Pandangan Islam Mengenai Keadaan Darurat Negara Pemberontakan

mendirikan dan mengepalai satu negara. Tokoh-tokoh terkemuka dari aliran ini antara lain Ali Abd. Al-Raziq dan Dr. Thaha Husein. 90 Aliran ketiga menolak pendapat bahwa Islam adalah suatu agama yang lengkap dan bahwa dalam Islam terdapat dalam sistem ketatannegaraan. Tetapi aliran ini juga menolak anggapan bahwa Islam adalah agama dalam pengertian Barat yang hanya mengatur hubungan antara manusia dan Maha Penciptanya. Aliran ini berpendirian bahwa dalam Islam tidak terdapat sistem ketatanegaraan, tetapi terdapat seperangkat tata nilai etika bagi kehidupan bernegara. Di antara tokoh-tokoh aliran ketiga ini yang terhitung cukup menonjol adalah Dr. Muhammad Husein Haikal, seorang pengarang Islam yang cukup terkenal dan penilis buku Hayatu Muhammad dan Fi Manzil al-Wahyi. 91 terlepas dari pendapat di atas, di bawah ini akan dipaparkan lebih mendalam mengenai konsep dan analisis mengenai keadaan darurat negara baik dari pandangan Islam secara umum maupun analisis hukum Islam dalam penerapan keadaan darurat negara di Malaysia yang berlandaskan kepada perundang-undangan di Malaysia.

F. Pandangan Islam Mengenai Keadaan Darurat Negara Pemberontakan

Pembahasan mengenai pemerintahan dalam kondisi tidak stabil di dalam ilmu ketatanegaraan Islam fiqh siyasah dikenal dengan Siyasah Harbiyah. Harbiyah bermakna perang, secara kamus Harbiyah adalah perang, keadaan darurat atau 3 1 genting. Sedangkan makna Siyasah Harbiyah adalah wewenang atau kekuasaan serta peraturan pemerintah dalam keadaan perang atau darurat. Siyasah Harbiyah itu sendiri adalah pemerintah atau kepala negara mengatur dan mengurusi hal-hal dan masalah yang berkaitan dengan perang, kaidah perang, mobilisasi umum, hak dan jaminan keamanan perang, perlakuan tawanan perang, harta rampasan perang, dan masalah perdamaian. 92 Pada dasarnya dalam hal kriteria untuk membedakan antara sistem-sistem pemerintahan yang ada di dunia ini terletak pada prinsip kedaulatan hukum dan keadilannya. Apabila menerapkan kriteria sebuah sistem pemerintahan berdasarkan pemerintahan Islam, maka dapat dikatakan bahwa kriteria pertalian sistem itu berda- sarkan syariat Islam yaitu pemerintahan yang berlandaskan kepada undang-undang yang diekspresikan kepada mabda al-syar’iyyah al-islamiyah Legalitas Islam atau kedaulatan syariat. 93 Yang dimaksud dengan mengakui suatu pemerintahan yang islami atau mengatakannya berafiliasi kepada Islam bukanlah berarti pemerintahan itu memperoleh suatu kesucian yang memeliharanya dari kritikan orang atau diberi sertifikat bersih dari melakukan pelanggaran terhadap syariat, namun sebuah pemerintahan yang islami itu haruslah berkomitmen terhadap penerapan syariat. 1 5 + , - ; : F 1331 71 - 7 : +: E - , F 1 4 Apabila dapat digambarkan bahwa kehendak rakyat, para ulama ataupun cendekiawan yang menginginkan sebuah pemerintahan yang harus konsisten dalam menjalankan pemerintahan dan kemudian penguasa tidak sesuai dengan kehendak hukum bersama itu, dan dikarenakan sebagian pemerintahan memaksakan kekuasaannya dengan kekuatan dan kekerasan dan umumnya tidak menghormati kehendak rakyat, dan juga para fuqaha maka kenyataannya hal yang dapat mengobati keadaan seperti ini adalah pemberontakan atau keluar dari kekuasaan penguasa. 94 Berkaitan dengan adanya pengertian keadaan darurat negara dengan pemberontakan, Abdul Qadir Audah menjelaskan bahwa pemberontakan merupakan bagian dari jarimah politik tindak pidana politik. 95 Dalam konteks keterwakilan syura, prinsip darurat dhârurî dapat dijelaskan sebagai prinsip yang didasarkan kepada standar batas negatifnya. Artinya darurat yang membuka peluang pergeseran hukum boleh ibâhah itu adalah yang tidak melampaui batas-batas emergency-Nya. Ukuran yang dapat di standardisasi untuk melihat baik tidaknya darurat itu difungsikan, adalah melalui standar syura. 96 Dengan demikian, syura diangkat dapat menentukan lini demarkatif suatu regulasi dapat disebut melanggar atau tidak melanggar. 97 4 4 + : ,, , 1 , - ; : F 34 2 C 2+ , 3 + , 4 . ; , 4 44 Prinsip “darurat”, sebagai teori umum yang memiliki daya jangkau yang luas, merupakan dasar bagi fleksibilitas ragam hukum syarak, baik yang berhubungan dengan sistem keyakinan akidah, sistem ritus ibadah, pemerintah, maupun muamalah. Dalam konteks ini, fokus pembahasan ini adalah “sesuatu dianggap darurat” yang menjadi ukuran bolehnya mengakui otoritas pemerintah, yang kenyataannya tidak sesuai dengan syariat dalam pengertian luas. Teori darurat dalam fikih Islam adalah mata rantai yang mempertalikan sistem-sistem pemerintahan yang ada minus di negara-negara Islam dengan prinsip-prinsip fikih Islam yang pada dasarnya diambil dari Khalifah Rasyidah yang merupakan contoh ideal. Teori darurat dalam kajian as-Sanhuri bagi fikih khalifah merupakan dasar fleksibelitas mabda kesatuan dunia Islam, kemudian hukum darurat membolehkan kita mencukupkan mendirikan negara persatuan atau persatuan yang disebut konfederasi, bahkan organisasi internasional yang mencakup negara-negara Islam merdeka secara penuh. 98 Defenisi pemberontakan adalah orang yang berusaha mengadakan perubahan terhadap sistem pemerintahan atau menghasilkan penguasa-penguasa negara dengan jalan kekerasan, atau menyatakan tidak mau tunduk dengan mendasar pada kekuatan senjata. Dalam Islam dasar hukum yang dijadikan patokan mengenai keadaan darurat yang disebabkan oleh pemberontakan di muat di dalam dua sumber hukum, yaitu: 97 Asap Taufik Akbar, “Fikih Politik NU Pendekatan sosialisasi Atas Lahirnya Konsep Wali Al- Amr al-Dlarury bi al- Syaukah” , Makalah tidak diterbitkan, Jakarta: PPs. UIN, 2002, h. 5 7 7 : 7 7

c. Al-Qur’an

Adalah firman Allah pada surat Al-Hujurat ayat 9 yang secara eksplisit mengambarkan mengenai terjadinya keadaan darurat yang disebabkan perselisihan pemberontakan: E TE JU  6 WXY  4 IR M 4 I :\ ] 7 _ `a 0 4 bE c 7 :d 0 ef L g  P  hi 4 IR j 7 klmF kT22A  Dknm 8ogpq  g r . 3 D E c 7 : 8 7 4 I :\ ] 7 _ `a 0 ls:L R 4 oI89pt M . 4 E F a 8u vwX9pt  L Z3 [ o Artinya: “Jika ada dua golongan dari orang-orang mukmin berperang maka damaikanlah antara keduanya, jika salah satu dari kedua golongan itu berbuat aniaya terhadap golongan yang lain maka perangilah golongan yang berbuat aniaya itu sehingga golongan itu kembali kepada perintah Allah, jika golongan itu telah kembali maka damaikanlah antara keduanya dengan adil. Dan berlaku adilah sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil”. Q.S. Al-Hujurat49: 9. Peristiwa yang melatarbelakangi turunnya ayat ini seperti yang telah diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari Anas bin Malik yang mengatakan: Telah berkata sahabat kepada Nabi, kalau saja Anda sudi menemui Abdullah bin Ubay, Rasulullah SAW pergi untuk menemuinya, ketika itu Beliau naik keledai dan kaum muslimin berjalan kaki padahal saat itu tanah sedang berlumpur. Ketika Nabi datang menemui Ubay, lalu Ubay pun berkata menjauhlah kamu dariku, demi Allah bau keledaimu itu telah menggangu hidungku. Salah seorang sahabat dari Anshar menimpal, demi Allah SWT sesungguhnya keledai Rasulullah SAW lebih wangi dari pada bau badanmu. Perawi berkata bahwa perkatan sahabat Rasulullah SAW itu membuat marah kelompoknya Abdullah bin Ubay, maka naik pitamlah masing-masing sahabat Nabi dan teman Abdullah bin Ubay sehingga terjadilah baku pukul dengan pelepah kurma, tangan dan alas kaki mereka. 99 Beberapa hal diatas dapat petik sebagai pelajaran di dalam ayat diatas diantaranya: 1 Penjelasan dari ayat wa inthâifatâni min al-mu’munîna iqtatal faashlih bainahumâ. Allah SWT masih menamakan mereka dengan istilah orang-orang mukmin meskipun mereka sedang dalam keadaan berperang, dari ayat ini Imam Bukhari mengambil istinbat bahwa seseorang tidak keluar dari keimanan karena melakukan kemaksiatan ini maksudnya perselisihan. 100 2 Kemudian penafsiran dari ayat Fain Baghat ihdâhumâ alâ al-ukhrâ pada ayat di atas terdapat beberapa penafsiran, 101 yaitu 1 melewati batas dalam berperang, dan 2 menolak untuk berdamai. 3 Ayat Faqâtilâ allatî tabghî, maksudnya perangi mereka dengan menggunkan pedang sampai mereka menghentikan pemberontakannya dan mengakhiri penentangannya. 4 Ayat Hattâ Tafî’a ilâ amrillâh mempunyai dua penafsiran, yaitu 1 hingga mereka kembali kepada perdamaian yang diperintahan Allah SWT, ini merupakan penafsiran dari Said bin Jubair, dan 2 Hingga mereka kembali , . , , 33 D , . 0. 1 , F 133 1 3 7 0. 1 , + 5 1333 kepada kitabullah dan sunnah Rasulullah SAW tentang hak dan kewajiban mereka ini merepakan penafsiran dari Qatadah. 102 5 Ayat Fain fâat, yang berarti berhenti dari memberontak, dalam hal ini juga terdapat dua penafsiran, 103 1 damaikan diantara keduanya dengan benar, dan 2 damaikan diantara keduanya dengan kitabullah.

d. Al-Hadits

Banyak hadits yang membahas mengenai pemberontakan, kebanyakan hadits ini lebih melihat dari sanksi hukum bagi para pemberontak, diantaranya: - ﺽ+ \ Oﻡ ﺏ - . E ﺹ - . + . \ 23ی D ﺙ ` ﺡaﺏ D; Oﻡ b ﻡ T A c d6 ﺏ d6 e+ 7 G+ 6 Eی Z Oﻡ ? + 104 Artinya: “Dari Abdillah bin Mas’ud r.a. berkata: Bersabda Rasulullah SAW: Tidak halal darah seorang muslim melainkan karena salah satu dari tiga sebab: 1 Orang tua yang berzina, 2 jiwa dibalas dengan jiwa, dan 3 orang yang meninggalkan agamanya yaitu orang yang memisahkan diri jamaahnya . H.R. Muslim. Pengertian memisahkan dari jamaah adalah meninggalkan jamaah orang Islam menentang keputusan-keputusan Ahlul Hal wal Aqd. 105 Dan ketika seseorang telah melakukan ketiga hal yang telah disebutkan hadits diatas, maka 31 7, D . D +6 75 , 42 3 3 70 :6: ? 70 7A 78 6 . +6 6 7- 6 79 : 14 22 31 34 - 7 - ; . 4 agama menganjurkan kepada kita untuk membunuhnya, hal ini dilakukan apabila tidak ada jalan lain yang dapat dilakukan. Allah sudah tegas mengatakan bahwa golongan yang harus diperangi oleh pemerintah yang sah adalah mereka yang membuat kerusakan dan gangguan terhadap anggota masyarakat yang tidak bersalah, di dalam hadits lain disebutkan: cM ﺏ یf g . + . ی ﺹ - . ﻡ ﻡ; hی ﺏ ﻡ ? ی 6ﺹ ? 9,1 ﺏ ﺽ 1 Ef ی ﺥi j I Ta1 Y 97 T; E 9 1 E ﺙ ﺥk l 106 Artinya: “Dari al-A’masy dari Zaid bin Wahab berkata: Rasulullah SAW bersabda: siapa orang yang memberikan persetujuan dan kesetiaan kepada imam, maka taatilah dia samampu mungkin. Apabila orang lain mempersengketakan kekuasaan penguasa tersebut, maka potonglah leher orang itu H.Rm Muslim E - ﺽ+ ی ﺵ ﺏ Z1 . E - ﺹ - . + n . ی G 6ی Q lی T ی ی ﺡ 2I+ h I Q ﻡ Q ﻡ ? 7 1 =7 I ? + Oﻡ 107 Artinya: “Dari Urfajah bin Syarim r.a. berkata: Saya mendengar Rasulullah SAW bersabda: Siapa orang yang mendatangi kamu sementara kamu telah sepakat mengakui pemerintahan yang sah, maka bunuhlah dia yang ingin memisahkan diri dari jamaah kamu”. H.R. Muslim.

G. Analisis terhadap Perundangan Malaysia Mengenai Keadaan Darurat