih
dari 15.000 kasus kanker serviks, dan kira-kira sebanyak 8000 kasus di antaranya berakhir dengan kematian. Kanker serviks muncul seperti musuh dalam selimut.
Sulit sekali
dideteksi hingga
penyakit telah
mencapai stadium
lanjut www.infoceria.com201003mengenal-kanker-serviks-penyakit-kanker.html
. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Martin dan Dajoux dalam
Jurnal Penelitian RSU Dr Soetomo, 2007 pada 1000 wanita menemukan bahwa hanya 48 wanita yang mempunyai leher rahim normal. Besarnya angka kejadian
kanker serviks yang ditemukan, membuat kanker serviks menjadi salah satu jenis kanker yang paling ditakuti wanita. Selain itu juga sampai saat ini kanker serviks
masih menyebabkan kematian pada wanita yang cukup tinggi, diperkirakan sebesar 4.900 orang per tahun.
Tingginya angka kematian penderita kanker lebih banyak disebabkan oleh keterlambatan pengobatan. Menurut Yatim 2005, pasien yang datang berobat ke
Rumah Sakit sebagian besar sudah berada pada stadium lanjut, yakni stadium IIB - IVB sebanyak 66,4, stadium IIIB sebanyak 37,3, serta stadium IA - IIA
sebanyak 28,6. Keterlambatan ini tentunya sangat merugikan penderita sendiri
karena harapan hidup penderita kanker sangat ditentukan oleh stadium atau tingkat keparahan penderita. Harapan hidup untuk penderita kanker serviks yang
sudah berada pada stadium II sekitar 60, stadium III sekitar 35 - 40, stadium IVA kanker sudah menyebar ke organ-organ tubuh seperti anus, kandung kemih,
ginjal dan stadium IVB sekitar 5 - 10. Sayangnya, sebanyak 70 - 80 penderita kanker serviks datang ke Rumah Sakit sudah pada stadium lanjut dan ini
mengakibatkan angka harapan hidup penderita kanker serviks kian menipis www.tempointeraktif.comhgkesehatan20110330
. Permasalahannya adalah kurangnya pengetahuan setiap individu mengenai
penyakit kanker serviks hingga akhirnya mereka datang ke Rumah Sakit sudah pada stadium lanjut, ditambah lagi dengan biaya pengobatan yang pastinya cukup
mahal. Seperti yang diungkapkan oleh Smet 1994 bahwa mahalnya biaya tarif pengobatan dijadikan alasan setiap individu untuk tidak menganggap serius
penyakitnya. Bukan hanya masalah biaya pengobatan saja yang menjadi permasalahan
bagi penderita kanker serviks melainkan dampak pengobatan yang dirasakan, seperti dari segi fisik penderita akan kehilangan rahim karena menjalani
histerektomi, dan gangguan psikilogis seperti : penderita diliputi rasa takut fear dan depresi murung, penderita menunjukkan reaksi penolakan denial, tidak
yakin bahwa dirinya menderita kanker. Terkadang penderita menjadi panik dan melakukan hal-hal yang tidak berarti dan sia-sia. Setelah ini berlalu pada akhirnya
penderita akan sadar dan menerima kenyataan bahwa jalan hidupnya telah berubah. Sedikit banyaknya penderita telah berpikir dan berperasaan lebih realistis
dan mempercayakan sepenuhnya kepada dokter untuk kelanjutan pengobatannya Taylor, 2009. Oleh karena itu, dalam proses pengobatannya penderita harus
mempunyai dorongan
atau motivasi
untuk dapat
melaksanakan proses
pengobatannya. Hanya dengan motivasi yang kuat penderita kanker serviks akan menunjukkan minatnya, aktivitasnya, dan partisipasinya di dalam mengikuti
proses pengobatan. Penderita kanker serviks yang memiliki motivasi tinggi atau kuat akan
berusaha bangkit melawan penyakitnya walaupun harapan untuk sembuh itu tipis, sebaliknya jika motivasi penderita itu rendah maka penderita kanker serviks akan
berputus asa dan tidak mau berusaha melawan penyakitnya. Oleh sebab itu, motivasi untuk berobat merupakan sesuatu yang mendorong dan memperkuat
perilaku serta memberikan arahan dengan tujuan agar penderita dalam menghadapi situasi-situasi yang sulit dapat tetap bertahan hidup karena tanpa
keinginan untuk hidup, tidak ada kemauan bagi penderita untuk meneruskan kehidupan.
Ketika penderita kanker serviks mengalami keterpurukan dengan segala permasalahannya baik dari segi fisik maupun reaksi emosional dalam menghadapi
penyakitnya maka dukungan sosial sangat dibutuhkan oleh penderita agar dapat mententramkan dan menenangkannya. Dengan adanya dukungan sosial penderita
merasakan penerimaan dari kebersamaan orang-orang di sekitarnya. Dukungan sosial ini secara tidak langsung akan mempunyai manfaat emosional yang akan
memberikan kekuatan pada diri individu untuk berusaha bangkit melawan penyakitnya Jurnal Epidemiologi Indonesia: Volume 3 Edisi 1-1999. Sarafino
2006 menyatakan bahwa adanya dukungan sosial berarti adanya penerimaan dari orang atau kelompok terhadap individu yang menimbulkan persepsi dalam dirinya
bahwa individu tersebut disayangi, diperhatikan, dihargai, dan ditolong. Sumber dukungan sosial ini bisa berasal dari keluarga, masyarakat, pihak rumah sakit
ataupun juga kelompok atau komunitas yang serius mencoba membantu mereka. Penelitian yang dilakukan oleh Symister dan Ronald Friend dalam Jurnal
Health Psychology, 2003 pada 86 pasien penyakit ginjal kronis yang menyimpulkan bahwa dukungan sosial dapat meningkatkan optimisme dan
menurunkan depresi pada penderita penyakit kronis. Apakah dukungan sosial yang dirasakan oleh penyakit ginjal kronis dapat dirasakan juga oleh penderita
kanker serviks untuk menggerakkan motivasi agar penderita kanker serviks dapat bangkit melawan penyakitnya walau mereka tahu bahwa sebenarnya harapan
mereka sangat tipis. Selain itu, saat penderita kanker serviks ini mengalami shock, takut fear,
dan depresi murung dalam menghadapi penyakitnya penderita akan berusaha mendekatkan diri dengan Tuhan, agar hatinya menjadi tentram dan penuh
keyakinan dalam menjalani proses pengobatannya. Dengan mendekatkan diri kepada Tuhan dapat mengembangkan harapan hope dan rasa percaya diri self
confidence pada penderita kanker serviks. Mustika 2008 mengemukakan bahwa obat yang paling mujarab adalah ikhlas dan tawakkal kepada Tuhan. Sebab, sikap
ikhlas dan tawakkal akan membuat penderita kanker serviks merasakan ketenangan akan penyakit yang dideritanya.
Penderita kanker serviks yang religius, yang mempunyai hubungan baik dengan Tuhan tidak akan merasa penyakitnya sebagai suatu beban yang berat.
Oleh karena itu Tuhan baginya merupakan penguasa dari nasib dan kematian sehingga dia akan bersikap lebih pasrah dan tenang dalam menghadapi
penyakitnya, juga pemberi kehidupan. Tetapi dalam hal ini memerlukan kemantapan iman keyakinan dalam hati dan pelaksanaan ajaran agama yang
teratur dalam kehidupan sehari-hari Dister, 1993. Namun jika penderita kanker serviks tidak memiliki hubungan baik dengan Tuhan, maka akan cenderung
menyalahkan Tuhan atas penyakitnya, merasa beban penderitaannya bertambah dan akan merasakan ketakutan dan kekhawatiran akan kematian. Perasaan-
perasaan tersebut akan membuat penderita kanker serviks menjadi sangat takut fear menghadapi penyakitnya.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Howsepian dkk dalam Jurnal Psyco Oncology, 2009 pada 164 penderita kanker ditemukan bahwa hubungan
keyakinan beragama dan dukungan sosial sangat dirasakan lebih kuat oleh penderita kanker. Dalam penelitian ini pun disebutkan pula jika agama
memainkan peran dalam kehidupan sejumlah besar orang di Amerika yang menghadapi stres yang berhubungan dengan penyakit kronis, apalagi psikolog
kesehatan telah mulai mengeksplorasi secara sistematis peran agama dan spiritual dibidang kesehatan dan kematian. Sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan
oleh Siswanto, dkk dalam Jurnal Epidemiologi Indonesia, 1999 bahwa dukungan sosial dan religiusitas akan memberikan sumbangan cukup berarti
dalam meningkatkan motivasi kesembuhan pasien penderita kanker. Aspek
dukungan sosial yang berkorelasi cukup berarti dengan motivasi kesembuhan adalah dukungan penghargaan, sedangkan aspek dukungan sosial yang lain
kurang berperan terhadap motivasi kesembuhan. Tingkat religiusitas memberikan peran cukup besar terhadap motivasi kesembuhan pada penderita kanker,
khususnya aspek pengalaman religiusitas menurut dimensi religiusitas Glock Stark.
Dari penelitian-penelitian diatas yang menjelaskan pentingnya religiusitas dan dukungan sosial terhadap penderita yang mengalami penyakit kronis ditengah
permasalahan yang di alami oleh penderita penyakit kronis, penulis merasa tertarik melakukan replika terhadap penelitian-penelitian diatas. Namun disini
penulis akan menggunakan alat uji religiusitas dari Fetzer Institute 1999 dan akan membuktikan apakah benar dukungan sosial dapat berpengaruh cukup baik
terhadap motivasi. Hal ini yang mendasari penulis untuk menggabungkan
beberapa variabel ke dalam satu judul penelitian yaitu : “Pengaruh Dukungan Sosial dan Religiusitas terhadap Motivasi untuk berobat Pada Penderita
Kanker Serviks”. 1.2
Pembatasan dan Perumusan Masalah 1.2.1
Pembatasan masalah
Agar penelitian ini tidak menyimpang dari sasaran yang dikehendaki dan supaya lebih terarah, maka perlu dilakukannya pembatasan masalah.
Adapun pembatasan masalahnya yakni : 1. Dukungan sosial yang dimaksud dalam penelitian ini adalah dukungan
yang dirasakan oleh penderita kanker serviks, dari kebersamaan dengan orang-orang disekitarnya, seperti : keluarga, teman, dokter maupun
perawat yang menangani penderita di Rumah Sakit. 2. Religiusitas yang dimaksud dalam penelitian ini adalah adanya keyakinan
terhadap Tuhan sehingga menimbulkan rasa aman dan tentram jiwa dan juga adanya aturan tentang perilaku hidup manusia agar berperilaku
dengan baik. 3. Motivasi untuk berobat yang dimaksud peneliti adalah suatu usaha yang
didasari untuk mempengaruhi tingkah laku individu agar bergerak hatinya untuk bertindak melakukan sesuatu sehingga mencapai suatu hasil atau
tujuan tertentu guna mempertahankan hidupnya. 4. Penderita kanker serviks yang dimaksud dalam penelitian ini adalah
wanita dewasa madya 30-60 tahun yang mengalami kanker serviks stadium lanjut yang sedang melakukan pengobatan di Rumah Sakit
Kanker Dharmais, Jakarta.
1.2.2 Perumusan masalah
Masalah yang di teliti dirumuskan sebagai berikut : 1. Apakah ada pengaruh dukungan sosial dan religiusitas terhadap motivasi
untuk berobat pada penderita kanker serviks ?
2. Apakah ada pengaruh dukungan emosi terhadap motivasi untuk berobat pada penderita kanker serviks ?
3. Apakah ada pengaruh dukungan penghargaan terhadap motivasi untuk berobat pada penderita kanker serviks ?
4. Apakah ada pengaruh dukungan instrumental terhadap motivasi untuk berobat pada penderita kanker serviks ?
5. Apakah ada pengaruh dukungan informasi terhadap motivasi untuk berobat pada penderita kanker serviks ?
6. Apakah ada pengaruh dukungan jaringan sosial terhadap motivasi untuk berobat pada penderita kanker serviks ?
7. Apakah ada pengaruh dimensi daily spiritual experiences terhadap motivasi untuk berobat pada penderita kanker serviks?
8. Apakah ada pengaruh dimensi value terhadap motivasi untuk berobat pada penderita kanker serviks ?
9. Apakah ada pengaruh dimensi belief terhadap motivasi untuk berobat pada penderita kanker serviks ?
10. Apakah ada pengaruh dimensi forgiveness terhadap motivasi untuk berobat pada penderita kanker serviks ?
11. Apakah ada pengaruh dimensi Private religious practice terhadap motivasi untuk berobat pada penderita kanker serviks ?
12. Apakah ada pengaruh dimensi Religiousspiritual coping terhadap motivasi untuk berobat pada penderita kanker serviks ?
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian