Gambar 11. Kadar Amonia Selama Penelitian
Kadar amonia berdinamika
seiring dengan bertambahnya masa
pemeliharaan ikan. Dalam air, amoniak membentuk kesetimbangan antara bentuk toksik NH
3
dan ion amonium non toksik NH
4 +
yang masih dapat dimanfaatkan dalam pertumbuhan fitoplankton. Hubungan kadar amonia dengan kelimpahan
fitoplankton menunjukkan hubungan yang lemah dengan nilai korelasi r 0,337 Lampiran 6. Kadar amonia dalam kolam mempengaruhi pertumbuhan
fitoplankton. Sesuai dengan penelitian Rika 2011 bahwa amoniak dalam air akan mengakibatkan kandungan oksigen menurun, yang menyebabkan biota air
fitoplankton kekurangan oksigen dan mati.
4.4.5. Nitrat
Kadar nitrat selama penelitian berkisar 2,333-73,858 mgl Gambar 13. Kadar nitrat berfluktuasi dari minggu pertama hingga minggu ke-6. Kadar nitrat
tertinggi pada minggu ke-5 pada kolam perlakuan B dan kadar nitrat terendah selain pada minggu ke-0 adalah minggu ke-4 sebesar pada 6,334. Kadar nitrat
0,2742 12,9027
8,4418 5,1890
4,2906 8,7825
12,1283
0,4136 17,5805
10,7962 6,5830
4,5384 8,1320
10,3934
0,0000 2,0000
4,0000 6,0000
8,0000 10,0000
12,0000 14,0000
16,0000 18,0000
20,0000
1 2
3 4
5 6
m g
L
Minggu ke-
Perlakuan A Perlakuan B
pada minggu ke-4 terjadi penurunan dari minggu sebelumnya. Hal ini dikarenakan banyaknya nitrat digunakan fitoplankton untuk pertumbuhannya dilihat dari
Gambar. 6 kadar klorofil yang menunjukkan kenaikan kadar klorofil perlakuan A pada minggu ke-4 . Kadar nitrat berhubungan dengan fosfat dalam pertumbuhan
fitoplankton. Dalam penelitian Yuliana 2007 yang menyatakan bahwa kadar nitrat 0,11-0,54 mgl dan fosfat 0,13-0,22 mgl masih dapat menopang kehidupan
fitoplankton.
Gambar 12. Kadar Nitrat Selama Penelitian
Tinggi rendahnya rata-rata kadar nitrat berkaitan dengan kadar klorofil yang terdapat di dalam kolam penelitian. Nitrat dan fosfat menjadi nutrisi yang
berperan penting dalam pertumbuhan fitoplankton. Fitoplankton mengkonsumsi nitrogen dalam banyak bentuk, seperti nitrogen dari nitrat, ammonia, urea, asam
amino. Nitrat lebih banyak didapati di dasar yang banyak mengandung unsur organik. Nitrat bisa diperoleh dari siklus nitrogen dan proses nitrifikasi oleh
2,2326 14,4977
19,3901 33,4149
19,3901 57,8767
62,7691
2,4282 9,9315
22,9778 29,1748
6,3438 73,8584
64,0737
0,0000 10,0000
20,0000 30,0000
40,0000 50,0000
60,0000 70,0000
80,0000
1 2
3 4
5 6
m g
L
Minggu ke-
Perlakuan A Perlakuan B
bakteri autotrof yaitu pengubahan amoniak-nitrit-nitrat. Nitrat tersebut dibutuhkan dalam proses pertumbuhan fitoplankton.
Hasil analisis korelasi pada perlakuan B menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang lemah antara kadar nitrat dengan kadar klorofil, yang dapat dilihat
dari nilai korelasi r sebesar 0,157 Lampiran 6. Meski berhubungan lemah nitrat merupakan nutrisi penting untuk pertumbuhan klorofil. Menurut Raymont 1980
ada jenis plankton yang lebih dahulu menggunakan nitrat untuk pertumbuhannya.
4.4.6. Volatile Suspended Solid
Volatile Suspended Solid VSS merupakan salah satu parameter populasi bakteri. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata VSS tiap minggunya pada
masing-masing perlakuan menunjukkan nilai dibawah 1 mgl, hanya pada minggu ke-2 pada kolam perlakuan A rata-rata VSS mencapai 2,051 mgl Gambar 13.
Tingginya nilai VSS dapat mempengaruhi kadar fosfat dalam perairan. Hal ini didukung pendapat Effendi 2003 yang menyatakan bahwa perubahan polifosfat
menjadi ortofosfat pada air limbah yang mengadung bakteri berlangsung lebih cepat dibandingkan dengan perubahan yang terjadi pada air bersih.
Populasi bakteri cenderung meningkat menjelang akhir penelitian. Hasil analisis statistik menunjukkan korelasi yang lemah dengan nilai r sebesar 0,317
Lampiran 6. Bakteri heterotrof dan fitoplankton merupakan organisme penyusun pada perairan yang memanfaatkan kandungan bahan organik, hal tersebut
menyebabkan adanya persaingan dalam pemanfaatan bahan organik. Verschure et
al. 2004 menyatakan bahwa bakteri heterotrof berkompetisi untuk mendapatkan karbon dan sumber energi.
Gambar 13. Nilai VSS Selama Penelitian
Nilai VSS pada perlakuan A lebih besar dibandingkan dengan perlakuan B. Hal tersebut dikarenakan pada kolam perlakuan A tidak ada ikan nila sebagai
biofilter feeder pemakan bakteri. Pemanfaatan ikan nila sebagai pemakan bakteri sesuai dengan pernyataan Schroeder 1978 yang menyatakan bahwa kumpulan
mikroba merupakan jejaring makanan heterotrofik dan tersambung dengan tingkat trofik yang lebih tinggi yang dimanfaatkan sebagai sumber pakan langsung bagi
spesies yang dibudidayakan dengan demikian secara keseluruhan akan
meningkatkan efisiensi transfer energi.
0,032 0,115
2,051
0,303 0,060
0,519 0,929
0,074 0,139
0,624 0,349
0,067 0,455
0,742 0,000
0,500 1,000
1,500 2,000
2,500
1 2
3 4
5 6
m g
L
Minggu ke-
Perlakuan A Perlakuan B