Diversifikasi Pemanfaatan Lahan Persawahan dalam Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat Petani” (Studi di Desa Sitabotabo, Kecamatan Siborongborong, Kabupaten Tapanuli Utara)

(1)

DIVERSIFIKASI PEMANFAATAN FUNGSI LAHAN PERSAWAHAN UNTUK MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN PETANI

(Studi Di Desa Sitabotabo, Kecamatan Siborongborong, Kabupaten Tapanuli Utara)

SKRIPSI DIAJUKAN OLEH: LENNI L NABABAN

080901016

DEPARTEMEN SOSIOLOGI

GUNA MEMENUHI SALAH SATU SYARAT UNTUK MEMPEROLEH GELAR SARJANA (S-1) PADA

FAKULTAS SOSIAL DAN POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

ABSTRAK

Penulisan skripsi yang berjudul “ Diversifikasi Pemanfaatan Fungsi Lahan Persawahan Untuk Meningkatkan Kesejahteraan Petani” (Studi Deskriptif Masyarakat Desa Sitabotabo, Kecamatan Siborongborong, Kabupaten Tapanuli Utara), berawal dari ketertarikan penulis terhadap permasalahan petani dalam meningkatkan kesejahteraan petani desa tersebut. Peningkatan kesejahteraan petani diawali dengan melakukan pemanfaatan di lahan sawah. Diversifikasi yang di lakukan di lahan sawah oleh petani dilakukan secara individu untuk melakukan sebuah perubahan pada kehidupan sosial dan ekonomi. Kesadaran petani di dalam melakukan perubahan pola bertani muncul karena rendahnya tingkat pendapatan yang sedikit sehingga petani mencoba melakukan kegiatan bertani yang berbeda dari yang sebelumnya.

Diversifikasi yang dilakukan petani di lahan sawah membuat masyarakat lebih menjalin kekeluargaan makin baik. Interaksi sosial yang ada adalah sebuah kerjasama yang merupakan aktivitas kolektif yang memberikan keuntungan pada setiap individu yang ikut di dalamnya. Diantara beberapa beberapa macam bentuk kerjasama adalah tolong-menolong. Interaksi yang baik menjadikan masyarakat lebih sejahtera, karena setiap pekerjaan dilakukan dengan gotong-royong.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode studi deskriptif dengan penelitian kualitatif. Tekhnik pengumpulan data dilakukan dengan observasi, wawancara, dan studi kepustakaan. Adapun yang menjadi unit analisa dan informan dalam penelitian ini adalah petani yang merupakan warga desa Sitabotabo. Interpretasi data dilakukan dengan menggunakan data-data yang didapat dari hasil observasi, wawancara, dan diinterpretasikan berdasarkan dukungan kajian pustaka sehingga dapat diambil suatu kesimpulan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa diversifikasi yang dilakukan di lahan persawahan menjadikan petani mengalami perubahan, baik perubahan peningkatan ekonomi maupun peningkan hubungan sosial. Peningkatan kesejahteraan dilakukan masyarakat petani di desa dan di ladang. Hal tersebut dilakukan dengan bergotong-royong, baik pada saat bekerja di sawah maupun di tempat tinggalnya. Pada kenyataanya petani desa Sitabotabo awalnya menanam tanaman tunggal saja di lahan sawah yaitu padi. Padi di panen hanya sekali dalam satu tahun. Hal itulah yang mendoorng masyarakat petani untuk lebih mengoptimalkan lahan sawahnya yang menganggur selama 6 bulan. Kesadaran petani melakukan diversifikasi di lahan sawah untuk meningkattkan kesejahteraan petani, kesejahteraan petani tercermin dari pendidikan anak yang semakin tinggi. Dalam bidang pertanian masyarakat mengalami banyak perubahan, salah satunya ialah petani mulai menggunakan alat teknologi seperti hand traktor, hal itu menjadikan nilai kebiasaan masyarakat semakin menipis. Diversifikasi yang dilakukan petani memiliki interaksi dan hubungan yang baik yaitu antara petani dengan tengkulak, petani dengan kelompok tani, petani dengan buruh.. Dalam hubungan petani dengan buruh tani, tengkulak, dan kelompok tani tetap tetap terikat dengan adat istiadat (keseganan), dengan hutang pinjaman, bantuan-bantuan, dan lainnya. Hal inilah yangmenjadikan interaksi masyarakat desa Sitabotabo makin meningkat sesuai dengan peningkatan kesejahteraan yang dilakukan melalui diversifikasi. Terjadinya diversifikasi dimulai petani hanya dengan coba-coba saja, tetapi sekarang diversifikasi menjadi sebuah tradisi yang dilakukan setiap tahunnya. Meskipun ada tradisi yang sudah menipis tetapi ada juga tradisi yang baru untuk diklakukan petani demi peningkatan kesejahteraan masyarakat desa Sitabotabo.


(3)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Petani selalu jadi pembicaraan setiap kali menyinggung masalah pangan di dalam negeri. Sebaliknya, kesejahteraan mereka jarang dibicarakan bahkan hampir dilupakan, padahal 60 persen rakyat Indonesia hidup dari sektor pertanian. Dalam kebijakan pemerintah menaikkan harga pembelian pemerintah (HPP) untuk gabah dan beras tetapi belum terealisasikan sehingga petani di Indonesia dikatakan belum bisa sejahtera. Kenaikan Harga Pembelian Pemerintah tersebut, juga dimaksudkan mendongkrak tingkat kesejahteraan petani. Namun lebih dari pada itu, sudah saatnya petani tidak semata-mata ditempatkan sebagai obyek sekedar produsen padi.

Dalam meningkatkan kesejahteraan, petani memanfaatkan lahan yang ada melalui diversifikasi lahan sawah. Semakin gencarnya program diversifikasi pangan di Sumut, membuat konsumsi beras di Sumatera Utara sejak beberapa tahun terakhir mengalami penurunan. Dengan rata-rata 1,89% per tahun tersebut pun diharapkan bisa meningkatkan ketahanan pangan di Sumut. Adapun data konsumsi beras pada 2009 mencapai 139,5 kg per kapita per tahun turun menjadi 136,85 kg per kapita per tahun pada tahun 2010. Pada tahun 2011 berdasarkan analisis situasi pangan menunjukkan angka konsumsi beras yang lebih rendah, yakni 134,24 kg per kapita per tahun.

Dalam rangka penurunan konsumsi beras, pihaknya terus menyosialisasikan peningkatan konsumsi bahan pangan nonberas seperti


(4)

umbi-umbian, kentang, sayuran dan bahan pangan lainnya. Satu di antaranya, dengan membangkitkan kearifan lokal di Sumut, yakni mengkonsumsi umbi-umbian sebelum makan nasi, dengan sebutan manggadong (memakan ubi).Satu di antara program prioritas adalah menurunkan konsumsi beras. Hal ini dalam upaya peningkatan ketersediaan bahan pangan melalui kebijakan intensifikasi, ekstensifikasi pengembangan cadangan pangan dan diversifikasi bahan pangan. Sehingga ke depan, tepatnya di tahun 2013, pola pangan harapan di Sumut bisa meningkat menjadi 93 dari kondisi tahun 2010 sebesar 78,7. Upaya yang dilakukan antara lain melalui percepatan penganekaragaman konsumsi pangan. Badan Ketahanan Pangan (BKP) Sumut terus menggalakkan program penganekaragaman pangan. Di sisi lain, program tersebut diharapkan mampu meningkatkan kesejahteraan petani dan semakin terjaminnya ketersediaan pangan di tengah-tengah masyarakat. (http://www.harianorbit.com/dampak-program-diversifikasi-pangan-konsumsi-beras-sumut-turun-189-per-tahun/ di akses tanggal 5 Mei 2012, pukul 10 18 Wib).

Untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Tapanuli Utara yang mayoritas petani. Revitalisasi sektor pertanian harus menjadi prioritas sebab tidak ada yang bisa memproduksi pangan kecuali pertanian. Agar revitalisasi pertanian berhasil menurutnya, harus dilakukan dari bawah yakni pedesaan/kelurahan, dengan kata lain perlu dilakukan moderinisasi pedesaan, karena sebagian besar masyarakat di desa merupakan petani. Berbagai kegiatan yang harus dilakukan dalam program revitalisasi tersebut yakni pemilihan komoditi bernilai ekonomi tinggi, memperbaiki mekanisme pertanian, diversifikasi, pengamanan ketahanan


(5)

pangan, peningkatan daya saing. Kegiatan modernisasi pedesaan dan revitalisasi dalam diversifikasi pertanian itu dapat tewujud jika ditunjang sarana dan prasarana atau infrastruktur seperti jalan, jembatan, irigasi dan air bersih. (http://taputnews.blogspot.com/2008_06_01_archive.html di akses tanggal 5.Mei 2012, pukul 10:21 Wib).

Pertanian Indonesia umumnya adalah pertanian keluarga skala kecil dengan rataan kepemilikan 0,35 ha, maka peningkatan pendapatan yang dapat dilakukan berkaitan dengan usahanya adalah mengoptimalkan sumber daya yang dimiliki, dengan melakukan usaha. Pada umunya usaha pertanian ditujukan untuk memperkecil risiko karena dinamika harga dan faktor ekonomi lainnya, dan karena adanya perubahan iklim atau cuaca. (http://ejournal.unud.ac.id/abstrak/(9)%20soca-handewi-distribusi%20pendpt di akses tanggal 23 Januari 2012 pukul 08:11). Pada penelitian Tahlim Sudaryanto

tentang “kebijakan strategis usaha pertanian dalam rangka peningkatan produksi

dan pengentasan kemiskinan” menyatakan bahwa sektor pertanian di Indonesia, khususnya usaha tani lahan sawah, memiliki nilai multifungsi yang besar dalam peningkatan ketahanan pangan, kesejahteraan petani, dan menjaga kelestarian lingkungan hidup. Keberlanjutan pertanian dengan program lahan pertanian abadi akan dapat diwujudkan jika sektor pertanian dengan nilai multifungsinya dapat berperan dalam pengentasan kemiskinan. Tingkat kemiskinan absolut tahun 2004 mencapai 36,10 juta orang, sebagian besar tinggal di pedesaan (68,70%) dengan kegiatan utama (60%) di sektor pertanian.


(6)

(http://ftp.pustaka-deptan.go.id/publikasi/p3254061.pdf di akses tanggal 12 Desember 2012, pukul 20:12 Wib)

Jumlah penduduk miskin, yakni penduduk yang berada di bawah Garis Kemiskinan, di Sumatera Utara pada bulan Maret 2010 sebesar 1.490.900 orang (11,31 %). Dibandingkan dengan penduduk miskin pada bulan Maret 2009 yang berjumlah 1.499.700 orang (11,51 %), berarti jumlah penduduk miskin di Provinsi Sumatera Utara berkurang sebanyak 8.800 orang atau persentasenya berkurang sebesar 0,20 poin. Selama periode Maret 2009 – Maret 2010, penduduk miskin di daerah perdesaan berkurang 9.800 orang (0,27 %). Pada bulan Maret 2010, penduduk miskin berada di daerah perdesaan sebesar 11,29 % . Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) di Sumatera Utara tahun 2010 meningkat dibanding tahun 2009, yaitu menjadi 0,57 dari 0,50. Demikian pula untuk Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1), angkanya mengalami peningkatan, yakni dari 1,92 tahun 2009 menjadi 2,04 pada tahun 2010.

Hal ini mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin cenderung makin menjauhi garis kemiskinan dan tingkat ketimpangannya juga semakin besar. Besar kecilnya jumlah penduduk miskin sangat dipengaruhi oleh garis kemiskinan, karena penduduk miskin adalah mereka yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan. Pada bulan Maret 2010 garis kemiskinan Sumatera Utara sebesar Rp. 222.898,- per kapita per bulan. Untuk daerah perkotaan, garis kemiskinannya sebesar Rp. 247.547,- per kapita per bulan, dan untuk daerah perdesaan sebesar Rp. 201.810,- per kapita per bulan. Dilihat dari besarnya jumlah pengeluaran per kapita pada daerah pedesaan itu


(7)

terlihat betapa sulitnya petani di daerah pedesaan dalam memenuhi kebutuhan hidup, tetapi karena di pedesaan masih adanya sistem kearifan tradisi, dimana penduduk petani miskin saling tolong-menolong, gotong-royong yang dapat membantu para petani dalam melakukan pekerjaan dan memenuhi kebutuhan sehari-hari.(BPS Provinsi Sumut 2011, Sumut dalam Angka 2011)

Pendapatan rumah tangga pada daerah pedesaan dengan usaha tani berbasis non padi umumnya lebih tinggi dibandingkan dengan daerah berbasis padi. Semakin kecilnya rata-rata penguasaan lahan oleh rumah tangga petani mendorong petani melakukan usaha diversifikasi usaha tani dalam rangka meningkatkan pendapatannya. Diversifikasi Pertanian adalah usaha penganekaragaman jenis usaha atau tanaman pertanian untuk menghindari ketergantungan pada salah satu hasil pertanian. Diversifikasi pertanian dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu : Memperbanyak jenis kegiatan pertanian, misalnya seorang petani selain bertani juga beternak ayam dan beternak ikan dan memperbanyak jenis tanaman pada suatu lahan, misalnya pada suatu lahan selain ditanam jagung juga ditanam padi ladang.

Sektor pertanian, khususnya usaha tani lahan sawah dengan menggunakan diversifikasi memiliki nilai multifungsi yang besar dalam peningkatan pendapatan, kesejahteraan petani, dan menjaga kelestarian lingkungan hidup. Keberlanjutan pertanian dengan program lahan pertanian abadi akan dapat diwujudkan jika sektor pertanian dengan nilai multifungsinya dapat berperan dalam pengentasan kemiskinan. Menurut Saptana dalam “diversifikasi usahatani lahan sawah di Kabupaten Klaten dan Kediri” menyatakan bahwa alasan petani


(8)

melakukan diversifikasi usahatani adalah untuk memenuhi keragaman kebutuhan konsumsi keluarga.

Dalam konteks ekonomi, diversifikasi pertanian diarahkan untuk meningkatkan kemakmuran sosial, ekonomi ,memenuhi permintaan pasar dan meningkatkan pendapatan petani dengan tingkat stabilitas yang lebih tinggi. Peningkatan pendapatan dapat mempengaruhi peningkatan kesejahteraan sosial. Peningkatan kesejahteraan penduduk desa didukung oleh peningkatan dan ketersediaan sekolah. Jika pendapatan petani semakin meningkat itu menunjukkan bahwa petani mampu menyekolahkan anak-anaknya sampai tingkat kuliah. (Pudjiwati Sajogyo 2000:80). Peranan lahan sawah dalam meningkatkan ekonomi rumah tangga petani, ukuran yang dipakai adalah pangsa pendapatan dari usaha tani di sawah terhadap total pendapatan rumah tangga. Meningkatkan kesejahteraan petani melalui upaya peningkatan pendapatan rumah tangga merupakan sasaran akhir dan pembangunan nasional, tingkat pendapatan merupakan salah satu faktor kunci bagi rumah tangga untuk akses terhadap pangan yang dibutuhkan.

Penduduk di Kabupaten Tapanuli Utara, kecamatan Siborongborong, desa Sitabotabo, mayoritas bermata pencaharian petani tanaman pangan, dan hanya sebagian kecil mayarakat yang bekerja di luar sektor pertanian dan instansi pemerintah. Jika dilihat dari besarnya kebutuhan hidup melihat kondisi kenaikan harga pangan saat ini, petani sangat sulit memenuhi kebutuhan sehari-hari, namun dalam masyarakat desa Sitabotabo dikenal dengan adanya sistem tolong menolong, gotong royong (marsiadapari) dan kerjasama yang dapat membantu para tani yang memenuhi kebutuhan hidup keluarganya.

Pada kenyataanya petani desa Sitabotabo awalnya menanam tanaman tunggal saja di lahan sawah yaitu padi, padi ditanam hanya satu kali dalam satu


(9)

tahun saja. Setelah padi dipanen, padi akan disimpan untuk kebutuhan selama satu tahun, tetapi tidak semua petani mampu untuk menyimpan padi, karena banyaknya kebutuhan yang akan dipenuhi, untuk memenuhi kebutuhan tersebut petani harus menjual padi mereka, oleh karena itu sebelum padi dipanen kembali para petani akan susah untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari, dan para petani juga sudah mulai bingung untuk membeli beras untuk. Beras dalam keluarga sudah menjadi kewajiban untuk bahan pangan. Hidup susah membuat para petani tidak mampu berkembang, itu terlihat dari pendidikan anak yang hanya tamat dari Sekolah Menengah Atas saja. Untuk jenjang perkuliahan sangat sulit untuk dilakukan karena biaya yang tidak ada.

Kesadaran petani untuyk melakukan perubahan pola bertani muncul karena rendahnya tingkat pendapatan yang sedikit sehingga petani mencoba melakukan kegiatan bertani yang berbeda dari yang sebelumnya. Perubahan sistem bertani yang dilakukan bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan, kesejahteraan petani di ukur dari tingginya pendapatan. Jika pendapatan baik, maka pendidikan dan pengetahuan anak akan semakin tinggi dan berkembang. Cara yang dilakukan petani Sitabotabo untuk bertani dari awalnya hanya menanam padi di lahan sawah mengalami perubahan menjadi petani yang menanam banyak jenis anekaragam tanaman pada lahan sawah yaitu dengan cara diversifikasi.

Awal pertama diversifikasi dilakukan masyarakat desa Sitabotabo hanya merupakan coba-coba saja oleh salah satu warga pada tahun 2002, ternyata hal tersebut cukup baik untuk menambah pendapatan petani. Lama kelamaan


(10)

diversifikasi pertanian ini dilakukan oleh hampir semua petani desa Sitabotabo. Awal dilakukan diversifikasi di lahan sawah itu karena pada awalnya tanaman sayur-sayuran di tanam di lahan kering, tetapi karena petani menanam kopi di lahan kering, maka petani harus menanam tanaman yang dulunya di tanam di lahan kering menjadi ditanam di lahan sawah, dengan melakukan diversifikasi. Sistem gotong-royong ini terjadi hanya kepada petani yang sama-sama melakukan pekerjaan yang sama, misalnya pada saat mengolah, memanen padi sistem ini dilakukan, sistem ini disebut dengan sistem Barter.

Nilai gotong-royong tidak dilakukan oleh petani yang tidak punya lahan, jadi pada saat dia bekerja pada lahan orang, maka dia akan di gaji, sistem gaji berupa uang, dan digaji perhari , mereka kerja mulai dari jam 08.00-18.00 Wib dan tergantung dengan kondisi. Sistem upah yang dilakukan terhadap perempuan dan laki-laki sangat berbeda. Misalnya laki-laki kerja akan di gaji sebesar Rp. 40.000,00, dan perempuan di berikan upah sebesar Rp. 25.000,00, dan makanan, kopi, rokok akan di tanggung oleh pemilik lahan. Disini terdapat perbedaan antara perempuan dan laki-laki di karenakan bahwa nilai laki-laki itu pada Desa Sitabotabo lebih di utamakan karena laki-laki yang menjadi kepala keluarga dan bersifat patriarkhi atau marga diturunkan dari laki-laki.

Alat-alat yang digunakan petani desa Sitabotabo ini untuk melakukan diversifikasi adalah alat tradisional seperti: cangkul dan babat, tetapi pada tahun 2008, mereka sudah mulai menggunakan alat teknologi yang berasal dari Kelompok Tani yang menyumbangkan Hand Tractor 1 unit kepada kelompok tani. Petani yang mendapatkan Hand Tractor adalah mereka yang menjadi


(11)

anggota kelompok tani Sinurgabe. Hal ini dapat membantu mempermudah petani untuk melakukan pekerjaan mereka di sawah dan berdiversifikasi di lahan sawah. Adapun cara yang dilakukan masyarakat petani untuk mengoptimalkan lahan sawah tersebut yaitu :

1. Mengeringkan sawah dengan memisahkan gabah padi, gabah padi juga dimanfaatkan petani sebagai kompos/pupuk, juga sebagai makanan ternak seperti kerbau.

2. Mengolah lahan dengan menggunakan cangkul, babat, Hand tractor,

3. Setelah lahan kering, tanah akan dihaluskan, dan siap untuk menanam tanaman, tanaman yang sering ditanam di lahan sawah adalah cabai, sayur, tomat, jagung, kacang, beternak ikan.

Dari segi ekonomi, diversifikasi bertujuan memperkecil resiko yang disebabkan oleh dinamika harga dan faktor ekonomi lainnya serta perubahan iklim. Dari segi pemanfaatan sumber daya, diversifikasi berpeluang meningkatkan pemanfaatan sumberdaya manusia, peningkatan kesempatan kerja dan kesempatan berusaha serta pemanfaatan sumberdaya alam dan modal. Dari segi budidaya diversifikasi dapat memperkecil pengaruh iklim dan dapat memperkecil intensitas serangan hama penyakit tanaman melalui pemutusan siklus. Dalam penelitian yang dilakukan Handewi P Saliem tentang “Diversifikasi Usaha Tani

dan Tingkat pendapatan Petani di Lahan Sawah” menyatakan bahwa tujuan

melakukan diversifikasi pada lahan sawah adalah untuk meminimumkan resiko, menghindari buruknya ekonomi,sebagai sumber pertumbuhan baru. (


(12)

http://pse.litbang.deptan.go.id/ind/pdffiles/Mono27-4di akses tanggal 23 Januari 2012 pukul 15:12 Wib).

Sawah yang di gunakan oleh desa Sitabotabo untuk melakukan diversifikasi yaitu sawah irigasi, dimana lahan sawah tersebut bisa menanam tanaman lainnya. Lahan sawah yang bersifat sawah irigasi dapat di optimalkan untuk menanam tanaman lainnya. Ketika sawah digunakan untuk menanam padi, maka air akan di masukkan ke sawah, tetapi ketika lahan sawah di manfaatkan untuk menanam sayuran, petani akan membuang air, sehingga lahan bisa kering. Tetapi tidak semua lahan dapat digunakan untuk menanam tanaman seperti sayur-sayuran, karena keadaan geografisnya yang berbukit-bukit. Lahan yang tidak bisa di tanami sayur-sayuran yaitu jenis tanah yang berlumpur, kadar air yang banyak, dan susah untuk di keringkan.

Diversifikasi pemanfaatan lahan sawah sangat rutin dilakukan petani bersama tiap tahun, yaitu sama-sama menanam padi di bulan Desember, dan memanen pada bulan Mei, pada bulan Juni mereka sudah mulai mengolah sawah dengan menggunakan alat tradisional dan Hand tractor. Sistem mina padi (diversifikasi lahan saat penanaman padi dilakukan ) tidak pernah di lakukan di lahan sawah. Misalnya saat menanam padi mereka melakukan diversifikasi pada lahan sawah dengan beternak ikan, hal itu tidak dilakukan karena dapat merusak tanaman padi, karena selama padi di tanam, tidak selamanya sawah berair, ada saat-saat untuk mengeringkan sawah, karena ketika padi akan di pupuk kondisi lahan akan kering, jika hal itu terjadi, maka ikan yang di di dalam sawah tersebut akan mati dan tidak dapat bertahan.


(13)

Alasan petani desa Sitabotabo melakukan diversifikasi pada lahan sawah dan tidak melakukan di lahan kering yaitu karena pada orde baru ketika pengalihan tanaman sayur-sayuran menjadi kopi pada lahan kering mengakibatkan petani harus berusaha untuk menanam sayuran di lahan untuk menambah penghasilan mereka. Hal ini mendorong petani untuk mencoba melakukan diversifikasi pada lahan sawah. Sistem diversifikasi saat menanam sayuran di lahan sawah dilakukan secara bertahap. Ketika lahan sawah sudah dapat di tanami sayur, cabai dan lain-lain, yang pertama di tanam adalah cabai, ketika cabai sudah berumur 1 bulan, maka dapat menanam tanaman lainnya berupa sayur, jagung karena umur sayur dan jag ung lebih cepat daripada cabai. Dan ketika petani panen cabai, mereka juga sudah dapat memanen jagung. Bentuk interaksi sosial yang ada adalah kerjasama yang merupakan aktivitas kolektif yang memberikan keuntungan pada setiap individu yang ikut di dalamnya. Dalam kerjasama ke dua belah pihak saling mempengaruhi dan saling menguntungkan. Di antara beberapa macam bentuk kerjasama adalah tolong-menolong. Tolong menolong yang terjadi bisa dalam bentuk altruisme dan pertukaran imbalan (reward exchange). Altruisme adalah hasrat untuk menolong orang lain tanpa memikirkan diri sendiri, sedangkan pertukaran imbalan (reward exchange) adalah perbuatan yang dilakukan seseorang dengan tujuan agar suatu saat dia mendapatkan imbalan yang sama dari perbuatan yang dia lakukan pada orang lain tersebut.

Peningkatan kesejahteraan petani melalui diversifikasi juga meningkatkan interaksi sosial antar petani, yaitu : (a). Pada saat mengolah lahan, sistem


(14)

gotong-royong tidak dilakukan tetapi sistem kerja untuk mendapatkan imbalan atau upah, (b). Pada saat panen dan menanam padi, ketika petani memanen padi masyarakat melakukan kerja sama yang baik dan sistem kerja petani pada saat memanen padi tidak bersifat upahan, tetapi bersifat kekeluargaan, diman para petani melakukan pergiliran kerja. Misalnya hari pertama memanen padi dilakukan di lahan si A, hari kedua dilakukaan di tempat si B.sistem kerja tersebut trerjalin karena interaksi atau komunikasi sosial itu masih terjaga dengan baik. Begitu juga pada saat menanam padi, para petani juga melakukan gotong-royong, sehingga pekerjaan mereka cepat siap. (c). Setelah melakukan diversifikasi pada lahan sawah interaksi sosial juga terjalin dengan baik antara tengkulak dengan petani sayur, ketika memanen hasil dari diversifikasi pada lahan sawah mereka.

Para tengkulak itu adalah petani yang mempunyai kerja sampingan sebagai tengkulak ketika hasil sayuran di panen dari lahan sawah.Pembangunan sektor pertanian tidak terlepas dari adanya para pemilik modal. Mereka ikut serta dalam persaingan pasar pertanian untuk mencari hasil-hasil pertanian dari para petani untuk dibeli dan memperoleh keuntungan. Dalam rangka pemasaran hasil-hasil pertanian peran tengkulak sangatlah dibutuhkan oleh para petani di daerah pedesaan.

Alasan petani desa Sitabotabo, Kecamatan Siborongborong, menggunakan jasa tengkulak dalam menjual hasil panen adalah:(1) Karena tidak semua memiliki kendaraan angkut sendiri. Petani sayur merasa dipermudah dengan adanya tengkulak yang mendatangi mereka dengan sekaligus membawa kendaraan pengangkut sehingga petani tidak perlu menyewa kendaraan lagi.


(15)

Petani lebih memilih menjual kepada tengkulak meskipun di bawah harga pasar untuk segera mendapatkan uang daripada hasil panen sayurnya layu dan tidak laku untuk dijual. (2) Karena petani sudah sering meminjam modal berupa bibit dan pupuk kepada tengkulak karena merasa lebih mudah sedangkan tengkulak juga merasa diuntungkan karena petani menjual hasil panen kepada tengkulak yang memberikan modal bibit dan pupuk pada saat panen.

Pola interaksi sosial antara tengkulak dengan petani di Desa Sitabotabo, Kecamatan Siborongborong, terbagi menjadi dua pola yaitu pertama pola Kerjasama, dalam hal ini adalah kerjasama yang dilakukan bersifat tetap dengan melibatkan orang-orang atau pelaku yang sama yaitu antara petani dengan tengkulak yang sama setiap melakukan transaksi jual beli hasil panen sayur dan dilakukan secara berulang-ulang. Pola yang kedua adalah pola Akomodasi, yaitu interaksi sosial antara tengkulak dengan petani sayur yang dibangun saling menguntungkan, tidak ada permasalahan dalam kegiatan penjualan hasil panen sayuran yang ada di Desa Sitabotabo, Kecamatan Siborongborong. Pola interaksi sosial yang berdasarkan pada kedekatan emosional saling menguntungkan satu dengan yang lainnya, keduanya sama-sama menjaga keharmonisan dalam hubungan sosial yang mereka bangun.

Diversifikasi yang dilakukan di lahan sawah di desa Sitabotabo, Kabupaten Tapanuli Utara, sangat membantu meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan sosial. Kesejahteraan merupakan tuntutan yang harus segera dipenuhi karena menyangkut hajat hidup masyarakat. Supaya tiap warga mampu untuk aktif dan kreatif di dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Sehingga sebuah


(16)

desa mampu mengelola dan mengatur wilayah sendiri dengan leluasa, dengan begitu akses mayarakat terhadap pusat mayarakat pemerintah dan ekonomi menjadi lebih dekat dan harapan meningkatnya kesejahteraan akan dapat terpenuhi. (A. T. Mosher 1969:73).

Berdasarkan paparan di atas, maka penulis tertarik untuk meneliti para petani memanfaatkan lahan sawah di dalam meningkatkan kesejahteraan sosial yang telah membentuk suatu pola hubungan interaksi sosial di desa Sitabotabo, kecamatan Siborongborong, Kabupaten Tapanuli Utara.

1.2 Perumusan Masalah

Para petani, mulai dari menanam padi, sampai menanam tanaman lainnya di sawah selama ini belum mendapat perhatian penuh dari pemerintah. Penghasilan petani dari sawah melalui diversifikasi dapat meningkatkan kesejahteraan sosial dan ekonomi. Meskipun sistem upahan terjadi pada petani, tetapi masyarakat petani masih aktif melakukan gotong royong dan memperbaiki rumah tanpa meminta imbalan. Diversifikasi di lahan sawah sampai saat ini masih dilakukan di Desa ini dan semakin berkembang.

Berdasarkan uraian diatas, maka dalam penelitian ini perumusan masalah adalah sebagai berikut:

1. Apakah diversifikasi pemanfaatan lahan sawah dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat petani?

2. Bagaimana petani melakukan diversifikassi pemanfaatan lahan sawah untuk meningkatkan kesejahteraan sosial petani.


(17)

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah, maka penelitian ini bertujuan:

1. Untuk mengetahui bagaimana diversifikasi pemanfaatan lahan persawahan dalam meningkatkan kesejahteraan sosial ekonomi petani di Desa Sitabotabo Kecamatan Siborongborong Kabupaten Tapanuli Utara.

2. Untuk mengetahui cara-cara yang dilakukan di dalam melakukan diversifikasi lahan persawahan dalam meningkatkan kesejahteraan sosial petani.

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian dilakukan pada umumnya mempunyai manfaat. Adapun manfaat dari penelitian ini adalah

1.4.1. Manfaat Teoritis

a. Untuk melatih kemampuan akademis sekaligus penerapan ilmu pengetahuan yang telah diperoleh

b. Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini nantinya dapat dimanfaatkan sebagai referensi bagi perkembangan ilmu sosiologi pada khususnya sosiologi pedesaan dan kajian mengenai hubungan sosial.

c. Sebagai bahan rujukan bagi penelitian selanjutnya yang mempunyai keterkaitan dengan masalah dalam penelitian ini


(18)

a. Data-data yang diperoleh menjadi sumbangan pemikiran untuk kelembagaan pertanian untuk meningkatkan kesejahteraan para petani

b. Data yang diperoleh nantinya dapat dimanfaatkan bagi pihak-pihak yang berkompeten dalam membuat program-program yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang Diversifikasi pemanfaatan lahan persawahan. Misalnya lembaga pendidikan.

1.5.Defenisi Konsep

Berdasarkan uraian di atas dan berdasarkan topik permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini maka dapat diambil batasan dalam konseptul, yaitu sebagai berikut:

a. Diversifikasi Pertanian adalah usaha penganekaragaman jenis usaha atau tanaman pertanian untuk menghindari ketergantungan pada salah satu hasil pertanian. b. Lahan menurut Purwowidodo adalah suatu lingkungan fisik yang mencakup

iklim, relief tanah, hidrologi dan tumbuhan yang sampai pada batas tetrtentu akan mempengaruhi kemampuan penggunaan tanah.

c. Persawahan adalah lahan yang digunakan untuk menanam padi, dan biasanya persawahan bersifat lahan basah.

d. Kesejahteraan sosial adalah suatu sistem yang terorganisasi dari pelayanan-pelayanan sosial dan lembaga-lembaga, yang bermaksud untuk membantu individu-individu dan kelompok agar mencapai standar kehidupan dan kesehatan yang memuaskan, serta hubungan perorangan dan sosial yang memungkinkan mereka mengembangkan segenap kemampuan dan meningkatkan kesejahteraan mereka selaras dengan kebutuhan-kebutuhan keluarga maupun masyarakat.


(19)

e. Masyarakat petani adalah orang yang hidup bersama dan menghasilkan kebudayaan.

f. Petani merupakan perorangan warga negara Indonesia beserta keluarganya yang mengelola usaha di bidang pertanian, yang mencakup usaha hulu, usahatani.(Ulrich Planck 1990: 68)


(20)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Teori Struktural Fungsional

Struktur menunjuk pada kegiatan membangun sesuatu dan menghasilkan produk akhir yaitu mengembangkan suatu tindakan. Dimana tindakan tersebut membawa individu ke dalam hubungan sosial yang merupakan bagian dalam masyarakat yang memiliki fungsi dalam kesatuan masyarakat (John Scott 2011:249). Teori struktural fungsional pada dasarnya mempelajari masyarakat dengan memperhatikan struktur dan fungsinya(Ritzer 2008:118). Salah satu tokoh yang menganalisis teori fungsionalisme atau structural fungsional adalah Talcott Parson dengan konsep AGIL.

Parson yang dimulai dengan empat fungsi penting untuk semua sistem

“tindakan”, terkenal dengan skema AGIL, suatu fungsi adalah kumpulan kegiatan

yang ditujukan kearah pemenuhan kebutuhan tertentu atau kebutuhan sistem. Menurut Parson ada empat fungsi penting diperlukan semua sistem (A) adaptation, (G) Goal attainment, (I) Integration, (L) Latensi atau pemeliharaan pola. Secara bersama-sama, keempat imperatif fungsional ini dikenal sebagai skema AGIL. Agar tetap bertahan, suatu sistem harus memiliki empat fungsi yaitu:

a. Adaptation (adaptasi), Sebuah sistem yang harus menanggulangi situasi eksternal yang gawat. Sistem harus menyesuaikan diri dengan lingkungan dan kebutuhan.


(21)

Dimana sumber alam di ubah menjadi fasilitas yang dapat digunakan dan bermanfaat untuk berbagai tujuan individu.

b. Goal attainment (pencapaian tujuan), Sebuah sistem harus mengatur antar hubungan bagian-bagian yang menjadi komponennya. Sistem juga harus mengelola antar hubungan ketiga fungsi penting lainnya.

c. Interagtion (interaksi) adalah merupakan hubungan-hubungan sosial yang dinamis yang menyangkut hubungan antara orang perorangan, antara kelompok-kelompok manusia, maupun antara orang perorangan dengan kelompok manusia, di mana mereka bekerja sama untuk menghindari konfli dan merupakan persyaratan fungsional yang mengatur hubungan-hubungan antarkomponen dalam masyarakat. Dalam integrasi ini dapat tumbuh ikatan yang bersifat emosional dan solidaritas.

d. Latency (latensi atau pemeliharaan pola), peningkatan dan penegasan komitment terhadap nilai-nilai moral.

Sebuah sistem harus memperlengkapi, memelihara dan memperbaiki, baik motivasi individual maupun pola-pola kultural yang menciptakan dan menopang motivasi. Parsons mendesain skema AGIL untuk digunakan ke semua tingkatan dalam sistem teoritisnya. Dalam bahasan tentang empat sistem tindakan, akan dicontohkan bagaimana cara Parsons menggunakan skema AGIL (Robert Lawang:1985:131-135). Dalam sebuah tindakan dapat dilakukan dengan adanya sistem kultural yang menyediakan seperangkat norma dan nilai adat, perilaku, dan filosofi. Berdasarkan sistem kultural dalam menyediakan norma, nilai-nilai dalam masyarakat berawal dari kearifan tradisi yang ada pada masyarakat.


(22)

Kearifan tradisi tercermin dalam sistem pengetahuan dan teknologi lokal di berbagai daerah masih mempertimbangkan nilai-nilai adat (Adimaharja (Nababan 1976:7-8)). Sistem kearifan tradisi dalam bidang pertanian merupakan suatu pengetahuan yang utuh berkembang dalam budaya atau kelompok etnik tertentu untuk memenuhi kebutuhan hidupnya secara subsistem sesuai kondisi lingkungan yang ada. Sistem kearifan yang ada pada etnis Batak dalam pertanian

adalah “Marsiadapari” yang artinya bahwa nilai-nilai yang di sepakati dari dulu dalam pertanian adalah adanya sistem gotong-royong.

Kearifan tradisi sebagai bentuk tradisi masyarakat tradisional yang kini mulai terpinggirkan karena pengaruh modernitas yang cenderung mengangap hal-hal yang tradisional selalu statis tidaklah benar, kita tahu sendiri kearifan tradisi yang tercipta dari kehidupan keseharian masyarakat yang telah berlangsung dari generasi kegenerasi ternyata bersifat dinamis dan selalu bisa berjalan beriringgan dengan perkembangan kemajuan manusia itu sendiri asalkan mereka tetap berpegang teguh pada norma, adat dan tradisi yang ada sebagai bentuk perwujudan dari kearifan tradisi itu sendiri yang senantiasa menjaga manusia untuk dapat terus hidup selaras, serasi dan seimbang dengan alam sekitarnya.

Penelitian Dwi maharianto tentang “Diversifikasi tanaman pangan

berbasis kearifan tradisi mengatakan bahwa” masyarakat Jawa yang masih

tradisional dalam mengolah dan menjalankan bidang pertaniannya memiliki kearifan seperti norma, nilai, perilaku, filosofi, filsafat. Diversifikasi tanaman pangan akan berjalan seiring dengan kearifan lokal. Saat kearifan tradisi mulai memudar maka diversifikasi tanaman pangan juga demikian. Hal-hal ini


(23)

dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor internal mulai memudarnya kearifan lokal adalah kebutuhan, kebiasaan perilaku. Aktivitas dalam masyarakat yang mulai meninggalkan bentuk-bentuk kearifan tradisi yang ada walaupun tidak secara langsung dan tidak mereka sadari. Faktor eksternal adalah mulai dari pengaruh kebijakan pertanian, teknologi baru, selera pasar yang cenderung berorientasi pada kepraktisan dan nilai ekonomis semata dan bersifat jangka pendek.

Sebuah keanekaragaman tanaman pangan akan tetap terjaga jika kita juga tetap mempertahankan nilai-nilai kearifan tradisi yang ada dan tidak melupakan budaya dan kearifan lokal yang selama ini sudah memberikan sagala sesuatu yang kita butuhkan. Salah satu kearifan tradisi yang sudah memudar yaitu, pada saat mengolah sawah, petani tidak lagi bergotong royong, melainkan perkeluarga, itu disebabkan oleh masuknya teknologi baru seperti hand tractor. Tetapi kearifan tradisi seperti memanen padi, memperbaiki jalan, masih dilakukan dengan gotong royong..(http://studentresearch.umm.ac.id/index.php/dept_of_agribisnis/article/vie w/1552 di akses tanggal 11 April 2012 pukul 4:26 Wib).

Kearifan tradisi yang terjaga dapat meningkatkan kesejahteraan sosial. Karena di dalam melakukan setiap kegiatan dalam pertanian datap dilakukan secara bersama untuk mencapai tujuan yang sama. Ada 2 aspek kesejahteraan, yaitu:

a. Tingkat kehidupan fisik, masyarakat petani sangat bergantung pada penghasilan keluarga dan oleh sebab tergantung pada perkembangan pertanian. Hal ini bergantung juga kepada pengetahuan serta kemahiran masing-masing keluarga


(24)

dalam mempergunakan penghasilannya seefektif mungkin. Pola kehidupan keluarga dapat bersifat seperti halnya diversifikasi pada lahan sawah. Jika petani memberikan bantuan dan penyuluhan terhadap masyarakat petani maka petani sangat terbantu di dalam produksi serta memperoleh pengetahuan keterampilan dan kepercayaan dalam melakukan hal-hal yang baru.

b. Ketentraman dan kegiatan kelompok, hukum dan ketertiban merupakan hal-hal yang besar artinya bagi kesejahteraan masyarakat petani. Di dalam masyarakat tradisional keduanya itu di urus oleh hukum adat. Pendidikan merupakan aspek yang penting di dalam memberikan sumbangan bagi kesejahteraan pedesaan. Orang tua di desa-desa menghargai perubahan anak sebagai hasil pendidikan yang mereka nikmati sehingga anak dapat meneruskan ke berbagai pendidikan lanjutan dan memperoleh kesempatan kerja, sehingga kesejahteraan tercapai di dalam keluarga. (A.T.Mosher:74).

Berdasarkan penjelasan tersebut dapat dijelaskan bahwa adanya nilai-nilai atau aturan yang mendasari tindakan. Nilai atau aturan tersebut dapat berupa aturan yang tertulis atau tidak tertulis seperti nilai-nilai moral, norma, dan nilai adat. Pada masyarakat desa nilai-nilai adat atau nilai moral bersifat tradisi masih mendominasi dari setiap tindakan atau interaksi yang berlangsung. Nilai-nilai lokal menyediakan seperangkat aturan ataupun pengetahuan mengenai tindakan yang hendak dilakukan anggotanya.

Tindakan kesejahteraan yang berasat dari kearifan lokal juga nyata dalam petani, dimana petani pada dasarnya berkewajiban untuk memelihara kearifan yang telah disepakati misalnya gotong-royong. Fungsi petani sebagai fungsi


(25)

pemeliharaan berbeda dalam setiap masyarakat, fungsi pemeliharaan nilai lokal dapat dilakukan oleh msyarakat petani itu sendiri. Tindakan petani menanggapi kearifan tradisi yang bersifat gotongroyong juga beragam mulai dari melakukan pengolahan lahan sawah sampai dengan memanen padi masih bersifat tradisi. B. Perubahan Pola Kehidupan Sosial Petani

Asumsi dasar yang di ajukan oleh teori perubahan sosial adalah bahwa masyarakat dapat berubah melalui nilai-nilai kearifan lokal, perubahan sosial ekonomi, majunya kualitas pendidikan, semakin baiknya sistem dan alat transportasi, serta semakin intensnya masyarakat pedesaan berinteraksi dengan pihak lain diluar komunitas mereka sendiri. Perubahan sebagai suatu kemajuan, merupakan perubahan yang memberi dan membawa kemajuan pada masyarakat. Hal ini tentu sangat diharapkan karena kemajuan itu bisa memberikan keuntungan dan berbagai kemudahan pada manusia.

Perubahan kondisi masyarakat tradisional, dengan kehidupan teknologi yang masih sederhana, menjadi masyarakat maju dengan berbagai kemajuan teknologi yang memberikan berbagai kemudahan merupakan sebuah perkembangan dan pembangunan yang membawa kemajuan. Jadi, pembangunan dalam masyarakat merupakan bentuk perubahan ke arah kemajuan (progress). Perubahan dalam arti progress misalnya listrik masuk desa, penemuan alat-alat

teknologi baru seperti “hand tractor” untuk membantu pengolahan lahan. Masuknya jaringan listrik membuat kebutuhan manusia akan penerangan terpenuhi, penggunaan alat-alat teknologi pertanian untuk meringankan pekerjaan dan mempercepat pekerjaan.


(26)

John Lewis Gillin dan John Philip Gillin melihat perubahan sosial sebagai suatu variasi dari cara-cara hidup yang telah diterima, baik karena perubahan kondisi geografis kebudayaan material, komposisi penduduk, ideology maupun karena adanya difusi ataupun penemuan-penemuan baru dalam masyarakat. http://www.scribd.com/doc/92353010/Perubahan-Sosial-menurut-Wilbert-Moore-docx.di akses tanggal 23 Mei 2012, pukul 6:31 Wib).

Perubahan sosial dapat mempengaruhi : a. Kebudayaan

Kebudayaan merupakan semua hasil dari karya, rasa dan cita-cita masyarakat. Masalah budaya menjadi sangat penting untuk dikaji lebih mendalam karena kebudayaan dan masyarakat manusia merupakan dwitunggal yang tidak terpisahkan. Istilah kebudayaan berasal dari kata sansekerta Buddhayah yang merupakan bentuk jamak dari kata Buddhi yang berarti budi atau akal. Culture berasal dari kata latin colere yang berarti mengolah dan mengerjakan (Soerjono, Soekanto, 1987). Kebudayaan merupakan pengetahuan manusia yang diyakini akan kebenarannya oleh yang bersangkutan dan yang diselimuti serta menyelimuti perasaan-perasaan dan emosi-emosi manusia serta menjadi sumber bagi sistem penilaian sesuatu yang baik dan yang buruk, sesuatu yang berharga atau tidak, sesuatu yang bersih atau kotor, dan sebagainya. Hal ini bisa terjadi karena kebudayaan itu diselimuti oleh nilai moral, yang sumber dari nilai-nilai moral tersebut adalah pada pandangan hidup dan pada etos atau sistem etika yang dipunyai oleh setiap manusia.


(27)

a. Gotong Royong

Salah satu cara untuk mengarahkan tenaga tambahan untuk pekerjaan bercocok tanam secara tradisional dalam komunitas pedesaan adalah sistem bantu-membantu yang di Indonesia kita kenal dengan istilah “gotong royong”. Hubungan kerja sosial atau kerja gotong royong yang ada dalam komunitas petani yang juga akan mengalami perubahan, akibat adanya diversifikasi pemanfaatan lahan sawah yang dapat meningkatkan produksi hasil usaha tani. Petani yang dulunya kerja gotong royong jika akan menanam padi, mengalami pergeseran melalui hubungan kerja antara sesama petani. Dalam produksi bercocok tanam

terjadi proses pergeseran dari cara pengerahan tenaga buatan “menggunakan Hand Tractor “di luar rumah tangga dengan gotong royong ke arah dengan

menyewa buruh/sistem upah.

Smelser berpendapat bahwa terdapat hubungan erat antara ekonomi dengan perubahan sosial, karena sistem ekonomi memerlukan dan dilandasi oleh suatu struktur masyarakat. pendekatan ini adalah adanya keharusan instrument teknologi sebagai pengganti tenaga manusia telah mengubah struktur sosial masyarakat. Masalah kemiskinan, keterbelakangan khususnya masyarakat pedesaan dipengaruhi oleh sumber daya manusia, sumber daya alam , teknologi, lapangan kerja, permodalan, dan kelembagaan yang saling berkaitan dan ketergantungan satu dengan yang lainnya yang bersifat ekonomi, sosial budaya.


(28)

C. Meningkatkan Interaksi Sosial Antar Petani

Menurut Soekanto (1985), interaksi adalah stimulasi dan tanggapan antar manusia. Interaksi juga merupakan hubungan timbal balik antara pihak-pihak tertentu. Interaksi sosial merupakan hubungan-hubungan sosial yang dinamis yang menyangkut hubungan antara orang-orang perorangan, antara kelompok-kelompok manusia, maupun antara orang perorangan dengan kelompok-kelompok manusia. Interaksi sosial adalah kunci dari semua kehidupan sosial, oleh karena tanpa interaksi sosial, tak akan mungkin ada kehidupan bersama.

Bertemunya orang perorangan secara badaniah belaka tidak akan menghasilkan pergaulan hidup dalam suatu kelompok sosial. Pergaulan hidup semacam itu baru akan terjadi apabila orang-orang perorangan atau kelompok-kelompok manusia bekerja sama, saling berbicara, dan seterusnya untuk mencapai suatu tujuan bersama, mengadakan persaingan, pertikaian, dan lain sebagainya. Interaksi sosial menurut Sutherland, merupakan saling mempengaruhi secara dinamis antar kekuatan-kekuatan dalam mana kontak di antara pribadi dan kelompok menghasilkan perubahan sikap dan tingkah laku daripada partisipan. Jika manusia tidak dapat memuaskan kebutuhan-kebutuhan tertentu oleh dirinya sendiri, maka hal ini dapat mendorong timbulnya organisasi formal, institusi, dan birokrasi.

(http://sosiologi.fisip.unair.ac.id/index.php?option=com_content&view=article&i d=74:teori-interaksi-simbolik-mead&catid=34:informasi di akses pada tanggal 30 mei 2012,pukul 9:40).


(29)

Karakteristik budaya masyarakat pedesaan di Indonesia sangat beragam, bahkan dalam satu kecamatan sekalipun, seperti Tapanuli Utara yang secara sekilas memiliki satu kebudayaan, yakni kebudayaan Batak. Perbedaan tersebut terutama dipengaruhi oleh letak desa dan yang pada akhirnya juga matapencaharian penduduknya. Tipologi desa berdasarkan matapencaharian penduduknya adalah desa persawahan, desa perkebunan, desa peternakan, desa nelayan, desa jasa dan perdagangan, desa industri, serta desa perladangan.

Bercocok tanam di tanah basah atau yang biasa disebut “sawah” merupakan usaha tani yang paling pokok dan paling penting bagi para petani.

Bentuk-bentuk interaksi yang terjadi antar petani, dapat terjadi dalam tiga bentuk, yaitu performan atau penampilan, comformity, dan kerjasama. Penampilan atau performan sangat dipengaruhi oleh kehadiran orang lain. Orang lain yang dimaksud adalah coaction dan audience. Coaction adalah orang yang melakukan perbuatan yang sama dengan yang dilakukan oleh seseorang, seperti sesama petani yang sama-sama sedang mencangkul di sawah, sedangkan audience adalah orang lain yang memperhatikan penampilan seseorang, dalam kasus di atas adalah penduduk yang bukan petani yang sedang menyaksikan petani sedang mencangkul di sawah, atau sebaliknya petani yang sedang menyaksikan pedagang sedang berjualan. Bentuk interaksi sosial yang kedua adalah conformity, yaitu proses penyesuaian diri dengan norma dan nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat atau kelompok mayoritas tempat seseorang berada. Dalam masyarakat yang homogen dan tradisional, conformity masyarakatnya lebih kuat. Kerjasama adalah suatu usaha yang dilakukan individu atau kelompok di dalam melakukan


(30)

pekerjaan untuk meraih keuntungan bersama.(http://student-research.umm.ac.id/index.php/department_of_sociology/article/view/7729 di akses tanggal 30 Mei 2012, pukul 9:54).

D. Konsep Diversifikasi Pertanian

Konsep diversifikasi pertanian diartikan sebagai suatu konsep aksi yang berupa usaha seseorang, kelompok, atau lembaga seperti perusahaan, rumah tangga, atau pemerintah untuk mencapai tujuan tertentu untuk meningkatkan keuntungan atau menurunkan resiko melalui usaha diversifikasi.(agus pakpahan 1990:11).

Kebijakan diversifikasi usahatani telah dikembangkan sejak tahun 1975 dalam rangka memantapkan program swasembada pangan. Kebijakan ini ditindaklanjuti dengan penelitian dan pengembangan pola tanam pada berbagai agroekosistem, dengan sasaran penyediaan teknologi tepat guna spesifik lokasi. Pengembangan diversifikasi ini perlu dievaluasi potensi, dampak, kendala dan prospek pengembangannya di masa depan. Potensi pola tanam rekomendasi dalam bentuk tingkat produksi dan pendapatan yang lebih tinggi dalam pengembangannya ternyata tidak berkelanjutan.

(http://pse.litbang.deptan.go.id/ind/index.php?option=com_content&task=view&i d=189&Itemid=41 Di akses tanggal 11 April 2012, pukul 4:30 Wib).

Dengan melakukan diversifikasi usahatani melalui pengaturan pola tanam dan pergiliran tanaman padi dan palawija yang dapat menjamin petani di daerah tersebut untuk meningkatkan pendapatan. Hal ini karena pengusahaan palawija


(31)

dan padi dilakukan secara intensif dan lebih bertujuan untuk pemanfaatan lahan sawah sebagai basis usaha tani merupakan lahan yang sangat potensial dan menguntungkan untuk kegiatan usaha tani. Dalam satu tahun setidaknya sawah dapat dimanfaatkan 2 kali pertanaman tanaman. Dilihat dari beberapa aspek, dimana pertanian Indonesia umunya adalah pertanian berskala kecil dengan rataan kepemilikan 0,35 hektar, maka peningkatan pendapatan yang dapat dilakukan berkaitan dengan usahanya adalah dengan mengoptimalkan sumber daya yang dimiliki dengan melakukan diversifikasi usah (Anonim 2005(Siti Tarbiah 2010)).

Diversifikasi pertanian dilakukan petani untuk menghindari adanya pola tanam monokultur yang akan mempengaruhi pendapatan usaha tani ke usaha pola multikultur yang bertujuan untuk menghindari adanya penanaman salah satu usaha tani, agar usaha tani yang lain dapat menopang pendapatan yang akan diperoleh, sehingga dapat memenuhi kehidupan rumah tangga petani.

Dalam penelitian Siti Tarbiah dkk tentang “Tingkat Pendapatan Petani Sawah dengan Diversifikasi Pola Tanam” di Kabupaten Karawang, Jawa Barat

menyatakan keuntungan diversifikasi pertanian adalah:

a. Berdasarkan aspek ekonomi, diversifikasi bertujuan untuk memperkecil resiko usaha karena aspek harga.

b. Berdasarkan segi teknik budidaya dapat mengurangi resiko gagal produksi

c. Dari pemanfaatan sumber daya yang dimiliki diversifikasi berpeluang meningkatkan pemanfaatannya, baik sumber daya manusia (SDM) berupa peningkatan kesempatan kerja


(32)

d. Diversifikasi konsumsi yang merupakan salah satu program pemerintah di bidang pertanian yang memberikan peluang pasar kepada petani sawah agar memanfaatkan lahannya untuk berbudidaya karbohidrat selain padi.

e. Menjadikan petani mandiri, karena dengan melakukan diversifikasi petani tidak lagi membeli sayuran atau cabai ke pasar (Siti Tarbiah dkk, 2010: 101).

Diversifikasi Pertanian adalah usaha penganekaragaman jenis usaha atau tanaman pertanian untuk menghindari ketergantungan pada salah satu hasil pertanian. Diversifikasi pertanian dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu : Memperbanyak jenis kegiatan pertanian, misalnya seorang petani selain bertani juga beternak ayam dan beternak ikan. Memperbanyak jenis tanaman pada suatu lahan, misalnya pada suatu lahan selain ditanam kacang juga ditanam jagung.


(33)

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian

Metode penelitian adalah cara yang dipergunakan untuk mencapai tujuan dan memecahkan masalah. Pada hakikatnya adalah untuk memecahkan masalah, oleh sebab itu, langkah-langkah yang harus ditempuh harus relevan dengan masalah. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Penelitian kualitatif adalah metode yang bermaksud untuk memahami apa yang dialami oleh subjek peneliti secara holistic dan dengan cara deskriptif dalam bentuk kata-kata dan bahasa pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan metode ilmiah (Burhan,2003).

Pendekatan deskriptif adalah penelitian yang dilakukan untuk membuat gambaran yang lebih detail mengenai suatu masalah. Penelitian dilakukan tidak semata-mata melihat dan mengobservasi tetapi juga menganalisa, mengategorikan, memperbandingkan, menafsirkan, dan lain sebagainya sehingga ditarik kesimpulan yang bersifat deduktif.

3.2. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini dilakukan di desa Sitabotabo, kecamatan Siborongborong, Kabupaten Tapanuli Utara. Adapun yang menjadi alasan pemilihan lokasi tersebut adalah: Desa ini merupakan masyarakat pertanian dimana mayoritas masyarakatnya bermata pencaharian sebagai petani dan petani yang memanfaatkan lahan sawah dengan menggunakan diversifikasi. Lokasi penelitian juga merupakan tempat yang dekat dengan tempat peneliti


(34)

berdomisili sehingga memudahkan dalam mengakses data yang diperlukan. Diantara petani sudah memanfaatkan lahan sawah dengan diversifikasi untuk menambah pendapatan dan meningkatkan kesejahteraan sosial petani.

3.3. Unit Analisis dan Informan 3.3.1. Unit Analisis

Unit analisis adalah satuan tertentu yanng diperhitungkan sebagai subjek penelitian. Adapun yang menjadi unit analisa dalam penelitian ini adalah:

1. Masyarakat petani yang melakukan diversifikasi pada lahan persawahan. 2. Faktor-faktor penyebab diversifikasi pada lahan persawahan.

3. Bentuk diversifikasi pemanfaatan lahan persawahan.

4. Pengaruh diversifikasi lahan persawahan terhadap kesejahteraan masyarakat petani. 3.3.2. Informan

Informan adalah orang-orang yang menjadi sumber informasi dalam penelitian yang merupakan sumber informasi yang dapat menjelaskan tentang masalah penellitian, dan bagaimana cara masyarakat melakukan diversifikasi pada lahan persawahan. Adapun informan dalam penelitian ini adalah:

- Petani yang melakukan diversifikasi pada lahan sawah.

- Petani yang sudah terjun dalam pekerjaan pertanian lebih dari 5 tahun. Hal ini dimaksudkan agar peneliti mudah melakukan wawancara, karena pada usia tersebut seseorang sudah dapat memberikan informasi yang akurat dalam penelitian ini.


(35)

3.4. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan atau mengumpulkan langsung oleh orang yang melakukan penelitian atau yang memerlukannya, untuk mendapatkan data primer dalam penelitian ini akan dilakukan dengan cara:

3.4.1 Data primer

Data primer , data yang diperoleh atau yang dikumpulkan langsung oleh peneliti. Untuk mendapatkan data primer dalam penelitian ini akan dilakukan dengan cara.

a. Observasi atau pengamatan

Observasi adalah kegiatan keseharian manusia dengan menggunakan pancaindra mata sebagai alat bantu utamanya selain pancaindra lainnya atau kemampuan seseorang untuk menggunakan pengamatannya melalui hasil kerja pancaindra mata serta dibantu oleh pancaindra lainnya.

b. Wawancara Mendalam

Wawancara mendalam yaitu proses tanya jawab yang secara langsung ditujukan terhadap informan di lokasi penelitian. Agar wawancara lebih terarah maka digunakan instrumen berupa pedoman wawancara yakni urutan-urutan daftar pertanyaan sebagai acuan bagi peneliti untuk memperoleh data yang


(36)

diperlukan. Dalam penelitian ini digunakan juga instrument penunjang lainnya dalam wawancara yaitu alat bantu rekam yang membantu peneliti dalam menganalisa data hasil wawancara.

3.4.2 Data sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari sumber kedua atau sumber sekunder yaitu dengan mengumpulkan data dan mengambilinformasi dari buku-buku referensi dan internet yang dianggap releven dengan masalah yang diteliti. 3.5. Interpretasi Data

Interpretasi data adalah pencarian pengertian yang lebih luas tentang data yang telah di analisis, atau dengan kata lain interpretasi data adalah penjelasan. terinci tentang arti yang sebenarnya dari data yang telah dianalisis atau dipaparkan. Dengan demikian interpretasi data berarti memberikan arti yang lebih luas dari data penelitian. Analisis data dimulai dengan menelaah data yang tersedia, yaitu pengamatan dan wawancara secara mendalam dalam catatan lapangan. Setelah data tersebutu di baca, di telaah maka langkah berikutnya ialah mengadakan reduksi data yang dilakukan dengan jalan membuat abstraksi.

Abstraksi adalah usaha menbuat rangkuman inti sehingga akan tetap fokus dalam penelitian. Setelah data dikumpulkan maka akan dilakukan analisis data, interpretasi data merupakan tahap penyederhanaan data, setelah data dikumpulkan. Data-data yang sudah dikumpulkan akan diinterpretasikan dengan menggunakan teori dalam kajian pustaka, sampai pada akhirnya akan berbentuk laporan yang sudah di atur, di urutkan, dikelompokkan ke dalam kategori . disini


(37)

peneliti akan mengelompokkan data-data yang diperoleh dari hasil wawancara, selanjutnya akan dipelajari sehingga menghasilkan kesimpulan yang baik. (Hasan, 2002:137)

3.6. Jadwal Penelitian

Secara terperinci Penelitian ini dapat dilihat pada tabel dibawah ini Tabel 3.1 Jadwal Pelaksanaan penelitian

NO Jadwal Kegiatan

Bulan ke

1 2 3 4 5 6 7 8 9

1 Pra Observasi √

2 Acc Judul √

3 Penyusunan Proposal Penelitian √ √

4 Seminar Proposalpenelitian √

5 Revisi Proposal Penelitian √ √

6 Operasional Penelitian √

7 Pengumpulan dan Analisis Data √ √

8 Bimbingan Skripsi √ √ √

9 Penulisan Laporan Penelitian √ √ √


(38)

3.7 Keterbatasan Penelitian

Dalam penelitian ini, peneliti menyadari masih terdapat keterbatasan-keterbatsan dalam penelitian. Untuk itu bagi para akademisi yang menggunakan hasil penelitian ini sebagai dasar kajian ilmiah maupun bagi praktisi yang menggunakan hasil penelitian ini sebagai dasar pengambilan keputusan diharapkan memperhatikan keterbatasan peneliti dalam penelitian ini yaitu:

1. Ruang waktu dalam penelitian ini hanya sekitar enam bulan untuk pencarian data di lapangan dengan observasi lapangan dan wawancara dengan para informan. Penelitian ini sebaiknya dilakukan dalam waktu yang relatif lebih lama supaya data-data lapangan dapat terkumpul lebih mendalam lagi.

2. Dalam melakukan wawancara, peneliti kesulitan untuk mencari informan karena para petani jam 07.00 Wib pagi berangkat ke ladang dan jam 17.00-18.00 pulang ke rumahnya, sehingga petani sulit dijumpai di rumah. Petani hanya dapat dijumpai di waktu malam hari. Desa Sitabotabo yang relatif luas dengan keterbatasan waktu peneliti membuat peneliti hanya mengambil informan dari dusun I,II,III,V,VII. Meskipun informan bersifat homogen, peneliti merasa keterwakilan data dirasakan belum sepenuhnya dibandingkan apabila peneliti mengambil informan dari setiap dusun di Desa Sitabotabo ini.


(39)

BAB IV

TEMUAN DATA DAN INTERPRETASI DATA PENELITIAN

4.1 Deskripsi Wilayah Penelitian

4.1.1. Keadaan Geografis Desa

a. Batas Wilayah Desa

Desa Sitabotabo adalah Desa yang terletak di Kecamatan Siborongborong, Kabupaten tapanuli Utara. Desa Sitabotabo memiliki wilayah yang terdiri atas tujuh (7) dusun yaitu dusun I, dusun II, dusun III, dusun IV, dusun V, dusun VI, dan dusun VII. Untuk menjalankan roda pemerintahan atau untuk memperlancar tugas-tugas serta mempermudah penduduk untuk urusan pemerintahan, maka sehari-harinya kepala desa dibantu oleh Sekretaris Desa beserta perangkat desa lainnya.

Secara geografis Desa Sitabotabo memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut : - Sebelah Timur berbatasan dengan Sitabotabo Toruan;

- Sebelah Barat berbatasan dengan Lumban Tongatonga; - Sebelah Utara berbatasan Lumban Tongatonga;

- Sebelah Selatan berbatasan dengan Paniaran. b. Luas Wilayah Desa / Kelurahan Menurut Penggunaanya

Desa Sitabotabo memiliki luas wilayah 697 m2. Kelurahan Sitalasari dipimpin oleh seorang kepala Desa yang bernama Dapot Nababan. Adapun


(40)

penyebaran luas wilayah tersebut menurut penggunaannya adalah sebagai berikut :

Tabel 4.1. Luas Wilayah Desa Sitabotabo Menurut Panggunaanya

No Penggunaan Luas (ha)

1 Pemukiman umum 12

2 Perkantoran 1

3 Tempat Peribadatan 2

4 Pemakaman 17

6 Pertanian Sawah

- Sawah Pengairan Setengah Teknis/ Irigasi - Sawah Tadah Hujan

73 3

6 Perkebunan 583

7 Pekarangan 6

Sumber: Profil Desa Sitabotabo 2011 4.1.2. Sarana dan Prasarana Desa

a. Sarana Kesehatan

Pemenuhan kebutuhan kesehatan di Desa Sitabotabo dilengkapi oleh beberapa prasarana kesehatan sebanyak 9 sarana kesehatan yang terdiri dari poliklinik, posyandu, dan puskesmas. Secara terperinci dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 4.2 Sarana Kesehatan Desa Sitabotabo

No Uraian Jumlah

1 Poliklinik 4

2 Posyandu 4

3 Puskesmas 1

Jumlah 9

Sumber : Profil Desa Sitabotabo 2011 b. Sarana Pendidikan

Desa Sitabotabo memiliki delapan sarana pendidikan untuk memenuhi kebutuhan pendidikan masyarakat Desa Tanjung Rejo yaitu sarana pendidikan


(41)

formal dan sarana pendidikan keterampilan. Sarana pendidikan formal yang tersedia di desa ini sebanyak empat sekolah yaitu terdiri dari Taman Kanak-Kanak (TK) dan Sekolah Dasar (SD). Sarana pendidikan keterampilan yang tersedia di desa ini sebanyak dua buah yaitu terdiri dari kursus bahasa inggris dan kursus menjahit. Secara terperinci dapat dilihat dalam tabel sebagai berikut : Tabel 4.3 Sarana Pendidikan Formal Desa Sitabotabo

No Uraian Jumlah

1 SD 2

2 SMA 1

Jumlah 3

Sumber : Profil Desa Sitabotabo 2011

Tabel 4.4 Sarana Pendidikan Keterampilan Desa Sitabotabo

No Uraian Jumlah

1 Kursus Bahasa Inggris 1

Jumlah 1

Sumber : Profil Desa Sitabotabo 2011

c. Sarana peribadatan

Desa Sitabotabo memiliki sarana peribadatan untuk memenuhi kebutuhan rohaniah masyarakat sebanyak 16 buah yaitu gereja Kristen Protestan dan, gereja Khatolik. Secara terperinci dapat dilihat dalam tabel sebagai berikut

Tabel 4.5 Sarana Peribadatan Desa Sitabotabo

No Jenis Sarana Ibadah Jumlah

1 Gereja Protestan 3

2 Gereja Khatolik 13

Jumlah 16


(42)

d. Sarana trasnportasi

Desa Sitabotabo memiliki sarana perhubungan atau transportasi yaitu sarana transportasi darat. Perhubungan darat dilengkapi dengan prasarana jalan darat yang ada di desa ini yang melalui desa yaitu jalan Kecamatan sepanjang 15 kilometer dan jalan desa sepanjang 10 kilometer. Jenis prasarana perhubungan darat yang ada di desa ini terdiri dari terminal, jalan aspal, jalan bebatuan, jalan tanah, dan jembatan. Sarana transportasi darat yang ada di desa ini terdiri dari kendaraan umum roda empat, kendaraan umum roda dua, dan alat transportasi tradisional (becak).

e. Sarana olah raga

Masyarakat di Desa Sitabotabo aktif dalam kegiatan olah raga. Kegiatan olahraga yang dilakukan masyarakat tersebut seperti olah raga sepak bola dan bola volly (laki-laki). Peningkatan olah raga di desa ini didukung dengan tersedianya sarana olah raga seperti lapangan sepak bola dan lapangan bola volly. Di desa ini memiliki lapangan sepak bola didirikan di lapangan sekolah SD.

4.1.3. Penduduk

Jumlah penduduk di Desa Sitabotabo Kecamatan Siborongborong Kabupaten Tapanuli Utara bulan De 2008 adalah 2.398 jiwa, terdiri dari laki-laki berjumlah 1.116 orang dan perempuan berjumlah 1.282 orang. Jumlah kepala keluarga (KK) sekitar 717 KK. Seluruh penduduk di desa ini adalah warga Negara Indonesia atau penduduk pribumi. Secara terperinci dapat dilihat dalam tabel sebagai berikut:


(43)

Tabel 4.6 Komposisi Penduduk Desa Sitabotabo Menurut Golongan Usia dan Jenis Kelamin

No Golongan Umur Jenis Kelamin Jumlah

Laki-l a k i

Perempuan

1 0-12 bulan 12 17 29

2 13 bulan – 4 tahun 43 54 97

3 5-6 tahun 43 42 85

4 7-12 tahun 127 169 296

5 13-15 tahun 58 69 127

6 16-18 tahun 50 97 147

7 19-25 tahun 176 194 370

8 26-35 tahun 183 213 396

9 36-45 tahun 129 140 269

10 46-50 tahun 59 57 116

11 51-60 tahun 92 99 191

12 61-75 tahun 83 103 186

13 Lebih dari 76 tahun 21 29 50

Jumlah 1.116 1.282 2.398

Sumber : Profil Desa Sitabotabo 2011 Tabel 4.7 Kepadatan Penduduk Desa Sitabotabo

No Keterangan Jumlah

1 Laki-laki 1.116

2 Perempuan 1.282

Jumlah seluruhnya 2.398


(44)

4.1.4. Perekonomian

Penduduk di Desa Sitabotabo Kecamatan Siborongborong Kabupaten Tapanuli Utara terbagi atas 7 Dusun. Tetapi meskipun berbeda dusun matapencaharian mereka tetap sama, yaitu bertani. Penduduk desa ini bermatapencaharian sebagai petani karena wilayahnya merupakan wilayah daratan subur yang bagus untuk persawahan dan perladangan yang didukung dengan perairan yang telah tersedia. Selain bermatapencaharian sebagai, penduduk di desa ini juga ada yang bermatapencaharian sebagai buruh tani, peternak, dan perdagangan.

Petani di desa ini adalah petani tanaman pangan yaitu petani padi dan bermatapencaharian sebagai petani sayur-sayuran pada lahan sawah. Pertanian di desa ini telah tersedia perairan yang baik yaitu irigasi dan pertanian setengah teknis. Hal ini memberikan hasil yang maksimal juga bagi petani terhadap hasil panennya. Peneliti memilih lokasi di desa ini karena mayoritas penduduk bermatapencaharian sebagi petani, dan petani di Desa Sitabotabo adalah petani yang memanfaatkan lahan sawahnya unutk meningkatkan kesejahteraan melalui diversifikasi.

4.1.5. Kondisi sosial ekonomi

Masyarakat di desa Sitabotabo adalah mayoritas suku Batak sebanyak 2.356 orang dan suku Minang 4 orang, suku Jawa 8 orang, sehingga dalam bermasyarakat mereka menggunakan adat istiadat Batak. Adat istiadat Batak


(45)

dilaksanakan saat upacara-upara tertentu misalnya pada saat upacara perkawinan, dan acara sakral lainnya. Adat istiadat Batak lainnya dapat juga dilihat dari pesta satu marga. Solidaritas masyarakat terbangun erat dengan adanya sistem

marsiadapari (gotong royong), STM (tolong menolong) antar warga masyarakat.

Budaya Batak tidak hanya diterapkan dalam kehidupan sehari-hari misalnya dalam acara perkawinan, dalam acara adat lainnya, tetapi juga diterapkan dalam pekerjaan mereka dalam bidang pertanian, misalnya dalam pekerjaan mereka di persawahan. Dalam pekerjaan, mereka masih melakukannya secara gotong royong atau marsiadapari. Marsiadapari merupakan kerja sama atau gotong royong yang dilakukan masyarakat untuk menyelesaikan pekerjaan tertentu khususnya pekerjaan di persawahan (menanam padi dan memanen padi) dengan cara saling bergantian. Penduduk desa ini mayoritas beragama Kristen berjumlah 1.299 orang, beragama Kristen Khatolik berjumlah 1.087 orang.

4.2. Profil Informan

1. Nama : Dapot Nababan Umur : 60 Tahun Jenis kelamin : Laki-laki Pekerjaan : Kepala desa

Bapak Dapot Nababan adalah kepala desa Sitabotabo kecamatan Siborongborong kabupaten Tapanuli Utara periode kelima dan telah menjabat sebagai kepala desa Sitabotabo selama 4 Tahun. Ia mengatakan bahwa batas desa Sitabotabo yaitu sebelah Utara berbatasan dengan Lumban Tongatonga, sebelah


(46)

Selatan berbatasan dengan Paniaran, sebelah Timur berbatasan dengan Sitabotabo Toruan, dan sebelah Barat berbatasan dengan Lumban Tongatonga. Ia mengatakan bahwa penduduk di Desa Sitabotabo ini yang tersebar ke dalam VII dusun bermata pencaharian sebagai petani. Wilayah ini terbagi menjadi VII dusun yaitu dusun I yaitu Banjar Nahor, Pangkirapan, dan Sibuntuon. Dusun II dan dusun III yaitu Tapian Nauli, Sipiuon, Sitapongan ,Bulu Duri. Dusun VI yaitu Haumpea, Pearaja, Dusun V yaitu Kompleks SMA Negeri 1 Siborongborong, Jalan Tarutung. Dusun VI yaitu Sitabotabo Dolok, dan dusun VII yaitu Lopian. Penduduk desa Sitabotabo bermata pencaharian utama sebagai petani dan bekerja di sektor jasa atau dagang.

Bapak ini mengatakan bahwa luas lahan pertanian di Desa Sitabotabo ini seluas 659 ha dan termasuk di dalamnya luas perkebunan kopi seluas 210 ha, luas sawah irigasi 25 ha, luas tadah hujan adalah 3 ha. Bapak ini juga mengatakan bahwa petani di Desa Sitabotabo melakukan diversifikasi di lahan sawah dengan beranekaragam jenis tanaman yang ditanam di lahan sawah.

Menurut bapak Dapot bahwa terdapat perbedaan petani yang melakukan kegiatan diversifikasi dengan petani yang tidak melakukan diversifikasi, kepemilikan kekayaan bagi petani kaya dan petani miskin. Hal ini dapat dilihat dari bentuk rumah, kepemilikan kendaraan, pakaian, dan lainnya. Namun petani kaya dan petani miskin tetap saling berhubungan baik dan melakukan interaksi dengan baik, hanya saja petani yang memiliki lahan luas dan bisa melakukan diversifikasi di lahan sawah lebih dihormati dan disegani dibanding petani yang memiliki lahan sempit.


(47)

3. Nama : Ibu Rosida Umur : 53 Tahun Jenis kelamin : Perempuan

Pekerjaan : Petani (melakukan diversifikasi)

Ibu Rosida merupakan seorang petani yang melakukan diversifikasi di lahan sawah. Ibu ini telah bertani sejak tahun 1980 sampai saat ini (32 tahun). Tetapi ibu ini mulai memanfaatkan lahan sawah sejak tahun 2008 sampai saat ini (4 tahun). Ibu ini melakukan diversifikasi hanya di lahan sawah yang bisa dikeringkan saja. Tetapi dulu sebelum melakukan diversifikasi di lahan sawah, ibu ini melakukan diversifikasi di lahan kering saja, tetapi setelah masyarakat sudah banyak mengenal kopi, maka para petani mulai beralih ke kopi. Setelah bertani cukup lama, ibu ini mengatakan bahwa pendapatan dari kopi kurang untuk memenuhi kebutuhan setiap hari, dan menanam sayuran tidak bisa ditanami lahi karena lahan yang sedikit. Untuk itulah ibu ini memanfaatkan lahan sawah untuk menanam tanaman.

Dalam melakukan pengelolaan pemanfaatan lahan sawah, ibu ini dibantu petani upahan untuk melakukan pengolahannya. Petani upahan biasanya dipakai hanya untuk mengolah lahan sawah dan menanam tanaman saja. Ibu ini menggunakan petani upahan bebas artinya bebas mempekerjakan petani tanam dan petani olah manapun yang sesuai tarif upah dan yang memiliki waktu untuk bekerja di lahan Ibu ini. Upah yang diberikan untuk menanam dan mengolah sawah berbeda, biasanya upah untuk m,engolah sawah lebih tinggi di bandingkan petani upah menanam, karena yang mengolah sawah untuk melakukan


(48)

diversifikasi adalah laki-laki yang menggunakan Hand Tractor (jetor). Upah yang diberikan kepada laki-laki sebesar Rp. 50.000,00 dan upah yang diberikan kepada perempuan sebesar Rp. 30.000,00 dan makanan di tanggung oleh ibi Rosida.

Ibu ini mengatakan bahwa tanaman yang di tanam di lahan sawah hanya tanaman kacang saja. Karena untuk mengurus tanaman kacang lebih nudah di bandingkan tanaman cabai, dan sayuran. Ibu ini ini juga mengatakan lebih untung menanam kacang karena tidak perlu di pupuk, disemprot tetapi hanya mengambil rumputnya saja. Dan lebih baik menanam kacang di sawah di bandingkan di lahan kering karena sawah akan lebih mudah di olah lagi untuk menanam padi, dan padi juga akan lebih subur, karena sisa daun-daunan kacang bisa menjadi pupuk dan baik untuk padi.

4. Nama : Op. Toba Sihombing Umur : 57 Tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Pekerjaan : Petani (melakukan diversifikasi)

Op Toba merupakan seorang petani yang melalakukan diversifikasi di lahan sawah. Op Toba bertani sejak dinikahi Pak B. Nababan pada tahun 1979 sampai sekarang (33 Tahun), dan telah melaklukan diversifikasi mulai tahun 2007 sampai sekarang. Ibu ini melakukan diversifikasi dilahan sawah untuk menanam cabai dan sayuran. Di desa Sitabotabo terdapat petani yang menggunakan lahan sawah sebagai tempat menanam tanaman muda. Bergabagi jenis tanaman yang


(49)

ditanam di lahan sawah, ada petani yang menanam sayuran seperti sayur pahit, buncis, dan bayam, ada petani yang memanfaatkan lahan sawah untuk menanam cabai merah dan cabai rawit, petani yang menanam kacang dan jagung, petani yang menanam ubi jalar, petani yang menanam daun sop (seledri), dan petani yang memanfaatkan lahan sawah unutk beternak ikan mujair.

Ibu ini mengatakan, setelah memanfaatkan lahan sawah untuk menanam tanaman lebih terbantu dibandingkan sebelum memanfaatkan lahan sawah. Karena sekarang setelah melakukan diversifikasi lebih terbantu untuk menyekolahkan anak sampai tamat SMA. Ibu ini mengatakan untuk mengolah lahan sawah sebagai tempat menanam tanaman di bantu oleh anaknya yang memilih untuk bertani saja dan tidak pergi untuk merantau. Cara yang dilakukan untuk mengolah lahan sawah yaitu, mengeringkan lahan sawah, membuang gabah padi, menghaluskan lahan dan siap untuk ditanami tanaman. Ibu ini mengatakan bahwa setelah petani di desa Sitabotabo melakukan diversifikasi di lahan sawah hubungan dan interaksi lebih baik dan lebih dekat karena di dalam melakukan pekerjaan diversifikasi para petani saling bertukar pikiran, saling bertanya bagaimana tanaman yang ditanam di lahan sawah, saling bertukar bibit tanaman. Ibu ini mengatakan bahwa di dalam mengolah lahan sawah untuk dimanfaatkan dalam nenanam tanaman muda, pertama karena coba-coba saja, apa yang dilakukan masyarakat, itu yang dilakukan selagi tidak merugikan. Pertama sekali ibu ini melakukan diversifikasi sedikit ragu, tetapi karena ada anaknya yang meyakinkan dan membantu, maka ibu ini berani untuk menanam cabai dan sayur


(50)

di lahan sawah. Setiap tahunnya ibu ini akan rutin dalam memanfaatkan lahan sawahnya untuk ditanami cabai dan sayuran.

5. Nama : Ibu Lintas Sihombing Umur : 58 Tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Pekerjaan : Petani (melakukan diversifikasi)

Ibu ini seorang petani yang melakukan diversifikasi di lahan sawah dengan tujuan menambah pendapatan untuk menyekolahkan anak-anaknya ke sekolah yang lebih tinggi lagi.. ibu ini bertani sejak tahun 1976 sampai sekarang, dan mulai aktif melaklukan diversifikasi di lahan sawah sejak tahun 2009 sampai sekarang. Ibu ini mengatakan bahwa suaminya sudah lama meninggal, dan hanya ibu ini yang berjuang untuk menyekolahkan anak-anaknya, kalau tidak ada usaha tambahan di sawah pendapatan dari ladng tidak cukup membutuhi kehidupan sehari-hari. Setelah melakukan diversifikasi di lahan sawah banyak sekali yang berunah, ibu lebih bisa menyekolahkan anak sampai SMA, dan mudah-mudahan anak saya yang paling kecil ini bisa di kuliahkan.

Ibu Lintas ini mengatakan bahwa melakukan diversifikasi di lahan sawah banyak yang berubah, salah satunya anak-anak di desa Sitabotabo ini sudah mulai ada yang orang tuanya menyekolahkan anaknya ke jenjang perkuliahan. Ada juga petani yang mulai mampu membeli kendaraan pribadi dan angkutan umum.


(51)

Untuk menambgah penghasilan setia hari selasa ibu ini berjualan tahu dan sayuran.

Ibu Lintas ini juga mengatakan bahwa menanam sayuran di lahan sawah sudah lama di kenalnya, tetapi ibu ini tidak berani melakuikannya sendiri karena tidak mampu melakukannya sendirian. Karena petani yang lainnya belum ada yang melakukan penanaman tanamana di lahan sawah. Ibu ini mengatakan bahwa berani menanam tanaman di lahan sawah ketika anaknya yang ke 7 tamat sekolah SMA , memilih untuk membantu ibu ini di kampung saja. Ibu ini mengatakan, bahwa tidak takut lagi untuk menguliahkan anaknya ke perkuliahan, karena sudah siap untuk melakukannya, apalagi tanaman yang ditanam selalu berhasil. Ibu ini mengatakan bahwa ketika anak saya bisa sekolah, pada saat itulah saya merasa kehidupan saya sejahtera, dan saya sudah merasakan hal demikian.

Menurut Ibu ini bahwa interaksi antar petani lebih baik dan sering terjadi ketika proses diversifikasi dilakukan, banyak petani yang saling bertanya tentang pupuk apa yang digunakan, kapan panen cabai dan bisa saling bertukar bibit-bibit tanaman. Interaksi yang dilakukan ibu ini lebih sering dengan para petani dan para tengkulak. Para tengkulak yang ada di desa adalah petani yang melakukan diversifikasi di lahan sawah juga. Tetapi ketika para petani sedang panen hasil tanaman dari sawah mereka seperti sayur, para tengulak turun untuk memborong hasil tanamannya. Dengan begitu interaksi para petani lebih baik dan berjalan dengan lancar.


(52)

6. Nama : T. Nababan Umur : 56 Tahun Jenis kelamin : Laki-laki

Pekerjaan : Petani( melakukan diversifikasi)

Bapak T. Nababan adalah seorang petani yang melakukan diversifikasi di lahan sawah dan sekaligus raja adat dan parhata dalam paradatan bisa dibilang tokoh masyarakat di desa Sitabotabo. Bapak ini sangat aktif dalam adat Batak yang ada di desa Sitabotabo. Bapak ini sudah tua, tetapi kelihatannya masih sehat dan semangat dalam menjalani kehidpannya. Bapak ini mempunyai 8 anak, 4 anak laki-laki dan 4 anak perempuan. Menurut bapak T. Nababan, sangat sulit untuk menyekolahkan anak-anaknya sampai SMA, meskipun istri saya berjualan selasa, jumat, dan sabtu itu hanya cukup untuk membeli garam saja, untuyk keperluan sekolah masih harus dari hasil ladang. Padahal hasil ladang pada saat itu tidak begitu bagus dan tidak rutin hasilnya.

Menurut bapak T. Nababan para petani adalah orang-orang yang tidak mampu untuk menyekolahkan anak-anaknya, karena hasil dari sawah dan ladang hanya cukup untuk makan saja dan susah untuk menabung. Tetapi pada 2007 bapak ini mulai melakukan perubahan pada pola kerja bertaninya, yaitu melakukan diversifikasi pada lahan sawah irigasi. Hal itu dilakukan untuk merubah pola hidup yang lebih sejahtera lagi. Menurut bapak ini jika anak-anaknya bisa sekolah minimal tamat SMA itu merupakan kekayaan dan kesejahteraan keluarganya. Banyak hal yang dilakukan untuk mengubah hidup yang lebih baik lagi. Bapak ini mulai menekuni pekerjaannya sebagai petani yang


(53)

menanam sayur dan cabai di lahan sawah. Setelah bapak ini memutuskan untuk bertani menanam cabai di lahan sawah, istrinya T. Lumban Toruan berhenti berjualan dan ikut membantu suaminya menekuni pekerjaanya, karena bapak ini sangat sibuk mengurus ternak kerbaunya.

Bapak ini mengatakan bahwa beternak kerbau bisa membantu menambah pupuk untuk tanamannya, dan menambah keperluan anak-anak yang masih sekolah. Apa yang diharapkan bapak ini ternyata terwujud, pada 2008 bapak ini mulai menyekolahkan anaknya ke Perguruan Tinggi karena bapak ini yakin bahwa dengan adanya pemanfaatan di lahan sawah bisa meringankan bebannya dan akan terbantu memenuhi kebutuhannya.

Bapak ini mengatakan bahwa tanaman yang biasa ditanami hanya cabai merah, cabai rawit dan sayur pahit aja, dan setiap tahunnya hal itu rutin dilakukan dan tidak pernah berubah. Pernah sekali bapak ini mencoba menanam tomat, tetapi tanaman bapak ini tidak berhasil. Oleh karena itu bapak T. Nababan ini tidak pernah menanam tanaman lainnya selain tanaman cabai dan sayuran saja.

Bapak ini juga mengatakan bahwa mereka hanya melakukan diversifikasi hanya di lahan sawah saja, karena tidak bisa di lahan darat, karena darat sebagian digunakan untuk menanam kopi, dan sebagiab lagi digunakan untuk menanam ubi. Lahan untuk menanam cabai itu sudah tidak ada, tetapi untuk memenuhi kebutuhan tiap harinya kita harus berusaha unutk menanam tanaman dimanapun lahan yang ada. Bapak ini juga mengatakan bahwa dilakukannya diversifikasi


(1)

“pertama sekali melakukan kegiatan tani di dalam meningkatkan kesejahteraan yaitu menanam kopi, lalu melakukan diversfikasi di lahan sawah, sekarang toke kopi, beternak juga”.

Hal sama di katakan Ibu E. Sibuea sebagai berikut:

petani sekarang sudah mulai banyak berubah. Banyak sekali pekerjaan yang dikerjakan supaya anaknya bisa sekolah. Kalau saya selain bertani

ya jualan bubuk kopi dan beternak juga, lumayanlah untuk menabung”. (hasil wawancara tanggal 14 Agustus 2012).

Kondisi ekonomi petani Desa Sitabotabo sebelum melakukan diverfikasi di lahan

sawah kurang terpenuhi. Artinya orang tua masih takut untuk menyekolahkan anaknya

sampai kuliah. Jika anaknya ingin kuliah orang tua kebanyakan menjual tanah. Hal

tersebut menjadikan petani takut untuk menyekolahkan anaknya. Untuk

mensejahterahkan keluarga orang tua harus melakukan banyak usaha. Hal lain yang

dilakukan petani yaitu dengan mengolah lahan yang ada, mencari pekerjaan lain sehingga


(2)

BAB V

KESIMPULAN

5.1. Kesimpulan

1. Perubahan sosial pada petani Desa Sitabotabo berawal dari peubahan pola kerja

petani, dimana petani melakukan usaha tani yaitu diversifikasi di lahan sawah

yang menjadikan petani lebih sering melakukan interaksi.

2. Petani di desa ini saling membutuhkan tenaga untuk melakukan diversifikasi.

Antara petani dengan tengkulak saling kerja sama, dimana petani menjual hasil

tanamannya untuk menunjang pemenuhan kebutuhan ekonomi keluarganya,

sedangkan para Tengkulak mendapat imbalan dari hasil jualannya.

3. Interaksi yang dilakukan para petani lebih meningkat setelah melakukan

diversifikasi di lahan sawah. Sehingga rasa kekeluargaan dan kekerabatan terjalin

dengan baik.

4. Dalam Interaksi petani tetap terikat dengan adat istiadat (keseganan), dengan hutang pinjaman, bantuan-bantuan materil, dan lainnya. Membalas budi

merupakan salah satu moral bagi petani.

5. Alasan petani melakukan interaksi yang baik terhadap kelompok tani dan

tengkulak membangun kedekatan emosional yang saling menguntungkan satu

dengan yang lainnya, serta menjaga keharmonisan dalam hubungan sosial

sehingga mudah dalam pelaksanaan pekerjaan sehari-hari.

6. Dalam hubungan kerja pertanian terjadi perubahan sistem marsiadapari menjadi

sistem upahan. Hal ini berarti terjadi pengikisan solidaritas masyarakat pertanian


(3)

7. Pengikisan solidaritas terjadi karena masuknya alat-alat canggih.

8. Petani menjadikan diversifikasi di lahan sawah menjadi sebuah tradisi, karena

setiap tahuunya mereka akan melakukan hal yang sama yaitu memanfaatkan lahan

sawah.

9. Alasan petani menggunakan lahan sawah sebagai sumber utama dalam

meningkatkan kesejahteraan ekonomi maupun kesejahteraan sosial, karena

dengan memanfaatkan lahan sawah pendapatan petani bisa meningkat.

10.Peningkatan kesejahteraan berkaitan dengan peningkatan interaksi sosial petani.

Jika interaksi sosial terjalin baik, kerja sama di pertanian semakin baik.

11.Petani menjaga kearifan lokal di Desa ini yaitu dengan saling tolong-menolong

dan sistem marsiadapari tidak pernah di lupakan.

5.2. SARAN

1. Dalam usaha pertanian, perubahan sistem marsiadapari menjadi sistem upah

sehingga menjadi lebih bersifat ekonomis daripada sosial maka mengurangi rasa

kekerabatan diantara masyarakat.Karena itu diharapkan untuk meningkatkan

gotong royong dalam pekerjaan pertanian serta meningkatkan solidaritas

masyarakat.

2. Pada dasarnya petani berada pada posisi yang kemiskinan, karena hasil taninya

hanya cukup untuk keperluan sehari-hari saja. Oleh sebab itu, Pemerintah

diharapkan memberikan bantuan seperti sumbangan pupuk, obat-obat pestisida,


(4)

3. Pemanfaatana lahan perlu ditingkatkan karena dapat membantu menciptakan

ketersediaan lapangan pekerjaaan, mengurangi resiko gagal panen padi, dan


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Adhimahardja, kusnaka.1999.Petani Merajut Tradisi Era Globalisasi, Bandung:Humaniora Utama Press Bandung.

BPS,2011.Sumatera Utara dalam Angka, Medan:Badan Pusat Sttistik Provinsi Sumatera Utara.

Bungin, Burhan,2001. Metodologi penelitian sosial, Sidoarjo:Air langga University Pres.

Data Monografi Desa, 2009. Desa Sitabotabo, Kecamatan Siborongborong,Kabupaten Tapanuli Utara.

Elizabeth, Roosghanda .2010.“modernisasi berdampak perubahan sosial pada masyarakat petani”(online)(http://ejournal.unud.ac.id/abstrak/(3)%20socaroosgandhtk%20dlm%20p

roses%20modernisasi.pdf di akses tanggal 22 Februar 2012, pukul 22:11 Wib)

Hasan, Iqbal. 2002. Pokok-pokok Materi Metodologi Penelitian dan Aplikasinya, Jakarta: Ghalia indonesia.

Lawang, Robert.M.Z.1985. Teori Sosiologi klasik dan modern, Jakarta:PT Gramedia.

Maharian, Dwi. 2010 “Diversifikasi tanaman pangan berbasis kearifan tradisi mengatakan bahwa”(online)

http://studentresearch.umm.ac.id/index.php/dept_of_agribisnis/article/view/1552 di akses tanggal 11 April 2012 pukul 4:26 Wib

Mosher. T. A.1969, Menciptakan Struktur Pedesaan Progresif, Jakarta: The Agricultural Development Council.

Pakpahan, Agus. 1995. Diversifikasi Pedesaan.jakarta: karsa murni

Planck, Ulrich.1990. Sosiologi Pertanian, Jakarta:Yayasan Obor Indonesia

Pudjiwati, Sajogyo. 2000.Peranan wanita dalam perkembangan masyarakat desa, Jakarta:Yayasan Obor Indonesia


(6)

Ritzer,George dan Goodman, J.D.2008 Teori Sosiologi Modern. Jakarta:Kencana.

Saliem P Handewi “Diversifikasi Usaha Tani dan Tingkat pendapatan Petani di Lahan Sawah

(online) http://pse.litbang.deptan.go.id/ind/pdffiles/Pros_MP_08_2010.pdf .di akses tanggal 13 Maret 2012

Scott, John,2011.Sosiologi The Key Concepts, Jakarta: Rajawali Pers.

Siti Tarbiah, 2010. Tingkat pendapatan petani sawah dengan diversifikasi pola tanam (online) http://ejournal.unud.ac.id/abstrak/(9)%20socahandewidistribusi%20pendpt.pdf. Diakses tanggal 12 Januari 2012)

Soejono,soekanto, 1987,”Sosiologi Suatu Pengantar”, Jakarta:Rajawali Pers. Soejono, soekanto, 2002. Sosiologi suatu pengantar. Jakarta:Rajagrafindo.

Sudaryanto Tahlim. 2010. “kebijakan strategis usaha pertanian dalam rangka peningkatan

produksi dan pengentasan kemiskinan” (online)

http://ftp.pustakadeptan.go.id/publikasi/p3254061.pdf)

Sumber lain

http://ejournal.unud.ac.id/abstrak/(9)%20soca-handewi-distribusi%20pendpt) http://pse.litbang.deptan.go.id/ind/pdffiles/Mono27-2.pdf)

http://nilafuitoriya.blogspot.com/2010/03/perubahan-sosial-masyarakat-desa-paper.html

http://www.scribd.com/doc/92353010/Perubahan-Sosial-menurut-Wilbert-Moore-docx. di akses tanggal 23 Mei 2012, pukul 6:31 Wib.

http://www.scribd.com/doc/20191981/Fungsionalisme-Struktural-Talcott-Parsons.di akses tanggal 23 Mei 2012,pukul 17:52


Dokumen yang terkait

Tradisi Masyarakat Desa Janji Mauli Kecamatan Sipirok Kabupaten Tapanuli Selatan (1900-1980)

3 83 104

Prospek Pengembangan Jagung Di Kabupaten Tapanuli Utara (Studi kasus penelitian ini di Desa Bakal Batu 1, Kecamatan Siborongborong, Kabupaten Tapanuli utara, Propinsi Sumatera Utara)

0 28 97

Interaksi Desa Kota terhadap Tingkat Kesejahteraan Masyarakat di Kabupaten Deli Serdang (Studi Kasus di Desa Perbatasan)

3 133 99

Analisis Tingkat Pemahaman Masyarakat Kabupaten Tapanuli Utara Terhadap Penggunaan Pembayaran Non Tunai

3 55 95

POTENSI PENGEMBANGAN PRODUK KOPI BUBUK DI DESA SIBORONGBORONG I KECAMATAN SIBORONGBORONG KABUPATEN TAPANULI UTARA.

1 12 22

PERAN PEMERINTAHAN DESA DALAM MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN PETANI DI DESA SIBORONGBORONG KECAMATAN SIBORONGBORONG KABUPATEN TAPANULI UTARA.

0 2 12

PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PROSES PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DESA SILAITLAIT KECAMATAN SIBORONGBORONG KABUPATEN TAPANULI UTARA.

0 3 18

PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PADA PEMBANGUNAN PERDESAAN DI KECAMATAN SIBORONGBORONG KABUPATEN TAPANULI UTARA.

0 5 18

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Teori Struktural Fungsional - Diversifikasi Pemanfaatan Lahan Persawahan dalam Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat Petani” (Studi di Desa Sitabotabo, Kecamatan Siborongborong, Kabupaten Tapanuli Utara)

0 0 13

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Diversifikasi Pemanfaatan Lahan Persawahan dalam Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat Petani” (Studi di Desa Sitabotabo, Kecamatan Siborongborong, Kabupaten Tapanuli Utara)

0 0 17