Penanganan dan Penyelesaian Keadaan Darurat Negara

D. Penanganan dan Penyelesaian Keadaan Darurat Negara

Segala kebebasan rakyat dan pemerintah negeri yang ada hanya akan tercapai pada masa aman dan tenteram. Jika keadaan dalam sesebuah negara itu hura-hara dan kewujudan negeri itu sendiri terancam, maka tidaklah berarti sama sekali jika perundangan negara itu tidak menyediakan cara-cara untuk menghapuskan keadaan kacau balau dan mewujudkan semula keamanan dan ketenteraman. Oleh karena itu, perundangan memberi kuasa kepada kerajaan atau pihak yang tertentu mengambil langkah-langkah yang patut untuk memelihara negara dan perundang-undangan walaupun langkah-langkah tersebut bertentangan dengan hak asasi. Dalam keadaan huru-hara serta suasana yang kritis dan dalam mengambil langkah-langkah untuk menyelamatkan negara dan rakyat serta memulihkan keamanan dan ketenteraman negara, hak asasi rakyat negara itu tidak dapat terpelihara secara mutlak. Apabila suatu negara dilanda huru-hara, pemerintahan berada di bawah undang-undang tentera atau Militer martial law yaitu memerintahan negara diserahkan atau dibantu oleh pihak Militer supaya memerintah negara yang sedang kacau tersebut. Sekiranya negara berada dalam keadaan perang, Undang-undang Militer dapat digunakan untuk memelihara keamanan. Penyerahan pemerintahan negara kepada Militer dimulai dengan suatu penetapan tentangnya dan derdasarkan hal itu maka pihak Militer dapat menjalankan pemerintahan negara untuk mencegah bahaya dan ancaman itu. Akibat daripada penyerahan itu, undang-undang tidak lagi dibuat seperti biasa oleh Parlemen, akan tetapi ia merupakan sebagai suatu arahan yang dibuat oleh pentadbir pelaksana undang-undang tentera saja. 78 Kekuasaan memerintah tidak lagi berada di tangan kerajaan awam Perdana Menteri, tetapi berada ditangan pentadbir pelaksana undang-undang tentera. Mahkamah biasa tidak lagi bersidang melainkan hanya mendengar kasus-kasus yang tertentu saja, sebagaimana yang telah ditetapakn oleh pentadbiran undang-undang tentera. Keadaan seperti ini, bermakna apabila undang-undang tentera dinyatakan meliputi seluruh negara, selama penetapan Undang-undang Militer itu berlaku, maka pemerintahan biasa akan dihentikan untuk sementara waktu. Tetapi jika penetapan itu berlaku lama, maka pemerintahan biasa akan lenyap. Oleh karena itu, cara untuk mengembalikan kepada pemerintahan biasa, amatlah sukar dan melibatkan penyelesaian bermacam- macam masalah politik dan penggantian satu Perlembagaan yang baru. Perkembangan politik di Malaysia dengan penetapan darurat pada 15 Mei 1969 mempunyai ciri-ciri yang hampir sama dengan pentadbiran Undang-undang Tentera, yaitu telah terjadi suatu kerusuhan anatara etnik yaitu antara orang-orang Melayu dengan orang bukan Melayu yang meletus pada 13 Mei 1969, telah mengakibatkan hura-hara yang tidak disangka-sangka terjadi dan menyebabkan banyak orang yang tidak berdosa terbunuh, rumah dan toko dibakar dan hilangnya harta benda. 79 Oleh karena itu, dalam usaha untuk mencegah keadaan darurat ini, pemerintahan negara tidak lagi dijalankan dengan sistem Jemaah Menteri Kabinet 1 1 tetapi dijalankan dengan satu sistem baru yang hampir sama dengan pemerintahan Militer. Semua kekuasaan pemerintah diserahkan kepada seorang pegawai yang dinamakan Pengarah MAGERAN Majlis Gerakan Negara. Pengarah MAGERAN ini telah dibantu oleh seorang pegawai awam utama dan pegawai yang lain untuk menjalankan bermacam-macam tugas dalam mengatasi kekacauan tersebut. Orang yang dilantik oleh Yang di-Pertuan Agong menjadi Pengarah MEGERAN adalah Tun Abdul Razak. 80 Apabila keadaan ini bertambah baik, akhirnya pada 20 Febuari 1971 Parlemen telah bersidang kembali dan dengan ini beberapa Ordinan yang telah dibuat oleh Yang di-Pertuan Agong telah dibatalkan dan sistem pemerintahan cara Pengarah MAGERAN telah dihapuskan. Dalam usaha penanganan masalah darurat negara ini, ISA International Security Act juga merupakan undang-undang yang berkesan dan berjasa menghadapi ancaman komunis, anasir subversif dan pengacau ketenteraman umum tidak perlu dipertikaikan lagi. Seseorang yang dianggap membahayakan keselamatan dalam negeri dapat ditahan Polisi berdasarkan ISA. Individu atau kumpulan individu yang dianggap membahayakan sedemikian rupa dapat ditahan untuk penyelidikan Polisi selama 60 hari atau dalam tempo yang lebih singkat daripada itu. 81 Pada tanggal 3 September 1964, dalam jangka waktu kurang lebih dua minggu sebelum lahirnya Persekutuan Malaysia. Negara Indonesia yang pada saat itu 3 566 , ; 6 6 6 6=7?=78A78B? 14 , 133 13 3 . dipimpin oleh Presiden Soekarno dan menteri luar negeri Dr. Subandrio menentang dengan keras kelahiran Negara Malaysia. Konon Malaysia adalah suatu ancaman politik yang akan membahayakan kedudukan Indonesia. Pertentangan ini terjadi pada awalnya dalam arena diplomatik dan politik antarabangsa, tetapi apabila benar bahwa Malaysia akan memproklamirkan diri, maka Soekarno akan melancarkan konfrontasi terhadap Malaysia, ancaman ini berhasil dicegah oleh Akta Keselamatan Dalam Negeri 1960 sekarang-International Security Act ISA Tetapi oleh sebab kebijaksanaan pemerintah mengunakan kuasa di bawah Perkara 150 Perlembagaan Malaysia, Malaysia telah diletakkan dibawah pemerintahan bercorak Undang-undang Militer. Setelah keadaan menjadi aman, pemerintahan dikembalikan kepada sistem pentadbiran awam pemerintahan biasa. 82 Di samping itu, dalam keadaan yang bersifat darurat, pemerintah atau raja dapat melakukan apa saja. Pembenaran mengenai hal ini didasarkan atas pengertian bahwa suatu keadaan yang tidak normal mempunyai sistem norma hukum dan etikanya sendiri. Dalam keadaan kacau tersebut, semua aturan moralitas yang biasa berlaku dalam keadaan normal dapat ditunda berlakunya. Akan tetapi, tidak selalu keadaan darurat itu bersifat Militer dan memerlukan peranan Militer dalam menjalankan fungsi-fungsi pemerintahan dalam keadaan darurat tersebut. Misalnya, keadaan darurat yang bersifat administratif berupa keadaan darurat yang bisa disebut sebagai ’welfare emergency’ , sama sekali tidak memerlukan peranan penguasa militer. 83 Oleh 1 - + + , + 1 karena itu, kewenangan Yang Di-Pertuan Agong dan DPR untuk menentapkan peraturan ataupun undang-undang pada saat demikian. Pemberlakuan suatu keadaan darurat di Malaysia telah memberikan pembenaran kepada kekuasaan Yang di- Pertuan Agong mengambil tindakan yang diperlukan untuk mengatasi keadaan yang tidak normal tersebut. Perisytiharan Penetapan Darurat Penetapan keadaan darurat sangat penting untuk menjalankan pemerintahan yang sedang kacau. Apabila terdapat perisytiharan yang sedang berlaku, perundangan darurat adalah sah walaupun tidak sama dengan Undang-undang Perlembagaan. Pihak Eksekutif Persekutuan dibenarkan membuat undang-undang melalui Ordinan Darurat selama Parlemen tidak bersidang atau sementara menunggu Parlemen bersidang. 84 Dalam Perundangan di Malaysia, Pasal 150 Perlembagaan Persekutuan telah memberi kewenangan kepada Yang di-Pertuan Agong untuk mengeluarkan suatu penetapan darurat sekiranya Baginda berpuas hati berkenan bahwa terdapat: a Keadaan darurat yang genting; b Keadaan keselamatan yang terancam; c Keadaan kehidupan ekonomi yang teancam. , . , 3 C + , D + . 133 11 Berdasarkan Pasal 1502 yang diperkenalkan oleh Akta Perundangan Pindaan, 1981 Yang di-Pertuan Agong boleh mengeluarkan Pengisytiharan Darurat sebelum berlaku kejadian yang mengancam keselamatan, kehidupan ekonomi, atau ketenteraman awam negara, jika Baginda ”berpuas hati bahwa ada tanda-tanda yang kejadian tersebut akan segera berlaku”. 85 Baginda telah berbuat demikian sebanyak empat kali: a Pertama, ketika menghadapi darurat yang disebabkan oleh konfrontasi Indonesia terhadap pembentukan Malaysia pada 1963; b Kedua, ketika menghadapi darurat yang disebabkan oleh krisis politik yang timbul daripada kedudukan Kepala Menteri sarawak pada 1966; c Ketiga, menghadapi darurat yang disebabkan oleh krisis politik yang meletus pada 13 Mei 1969; dan d Keempat, menghadapi darurat yang disebabkan oleh krisis di Kelantan pada 1977. 86 Kewenangan ini diberikan atas gelar Baginda dalam jabatan sebagai Kepala Negara. Ia dilaksanakan sekiranya Baginda ”berpuas hati” bahwa darurat yang genting berlaku. Sebagai seorang Raja berdasarkan Perundangan melainkan tentang perkara-perkara tertentu, Baginda tidaklah melaksanakan pemerintahan berdasarkan 4 + , + , 3 2 G - + , D K + kehendaknya sendiri, tetapi berdasarkan pada Pasal 401 87 Perundangan untuk bertindak berdasarkan nasihat Jemaah Menteri. Oleh karena itu, apabila Pasal 150 menyatakan bahwa kekuasaan dapat dijalankan sekiranya Baginda ”berpuas hati” bahwa suatu keadaan berlaku, sebenarnya ini bermakna kepuasan hati itu berdasarkan masukan dari anggota Jemaah Menteri. 88 3 ; : : 7 7 C 7 , , C 7 7 , + , + , 3

BAB IV ANALISIS HUKUM KETATANEGARAAN ISLAM TERHADAP KEADAAN