Latar Belakang Analisis Elastisitas Transmisi Harga CPO (Crude Palm Oil) Domestik Terhadap Harga TBS (Tandan Buah Segar) Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pengembangan perkebunan kelapa sawit rakyat di Indonesia secara fisik terkesan menunjukkan adanya kemajuan yang menggembirakan. Luas areal, produksi, dan ekspor meningkat secara konsisten dari tahun ke tahun. Namun dibalik kisah sukses tersebut terdapat permasalahan yang cukup mendasar, yaitu tingkat harga Tandan Buah Segar TBS kelapa sawit yang masih belum memuaskan petani. Permasalahan ini tentunya bermuara pada rendahnya pendapatan yang diterima petani Drajat, 2004. Menurut Ketua Tim Pelaksana rapat penetapan harga, Ir. Feri Hc, Msi., yang juga Kasubdin Pengelolaan dan Pemasaran Hasil Dinas Perkebunan Provinsi Riau dalam pidatonya mengatakan, bahwa kenaikan harga TBS diduga dipengaruhi oleh kenaikan harga CPO di pasar dunia. Dan sebaliknya penurunan harga TBS juga dipengaruhi penurunan harga CPO di pasar dunia Anonymous, 2008 1 Seperti yang terjadi di tahun 2007, dimana ekspor yang menjadi andalan Indonesia adalah produk minyak sawit. karena harga minyak sawit terus meningkat sejak mengalami titik terendah pada tahun 2001 pada kisaran harga US200 per ton. Pada tahun 2006 terjadi peningkatan harga yang tajam dari tingkat US400 per ton menjadi US900 per ton di akhir tahun 2007. Peningkatan harga CPO ini juga mendongkrak TBS. Hal ini membuat petani kelapa sawit memeperoleh manfaat dari penjualan buah sawit dan dapat meningkatkan kesejahteraan petani kelapa sawit Arianto,2008. Tetapi disaat harga sawit dipasaran internasional melambung tinggi, petani tidak mendapatkan peningkatan keuntungan yang sebanding. Sebagai contoh, pada bulan Juni 2008 lalu, ketika harga CPO mencapai US1100ton, harga TBS menurut para petani sawit di Sumatera Utara hanya berkisar Rp900 hingga Rp1.190 per kilogram. Sebaliknya, ketika harga CPO merosot tajam, petani langsung terkena imbas kerugian yang cukup besar. Tidak berselang lama setelah terjadi peningkatan harga CPO, kini harga CPO anjlok menjadi 498 USton dan petani hanya mendapatkan harga TBS sekitar Rp150 - Rp250Kg Anonymous, 2008 2 Di sisi lain struktur pasar internasional komoditi ini merupakan pasar yang bersaing, dimana jumlah pembeli dan penjual di pasar tersebut banyak. Dengan struktur bersaing ini, indonesia sebagai negara penerima harga. Sebaliknya, struktur pasar domestik cenderung bersifat Monopolistik, dimana satu pembeli berhadapan dengan penjual yang relatif banyak. Satu pengekspor menghadapi beberapa pedagang, satu pedagang menghadapi beberapa pedagang kecil. Satu pedagang kecil menghadapi beberapa petani. Pembeli berperan sebagai penentu harga dan penjual sebagai penerima harga Ambar dkk, 2007. Hal Ini juga menunjukkan indikasi adanya pengaruh yang tidak proporsional antara harga CPO Domestik terhadap perubahan harga TBS yang diterima oleh petani. ketika harga CPO Domestik mengalami pelonjakkan, petani hampir tidak menikmati keuntungan dari melonjaknya harga CPO tersebut tetapi ketika harga CPO Domestik turun, petani langsung terkena imbas kerugiannya. Kebun-kebun sawit yang dikelola oleh rakyat hanya mampu untuk menjual sawit dalam bentuk TBS saja, yang harganya lebih sering dikendalikan oleh pihak pedagang, karena tidak ada peraturan mengenai harga pembelian minimum harga dasar untuk TBS sawit Anonymous, 2008 3 . Dengan demikian transmisi harga CPO Domestik dengan harga TBS diduga tidak berjalan dengan baik. Agar diperoleh gambaran yang lebih jelas, penulis mencoba melihat perbandingan perubahan harga CPO Domestik terhadap Harga TBS Sumatera Utara.

1.2. Identifikasi Masalah