perut 5-6, sirip dubur 50-60 dan jumlah sungut 4 pasang. Sirip dada dilengkapi sepasang duri tajampatil yang memiliki panjang maksimum mencapai 400 mm.
Ukuran matanya sekitar 18 panjang kepalanya. Giginya berbentuk villiform dan menempel pada rahang. Secara alami ikan lele bersifat nocturnal, artinya aktif
pada malam hari atau lebih menyukai tempat yang gelap, tetapi dalam usaha budidaya ikan lele dibuat beradaptasi menjadi diurnal. Ikan lele bersifat
omnivora cenderung karnivora Suyanto, 2006.
Tabel 1. Kisaran kualitas air budidaya ikan lele Khairuman et al., 2002
Parameter Kualitas Air Kisaran
Amoniak NH
3
0,05 ppm pH
6,5-8 Suhu
20 – 30 ⁰C Optimal 27 ⁰C
Oksigen terlarut O
2
3 ppm
2.2. Ikan Nila Oreochromis niloticus
Ikan nila berasal dari sungai Nil. Bibit ikan didatangkan ke Indonesia secara resmi oleh Balai Penelitian Perikanan Air Tawar pada tahun 1969. Setelah
melalui masa penelitian dan adaptasi, barulah ikan nila disebarluaskan di seluruh Indonesia. Nila adalah nama khas Indonesia yang diberikan oleh Pemerintah
melalui Direktur Jenderal Perikanan Rukmana, 1997. Ikan nila memiliki bentuk tubuh streamline Gambar 2. Bentuk mulutnya
biasa dan letaknya berada di ujung terminal. Sirip punggung dengan 16-17 sirip tajam dengan 11-15 jari-jari sirip lunak dan sirip dubur dengan 3 sirip dengan 8-
11 jari-jari. Tubuhnya berwarna kehitaman atau keabuan, dengan beberapa garis
gelap melintang belang. Ekornya memiliki jari-jari 7-12 buah. Sirip ekornya homoserkal dan sisiknya berjenis stenoid Suyanto, 2006.
Gambar 2. Ikan Nila Oreochromis niloticus Foto: Muhib 2011
Ikan nila memiliki kemampuan menyesuaikan diri yang baik dengan lingkungan sekitarnya. Sehingga dapat dipelihara di dataran rendah berair payau
maupun dataran yang tinggi dengan suhu yang rendah. Ikan nila dapat hidup pada suhu 14 – 38
o
C dan suhu terbaik 20 – 30
o
C. Ikan nila termasuk omnivora atau pemakan segala, baik tumbuhan maupun hewan. Kebiasaan itu bergantung
pada umurnya. Pada saat larva ikan nila menyukai fitoplankton. Namun pada saat benih menyukai zooplankton, seperti Daphnia sp, dan Moina sp. Setelah
dewasa menyukai cacing, seperti cacing darah dan tubifex. Menurut kebiasaan tempat makan, ikan nila termasuk jenis floating feeder yaitu pemakan di
permukaan air, terkadang juga bersifat bottom feeder yaitu pemakan di dasar perairan. Ikan nila termasuk ikan yang aktif, bergerak cepat ketika diberi pakan
tambahan Suyanto, 2006. Ikan nila merupakan spesies akuakultur yang cukup menarik karena
pertumbuhannya cepat sehingga dapat digunakan sebagai filter feeder,
1 2
3 4
5
reproduksinya cepat dan mampu menstabilkan kelimpahan fitoplankton. Ikan nila mampu memfilter bakteri berukuran 1 µm dan fitoplankton berdiameter 5
µm Turker et al., 2003.
2.3. Padat Penebaran
Padat penebaran ikan adalah jumlah ikan atau biomassa yang ditebar persatuan luas atau volum wadah pemeliharaan ikan. Padat penebaran erat sekali
kaitannya dengan produksi dan pertumbuhan ikan. Padat penebaran yang tinggi berpengaruh terhadap kegiatan ikan budidaya yaitu kelangsungan hidup,
pertumbuhan dan kesehatan ikan. Peningkatan padat penebaran dapat dilakukan dengan melakukan pengawasan terhadap empat faktor utama lingkungan, yaitu
pengawasan suhu, pemberian pakan, suplai oksigen, dan pembersihan limbah metabolisme. Pengawasan terhadap empat faktor tersebut memungkinkan untuk
meningkatkan padat
penebaran ikan
tanpa harus
mengurangi laju
pertumbuhannya Hepher dan Prugnin, 1984. Langkah awal yang penting dalam usaha pemeliharaan ikan yaitu
pengaturan padat penebaran. Pengaturan padat penebaran pada suatu sistem lokasi budidaya ikan bertujuan untuk menentukan secara tepat jumlah ikan
optimal yang ditebarkan pada suatu perairan sehingga dapat menghasilkan produksi yang baik secara kualitas dan kuantitas. Padat penebaran yang terlalu
tinggi akan mengakibatkan berkurangnya oksigen terlarut di dalam air dan secara tidak langsung akan mempengaruhi nafsu makan dan pada akhirnya akan
berpengaruh terhadap pertumbuhan ikan. Semakin tinggi tingkat kepadatan ikan
dapat menyebabkan semakin banyak masalah yang timbul, seperti serangan penyakit, memburuknya kualitas air serta terjadinya kompetisi dalam mengambil
pakan Stickney, 1979.
2.4. Kelangsungan Hidup Ikan
Kelangsungan hidup yang biasa disebut Survival rate SR adalah perbandingan antara jumlah individu yang hidup pada akhir pemeliharaan
dengan jumlah individu yang hidup pada awal pemeliharaan. Kelangsungan hidup merupakan peluang hidup dalam suatu saat tertentu. Kelangsungan hidup
ikan dipengaruhi oleh faktor biotik dan abiotik. Faktor biotik yang mempengaruhi yaitu kompetitor, parasit, umur, predasi, kepadatan populasi,
kemampuan adaptasi dari hewan dan penanganan manusia. Faktor abiotik yang berpengaruh antara lain yaitu sifat fisika dan sifat kimia dari suatu lingkungan
perairan. Jumlah waktu pemberian pakan dan pemberian shelter pada kolam pemeliharaan akan mempengaruhi kelangsungan hidup ikan karena dapat
mengurangi mortalitas Effendi, 2003. Pertumbuhan ikan yang baik akan meningkatkan produksi dari usaha
budidaya. Besarnya produksi bergantung pada tingkat pertumbuhan dan kelangsungan hidup ikan yang dibudidayakan. Semakin besar jumlah ikan yang
hidup dan semakin besar ukuran bobot individunya maka akan semakin tinggi hasil produksi Wahyudi, 2006. Padat penebaran yang tinggi berpengaruh
terhadap kegiatan ikan budidaya yaitu kelangsungan hidup, pertumbuhan dan kesehatan ikan Kordi dan Tancung, 2007.