Identifikasi Masalah Tujuan Penelitian Kegunaan Penelitian Kerangka Pemikiran

1.2. Identifikasi Masalah

Sesuai dengan latar belakang di atas, terdapat beberapa masalah yang perlu diteliti, antara lain sebagai berikut : 1. Bagaimana perkembangan harga CPO di pasar Internasional, harga CPO di pasar Domestik, harga TBS di Sumatera Utara? 2. Bagaimana korelasi antara harga CPO Internasional dengan CPO Domestik, harga CPO Internasional dengan harga TBS Sumatera Utara, dan harga CPO Domestik dengan harga TBS Sumatera Utara? 3. Bagaimana Elastisitas Transmisi Harga CPO Domestik terhadap harga TBS di tingkat petani?

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian yang dilakukan, adalah : 1. Untuk mengidentifikasi perkembangan harga CPO di pasar Internasional, harga CPO di pasar Domestik, harga TBS di Sumatera Utara 2. Untuk mengidentifikasi korelasi antara harga CPO Internasional dengan CPO Domestik, harga CPO Internasional dengan harga TBS Sumatera Utara, dan harga CPO Domestik dengan harga TBS Sumatera Utara 3. Untuk mengidentifikasi Elastisitas Transmisi Harga CPO terhadap harga TBS di tingkat petani

1.4. Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Sebagai gambaran dan bahan informasi bagi pengusaha kelapa sawit dalam menjalankan dan mengembangkan usahanya 2. Sebagai bahan masukan dan pertimbangan bagi pemerintah dan lembaga lainnya dalam mengambil keputusan yang berhubungan dengan perkembangan harga kelapa sawit 3. Sebagai bahan referensi dan studi untuk pengembangan ilmu bagi pihak-pihak yang membutuhkan BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

2.1. Tinjauan Pustaka

2.1.1. Penetapan Harga

Pada dasarnya, ada 2 kekuatan besar yang berpengaruh pada pembentukan harga komoditas kelapa sawit, yaitu kekuatan pasar marketing forces dan pengendalian oleh pemerintahkebijakan pemerintah. 1. Kekuatan Pasar Melalui kekuatan pasar, harga di sepanjang rantai supply berpengaruh karena permintaan di industri hulu merupakan turunan permintaan dari permintaan di industri hilir. Harga produk di industri hulu dipengaruhi oleh harga produk di industri hilir atau dengan kata lain harga TBS dipengaruhi oleh harga CPO Chalil dan Zen, 2009. 2. Kebijkan Pemerintah Untuk menghindari pengaruh negatif perubahan dunia, pemerintah mengeluarkan serangkaian kebijakan harga TBS yang diharapkan dapat melindungi petani. Kebijakan pemerintah dalam menentukan harga TBS akan mempengaruhi kemampuan petani kelapa sawit untuk berproduksi. Penetapan Harga Pembelian TBS Kelapa Sawit Produksi Pekebun ditetapkan melalui Surat Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan No. 627Kpts.II1998, dan Peraturan Menteri Pertanian No. 395KptsOT.140112005. Rumus Harga pembelian TBS ditetapkan sebagai berikut: H TBS = K H CPO x R CPO + H IS x R IS dimana: H TBS : Harga TBS acuan yang diterima oleh Petani di tingkat pabrik, dinyatakan dalam Rpkg dan merupakan harga pabrik pengolahan K : Indeks proporsi yang menunjukkan bagian yang diterima oleh petani, dinyatakan dalam persentase dan ditetapkan setiap bulan oleh Gubernur Kepala Daerah Tingkat I berdasarkan Tim Penetapan Harga Pembelian TBS H CPO : Harga rata-rata minyak sawit CPO tertimbang realisasi penjualan ekspor FOB dan lokal masing-masing perusahaan pada bulan sebelumnya, dinyatakan dalam RpKg dan ditetapkan setiap bulan RCPO : Rendemen minyak sawit, dinyatakan dalam persentase dan ditetapkan sebagai Lampiran SK Menbutbun HIS : Harga rata-rata tertimbang minyak inti sawit realisasi penjualan ekspor FOB dan lokal masing-masing perusahaan pada bulan sebelumnya, dinyatakan dalam RpKg dan ditetapkan setiap bulan RIS : Rendemen minyak inti sawit, dinyatakan dalam persentase dan ditetapkan sebagai Lampiran SK Menbutbun Anonymous, 2007. Harga TBS dipengaruhi oleh harga rata-rata tertimbang dari harga CPO Internasional dan harga CPO Domestik, serta faktor lain yang terjadi dilapangan. Mutu dan rendemennya ditentukan oleh jenis bibit, umur tanaman dan mutu panen Bangun, 1989. Baik melalui kekuatan pasar dan kebijakan pemerintah, harga TBS di pengaruhi oleh harga CPO.

2.1.2. Penelitian Terdahulu

Arifandi 2008, menunjukkan bahwa ketika harga CPO Internasional naik sebesar 1 , maka harga CPO Domestik naik sebesar 0,983 , sedangkan harga minyak goreng Domestik naik sebesar 1,016 . Jaldi 2007, menunjukkan bahwa 1 perubahan harga sebesar 1 di tingkat pemasar akan mengakibatkan perubahan harga sebesar -0,34 di tingkat produsen pada kegiatan pemasaran CPO ekspor PTPN IV. Hal ini disebabkan, karena adanya peningkatan input, seperti harga bahan baku TBS, harga solar dan upah tenaga kerja dalam pembuatan CPO dan lemahnya posisi tawar PTPN IV, serta hal-hal yang bersifat politis, yaitu hubungan diplomatik indonesia dengan negara pengimpor CPO. 2 perubahan harga sebesar 1 di tingkat pemasar akan mengakibatkan perubahan harga sebesar 0,59 di tingkat produsen pada kegiatan pemasaran CPO Domestik PTPN IV. Hal ini disebabkan, karena adanya kenaikkan input, seperti bahan baku TBS, harga solar pabrik dan upah tenaga kerja dalam pembuatan CPO dan lemahnya posisi tawar PTPN IV. 2.2. Landasan Teori 2.2.1 Supply Chain Konsep supply chain rantai penawaran merupakan konsep baru dalam melihat persoalan logistik. Konsep lama melihat logistik sebagai persoalan intern masing-masing perusahaan dan pemecahannya dititik beratkan pada pemecahan secara intern di perusahaan masing-masing. Dalam konsep baru ini, masalah logistik dilihat sebagai masalah yang lebih luas dan terbentang sangat panjang mulai dari bahan baku sampai produk jadi yang digunakan oleh konsumen akhir Konsep rantai penawaran yang relatif baru sebetulnya tidak sepenuhnya baru karena konsep tersebut merupakan perpanjangan dari konsep logistik. Hanya manajemen logistik lebih terfokus pada pengaturan aliran di dalam suatu perusahaan, sedangkan manajemen rantai penawaran menganggap bahwa integrasi dalam suatu perusahaan tidaklah cukup. Integrasi harus dicapai untuk seluruh mata rantai pengadaan barang, mulai dari yang paling hulu sampai dengan yang paling hilir. Oleh karena itu, rantai penawaran terfokus pada pengaturan aliran barang antar perusahaan yang terkait, dari hulu sampai hilir bahkan sampai pada konsumen terakhir Isnanto, 2009.

2.2.2. Rantai Pemasaran

Kohl dan Uhl 1980 mendefinisikan pemasaran sebagai tampilan aktivitas bisnis yang terlibat dalam arus barang dan jasa dari pintu gerbang usahatani sampai ke tangan konsumen. Menurut Saefuddin 1982 bahwa pemasaran merupakan aktivitas yang berkaitan dengan bergeraknya barang dan jasa dari produsen ke konsumen. Berd as arkan definisi tersebut, maka tujuan dari pada pemasaran adalah agar barang dan atau jasa yang dihasilkan oleh petani maupun perusahaan sebagai produsen sampai ke konsumen. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan agar barang dan jasa dapat berpindah dari sektor produksi ke sektor konsumsi disebut sebagai fungsi pemasaran. Rantai pemasaran yang semakin panjang yang memungkinkan terjadinya akumulasi bias transmisi harga yang semakin besar. Rantai pemasaran yang semakin panjang antara lain dapat disebabkan oleh jarak pemasaran yang semakin jauh antara daerah produsen dan daerah konsumen. Jarak pemasaran yang lebih jauh dapat terjadi karena produksi komoditas terkonsentrasi di daerah-daerah tertentu sedangkan daerah konsumennya relatif tersebar dalam lingkup wilayah yang lebih luas Nasruddin, 2002.

2.2.3. Integrasi Pasar

Integrasi pasar merupakan suatu indikator dari efisiensi pemasaran, khususnya efisiensi harga yaitu suatu ukuran yang menunjukkan seberapa jauh perubahan harga yang terjadi pada pasar acuan pasar di tingkat pedagang pengecer, Pr akan menyebabkan terjadi perubahan pada pasar pengikutnya pasar di tingkat petani, Pf Nasruddin, 2002. Integrasi pasar tergolong menjadi 2, yaitu yang meliputi integrasi vertikal dan integrasi horizontal. Integrasi vertikal merupakan penggabungan proses dan fungsi dua atau lebih lembaga pemasaran pada tahap distribusi ke dalam satu sistem manajemen. Sedangkan integrasi horizontal adalah penggabungan dua atau lebih lembaga pemasaran yang melakukan fungsi yang sama pada tahap distribusi yang sama pula ke dalam satu sistem manajemen. Dua pasar dikatakan terintegrasi secara vertikal apabila perubahan harga dari salah satu pasar disalurkan atau di transmisikan ke pasar lain. Hal tersebut sesuai dengan struktur pasar persaingan sempurna, dimana perubahan harga acuan diteruskan secara sempurna ke pasar pengikut tingkat petani. Dengan demikian, integrasi vertikal dapat digunakan sebagai indikator. Sedangkan integrasi pasar secara horizontal digunakan untuk melihat apakah mekanisme harga berjalan secara serentak atau tidak Kusnadi dkk, 2009.

2.2.4. Law Of One Price

Law of one price mengungkapkan bahwa pada pasar persaingan yang bebas biaya transportasi dan hambatan perdagangan resmi seperti tarif, komoditi yang identik yang dijual di negara yang berbeda harus dijual dengan harga yang sama jika harga barang tersebut dikonversikan ke dalam mata uang yang sama Kougmen dan Obstfeld, 2000. Contoh : Harga sepotong roti di amerika adalah US1 apabila nilai tukar Rp terhadap US yang berlaku saat ini adalah Rp 8000US, menurut asumsi the asumsi The Law of One Price, harga sepotong roti di Indinesia harus Rp 8000US. Jadi,dimana pun kita membeli roti, apakah itu di Amerika atau di Indonesia, harganya adalah sama, sesuai dengan perbandingan tingkat nilai tukar yang berlaku antar kedua negara tersebut Frensidy, 2008.

2.2.5. Elastisitas Transmisi Harga

Elastisitas transmisi harga merupakan perbandingan perubahan persentase dari harga di tingkat pengecer pemasarkonsumen Y dengan perubahan harga di tingkat petaniprodusen X, yang bertujuan untuk mengetahui melihat berapa besar perubahan harga di pasar pengecer pemasarkonsumen Y akibat terjadinya perubahan harga sebesar satu satuan unit di pasar petaniprodusen X. Dari perubahanhubungan tersebut secara tidak langsung dapat diperkirakan tingkat keefektifan suatu informasi pasar, bentuk pasar dan efektifan sistem pemasaran. Apabila elastisitas transmisi harga lebih kecil dari satu Et 1 dapat diartikan bahwa perubahan harga sebesar 1 di tingkat pengecer akan mengakibatkan perubahan harga kurang dari 1 di tingkat petani dan bentuk pasar mengarah ke Monopsoni. Apabila elastisitas transmisi harga sama dengan satu Et = 1, maka perubahan harga sebesar 1 di tingkat pengecer akan mengakibatkan perubahan harga sebesar 1 di tingkat petani dan merupakan pasar persaingan sempurna. Apabila elastisitas transmisi harga lebih besar dari satu Et 1, maka perubahan harga sebesar 1 di tingkat pengecer akan mengakibatkan perubahan harga lebih besar dari 1 di tingkat petani dan bentuk pasarnya mengarah ke Monopoli. Rumus elastisitas transmisi harga sebagai berikut : ∆Y X Et = x ∆X Y Dimana : Et = Elastisitas Transmisi Harga ∆Y = Perubahan Harga di tingkat pengecer ∆Rp∆Kg ∆X = Perubahan Harga di tingkat petani ∆Rp∆Kg X = Harga di tingkat petani RpKg Y = Harga di tingkat pengecer RpKg Sudiyono, 2004 Elastisitas transmisi harga umumnya bernilai lebih kecil satu. Apabila nilai Et suatu pasar lebih tinggi dari pasar yang lain, berarti pasar tersebut lebih efisiensi karena perubahan harga fluktuasi di tingkat produsen ditransmisikan dengan lebih sempurna ke konsumen Silitonga, 1999.

2.3. Kerangka Pemikiran

Kelapa sawit adalah penghasil minyak nabati kelapa sawit yang disebut dengan CPO Crude Palm Oil. CPO merupakan hasil olahan dari TBS Tandan Buah Segar, yang dimana CPO dan TBS mempunyai nilai yang disebut dengan harga. Dalam kaitannya dengan pemasaran, harga ini di indikasikan mengalami perubahan harga. Suatu pasar dapat dikatakan sempurna dilihat dari integrasi pasar dan elastisitas transmisi harga yang terjadi. Dimana integrasi harga dikatakan sempurna, jika pembentukan harga ditingkat petani dengan ditingkat PKS bernilai sama dengan satu. Sama halnya dengan elastisitas transmisi harga CPO Domestik terhadap TBS di tingkat petani yang mengacu pada harga CPO Internasional bernilai sama dengan satu. Ini di karenakan harga CPO Domestik di pengaruhi oleh harga internasional, dimana ketika harga CPO Internasional mengalami peningkatan harga jual, maka harga CPO Domestik akan mengalami peningkatan harga jual pula sesuai dengan harga dalam satu mata uang kurs. Jika ini berjalan dengan baik, maka akan terbentuk keadaan harga yang seimbang, sehingga elastisitas transmisi harga CPO Domestik terhadap harga TBS ditransmisikan dengan sempurna. Apabila hukum ini tidak berjalan baik, maka elastisitas transmisi harga yang terjadi tidak ditransmisikan dengan sempurna dan akan mengakibat dampak pada harga TBS yang diterima oleh petani kelapa sawit. Harga TBS Petani Kelapa Sawit Keterangan : : Dampak : Transmisi Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran Harga CPO Internasional Harga CPO Domestik Harga TBS Sumatera Utara Harga CPO Internasional

2.4. Hipotesis