Pengertian Keadaan Darurat KEADAAN DARURAT NEGARA DALAM HUKUM ISLAM

BAB II KEADAAN DARURAT NEGARA DALAM HUKUM ISLAM

OLEH PEMBERONTAKAN Perjalanan hidup suatu negara dalam mencapai tujuan-tujuannya terkadang berjalan tidak baik. Adanya keadaan-keadaan tertentu seperti musibah kemarau panjang, kelaparan, gempa bumi maupun pertikaian politik dapat menyebabkan tujuan negara yaitu kesejahteraan rakyatnya tidak tercapai. Akibatnya timbul suatu kondisi atau keadaan yang biasa disebut dengan darurat, yang mana ketika keadaan ini terjadi hukum atau peraturan yang normal tidak dapat dijalankan di samping memerlukan peraturan baru dan khusus yang sesegera mungkin untuk mengatasi keadaan darurat tersebut. Pada Bab II ini penulis akan memaparkan keadaan darurat dalam sejarah ketatanegaraan Islam pada masa al-Khulafa al-Rasyidun, yang diakibatkan oleh pertikaian politik yaitu yang biasa disebut dengan pemberontakan atau pembangkangan oleh suatu kelompok terhadap pemerintahan yang ada sah.

A. Pengertian Keadaan Darurat

Darurat berasal dari bahasa Arab yaitu darûrah dari akar kata darra-yadurru- darran yang berarti merusak atau memberi mudarat. Biasa juga disebut dlarar yang memiliki arti bahaya, kemelaratan, kesulitan, kesempitan, buruknya keadaan. 13 Keadaan darurat yaitu keadaan sangat merusak atau sangat memaksa, kebutuhan yang amat mendesak dan amat berbahaya apabila tidak dipenuhi. 14 Darurat berarti sampainya seseorang kepada suatu batas, yang apabila tidak melakukan sesuatu perbuatan yang dilarang akan dapat mencelakakan atau membinasakan dirinya. 15 Darurat juga dapat diartikan sebagai suatu kekhawatiran atas kebinasaan diri, baik berdasarkan keyakinan maupun berdasarkan dugaan yang kuat. Darurat ini tidak terwujud kecuali ada suatu keadaan yang memaksa untuk melakukan yang diharamkan agar terpelihara diri dari kebinasaan, seperti haus dan lapar yang berlebihan atau sakit yang membawa kematian. Kebinasaan itu tidak hanya terhadap diri atau jiwa seseorang, tetapi juga terhadap harta. 16 Darurat dan ikrah mempunyai pengertian yang sama, yaitu suatu keterpaksaan yang dibolehkan melakukan suatu perbuatan yang dilarang. Tetapi dalam kenyataannya kedua bentuk keterpaksaan itu berbeda. Keterpaksaan dalam bentuk darurat adalah keterpaksaan yang timbul secara alami tanpa ada keterliba-tan manusia seperti sakit keras, kelaparan, kehausan dan lain-lain. Sedangkan ikrah adalah keterpaksaan yang timbul dengan adanya keterlibatan manusia seperti orang yang diancam dengan senjata untuk mengucapkan kalimah kufur. + , - . 123 4 5 . . +6 78 79 : 3 : ; , 133 2 + Menurut ulama ushul fiqh ada lima prinsip yang pemeliharaan eksistensinya amat dibutuhkan manusia dan amat berbahaya apabila diabaikan, karenanya keliam prinsip itu disebut al-dlar riyat al-khamsah lima yang amat dibutuhkan. Kelima prinsip itu adalah agama, jiwa, akal, kehormatan atau keturunan dan harta. Inilah yang kemudian disebut dengan Maqâsid al-Syari’ah yaitu tujuan suari’at yang diturunkan oleh Allah SWT adalah untuk memelihara eksistensi kelima prinsip tersebut. 17 Oleh sebab itu, apabila salah satu dari kelima prinsip itu sedang terancam eksistensinya, syari’at mewajibkan manusia untuk menyingkirkan ancaman itu dan tidak memandang dosa mengatasinya jika dengan tindakan yang dalam keadaan biasa termasuk perbuatan haram, seperti memakan bangkai apabila tidak ada makanan lain dalam keadaan lapar yang membahayakan keselamatan jiwa. Artinya bahwa dalam keadaan-keadaan bahaya, kesulitan, kesempitan atau buruknya keadaan yang dapat mengakibatkan terancamnya agama, jiwa, akal, kehormatan atau keturunan dan harta, maka diperbolehkan melakukan sesuatu yang diharamkan. Dasar dari hukum dari darurat tersebut adalah al-Qur’an dan sunah. Dalam al- Qur’an dijelaskan apabila seseorang dalam keadaan terpaksa tanpa sengaja dan tidak melampaui batas maka ia tidak berdosa. Allah SWT berfirman dalam surat al- Baqarah2 ayat 173: 7 = : 7 7 7 - + 75 174 : + 70 133 1 71  +,-. 12 3 4 56 7 89:; 12 = ? A B 7 C D E F GHI J= C H Artinya: “Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan kepada kamu memakan bangkai, darah, daging babi, dan binatang-binatang yang disembelih tidak kerana Allah maka barang siapa yang terpaksa memakannya kerana darurat sedang ia tidak mengingininya dan tidak pula melampaui batas pada kadar benda yang dimakan itu, maka tidaklah ia berdosa. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun, lagi Maha Penyayang” . QS.: al- Baqarah2: 173. Allah juga berfirman: :L M ...... ?+NO 7 8P 2 8P Q CR2H 89:; Artinya: “Sesungguhnya Allah telah menerangkan satu persatu kepada kamu apa yang diharamkan-Nya atas kamu, kecuali apa yang kamu terpaksa memakannya? QS.: al-An’am6: 119. Adapun sumber hukum dari sunah di antaranya adalah hadits yang diterima dari Abu Waqid al-Laitsi: ﺏ ﺏ +,ﺏ - . + ی 1 ی 23 ﻡ 5673 78 3 9 :; . 7 ﺏ ﺏ = ,1 + ? 2 ﺡ ﺏ ﺡ 18 Artinya: “Dari Abu Waqid al-Laitsi berkata: aku bertanya kepada Rasulullah, kami berada di sebuah daerah yang tengah dilanda bencana kelaparan. Apakah kami memakai bangkai?. Beliau menjawab: Kalau memang kalian tidak menemukan makanan yang bisa kalian makan pada pagi dan sore hari dan bahkan tidak mendapatkan sayuran yang bisa kalian cabut, maka silahkan kalian makan bangkai itu”. HR. Ahmad bin Hanbal. ? 6 7 6 A : 1 1 4 Sehubungan dengan masalah darurat ini, fuqaha merumuskan kaidah pokok, yaitu: . Aی + B 19 Artinya: “kemudlaratan harus dihilangkan”. Kaidah ini didasarkan pada hadits Nabi SAW: + ﺽD + ﺽD E - FG ﺵ FG ﺵ ﻡ - ?F+ ﺽ F+ ﺽ ﻡ 9 + ? + EI ﻡ ﺏ 20 Artinya: “Tidak boleh berbuat bahaya dan membalas perbuatan bahaya kepada orang lain, bagi siapa yang berbuat bahaya kepada orang lain maka Allah akan berbuat bahaya kepada orang tersebut, dan bagi siapa yang mempersulit orang lain maka Allah akan mempersulit dia”. HR. Dâruqutnî dan Ibnu Mâjah. Yang dimaksud dengan dlarar dalam hadits tersebut adalah berbuat kerusakan kepada orang lain secara mutlak; mendatangkan kerusakan terhadap orang lain dengan cara yang tidak diizinkan oleh agama. Sedangkan yang diizinkan oleh agama seperti qisas, diyat, had dan lain-lain tidak dikategorikan berbuat kerusakan tetapi untuk mewujudkan kemaslahatan. 21 Dari kaidah pokok tersebut muncul kaidah-kaidah antara lain: J + B 3 K L + Darurat itu membolehkan yang dilarang, M+ ﺏ + + B Darurat itu diukur dengan kadarnya dan lain-lain. 22 , 6 7+ 9 7; 6 . 7 ? . +6 75 4 23 13 9 B ? 70 7+6 7. 6 . +6 7 = 2 : 1 C ? 9 6 7A . +6 75 : 1 3 1 + , , , 133 1 Kaitannya dengan negara, keadaan darurat yaitu keadaan di mana negara dalam keadaan yang sulit, genting atau bahaya sehingga hukum tidak dapat dijalankan dengan normal, artinya peraturan-peraturan tertentu dapat dikesampingkan atau tidak diberlakukan karena keadaan yang tidak memungkinkan. Keadaan ini bisa disebabkan karena alam maupun karena pertikaian politik.

B. Tinjaun Umum Tentang Pemberontak