dengan pronsip akuntansi yang berlaku umum, namun akuntansi tradisional membebankan semua biaya produksi ke produk, bahkan biaya produksi yang
tidak disebabkan oleh produk yang pada akhirnya menyebabkan terdistorsinya biaya.
D. Pengertian Sistem Activity Based Costing
Istilah activity costing bukanlah istilah yang baru. Staubus di tahun 1971 telah menulis buku berjudul ”Activity Cost and Input Output Accounting”.
Dalam bukunya tersebut Ia menyatakan bahwa ”activity accounting is essential to cost control” Staubus, 1971:11 dalam Basuki 2001:180.
Bahkan Vater 1954 yang juga dikutip oleh Staubus 1971:11 dalam Basuki
2001:180, menyatakan ”cost must be related to things being done, and this
largely a matter of setting against decisions” huruf tebal dari penulis, Basuki. Berdasarkan situasi tersebut sebetulnya jauh di tahun 1954, Vater
sudah berusaha mengkaitkan antara biaya dengan sesuatu aktivitas yang dilakukan. Kemudian pada tahun 1987, penetapan biaya berdasarkan aktivitas
didefinisikan dengan jelas pertama kali oleh Robert S. Kaplan dan W. Burns dalam buku mereka akuntansi dan manajemen ”A field Study Perspective”
dalam Basuki 2001:180. Fokus mereka adalah pada lingkungan manufaktur di mana peningkatan teknologi dan perbaikan produktivitas relatif telah
mengurangi proporsi biaya tenaga kerja langsung dan bahan, tetapi relatif meningkatkan proporsi biaya tidak langsung. Sebagai contoh, peningkatan
otomasi telah mengurangi penggunaan tenaga kerja yang merupakan biaya
langsung, namun juga meningkatkan depresiasi yang merupakan biaya tidak langsung.
Dalam sejarah perkembangan pemikiran akuntansi, sistem ABC merupakan sistem tercepat yang diterapkan oleh para praktisi sejak ide sistem
tersebut dikemukakan pada akhir tahun 1989 oleh Robert S. Kaplan dan Robin Cooper. Survey terhadap 179 perusahaan di Inggris oleh Nicholls yang
dilakukan pada Mei 1990-Januari 1991 menunjukan bahwa 10 telah menerapkan ABC secara utuh, 18 telah menerapkan sebagai pilot project,
62 mempelajari ABC dalam rangka penerapannya, 5 sedang menerapkan, dan 5 sisanya tidak berminat menerapkannya Nicholls, 1992:22 dalam
Basuki 2001:180. Survey ini memperkuat penelitian oleh Bailey 1991 yang menyatakan bahwa sejak November 1988-Juli 1990 sudah 10 perusahaan
besar di Inggris menerapkan sistem ABC, walaupun beberapa di antaranya adalah perusahaan Amerika Serikat, seperti IBM dan Hewlett-Packard
Basuki, 2001:180. Kondisi saat dan tempat lahirnya sistem activity based costing
mengakibatkan sistem tersebut hanya akan memberikan manfaat optimum bila diterapkan pada kondisinya. Kondisi ini disebut dengan ”conventional
wisdom” yaitu keadaan yang menyebabkan lahirnya ABC dan merupakan keadaan yang paling cocok untuk ABC diterapkan Basuki, 2001:182. The
conventional wisdom tersebut adalah sebagai berikut: 1.
Operasi perusahaan mempunyai upah langsung antara 5-10 dari total biaya produksi.
2. Tenaga kerja langsung rendah, variasi dan kompleksitas produk tinggi.
3. Diversitas volume produksi tinggi, dan terdapat diversitas ukuran bahan
dan set up. 4.
Biaya overhead sangat tinggi karena adanya otomatisasi dan proses produksi yang dipandu komputer computer-aided production.
Berbeda dengan kondisi conventional wisdom, perusahaan di Indonesia mempunyai kondisi yang berbeda dengan yang disyaratkan ABC. Kondisi
yang akan sering ditemukan di banyak perusahaan di Indonesia adalah tenaga kerja langsung tinggi, overhead rendah sampai menengah, dan penggunaan
komputer teknologi dalam proses belum banyak digunakan. Walaupun terdapat perbedaan situasi antara kondisi perusahaan di Indonesia dengan
conventional wisdom, penerapan sistem ABC di Indonesia diharapkan mampu memberikan informasi biaya yang lebih akurat, dapat dipercaya, dan lebih
relevan sehingga mampu memberikan informasi biaya bagi manajemen untuk pengambilan keputusan. Perlu diingat, bahwa sistem ABC bukan hanya
sekedar sistem biaya, melainkan juga sistem manajemen. Indonesia adalah negara yang mempunyai banyak sumber daya manusia dan industrinya sedang
bergerak ke arah teknologi tinggi. Oleh karena itu, akan sangat beruntung bagi Indonesia bila dapat menikmati keunggulan sistem ABC yang sudah dinikmati
negara-negara maju, sehingga Indonesia akan dapat bersaing dengan mereka, atau paling tidak untuk survive dalam pasar global. Inilah alasan mengapa
peneliti memilih sistem activity based costing untuk penelitiannya.
Menurut Bastian dan Nurlela 2009:24 activity based costing adalah metode membebankan biaya aktivitas-aktivitas berdasarkan besarnya
pemakaian sumber daya, dan membebankan biaya pada objek biaya, seperti produk atau pelanggan, berdasarkan besarnya pemakaian aktivitas, serta untuk
mengukur biaya dan kinerja dari aktivitas yang terkait dengan proses dan objek biaya.
Menurut Carter dan William 2009:528 perhitungan biaya berdasarkan aktivitas didefinisikan sebagai suatu sistem perhitungan biaya di mana tempat
penampungan biaya overhead yang jumlahnya lebih dari satu dialokasikan menggunakan dasar yang mencakup satu atau lebih faktor yang berkaitan
dengan volume. Dibandingkan dengan akuntansi biaya tradisional, activity based costing mencerminkan penerapan penelusuran biaya yang lebih
menyeluruh. Menurut Amin Widjaja 2009:80 perhitungan biaya berdasar aktivitas
adalah pendekatan perhitungan biaya yang membebankan biaya sumber daya ke objek biaya seperti produk, jasa, atau pelanggan berdasarkan aktivitas yang
dilakukan untuk objek biaya tersebut. Dasar pemikiran pendekatan perhitungan biaya ini adalah bahwa produk atau jasa perusahaan merupakan
hasil dari aktivitas dan aktivitas tersebut menggunakan sumber daya yang menyebabkan timbulnya biaya. Biaya dari sumber daya dibebankan ke
aktivitas berdasarkan aktivitas yang menggunakan sumber daya penggerak konsumsi sumber daya dan biaya dari aktivitas dibebankan ke objek biaya
berdasarkan aktivitas yang dilakukan untuk objek biaya penggerak konsumsi
aktivitas. Activity based costing membebankan biaya overhead pabrik ke objek biaya seperti produk atau jasa dengan mengidentifikasi sumber daya dan
aktivitas juga biayanya serta jumlah yang dibutuhkan untuk memproduksi output. Penggunaan penggerak biaya konsumsi sumber daya dapat membantu
perusahaan menentukan biaya sumber daya yang dikonsumsi oleh aktivitas dan menghitung biaya dari suatu unit aktivitas. Kemudian perusahaan
membebankan biaya dari suatu aktivitas ke produk atau jasa dengan mengalikan biaya dari setiap aktivitas dengan junlah aktivitas yang
dikonsumsi oleh setiap objek biaya. Menurut Garrison and Noreen 2006:440 perhitungan biaya berdasarkan
aktivitas activity based costing adalah metode perhitungan biaya costing yang dirancang untuk menyediakan informasi biaya bagi manajer untuk
keputusan strategis dan keputusan lainnya yang mungkin akan mempengaruhi kapasitas dan juga biaya tetap. Dari keempat definisi di atas, dapat
disimpulkan yang dimaksud dengan activity based costing adalah suatu sistem perhitungan biaya dengan penjumlahan seluruh biaya yang dari hasil
memproduksi barang dan jasa yang jumlahnya lebih dari satu biaya overhead untuk menyediakan informasi biaya bagi manajer dalam pengambilan
keputusan. Tujuan dari sistem perhitungan biaya tradisional adalah untuk menilai secara tepat persediaan dan harga pokok penjualan untuk pelaporan
eksternal, sedangkan tujuan dari perhitungan biaya berdasarkan aktivitas adalah untuk memahami overhead dan profitabilitas produk dan konsumen.
Menurut Bastian dan Nurlela 2009:25 komponen utama yang membentuk activity based costing adalah sumber daya resources; pemicu
konsumsi sumber daya resources driver; aktivitas activity; pemicu aktivitas activity driver; objek biaya cost objects.
Penjelasannya adalah sebagai berikut: 1.
Sumber daya resources, adalah segala unit ekonomi yang digunakan perusahaan untuk mengadakan aktivitas, seperti: bahan baku, tenaga kerja,
perlengkapan yang digunakan dan faktor produksi lainnya. 2.
Pemicu konsumsi sumber daya resources driver, dasar yang digunakan untuk melacak sumber daya yang digunakan di dalam setiap aktivitas.
Atau ukuran kuantitas dari sumber daya yang dikonsumsi oleh suatu aktivitas, contoh luas ruangan yang disewa untuk setiap aktivitas, jumlah
jam kerja yang dihabiskan untuk setiap aktivitas. 3.
Aktivitas activity, suatu unit dasar pekerjaan yang dilakukan oleh perusahaan dengan tujuan membantu perencanaan, pengendalian, dan
pengambilan keputusan bagi manajemen. Jumlah biaya aktivitas ditentukan dengan melacak sumber daya yang dipakai oleh aktivitas
dengan pemicu konsumsi sumber daya. Aktivitas sangat dibutuhkan untuk membebankan biaya ke objek biaya, dikenal dengan aktivitas biaya yang
dihubungkan dengan faktor pemicu biaya cost driver. 4.
Pemicu aktivitas activity driver, suatu ukuran frekuensi dan intensitas dari permintaan akan suatu aktivitas oleh suatu produk atau jasa layanan.
Pemicu aktivitas ini sama seperti pemicu sumber daya guna melacak biaya
aktivitas ke objek biaya, yang dipakai untuk membebankan biaya ke produk atau jasa layanan.
5. Objek biaya cost objects, adalah tempat biaya di mana biaya atau
aktivitas diakumulasikan atau diukur. Objek biaya dapat berupa pelanggan, produk, jasa layanan, kontrak, proyek, atau unit kerja lain yang
memerlukan pengukuran biaya tersendiri. Ada beberapa tahapan penerapan activity based costing menurut Bastian
dan Nurlela 2009:26, yaitu: 1.
Mengidentifikasi, mendefinisikan aktivitas dan pool aktivitas. a.
Aktivitas tingkat unit. b.
Aktivitas tingkat batch. c.
Aktivitas tingkat produk. d.
Aktivitas tingkat pelanggan. e.
Aktivitas pemeliharaan organisasi. 2.
Menelusuri biaya overhead secara langsung ke aktivitas dan objek biaya. 3.
Membebankan biaya ke pool biaya aktivitas. 4.
Menghitung tarif aktivitas. 5.
Membebankan biaya ke objek biaya dengan menggunakan tarif aktivitas dan ukuran aktivitas.
6. Menyiapkan laporan untuk manajemen.
Penjelasannya adalah sebagai berikut:
1. Mengidentifikasi, mendefinisikan aktivitas dan pool aktivitas.
Tahapan utama dan pertama dalam menerapkan activity based costing ABC adalah mengidentifikasi aktivitas yang menjadi dasar sistem
tersebut. Tahapan ini mungkin sulit dilakukan, karena memakan waktu dan membutuhkan pertimbangan yang cukup rumit. Prosedur umum yang
dilakukan pada tahap ini, dengan melakukan wawancara terhadap semua orang yang terlibat atau semua tingkat supervisi atau semua manajer yang
menimbulkan overhead dan meminta mereka untuk menggambarkan aktivitas utama yang mereka lakukan, biasanya akan diperoleh catatan
aktivitas yang cukup beragam dan rumit. Adapun aktivitas yang cukup beragam tersebut, dapat digabungkan menjadi lima tingkat aktivitas, yaitu
aktivitas tingkat unit; batch; produk; pelanggan; dan pemeliharaan organisasi. Penjelasannya adalah sebagai berikut:
a. Aktivitas tingkat unit.
Dilakukan oleh setiap unit produksi. Biaya aktivitas unit bersifat proporsional dengan jumlah unit yang diproduksi. Contoh: biaya
pekerja untuk operator peralatan produksi, ini menjadi aktivitas tingkat unit, karena pekerja tersebut cenderung dikonsumsi secara
proporsional dengan jumlah unit produksi. b.
Aktivitas tingkat batch. Dilakukan setiap batch yang diproses, tanpa memperhatikan berapa
unit yang terdapat dalam batch tersebut. Contoh: membuat pesanan pelanggan, penataan peralatan, pengaturan pengiriman pesanan
pelanggan, ini merupakan aktivitas tingkat batch. Biaya tingkat batch lebih tergantung pada jumlah batch yang dihasilkan, bukan jumlah unit
yang diproduksi, jumlah unit yang dijual atau ukuran lainnya. c.
Aktivitas tingkat produk. Aktivitas ini berkaitan dengan produk yang spesifik dan umumnya
dikerjakan tanpa memperhatikan berapapun unit yang diproduksi atau berapapun batch yang dihasilkan atau dijual. Contoh: biaya
perancangan produk, biaya untuk mengiklan produk, biaya gaji staf dan manajer produksi.
d. Aktivitas tingkat pelanggan.
Aktivitas ini berkaitan dengan pelanggan yang spesifik meliputi aktivitas menelepon pelanggan dalam rangka penjualan, pengiriman
katalog, dukungan teknis purna jual yang untuk semua produk e.
Aktivitas pemeliharaan organisasi. Aktivitas ini dilakukan tanpa memperhatikan produk apa yang
diproduksi, berapa unit yang dibuat, berapa batch yang dihasilkan dan pelanggan mana yang dilayani. Contoh: aktivitas kebersihan kantor,
pengadaan jaringan komputer, pengaturan pinjaman dan penyusunan laporan keuangan untuk internal maupun eksternal.
Penggabungan aktivitas dalam sistem ABC, setiap aktivitas harus dikelompokkan dalam tingkatan yang sesuai, dengan memperhatikan
aktivitas-aktivitas yang mempunyai korelasi yang tinggi dalam satu tingkat. Contoh: jumlah pesanan pelanggan yang diterima akan memiliki
korelasi yang tinggi dengan jumlah pengiriman berdasarkan pesanan pelanggan, sehingga kedua aktivitas tingkat batch ini dapat digabung,
tanpa mengurangi keakuratannya. Gabungan dari biaya overhead yang berhubungan dengan aktivitas yang sama dikenal dengan cost pool, yang
akan digunakan untuk menghitung tarif pembebanan ke setiap aktivitas. 2.
Menelusuri biaya overhead secara langsung ke aktivitas dan objek biaya. Tahap kedua dalam menerapkan sistem ABC adalah sejauh mungkin
menelusuri biaya overhead secara langsung ke objek biaya, yang menyebabkan timbulnya biaya, kemudian menentukan pemicu biayanya,
seperti produk, pesanan pelanggan, dan pelanggan. 3.
Membebankan biaya ke pool biaya aktivitas. Pada umumnya biaya overhead diklasifikasikan dalam sistem akuntansi
perusahaan berdasarkan departemen atau divisi, di mana biaya tersebut terjadi. Tetapi pada beberapa kasus ada beberapa atau semua biaya bisa
ditelusuri langsung ke pool biaya aktivitas, seperti: pemrosesan pesanan, di mana semua departemen pembelian dapat ditelusuri ke aktivitas ini.
Dalam sistem ABC sangat umum overhead terkait dengan beberapa aktivitas. Untuk kondisi seperti tersebut, biaya departemen dapat dibagi ke
beberapa kelompok atau pool aktivitas dengan menggunakan proses alokasi tahap pertama, yaitu membebankan overhead ke pool biaya
aktivitas.
4. Menghitung tarif aktivitas.
Tarif aktivitas yang akan digunakan untuk pembebanan biaya overhead ke produk dihitung, dengan menentukan total aktivitas sesungguhnya yang
diperlukan untuk mmeproduksi bauran produk dan untuk melayani pelanggan yang saat ini. Kemudian menentukan tarif aktivitas dengan
membagi total biaya pool aktivitas masing-masing aktivitas dengan total pemicu aktivitas.
5. Membebankan biaya ke objek biaya dengan menggunakan tarif aktivitas
dan ukuran aktivitas. Langkah berikut dalam penerapan sistem ABC disebut alokasi tahap
kedua, di mana tarif aktivitas digunakan untuk membebankan biaya ke produk atau pelanggan dengan cara mengalikan tarif pool aktivitas dengan
ukuran aktivitas yang dikonsumsi masing-masing produk atau jasa layanan.
6. Menyiapkan laporan untuk manajemen.
Tahap ini adalah tahap laporan yang disusun, dengan menggabungkan bahan baku langsung, tenaga kerja langsung dan overhead yang ke produk
atau jasa layanan berdasarkan aktivitas. Activity based costing merupakan suatu sistem perhitungan biaya dengan
penjumlahan seluruh biaya akuntansi yang memproduksi barang dan jasa yang Pembebanan = pool rate x jumlah aktivitas yang dikonsumsi
Tarif pembebanan pool rate = total biaya pool aktivitas Total pemicu aktivitas
jumlahnya lebih dari satu biaya overhead untuk menyediakan informasi biaya bagi manajer dalam pengambilam keputusan. ABC dapat dijadikan salah satu
alternatif referensi oleh pengelola perusahaan untuk dapat mengidentifikasi berbagai biaya yang terserap pada produk. Sistem ABC berusaha menelusuri
seluruh biaya yang terserap dalam pelaksanaan produksi sampai produk dapat dipasarkan. Pada intinya sistem ABC menguraikan berbagai biaya yang belum
jelas pengalokasiannya yang dalam hal ini penekanannya pada biaya overhead yang biasanya sangat sulit mengidentifikasikannya dan dengan
teridentifikasinya seluruh biaya maka diharapkan biaya per produk telah dapat mencerminkan seluruh biaya yang terserap pada produk tersebut.
E. Kelebihan dan Kelemahan Activity Based Costing