Rating Factor dan Allowance

3.5.3. Rating Factor dan Allowance

Setelah pengukuran berlangsung, pengukur harus mengamati kewajaran kerja yang ditunjukkan oleh operator. Ketidakwajaran ada maka pengukur harus mengetahuinya dan menilai seberapa jauh hal tersebut terjadi. Penilaian perlu dilakukan karena berdasarkan itu dapat dilakukan penyesuaian, dan pengukur harus menormalkannya dengan melakukan penyesuaian. 13 Biasanya penyesuaian dilakukan dengan mengalikan waktu siklus rata-rata dengan suatu harga p yang disebut faktor penyesuaian. Besarnya harga p sedemikian rupa sehingga hasil perkalian yang diperoleh mencerminkan waktu yang sewajarnya atau normal. Bila pengukur berpendapat bahwa operator bekerja di atas normal maka harga p akan lebih besar dari 1 p1 dan sebaliknya jika operator bekerja di bawah normal maka harga p akan lebih kecil dari 1 p1, dan andaikan pengukur berpendapat bahwa operator bekerja secara wajar maka harga p akan sama dengan 1 p=1. 14 Beberapa sistem untuk memberikan rating yang umumnya diaplikasikan dalam aktivitas pengukuran kerja, antara lain: 1. Skill dan Effort Rating Sekitar tahun 1961, Charles E. Bedaux memperkenalkan suatu sistem untuk pembayaran upah atau pengendalian tenaga kerja. Sistem yang diperkenalkan olehnya ini berdasarkan pengukuran kerja dan waktu baku yang dinyatakan dengan huruf “B” huruf pertama Bedaux, penemunya. Prosedur pengukuran kerja yang dilakukan oleh Bedaux meliputi penentuan rating terhadap kecakapan skill dan usaha-usaha yang ditunjukkan oleh operator pada saat 13 Iftikar Z, Sutalaksana. 2006. Teknik Perancangan Sistem Kerja. Edisi Kedua. Bandung: ITB. Hal:138-169 14 Sritomo, Op. Cit., 197-200. Universitas Sumatera Utara bekerja, disamping itu juga mempertimbangkan kelonggaran allowance. Bedaux menetapkan 60B sebagai performance standard yang harus dicapai oleh seorang operator yang bekerja dengan kecepatan normal, yang diharapkan akan mampu mencapai angka 60B per jam, dan pemberian insentif dilakukan pada tempo kerja rata-rata sekitar 70 sampai dengan 85B per jam. 2. Westinghouse System’s Rating Westing House Company 1972 berhasil membuat suatu tabel performance rating yang berisikan nilai-nilai yang berdasarkan tingkatan yang ada untuk 4 faktor yang menentukan kewajaran atau ketidakwajaran dalam bekerja. Adapun 4 faktor tersebut antara lain: a. Keterampilan atau skill, didefinisikan sebagai kemampuan mengikuti cara kerja yang ditetapkan. Latihan dapat meningkatkan keterampilan, tetapi hanya sampai ke tingkat tertentu saja. Untuk keperluan penyesuaian, keterampilan dibagi menjadi 6 kelas seperti disajikan pada Lampiran II b. Usaha, adalah kesungguhan yang ditunjukkan atau yang diberikan operator ketika melakukan pekerjaannya. Usaha atau effort ini dibagi atas 6 kelas usaha seperti tertera pada Lampiran III c. Kondisi kerja atau condition, adalah kondisi fisik lingkungannya seperti keadaan pencahayaan, suhu, dan kebisingan ruangan. Kondisi kerja merupakan sesuatu di luar operator yang diterima apa adanya oleh operator tanpa banyak kemampuan mengubahnya. Kondisi kerja dibedakan menjadi 6 kelas, yaitu Ideal, Excellent, Good, Average, Fair, dan Poor. Kondisi kerja yang ideal tidak selalu sama bagi setiap pekerjaan karena berdasarkan karaketristiknya masing-masing pekerja membutuhkan kondisi ideal sendiri- Universitas Sumatera Utara sendiri. Pada dasarnya, kondisi ideal adalah kondisi yang paling cocok untuk pekerjaan yang bersangkutan, yaitu yang memungkinkan kinerja maksimal dari pekerja. Sebaliknya kondisi poor adalah kondisi yang tidak membantu jalannya pekerjaan atau bahkan sangat menghambat pencapaian kinerja yang baik. d. Konsistensi, adalah keseragaman hasil pengukuran yang diperoleh selama operator bekerja. Selama konsistensi masih dalam batas-batas kewajaran masalah tidak akan timbul, tetapi jika variabilitasnya tinggi maka hal tersebut harus diperhatikan. Konsistensi dibagi atas 6 kelas, yaitu Perfect, Excellent, Good, Average, Fair dan Poor. Seseorang yang bekerja Perfect adalah yang dapat bekerja dengan waktu penyelesaian yang boleh dikatakan tetap dari saat ke saat. Sebaliknya konsistensi yang Poor terjadi bila waktu- waktu penyelesaiannya berselisih jauh dari rata-rata secara acak. Konsistensi rata-rata atau average adalah bila selisih antara waktu penyelesaian dengan rata-ratanya tidak besar walaupun ada satu dua yang letaknya jauh. 3. Synthetic Rating Synthetic rating adalah metode untuk mengevaluasi tempo kerja operator berdasarkan nilai waktu yang telah ditetapkan terlebih dahulu. Prosedur yang dilakukan adalah dengan melaksanakan pengukuran kerja seperti biasanya dan membandingkan waktu yang diukur dengan waktu penyelesaian elemen kerja sebelumnya sudah diketahui data waktunya. Perbandingan ini merupakan indeks performance atau rating factor dari operator untuk melaksanakan elemen kerja tersebut. Universitas Sumatera Utara 4. Performance Rating atau Speed Rating Didalam praktek pengukuran kerja maka metode penetapan rating performance kerja operator didasarkan pada satu faktor tunggal yaitu operator speed, space atau tempo. Sistem ini dikenal dengan “performance rating” atau ”speed rating”. Rating factor ini umumya dinyatakan dalam presentase atau angka desimal, dimana performance kerja normal akan sama dengan 100 atau 1,00. 15 Kelonggaran allowance diberikan kepada tiga hal yaitu untuk kebutuhan pribadi, melepaskan kelelahan dan hambatan yang tidak dapat dihindarkan. Penjelasan ketiga hal tersebut sebagai berikut: 1. Kelonggaran waktu untuk kebutuhan pribadi personal allowance Yang termasuk didalam kebutuhan pribadi adalah hal-hal seperti minum sekedarnya untuk menghilangkan rasa haus, ke kamar kecil, bercakap-cakap dengan teman sekedarnya untuk menghilangkan ketegangan ataupun kejenuhan sewaktu bekerja. 2. Kelonggaran waktu untuk melepaskan lelah fatigue allowance Rasa fatigue tercermin antara lain dari menurunya hasil produksi baik jumlah maupun kualitasnya. Salah satu cara untuk menentukan besarnya kelonggaran ini adalah dengan melakukan pengamatan sepanjang hari kerja dan mencatat pada saat-saat dimana hasil produksi menurun. Jika rasa fatigue telah datang dan pekerja harus bekerja untuk menghasilkan performance normalnya, maka usaha yang dikeluarkan pekerja lebih besar dari normal dan ini akan 15 Iftikar, Op. Cit., 149-150 . Universitas Sumatera Utara menambah rasa fatigue. Oleh karena itu harus diberikan kelonggaran bagi para pekerja untuk menghilangkan rasa lelahnya. 3. Kelonggaran waktu karena keterlambatan-keterlambatan delay allowance Dalam melakukan pekerjaannya, seorang operator tidak luput dari segala hambatan-hambatan dalam pekerjaannya. Beberapa contoh dalam hambatan- hambatan tak terhindarkan adalah menerima atau meminta petunjuk kepada pengawas, melakukan penyesuaian-penyesuaian mesin, mengasah alat potong, mengambil alat-alat atau bahan-bahan khusus dari gudang dan lain sebagainya. Besarnya hambatan seperti itu sangat bervariasi sehingga perlu diberikan sedikit kelonggaran bagi operator. Besarnya kelonggaran adalah untuk ketiga hal di atas yaitu untuk kebutuhan pribadi, menghilangkan rasa fatigue, dan hambatan yang tidak terhindarkan. Dua hal yang pertama antara lain didapat dengan memperhatikan kondisi yang sesuai dengan pekerjaan yang bersangkutan. Sedangkan untuk yang ketiga dapat diperoleh melalui pengukuran khusus seperti sampling pekerjaan. Kesemuanya masing-masing dinyatakan dalam persentase, dijumlahkan dan kemudian mengalikan jumlah ini dengan waktu normal yang telah dihitung sebelumnya.

3.5.4. Penetapan Waktu Baku