29
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Kadar Fosfat
Berdasarkan  hasil  pengukuran  kadar  fosfat  selama  penelitian  diperoleh rata-rata kadar fosfat pada perlakuan A ikan lele dan perlakuan B ikan lele dan
ikan  nila berkisar  antara  0,131-4,937  mgl.  Pada  minggu ke-1  rata-rata  kadar fosfat perlakuan A sebesar 2,06 mgl lebih rendah dibandingkan pada perlakuan B
sebesar 4,07 mgl. Minggu ke-2 penelitian kadar fosfat setiap perlakuan menurun yaitu  sebesar  2 mgl pada  perlakuan  A  dan  2,33 mgl pada  perlakuan  B.  Pada
minggu  ke-3  kadar  fosfat  setiap  perlakuan  meningkat  dengan  rata-rata  sebesar 3,80 mgl pada  perlakuan  A  dan  lebih  rendah  dibandingkan  pada  perlakuan  B
sebesar 4,93 mgl. Pada minggu ke-4 sampai ke-6 penelitian rata-rata kadar fosfat perlakuan  A  menurun  sebesar  2,618  mgl  dan  kembali  meningkat  di  akhir
penelitian  4,236  mgl,  sedangkan  rata-rata  kadar  fosfat  pada  perlakuan  B cenderung konstan yaitu sebesar 2,6 mgl.
Gambar 5. Kadar Fosfat Selama Penelitian
0,131 2,060
2,006 3,804
3,948 2,618
4,236
0,150 4,074
2,330 4,937
2,618 2,582 2,636
0,000 1,000
2,000 3,000
4,000 5,000
6,000
1 2
3 4
5 6
m g
L
Minggu ke-
perlakuan A perlakuan B
Hasil  penelitian  menunjukkan  adanya  dinamika  kadar  fosfat  pada  setiap perlakuan.  Selama  penelitian  terjadi  kenaikan  dan  penurunan  kadar  fosfat  pada
setiap minggunya.  Kadar  fosfat  pada  perlakuan  A  meningkat  di  tiap  minggunya hanya pada minggu ke-5 kadar fosfat menurun. Kadar fosfat di perlakuan B pada
minggu ke-1 sampai ke-4 berdinamika, sedangkan pada minggu ke-4 sampai ke-6 kadar fosfat cenderung stabil Gambar 5.
Penebaran  ikan  nila  pada  perlakuan  B  dapat  mempengaruhi  dinamika kadar fosfat. Tingginya kadar fosfat pada perlakuan B dipengaruhi oleh akumulasi
sisa  pakan  yang  tidak  termakan  dan  feses  ikan  lele  dan  ikan  nila  dari  jumlah penebaran  1000  ekor  ikan  lelekolam  dan  750  ekor  ikan  nila.  Kadar  fosfat  yang
tinggi  berkaitan  dengan  proses  fotoautotrofik  dimana  terjadi  siklus  fosfat  yaitu polifosfat  harus  mengalami  hidrolisis  membentuk  ortofosfat.
Ortofosfat merupakan bentuk fosfor yang dapat dimanfaatkan oleh fitoplankton dalam proses
fotoautotrofik.  Semakin tingginya  proses  fotoautotrofik  semakin  tinggi
kelimpahan fitoplankton. Selanjutnya terjadi pemangsaan kelimpahan fitoplankton tersebut  oleh  ikan  nila,  menghasilkan  feses  dan  seterusnya  siklus  fosfat  tersebut
terjadi. Hal  ini  didukung  oleh  pendapat  Henderson  dan  Markland  1987 yang menyatakan  bahwa  kandungan  fosfor    0,010  mgl dalam  air  akan  merangsang
fitoplankton untuk tumbuh dan berkembang biak dengan pesat. Hal ini didukung juga  oleh  pendapat  Henderson  dan  Markland  1987 yang  menyatakan  bahwa
kandungan  fosfor    0,010  mgl dalam  air  akan  merangsang  fitoplankton  untuk tumbuh dan berkembang biak dengan pesat.