Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kekuasaan negara dapat dikatakan berakhir dan penyelenggaraannya dihentikan jika organisasi negara itu sendiri dengan sengaja dibubarkan atau dinyatakan bubar, sehingga berakhirlah ketentuan konstitusi sebagai hukum tertinggi di negara yang bersangkutan. Dengan bubarnya pemerintahan, dan berakhirnya status warga negara dari negara yang bersangkutan, maka berakhir pula ketentuan mengenai batas wilayah negara yang bersangkutan. Malaysia pernah berada di bawah pemerintahan darurat militer setelah Perang Dunia Kedua yaitu setelah mundurnya militer Jepang dari Tanah Melayu. Kemudian setelah kekuasaan militer Jepang berakhir, Inggris mengambil alih kekusaan atas Tanah Melayu dan meletakkannya dibawah pemerintahan Inggris British Military Administration atau BMA. Pemerintahan ini telah diproklamasikan oleh Pemerintahan Tertinggi Militer, Asia Tenggara, yaitu Laksamana Lord Lois Mountbatten pada 15 Agustus 1945 dengan berdasarkan pada kepentingan militer dengan tujuan memulihkan keamanan negara. 1 Selama pemerintahan Lord Mountbatten, 77 undang-undang telah dibuat untuk meneruskan proklamasi pemerintahan sebelumnya. Undang-undang ini 1 Tun Mohd Salleh Abas, Prinsip Perlembagaan dan Pemerintahan di Malaysia, cet. III, AmpangHulu Kelang Selangor Darul Ehsan: Dawama Sdn.Bhd, 2006, h. 332. meliputi berbagai aspek pemerintahan, akan tetapi undang-undang ini telah dihapus setelah pemerintahan BMA berakhir pada 31 Maret 1946 dan diganti dengan pemerintahan kerajaan Kesatuan Tanah Melayu Malayan Union. 2 Dampak dari pemberlakuan deklarasi darurat, dalam Islam dapat kaitkan dengan tiga istilah. Pertama istilah jihâd, 3 yang kedua istilah bughât 4 dan yang ketiga hirâbah. 5 Ketiga istilah tersebut merupakan kebiasaan terjadinya puncak darurat negara. Namun demikian, istilah darurat berarti terkait dengan bagaimana mempertahankan sebuah negara, baik ancaman dari luar maupun dari dalam negera sendiri. Dalam Islam, jihâd telah memberi arti melawan orang-orang Musyrik dan dakwah mereka ke jalan yang benar. 6 Manakala istilah kedua, bughât atau pemberontakkan adalah perlawanan yang dilakukan oleh sekelompok kaum Muslimin terhadap khalifah yang sah, atas dasar perbedaan paham tentang siapa yang seharusnya menjadi khalifah. 7 Secara historis 2 Ibid. 3 Jihad ialah pengerahan segenap kemampuan manusia untuk mendapatkan suatu yang diinginkan atau menolak yang dibenci 4 Bughat yaitu kelompak umat Islam yang melawan dan menderhaka kepada Ulil Amri Imam, yaitu pemerintahkerajaan yang adil menjalankan hukum-hukum syara’ 5 Hirabah adalah gerombolan bersenjata di daerah Islam untuk mengadakan kekacauan, peumpahan darah, perampasan harta, merusak kehormatan, tanaman, peternakan, citra agama, akhlak, ketertiban dan undang-undang, baik gerombolan tersebut dari orang Islam, kafir dzimmi maupun kafir harbi. 6 Muhammad Sa’id Ramadhan al-Buthy, al-Jihâd fi al-Islâm Kaifa Nafhamuh wa Numarisuh, diterjemakan oleh M. Abdul Ghafur, Fiqh Jihad Upaya Mewujudkan Darul Islam Antara Konsep dan Pelaksanaannya, T.tp: Pustaka an-Naba’, 1993, cet. I, h. 3 7 Noerwahidah H. A., Pidana Mati dalam Hukum Pidana Islam, Surabaya: PT. Al-Ikhlas, 1994, cet. I, h. 60 pemberontakan dalam Islam sudah ada sejak pemerintahan Khalifah Utsman bin Affan dan Khalifah Ali bin Abi Thalib. Di mana kaum Muslimin pada saat itu melakukan suatu pemberontakan terhadap Khalifah Utsman bin Affan yang menuntut agar khalifah memecat para pembantunya yang korup dan tiran itu. Pemberontakan tersebut berakhir dengan terbunuhnya Khalifah Utsman bin Affan oleh kaum pemberontak. Pada masa pemerintahan Khalifah Ali bin Abi Thalib, pemberontakan dilakukan oleh Zubeir bin Awwam, Thalhah dan Aisyah. Muawiyah dan kaum khawarij mereka melakukan pemberontakan dengan alasan yang berbeda-beda. Ada yang beranggapan bahwa Ali bin Abi Thalib terlibat secara langsung atas terbunuhnya Utsman bin Affan dan pemilihannya sebagai khalifah tidak sah. Ada yang menuntut balas atas kematian Utsman bin Affan dan beranggapan bahwa Ali bin Abi Thalib dan Muawiyah adalah sumber malapetaka kehancuran kaum muslimin. 8 Kata hirâbah terfokus pada adanya niat permusuhan terhadap kaum Muslimin, hal itu merupakan illa’ bagi jihad perang, dan hal ini pernah terjadi pada Perang Bani Musthaliq. Dalam peperangan tersebut Rasulullah SAW me-ngetahui bahwa Bani Musthaliq telah menyusun rencana untuk menyerang kaum Muslimin yang dipimpim oleh Al-Harits bin Abi Dinar. Setelah yakin dengan hal itu, maka Rasulullah SAW mulai melakukan penyerangan terhadap mereka. 9 Keadaan darurat atau dikenal dalam bahasa Inggris sebagai state of emergency adalah suatu pernyataan dari pemerintah yang bisa mengubah fungsi-fungsi 8 Abdul Qadir Djaelani, Negara Ideal Menurut Konsepsi Islam, Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1995, cet. I, h. 180 9 Muhammad Sa’id Ramadhan al-Buthy, Fiqh Jihad, h. 107 pemerintahan, memperingatkan warganya untuk mengubah aktivitas, atau memerintahkan badan-badan negara untuk menggunakan rencana-rencana penanggulangan keadaan darurat. Biasanya, keadaan ini muncul pada masa bencana alam , kerusuhan sipil , atau setelah ada pernyataan perang . Secara terminologis keadaan darurat berkaitan dengan “emergency doctrine” yang dalam Black’s Law Dictionary terdapat beberapa definisi, pengertian yang pertama berkaitan dengan konsep “sudden emergency doctrine” atau doktrin keadaan darurat yang tiba-tiba. Pengertian yang kedua biasa dipakai di dunia kedokteran dan pelayanan medis, sedangkan pengertian yang ketiga berkenaan dengan persoalan “emergency exception”. Pengertian yang mempunyai relevansi dengan persoalan hukum adalah pengertian yang pertama dan yang ketiga. 10 Malaysia sebuah negara yang baru merdeka. Malaysia juga pernah mengalami kedaan darurat negara. Bahkan sejak 1948, secara berturut-turut lima deklarasi darurat telah dibuat oleh negara untuk mencegah bahaya tertentu. Tiga dari deklarasi ini meliputi keadaan darurat seluruh Persekutuan Malaysia hanya terbatas kepada negara-negara bagian saja, yaitu satu deklarasi untuk negeri Sarawak dan satu lagi untuk negeri Kelantan. Berbicara mengenai hukum darurat negara yang ada di Malaysia memang sangat menarik, apalagi ketika penulis akan membuat perbandingan dari sudut pandang ketatanegaraan Islam dalam melihat hukum darurat negara. Maka dari itu 10 Jimly Asshiddiqie, Hukum Tata Negara Darurat, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007, cet. I, h. 57. penulis memberikan judul “Tinjauan Ketatanegaraan Islam Terhadap Darurat Negara Menurut Perundangan Malaysia.”

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah