xxxiii c. Obyektif dalam penawaran jasa,
d. Menjaga kerahasiaan klien, dan e. Disiplin terhadap anggota yang tidak diberhentikan tugasnya menurut
harapan publik. Mulyadi 2002:19 mendefinisikan akuntan publik yaitu akuntan
profesional yang menjual jasanya kepada masyarakat, terutama dalam bidang pemeriksaan terhadap laporan keuangan yang dibuat oleh kliennya
dan juga menjual jasanya sebagai konsultan pajak, konsultasi dibidang manajemen, penyusunan sistem akuntansi serta penyusunan laporan
keuangan. Dari pemaparan mengenai definisi profesi akuntan publik,
sehingga profesi akuntan publik dapat didefinisikan sebagai akuntan publik yang berhimpun dalam suatu organisasi resmi yang memiliki
keahlian bidang ilmu yang ditekuninya, memiliki kode etik sebagai pedoman dalam menjual jasanya, dan keahliannya itu dibutuhkan
masyarakat.
B. Integritas dan Obyektivitas
1. Pengertian Integritas dan Obyektivitas
Integritas dan obyektivitas sangat penting dalam kehidupan profesional seorang akuntan yang berpraktik sebagai auditor, disamping
integritas dan obyektivitas sangat dibutuhkan pula independensi Mulyadi Kanaka Puradiredja, 1998:48. Adapun definisi integritas berarti tidak
xxxiv memihak dalam semua jasa. Definisi integritas dan obyektivitas menurut
Elder, Beasley dan Arens 2008:93 adalah: “Integrity and Objectivity in the performance of any professional service,
a member shall maintain objectivity and integrity, shall be free of conflicts of interest, and shall not knowingly miss present fact or subordinate his or
her judgment to others ” AICPA Rules of Conduct – 102, Elder, Beasley
Arens, 2008:93. Dalam kinerja pemberian jasa profesional anggotanya harus
menjaga obyektivitas dan integritas, harus bebas dari konflik kepentingan dan mengabaikan fakta-fakta yang tidak benar maupun tidak memaksakan
pendapat pribadinya kepada pihak lain. Berdasarkan Pernyataan Etika Profesi Nomor: 1 dari Integritas,
Obyektivitas dan Independensi Mulyadi dan Kanaka Puradiredja, 1998:346 bahwa untuk anggota yang bekerja sebagai auditor, disamping
integritas dan obyektivitas sangat dibutuhkan independensi. Integritas adalah unsur karakter yang mendasar bagi pengakuan profesional, yang
merupakan kualitas yang menjadikan timbulnya kepercayaan masyarakat, sehingga mengharuskan auditor untuk bersikap jujur dan terus terang
dalam batasan kerahasiaan. Obyektivitas menetapkan suatu kewajiban bagi auditor untuk tidak memihak, jujur secara intelektual dan bebas dari
konflik kepentingan. Independensi adalah sikap yang diharapkan dari seorang akuntan publik untuk tidak mempunyai kepentingan pribadi
dalam pelaksanaan tugasnya, yang bertentangan dengan prinsip integritas dan obyektivitas. Setiap akuntan harus memelihara integritas dan
xxxv obyektivitas dalam tugas profesionalnya dan harus independen dari semua
kepentingan yang tidak layak. Wurangian 2005:395 mendefinisikan integritas yaitu sebagai
suatu elemen karakter yang mendasari pengakuan profesional. Integritas mengharuskan seorang anggota untuk bersikap jujur dan berterus terang
tanpa harus mengorbankan rahasia penerima jasa sehingga laporan yang disajikan itu dapat menjelaskan suatu kebenaran akan fakta, karena dengan
cara itulah maka masyarakat dapat mengakui profesionalisme seorang akuntan. Pelayanan dan kepercayaan publik tidak boleh dikalahkan oleh
keuntungan pribadi. Louwers et al 2007:36 menjelaskan bahwa terdapat tiga standar umum yang berhubungan dengan integritas personal dan
auditor yang memenuhi kualifikasi professional yakni kompetensi, independensi dan due professional care.
Adapun Boynton dan Raymond 2006:108 mendefinisikan integritas adalah:
“Integrity is a personal characteristic that is indispensable in a CPA” Dengan kata lain, integritas merupakan karakteristik personal yang sangat
diperlukan bagi akuntan publik. Integritas dapat diukur dengan jujur dan adil.
Menurut Mulyadi dan Kanaka Puradiredja 1998:48 integritas adalah unsur karakter yang menunjukkan kemampuan seseorang untuk
mewujudkan apa yang telah disanggupinya dan diyakini kebenarannya ke dalam kenyataan. Obyektivitas adalah unsur karakter yang menunjukkan
xxxvi kemampuan seseorang untuk menyatakan kenyataan sebagaimana adanya,
terlepas dari kepentingan pribadi maupun kepentingan pihak lain Mulyadi dan Kanaka Puradiredja, 1998:48. Obyektivitas berarti kejujuran dalam
diri profesional dalam mempertimbangkan fakta, terlepas dari kepentingan pribadi yang melekat pada fakta yang dihadapinya. Independensi berarti
bebas dari pengaruh, tidak dikendalikan oleh pihak lain, tidak tergantung pada orang lain. Dari definisi independensi dan obyektivitas ini dapat
diambil kesimpulan bahwa independensi lebih banyak ditentukan oleh faktor dari luar diri auditor, sedangkan obyektivitas lebih banyak
bersumber dalam diri auditor sendiri. Auditor yang independen adalah auditor yang tidak terpengaruh
dan tidak dipengaruhi oleh berbagai kekuatan yang berasal dari luar auditor dalam mempertimbangkan fakta yang dijumpainya dalam audit.
Auditor yang obyektif adalah yang secara jujur mempertimbangkan fakta seperti apa adanya, dan memberikan pendapat berdasarkan fakta seperti
apa adanya tersebut. Auditor yang integritas adalah auditor yang memiliki kemampuan untuk mewujudkan apa yang telah diyakini kebenarannya
tersebut kedalam kenyataan Mulyadi dan Kanaka Puradiredja, 1998:48. Setiap anggota profesi harus melaksanakan semua tanggung jawab
profesi dengan rasa integritas yang tinggi untuk menjaga dan meningkatkan kepercayaan publik. Oleh karena itu, setiap anggota profesi
harus jujur dan berpendirian teguh Halim, 2001:18. Obyektivitas didefinisikan oleh Halim 2001:18 adalah suatu bentuk pikiran seseorang.
xxxvii Seseorang dikatakan obyektif apabila ia selalu mengungkapkan fakta
secara apa adanya. Disamping obyektif, setiap auditor juga harus independen. Independen berarti bebas dari pengaruh, tidak dikendalikan
oleh pihak lain, dan tidak tergantung kepada pihak lain. Auditor independen tidak boleh dikendalikan ataupun dipengaruhi klien meskipun
ia dibayar oleh klien. Integritas merupakan kualitas yang menjadikan timbulnya
kepercayaan masyarakat dan tatanan nilai tertinggi bagi anggota profesi dalam menguji semua keputusannya Hendarjatno dan Budi Rahardja,
2003:117. Integritas mengharuskan auditor dalam berbagai hal, jujur dan berterus terang dalam batasan kerahasiaan obyek pemeriksaan.
Hendarjatno dan Budi Rahardja 2003:118 menyatakan bahwa hal-hal berikut ini berhubungan dengan sikap-sikap yang menjadi elemen
integritas menurut pandangan umum, bahwa seorang akuntan publik: a. Harus memegang teguh prinsip,
b. Berperilaku terhormat yaitu dengan menghindarkan diri dari segala kecurangan dan praktek-praktek yang melanggar peraturan dan kode
etik yang berlaku, c. Jujur,
d. Memiliki keberanian untuk melakukan pengungkapan dan mengambil tindakan yang diperlukan,
e. Melakukan tindakan berdasarkan pada keyakinan akan keilmuannya yang tidak ceroboh, dan
xxxviii f. Tidak bertindak dengan menuruti hawa nafsunya atau membenarkan
filosofi tanpa memperhatikan prinsip dan peraturan yang berlaku. Menurut Standar Kode Etik Akuntan Manajemen dari The
National Association of Accountants Harahap, 1991:82, akuntan
manajemen mempunyai tanggung jawab integritas untuk: a. Menjauhi konflik kepentingan baik yang nyata maupun yang potensial
dan menasehati seluruh pihak yang memiliki konflik potensial agar tidak terjadi konflik nyata,
b. Menjauhkan diri dari pengawasan dalam bentuk kegiatan apapun yang akan menimbulkan praduga negatif terhadap kemampuannya untuk
menjalankan tugasnya secara etis, c. Menolak segala bentuk pemberian, fasilitas, keramahtamahan yang
akan mempengaruhi tindakannya, d. Menjauhkan diri dari usaha yang aktif atau pasif untuk menggagalkan
usaha mencapai tujuan sesuai dengan etis dari organisasinya, e. Mengakui dan menyampaikan keterbatasan profesional atau kendala
lainnya yang dapat menjauhkan dirinya dari pertimbangan yang baik dan kegiatan yang berhasil,
f. Menyampaikan informasi yang menguntungkan dan yang tidak menguntungkan dan juga pendapat atau pertimbangan profesional, dan
g. Menjauhkan diri dari penugasan untuk mendukung suatu kegiatan yang akan mendiskreditkan profesi.
xxxix Selain itu, Harahap 1991:82 mengungkapkan bahwa akuntan
manajemen juga harus memiliki sikap obyektivitas, yakni: a. Menyampaikan informasi yang layak dan obyektif, dan
b. Mengungkapkan informasi lengkap dan relevan yang diperkirakan akan mempengaruhi pemahaman seseorang atas segala sesuatu
laporan, komentar dan saran-saran yang disajikan. IAI mengatur dalam Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia
Wurangian, 2005:396 bahwa dalam menghadapi situasi dan praktek yang secara spesifik berhubungan dengan aturan etika sehubungan dengan
obyektivitas, pertimbangan yang cukup harus diberikan terhadap faktor- faktor berikut yaitu:
a. Bila akuntan publik dihadapkan pada situasi yang memungkinkan mereka menerima tekanan-tekanan yang diberikan kepadanya, maka
tekanan-tekanan yang diberikan kepadanya, maka tekanan ini mengganggu obyektivitasnya,
b. Kewajaran reasonableness harus digunakan dalam menentukan standar untuk mengindentifikasi hubungan yang mungkin atau
kelihatan dapat merusak obyektivitas seseorang, c. Hubungan-hubungan yang memungkinkan prasangka, bias atau
pengaruh lainnya untuk melanggar obyektivitas harus dihindari, d. Akuntan publik memiliki kewajiban untuk memastikan bahwa orang-
orang yang terlibat dalam pemberian jasa profesional mematuhi prinsip obyektivitas, dan
xl e. Akuntan publik tidak boleh menerima atau menawarkan hadiah atau
memberikan entertainment yang dipercaya dapat menimbulkan pengaruh yang tidak pantas terhadap pertimbangan profesional mereka
atau terhadap orang-orang yang berhubungan dengan mereka. Dari berbagai karakteristik mengenai integritas dan obyektivitas tersebut,
maka sangat penting bagi seorang akuntan publik untuk menghindari hal- hal yang dapat mengurangi intgeritas dan obyektivitasnya.
2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Integritas dan Obyektivitas