Fauziah Annisa : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Rumah Sakit Di RSUP H. Adam Malik Medan, 2009.
empedu dapat diatasi dengan pemberian antibiotik, namun harus disertai pemeriksaan penunjang yang menyatakan adanya infeksi di dalam tubuh Pridady, 1996.
2.3 Pangastritis
2.3.1 Definisi
Gastritis merupakan suatu keadaan perdarahan atau peradangan pada mukosa lambung yang dapat bersifat akut, kronik, difus, atau lokal. Pangastritis berarti gastritis
yang terjadi pada seluruh atau hampir semua mukosa lambung. Lambung dilapisi oleh lapisan mukosa yang terdiri dari sel-sel epitel. Gastritis terjadi akibat dekstruksi sawar
mukosa lambung, mekanismne penyebabnya sangat beragam. Gastritis dapat digolongkan menjadi dua jenis yaitu gastritis superfisialis akut dan gastritis atrofik kronis Price dan
Wilson, 2001.
2.3.2 Etiologi
Etiologi gastritis berdasarkan jenis kejadiannya terbagi menjadi:
a. Gastritis Superfisial Akut
Gastritis akut merupakan jenis penyakit yang sering ditemukan, biasanya bersifat jinak dan dapat dihilangkan. Gastritis jenis ini biasanya merupakan respons mukosa
lambung terhadap adanya berbagai iritan lokal, dapat disebabkan endotoksin bakteri yang mengkontaminasi makanan atau karena mengkonsumsi kafein, alkohol, dan aspirin.
Namun demikian infeksi dari bakteri Helicobacter pylori lebih sering dianggap sebagai penyebab gastritis akut. Bakteri ini melekat pada sel epitel lambung dan menghancurkan
lapisan mukosa pelindung akibatnya sel parietal tidak memiliki lapisan yang melindunginya dari zat-zat yang masuk ke dalam lambung
www.murrasaca.com .
Fauziah Annisa : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Rumah Sakit Di RSUP H. Adam Malik Medan, 2009.
Gastritis akut juga dapat disebabkan oleh penggunaan obat antiinflamasi nonsteroid seperti aspirin, indometasin, ibuprofen, obat lainnya yaitu sulfonamida, steroid
dan digitalis. Asam empedu, enzim pankreas, dan etanol juga diketahui dapat mengganggu lapisan mukosa lambung.
Pada gastritis superfisial akut akan tampak tanda seperti mukosa memerah, edema, dan ditutupi oleh mukus yang melekat, selain itu juga sering terjadi erosi kecil dan
perdarahan. Tingkat peradangan sangat bervariasi tergantung dari tingkat kerusakan mukosa lambung.
Pada beberapa kasus, apabila gejala yang terjadi menetap dan menunjukkan resistensi terhadap pengobatan maka perlu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut seperti
endoskopi, biopsi mukosa, dan analisis cairan lambung untuk memperjelas diagnosis Price dan Wilson, 2001.
b. Gastritis Atrofik Kronik
Gastritis atrofik kronik ditandai dengan adanya atrofi progresif epitel kelenjar disertai hilangnya sel parietal lambung. Akibatnya dinding lambung menipis dan
permukaan mukosa lambung rata. Gastritis kronik dapat dikelompokkan menjadi dua tipe, yaitu gastritis tipe A atrofik atau fundal dan gastritis tipe B antral.
Gastritis kronis tipe A disebut atrofik atau fundal karena kerusakan mengenai fundus lambung. Gastritis tipe ini merupakan penyakit autoimun yang disebabkan oleh
serangan autoantibodi terhadap sel parietal lambung dan faktor intrinsik, sehingga menurunkan sekresi asam lambung dan meningkatkan kadar gastrin.
Fauziah Annisa : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Rumah Sakit Di RSUP H. Adam Malik Medan, 2009.
Gastritis kronis tipe B disebut gastrits antral karena umumnya kerusakan mengenai daerah antrum lambung dan gastritis tipe ini lebih sering terjadi dibandingkan
dengan gastritis kronis tipe A. Penyebab utama gastritis kronis tipe B adalah infeksi bakteri H. pylori.
Faktor lain penyebab terjadinya gastritis kronis adalah disebabkan refluks empedu kronis, dan asupan alkohol yang berlebihan. Gastritis atrofik kronis yang berkelanjutan
akan menyebabkan ulkus peptikum dan karsinoma www.murrasaca.com
.
2.3.2 Gejala Klinis
Manifestasi klinis gastritis akut bervariasi, bisa berupa keluhan abdomen yang tidak jelas, seperti anoreksia, bersendawa, mual, sampai gejala yang lebih berat seperti
nyeri epigastrium, muntah, perdarahan, dan hematemesis. Sedangkan gejala gastritis kronik umumnya juga bervariasi dan tidak jelas yaitu rasa penuh di perut, anoreksia, dan
distres epigastrik yang tidak jelas Price dan Wilson, 2001.
2.3.4 Diagnosis dan Pengobatan
Diagnosis gastritis dapat diketahui dari gejala klinis yang dialami pada penderita. Namun untuk mempertegas diagnosis dapat dilakukan pemeriksaan endoskopi yaitu
dengan gastroskopi, biopsi mukosa dan pemeriksaan cairan lambung. Gastritis superfisial akut biasanya mereda jika penyebabnya dihilangkan. Obat antimuntah dapat membantu
menghilangkan mual dan muntah. Bila penderita tetap muntah, perlu dikoreksi keseimbangan cairan dan elektrolit dengan memberikan infus intravena. Untuk
mempercepat penyembuhan, biasanya diterapi dengan obat penghambat pompa proton
Fauziah Annisa : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Rumah Sakit Di RSUP H. Adam Malik Medan, 2009.
misalnya omeprazol, untuk mengurangi sekresi asam, menetralkan asam yang tersekresi digunakan antasida, dan untuk melapisi permukaan lambung yang mengalami inflamasi
atau ulserasi dapat digunakan sukralfat Price dan Wilson, 2001. Pengobatan gastritis kronis bervariasi, tergantung pada penyebab penyakit yang
diduga. Bila terdapat lesi ulkus duodenum, dapat diberikan antibiotik untuk membatasi perkembangan H. Pylori, alkohol dan obat yang diketahui mengiritasi lambung harus
dihindari Price dan Wilson, 2002.
2.4 Tinjauan Umum Obat
a. Tablet Levofloxacin
Levofloxacin adalah isomer optik S-- ofloxacin, merupakan antibiotik floroquinolon memilki spektrum luas yang aktif terhadap bakteri Gram positif dan bakteri
Gram negatif. Namun secara in vitro aktivitasnya terhadap Gram positif lebih aktif. Levofloxacin secara in vitro juga aktif terhadap mikrobakteri seperti Mycobacterium
tuberculosis McEvoy, 2005. Levofloxacin adalah generasi ketiga antibiotik quinolon yang memiliki aktivitas
bakteriostatik yang bekerja sebagai antibiotik penghambat enzim gyrase, sehingga sintesis DNA bakteri terganggu, namun aktivitasnya akan menjadi bakterisid ketika bakteri tidak
mampu memperbaiki kerusakan DNA nya Hjelle, et al., 2003. Levofloxacin diindikasikan untuk infeksi yang disebabkan oleh bakteri yang
sensitif terhadap levofloxacin antara lain infeksi saluran pernafasan bronkitis kronik, pneumonia, dan sinusitis akut, infeksi kulit, infeksi saluran kemih, infeksi saluran
pencernaan, infeksi mata, dan juga digunakan dalam pengobatan tuberkulosis McEvoy,
Fauziah Annisa : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Rumah Sakit Di RSUP H. Adam Malik Medan, 2009.
2005. Levofloxacin dikontraindikasikan terhadap pasien anak dibawah 18 tahun, wanita hamil dan menyusui, serta pasien yang hipersensitif terhadap levofloxacin.
Levofloxacin dapat diberikan secara oral maupun intravena. Pemberian secara oral, absorbsinya berlangsung cepat dan hampir sempurna, konsentrasi puncak dalam plasma
dicapai 1 jam setelah pemberian. Setelah diabsorbsi selanjutnya didistribusikan ke jaringn tubuh, meliputi mukosa bronkial dan paru, juga dapat menembus plasenta dan air susu ibu,
tetapi penetrasinya kedalam SSP sangat sedikit. Levofloxacin sekitar 30-40 berikatan dengan protein plasma, dan hanya sebagian kecil yang dimetabolisme menjadi metabolit
yang tidak aktif. Waktu paruh eliminasinya adalah 6 sampai 8 jam dan akan diperpanjang pada pasien gagal ginjal. Levofloxacin sebagian besar diekskresikan melalui urin dalam
bentuk yang tidak berubah Sweetman, 2007. Efek samping levofloxacin umumnya muncul pada saluran pencernaan, SSP, dan
kulit. Pada saluran pencernaan dapat berupa mual, muntah, diare, dispepsia, dan nyeri abdomen. Pada SSP efek samping yang muncul berupa sakit kepala, halusinasi, insomnia,
tremor, depresi, dan reaksi psikotik lainnya. Sedangkan pada kulit berupa gatal-gatal dan kemerahan. Efek samping lainnya yang timbul adalah peningkatan kadar serum kreatinin
dan blood ureum nitrogen, yang menandakan adanya kerusakan akut pada ginjal Sweetman, 2007.
Pemberian levofloxacin dapat mengganggu metabolisme obat lain di hati, dan dapat mempengaruhi bersihan obat seperti teofilin yang dimetabolisme di hati. Kation-
kation seperti aluminium, magnesium dan besi akan mengurangi absorbsi levofloxacin apabila diberikan bersamaan. Pemberian bersamaan dengan obat-obat penghambat reseptor
H
2
akan mempengaruhi farmakokinetik dari levofloxacin, diduga akibat adanya perubahan pH lambung Sweetman, 2007.
Fauziah Annisa : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Rumah Sakit Di RSUP H. Adam Malik Medan, 2009.
Levofloxacin harus disimpan dalam wadah yang kedap udara dan terlindung dari cahaya pada suhu 25°C, atau antara 15°C sampai 30°C, dan jangan disimpan pada suhu
lebih dari 40°C Sweetman, 2007.
b. Kapsul Urdahex Asam ursodeoksikolat