Keariban Tradisi Antar Petani

“pertama sekali melakukan diversifikasi di lahan sawah hanyalah coba-coba saja, tapi karena bisa di andalkan dan bisa memperbaiki taraf hidup, maka diversifikasi ini sudah menjadi kebiasaan setiap tahunnya”. Pertama sekali petani melakukan diversifikasi pada lahan sawah adalah untuk mensejahterakan kehidupan petani, baik kesejahteraan ekonomi maupun kesejahteraan sosial. Karena pada umumnya pendapatan petani non padi biasanya lebih tinngi dibandingkan dengan petani berbasis padi, karena padi yanh dihasilkan hanya sekali satu tahun dan itu hanya cukup untuk di konsumsi saja, tetapi pada petani yang non padi biasanya memanen hasil taninya sekali 2 minggu. Hal itulah yang dilakukan desa Sitabotabo di dalam meniongkatkan kesejahteraan ekonominya dengan memperbanyak jenis tanaman yang di tanam, dengan mengoptimalkan lahan yang ada. Berdasarkan hasil wawancara dengan Ibu Lintas sebagai berikut: “ boasa marsuan-suanan di hauma asa boe do manabbai pendapatan dohot pasikkolahon akka dakdanak. Molo parhuta-huta hurang mampu do pasikkolahon akka gelleng na, alai molo ni ulahon boe do muse sikkolahononton ni. Ni dok ni roha nian unang holan anak ni namora I na boi sikkola ala godang akka sawit na, alai anak ni pangula pe boe do sikkola ”.hasil wawancara tanggal 6 tahun 2012. Terjemahan: “kenapa melakukan diversifikasi di lahan sawah itu karena ingin meningkatkan pendapatan sehinnga mempermudah anak untuk sekolah. Meskipun ibu bertani, ibu ingin anak saya bisa kuliah”.

4.4. Keariban Tradisi Antar Petani

Kearifan di desa Sitabotabo ini adalah kearifan yang mempunyai nilai-nilai adat dan sudah disepakati bersama. Salah satu kearifan yang ada yaitu marsiadapari “gotongroyong”, masiadapari masih dilakukan sampai sekarang dalam bidang pertanian, adat-istiadat. Keariban Universitas Sumatera Utara berhubungan erat dengan kekerabatan, dimana kekerabatan suatu pola yang dibentuk oleh sebuah kekerabatan. Kekerabatan menyediakan hubungan sosial yang dapat diandalkan masyarakat untuk menjaga suatu hubungan sosial yang baik.masyarakat yang selalu berhubungan sosial dengan arib biasanya memiliki rasa kedekatan yang biasanya memiliki interaksi yang tinggi sehingga dapat membentuk relasi keyakinan, keyakinan diartikan disini adalah para petani saling menjaga keyakinan mereka terhadap orang-orangnya yang saling berhubungan. Dimana orang Batak mempunyai hubungan kekeluargaan yang tinggi.pemilihan pemanfaatan lahan sawah di dalam hal ini karena hubungan petani yang saling sama-sama memanfaatkan lahan sawah dengan tengkulak, buruh tani, kelompok tani yang sama-sama menjaga hubungan kekerabatan dan kekeluargaan. Rasa saling percaya dalam pemanfaatan lahan sawah disini adalah orang tua, artinya seseorang akan percaya kepada orang tuanya yang melakukan pekerjaan untuk menghidupi anak-anaknya. Keariban menciptakan kerjasama antar petani, tengkulak dan kelompok tani sehingga tercipta hubungan kekeluargaan yang baik. Kerjasam pada suku Batak dinamakan marsiadapari atau bergotong-royong. Siman suatu pekerjaan itu dilakukan bersama-sama. Tetapi sistem gotong-royong mulai terpinggirkan karena pengaruh modernitas, tapi di Desa ini sistem gotong- royong masih dan dipertahankan , diterapkan pada kegiatan tertentu, seperti pada saat menanam padi, memanen padi, dan melakukan diversifikasi di lahan sawah masih tetap melakukan marsiadapari, tetapi ada juga kegiatan yang tidak melakukan marsiadapari seperti pada saat mengolah lahan sawah, itu diakibatkan karena masuknya teknologi seperti Jetor.. Berdasarkan wawancara dengan Ibu Rosida sebagai berikut: “kalau gorong-royong di desa ini masih tetap dilakukan seperti pada saat menanam padi, memanen padi dan pada saat menanam kacang di lahan sawah, Universitas Sumatera Utara kalau hari ini saya dibantu menanam kacang, besok saya juga akan membantu teman saya itu”.hasil wawancara tanggal 16 Agustus 2012. Hal ini sama halnya dengan wawanca dengan bapak Jeba, sebagai berikut: “molo karejo di ladang tikki sae panen eme, biasana marsiadapari, molo sadarion tu ladang hu, marsogot tu ladang ni dongan. Alai molo marpanen eme, dohot manuan torus do marsiadapari sahat tu saonarion nappe moru”. hasil wawancara tanggal 7 Agustus 2012. Terjemahan: “setelah siap panen padi, biasanya saya gotong-royong, jika hari ini ke ladang saya, maka besok ke ladang kawan, sampai sekarang gotong-royong ini masih dilakukan meskipun sedikit berkurang”. Meskipun sistem, marsiadapari masih berlaku tetapi sistem upah juga berlaku di desa Sitabotabo ini, Petani dan buruh tani tetap saling menjaga kekerabatan, supaya saling percaya dalam hal bertani dapat terjaga dengan baik. Buruh tani yang dimaksud adalah petani yang mempunyai lahan sedikit, dan yang tidak melakukan diversifikasi di lahan sawah. Para petani yang melakukan diversifikasi di lahan sawah juga membutuhkan para buruh tani, biasanya yang paling sering dipekerjakan adalah laki-laki untuk mengolah lahan tetapi untuk membantu menanam, memupuk dan memanen hasil tanaman biasanya perempuan, sistem upah juga di Desa Sitabotabo ini berbeda dengan upah laki-laki dan perempuan. Biasanya upah laki-laki lebih besar dibandingkan dengan upah perempuan. Berdasarkan wawancara dengan bapak T Nababan sebagai berikut: “nang pe marsiadapari adong, ala nagaji-gajian pe adong dopena sahat tu sadarion, molo dang sanggup hami mangulahon, manggaji jolma do hami, biasana hu borong do hauma ku tu parkarejo Rp.300.000,00 sappe sae di ulahon”.hasil wawancara tanggal 6 Agustus 2012. Terjemahan: Universitas Sumatera Utara “meskipun sistem gotong-royong masih berlaku, tetapi bapak juga biasanya menggaji buruh untuk mengolah lahan dan tidak menggunakan traktor. Biasanya lahan saya borongkan kepada pekerja sebesar Rp.300.000,00 sampai lahan siap untuk ditanami tanaman. Hai ini sama dengan wawancara Pak Sudung selaku pengurus kelompok tani dna penatua di desa Sitabotabo ini sebagai berikut: “saya sudah tua, dan tidak sanggup untuk mengolah lahan, tetapi saya masih ingin menanam sayur di lahan sawah karena sudah menjadi kebiasaan. Untuk mengolahnya saya mengupah anak laki-laki dewasa perhari dan gajinya Rp.40.000”. hasil wawancara tanggal 30 Agustus 2012. Petani dan buruh tani biasanya melaukuan marsiadapari bersama-sama jika itu untuk kepentingan bersama. Tidak hanya dalam hal bekerja petani melakukan marsiadapari. Masyarakat di desa ini juga masih menjaga dan mempertahankan nilai-nilai adat yang mereka sepakati, seperti dalam bidang adat-istiadat dan dalam bidang pertanian. Dalam adat-istiadat para warga akan ikut serta di dalam proses mempersiapkan acara adat, seperti mengumpulkan beras, dan memberikan alat-alat yang dibutuhkan untuk keperluan adat tersebut. Berdasarkan hasil wawancara dengan Pak Sudung sebagai berikut: “kami masih menjaga adat yang ada di desa ini, untuk menjaganya kami masih melakukan gotong-royong pada saat bertani dan pada saat melangsungkan adat nikah. Pada saat melakukan adat nikah kami biasanya mengumpulkan beras 2 liter per kepala rumah tangga, tidak hanya itu kami juga membawa alat-alat yang diperlukan untuk adat tersebut ”. hasil wawancara tanggal 30 Agustus 2012 Hal ini sama dengan hasil wawancara terhadap bapak Togap Hutasoit “molo marpesta biasa na hami marpungu do, rap makkarejohon. Dang holan tikki adong ulaon, tikki padengganton dalam dohot padalanton aek Universitas Sumatera Utara tu hauma hami pe hami marsiadapari do na”. hasil wawancara tanggal 20 Agustus 2012 Terjemahan: “pada saat melakukan adat kami akan berkumpul dan bekerja sama, tidak hanya pada saat ada pesta, tetapi juga pada saat memperbaiki jalan, dan memperbaiki parit air supaya bisa mengairi sawah kami juga bergotong- royong”. Pada masyarakat desa Sitabotabo sistem kearifan ini bisa meningkatkan kesejahteraan petani, itu terlihat dari kegiatan petani yang kompak di dalam bekerja. Kearifan lokal sudah menjadi sebuah tradisi turun menurun. Perubahan kearifan lokal juga sangat mempengaruhi kegiatan bertani masyarakat. perubahan yang terjadi pada sistem kerja petani itu adalah hadirnya modernisasi, seperti pada tahun 2008 desa ini mulai menggunakan alat mesin di dalam mengolah lahan sawahnya, itu dapat mempengaruhi kegiatan petani. Berdasarkan wawancara dengan Pak Masro sebagai berikut: “sebelum kami mengenal Jetor kami selalu bergotong-royong di dalam mengolah sawah,dan itu sudah menjadi tradisi, tetapi sekarang setelah ada jetor, kami tidak lagi bergotong-royong, karena dengan menggunakan Jetor menjadikan pekerjaan lebih cepat selesai. Meskipun jetor sudah ada sebagian pekerjaan lainnya masih kami kerjakan bersama”.hasil wawancara tanggal 15 Agustus 2012 Tradisi diartikan sebagai sebuah rutinitas atau perilaku yang dilakukan berulang- ulang oleh masyarakat tertentu. Tradisi merupakan sarana untuk mengaitkan masa lalu dan masa depan yang akan dating. Tradisi dalam hal ini bukanlah sekedar perilaku kosong yang berorientasi kepada kebiasaan saja melainkan memiliki makna intrinsic. Makna aktivitas rutin berada dalam penghormatan atau pemujaan dalam tradisi dan Universitas Sumatera Utara kepercayaan yang tumbuh dab semakin berkembang. Artinya masyarakat percaya kepada sistem diversifikasi yang dilakukan ari awal pertama me;lalkukan diversifikasi, karena mereka melihat dari pengalaman orang tua dan yang dulu-dulu mereka yang berhasil melakukan diversifikasi di lahan sawah. Keyakinan terhadap pemanfaatan lahan sawah ini dalam hal dapat diartikan sebagai warisan, seperti yang dikemukakan oleh Pak Masro sebagai berikut: “kita melakukan tanaman di sawah ini karena pewarisan turun-temurun dari orang tua, tetangga dan kampong.jadi sekarang saya dapat melakukannya”.hasil wawancara tanggal 15 Agustur 2012. Hal ini serupa dengan wawancara Pak Sudung sebagai berikut: Kami bertani selama 50 tahunan karena diturunkan dari nenek moyang kita. Dan sekarang juga kami melakukan apa yang di wariskan orang tua kepada saya”. hasil wawancara 30 Agustus 2012 Meskipun ada yang berubah pada pekerjaan dan kebiasaan, petani tetap bergaul, bertegur sapa, seperti pada umumnya hubungan bermasyarakat, tidak ada perbedaan apa pun. Mereka tetap berhubungan baik, masih saling mengobrol atau bercerita, bersama mengikuti adat, gotong royong, dan lainnya. Perbedaan status sosial diantara mereka tidak dan mempengaruhi kearifan lokal dan tidak merenggangkan hubungan antara mereka. Mereka tetap hidup rukun sebagai anggota masyarakat. hubungan yang bersifat assosiatif seperti ini terjadi dalam masyarakat desa ini misalnya kerjasama dalam mengadakan upacara keagamaan, bergotong royong membangun jalan, dan lainnya. Kerjasama dalam pekerjaan pertanian juga terjalin misalnya saat menanam dan memanen padi antar petani bekerja di lahan sawah. Universitas Sumatera Utara

4.5. Pola Perubahan Kehidupan Sosial Petani

Dokumen yang terkait

Tradisi Masyarakat Desa Janji Mauli Kecamatan Sipirok Kabupaten Tapanuli Selatan (1900-1980)

3 83 104

Prospek Pengembangan Jagung Di Kabupaten Tapanuli Utara (Studi kasus penelitian ini di Desa Bakal Batu 1, Kecamatan Siborongborong, Kabupaten Tapanuli utara, Propinsi Sumatera Utara)

0 28 97

Interaksi Desa Kota terhadap Tingkat Kesejahteraan Masyarakat di Kabupaten Deli Serdang (Studi Kasus di Desa Perbatasan)

3 133 99

Analisis Tingkat Pemahaman Masyarakat Kabupaten Tapanuli Utara Terhadap Penggunaan Pembayaran Non Tunai

3 55 95

POTENSI PENGEMBANGAN PRODUK KOPI BUBUK DI DESA SIBORONGBORONG I KECAMATAN SIBORONGBORONG KABUPATEN TAPANULI UTARA.

1 12 22

PERAN PEMERINTAHAN DESA DALAM MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN PETANI DI DESA SIBORONGBORONG KECAMATAN SIBORONGBORONG KABUPATEN TAPANULI UTARA.

0 2 12

PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PROSES PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DESA SILAITLAIT KECAMATAN SIBORONGBORONG KABUPATEN TAPANULI UTARA.

0 3 18

PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PADA PEMBANGUNAN PERDESAAN DI KECAMATAN SIBORONGBORONG KABUPATEN TAPANULI UTARA.

0 5 18

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Teori Struktural Fungsional - Diversifikasi Pemanfaatan Lahan Persawahan dalam Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat Petani” (Studi di Desa Sitabotabo, Kecamatan Siborongborong, Kabupaten Tapanuli Utara)

0 0 13

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Diversifikasi Pemanfaatan Lahan Persawahan dalam Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat Petani” (Studi di Desa Sitabotabo, Kecamatan Siborongborong, Kabupaten Tapanuli Utara)

0 0 17