Analisis terhadap Perundangan Malaysia Mengenai Keadaan Darurat

agama menganjurkan kepada kita untuk membunuhnya, hal ini dilakukan apabila tidak ada jalan lain yang dapat dilakukan. Allah sudah tegas mengatakan bahwa golongan yang harus diperangi oleh pemerintah yang sah adalah mereka yang membuat kerusakan dan gangguan terhadap anggota masyarakat yang tidak bersalah, di dalam hadits lain disebutkan: cM ﺏ یf g . + . ی ﺹ - . ﻡ ﻡ; hی ﺏ ﻡ ? ی 6ﺹ ? 9,1 ﺏ ﺽ 1 Ef ی ﺥi j I Ta1 Y 97 T; E 9 1 E ﺙ ﺥk l 106 Artinya: “Dari al-A’masy dari Zaid bin Wahab berkata: Rasulullah SAW bersabda: siapa orang yang memberikan persetujuan dan kesetiaan kepada imam, maka taatilah dia samampu mungkin. Apabila orang lain mempersengketakan kekuasaan penguasa tersebut, maka potonglah leher orang itu H.Rm Muslim E - ﺽ+ ی ﺵ ﺏ Z1 . E - ﺹ - . + n . ی G 6ی Q lی T ی ی ﺡ 2I+ h I Q ﻡ Q ﻡ ? 7 1 =7 I ? + Oﻡ 107 Artinya: “Dari Urfajah bin Syarim r.a. berkata: Saya mendengar Rasulullah SAW bersabda: Siapa orang yang mendatangi kamu sementara kamu telah sepakat mengakui pemerintahan yang sah, maka bunuhlah dia yang ingin memisahkan diri dari jamaah kamu”. H.R. Muslim.

G. Analisis terhadap Perundangan Malaysia Mengenai Keadaan Darurat

Negara dalam Tinjauan Hukum Islam Bagian XI Perlembagaan Undang-Undang Dasar Malaysia mengandung penjelasan yang menyebutkan bahwa pemerintah persekutuan negara bagian di beri wewenang untuk membuat peraturan sendiri untuk mengatasi keadaan pada waktu 32 78 6 2 1 3 23 41 terjadi darurat, seandainya tidak ada penjelasan dari Perlembagaan tersebut maka undang-undang yang di buat di negara bagian itu tidak dapat berlaku. Pasal 1 perkara 149 menjelaskan bahwa seandainya sesuatu Akta Parlemen menyebut pada awalnya bahwa hal-hal dan tindakan yang dapat mengancam sekumpulan orang seperti halnya di dalam maupun di luar negara bagian sehingga dapat menganggu pemerintahan, diantaranya: 108 f Melakukan kekerasan terhadap orang dan harta atau menyebabkan orang banyak takut akan kekerasan tersebut; g Membangkitkan perasaan yang tidak suka terhadap Yang di-Pertuan Agong atau mana-mana kerajaan dalam persekutuan; h Mengembangkan perasaan jahat atau permusuhan antara beberapa kaum atau golongan penduduk yang mungkin menyebabkan kekerasan; i Telah menyebabkan mudarat kepada penyelenggaraan atau perjalanan apa-apa bekalan atau perkhidmatan kepada orang ramai atau mana-mana golongan orang ramai dalam Persekutuan; dan j Mendatangkan mudarat kepada ketenteraman umum atau keselamatan, persekutuan atau mana-mana bahagiannya. Di Malaysia ada beberapa kejadian yang pernah dikatakan sebagai keadaan darurat, diantaranya dua ditingkat nasional yaitu ketika adanya konfrontasi dengan Presiden Soekarno yaitu pada tahun 1964 dan peristiwa antara 3 , , , + I + . 11 suku Melayu dengan etnis Cina yang terjadi pada waktu pemilihan umum pada tanggal 13 Mei 1969, dan di tingkat negara bagian yaitu di Serawak yang terjadi dua kali tahun 1966 dan September 1997, kemudian di negara bagian Kelantan pada tahun 1977. Pembahasan yang menarik kemudian adalah kejadian darurat di negara Malaysia yang telah terjadi bukan hanya merupakan peristiwa dari sisi pemberontakan ataupun konfrontasi ataupun pemisahan diri dari negara tersebut, hal ini sesuai dengan Perkara 1501 Perlembagaan Malaysia: Jika Yang di-Pertuan Agong berpuas hati bahawa suatu darurat besar sedang berlaku yang menyebabkan keselamatan, atau kehidupan ekonomi, atau keten- traman umum di dalam Persekutuan atau mana-mana bahagiannya terancam, maka Yang di-Pertuan Agong boleh mengeluarkan suatu Proklamasi Darurat dengan membuat dalamnya suatu perisytiharan yang bermaksud sedemikian. Apa yang dimaksudkan darurat adalah suatu darurat besar yang membahaya- kan serta mengancam keselamatan atau keamanan, pertikaian politik atau kehidupan ekonomi persekutuan. Keadaan darurat dalam pasal 1501 tidak hanya dibatasi kepada mengunakan kekerasan ataupun ancaman kekerasan di luar undang-undang dalam segala bentuknya, keadaan darurat itu juga dapat mencakup keadaan-keadaan atau suasana dan peristiwa yang luas, termaksuk berbagai kejadian seperti perang, kemarau panjang, banjir, wabah penyakit dan jatuhnya kerajaan atau pemerintahan Melihat penjelasan dari Pasal 150 1 tersebut, senada dengan penjelasan itu seorang ahli ketatanegaraan dari Indonesia Jimly Asshiddiqi memaparkan ada beberapa hal yang dinamakan darurat negara, yaitu: 109 3 , . , , - ; : F 133 2 1. Keadaan bahaya karena ancaman perang yang datang dari luar negeri. 2. Keadaan bahaya karena tentera nasional sedang berperang di luar negeri, seperti tentera Amerika Serikat berperang dengan Iraq. 3. Keadaan bahaya karena peperangan yang terjadi di dalam negeri atau ancaman pemberontakan bersenjata. 4. Keadaan bahaya karena kerusuhan sosial yang menimbulkan ketegangan sosial yang menyebabkan fungsi-fungsi pemerintahan konstitusional tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya. 5. Keadaan bahaya karena terjadinya bencana alam natural disaster atau kecelakaan yang dahsyat yang menimbulkan kepanikan, ketegangan, dan mengakibatkan pemerintah konstitusional tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Misalnya, musibah gelombang ”tsunami” di Aceh dan bencana- bencana alam yang lainnya. 6. Keadaan bahaya karena kondisi keuangan negara. Dari beberapa penjelasan yang telah menguraikan mengenai keadaan darurat negara di Malaysia berdasarkan perundang-undangannya, maka kita akan melihat dari sudut pandang hukum Islam melihat penerapan dari keadaan darurat negara di Malaysia yang berdasarkan perundang-undangannya. Istilah darurat berasal dari rahim ajaran Islam, yakni al-dlarûrah. Dalam bahasa Arab, darurat bisa ditulis dengan al-dlar rah, al-dlâr rah, atau al-dlâr râ’. Kata ini akrab dalam wacana hukum Islam, terutama dalam perbincangan ushûl al-fiqh dan qawâid al-fiqhiyah. 110 Dalam wacana ushûl al-fiqh, sesuatu yang mendesak merupakan bagian dari kemasla- hatan yang bersifat dlarûriyyah, yakni suatu kemaslahatan primer dalam kehidupan manusia baik di dunia maupun di akhirat, yang jika tidak terwujud maka rusaklah kehidupan dunia, dan kehidupan umat manusia akan terancam. Mewujudkan kemas- lahatan di dunia dan akhirat adalah tujuan syariat maqâshid al-syarîah yang sangat prinsipil. Akan tetapi kemaslahatan dlarûriyyah dalam ushûl al-fiqh agaknya lebih longgar ketimbang konsep al-dlarûrah dalam qawâid fiqhiyyah kaidah-kaidah fikih. Seperti telah dijelaskan diatas bahwa keadaan darurat seperti yang dipakai dalam Pasal1501 Persekutuan tidak hanya dibatasi kepada keadaan karena kekerasan ataupun ancaman, tapi lebih luas dari itu bahwa keadaan darurat itu juga mencakup keadaan atau peristiwa termaksuk berbagai kejadian seperti perang, kemarau buruk yang berkepanjangan, banjir, wabah penyakit dan jatuhannya pemerintahan. Dalam hukum Islam mengenai Pasal tersebut sudah jelas bahwa memang benar apabila kita melihat setiap perbuatan darurat itu bukan hanya dari segi kekerasan maupun ancaman yang sifatnya membahayakan negara seperti pemberon- takan dan peperangan, di dalam hukum Islam setiap perbuatan yang sifatnya memaksa dan membahayakan kehidupan pribadinya itu sudah dikatakan darurat. Menurut al-Layts, kata al-dlarûrah adalah bentuk jadian dari al-idlthirâr. Secara 3 566 6 , E ,F C F 7; C 7 F8=A 14 8 133 4 33 . bahasa, dua kata ini bermakna sama, yakni suatu kebutuhan yang amat mendesak syiddat al-luzûm, sesuatu yang tak dapat dihindari lâ ghinâ anhu, atau sesuatu yang memaksa aljaahu. Menurut al-Hamawy, darurat merupakan limit akhir keterpaksaan yang jika tidak menerjang sesuatu meski dilarang bisa mengancam jiwa. Islam mengajarkan kepada semua pemeluknya untuk terus menjaga tujuan syari’at, karena dengan menjaga hal itu manusia akan menemukan sebuah penghidupan yang akan menghormatinya sebagai manusia, sebagai sebuah tujuan maqâshid al-syarîah juga secara tidak langsung akan memberikan gambaran kepada kita bahwa di dalamnya akan menunjukkan sesuatu itu dikatakan membahayakan atau darurat apabila melanggar dari lima hal dari tujuan syari’at. Maqâshid al-syarî’ah, yang artinya adalah “tujuan-tujuan syari’at” itu ada beberapa tujuan dan sasaran yang diperhatikan oleh syara’ di dalam seluruh hukumnya atau sebagian besar darinya; atau, maqâshid al-syarî’ah adalah titik akhir dari syari’at, dan rahasia-rahasia dimana syâr’i meletakkannya pada setiap hukum-hukum syari’at. 111 Mengetahui maqâshid al-syarî’ah adalah sebuah ketentuan yang pasti bagi seluruh manusia selamanya. 112 Di dalam tujuan syari’at ini terdapat konsep Dharûriyyât L ی+ B : Sebuah kemaslahatan dimana kehidupan manusia dari segi agamawi dan duniawi sangat bergantung kepadanya secara primer. Sekira kemaslahatan ini tidak wujud, maka hilanglah kehidupan di dunia dan semakin semaraklah kerusakan, serta semakin 7 - + 75 174 : + 70 133 1 7 1 1 7E + +6 75 133 , 34 sempitlah kenikmatan abadi dan akan mendapatkan siksa di akhirat kelak. Dalam hal ini, terdapat 5 perkara yang disyari’atkan Islam untuk menjaganya dalam bentuk hukum meliputi dua perkara yaitu mewujudkannya dan melestarikannya: 113 a. Agama: Kumpulan akidah, ibadah dan muamalah yang disyari’atkan Allah SWT untuk mengatur hubungan manusia dengan Tuhannnya, dan hubungan antara sesamanya. Allah SWT mensyari’atkan untuk mewujudkan, mengukuhkan, dan mendirikannya dengan cara mewajibkan melakukan lima rukun Islam yaitu Syahadah, mendirikan sholat, membayar zakat, puasa bulan Ramadhan dan melakukan haji bagi orang yang mampu. Allah juga mewajibkan mengajak kepada agama dengan hikmah dan nasihat yang baik. b. Diri Manusia nyawa: Islam mensyari’atkan agar mewujudkan dan melestarikan manusia dengan jalan pernikahan dan melanjutkan keturunan. Agar dapat menjaga dan menjamin kehidupan manusia, Islam mewajibkan secara pasti untuk makan, minum, pakaian dan lain-lain. Selain itu Islam juga mengharamkan segala bentuk perbuatan yang dapat mengancam keselamatan jiwa seperti membunuh, menganiaya dan sebagainya. c. Akal: Akal adalah sebuah nikmat yang agung. Allah memberinya agar membedakan antara manusia dengan makhluk lainnya, karena itu Allah mensyari’atkan untuk menjaganya dan menganjurkan untuk memanfaatkan akal untuk mendapatkan ilmu. Agar dapat menjaganya, Allah melarang segala sesuatu 566 , 6=??B6?96 12 8 133 33 . yang dapat merusak atau melemahkan akal. Maka dari itu, sebuah hukuman akan didapatkan bagi yang memakan sesuatu yang dapat menghilangkan akal. d. Nasab: Karena itu syari’at tetap melestarikan pernikahan dan menganjurkannya. Agar dapat menjaganya, Islam mengharamkan zina dan menegakkan hukuman bagi pelakunya. Ini adalah karena mencegah dari bercampurnya nasab dan menjaga kemuliaannya manusia. e. Harta: Harta adalah sebuah lantaran agar dapat bertahan hidup. Maka dari itu syari’at mewajibkan agar mencari harta, dan berusaha untuk mendapatkan harta. Syari’at juga memperbolehkan melakukan muamalah di antara manusia dengan cara jual-beli, sewa, dan lain-lain untuk mengatur cara memanfaatkan harta. Agar dapat menjaganya, maka diharamkan mencuri. Diharamkannya menipu dan mengkhianat. Memang benar bahwa semua negara menginginkan semua kehidupan masyarakatnya berjalan dengan baik tanpa adanya rasa takut, adanya ganguan maupun tindakan pemberontakan yang dapat membahayakan negara tersebut, oleh karena itu negara Malaysia yang budaya serta tradisi kehidupan beragamanya kental dan melekat sudah semestinya semua dimensi kehidupan bernegara dan bermasya- rakat berlandaskan kepada hukum Islam yang telah diredupsi disesuaikan dengan budaya negara tersebut, namun demikian tujuan dari syari’at Islam pun secara penuh dijalankan sebagaimana di dalam perundang-undangannya mengatur sesuai dengan Maqâshid al-syarî’ah . Dalam konteks kehidupan negara dalam keadaan darurat, negara Malaysia melihat dari sudut pandang hukum Islam, negara dapat dikatakan darurat apabila telah terjadi kekerasan terhadap orang atau harta, menyebabkan kemudharatan, membahayakan negara ini sesuai dengan Pasal 1 Perkara 149 Perlembagaan Malaysia.

H. Pelaksanaan keadaan darurat menurut Perlembagaan Malaysia dari sudut