Persepsi Masyarakat Terhadap Individu yang Mengalami Gangguan Jiwa di Kelurahan Poris Plawad Kecamatan Cipondoh Tangerang 2011

(1)

PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP INDIVIDU YANG

MENGALAMI GANGGUAN JIWA DI KELURAHANPORIS

PLAWAD KECAMATAN CIPONDOH KOTA TANGERANG

2011

Skripsi diajukan guna memenuhi syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Keperawatan (S. Kep)

ALFIANA SUCI ROMADHON 107104000389

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2011 M / 1432 H


(2)

i

Skripsi dengan judul

PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP INDIVIDU YANG MENGALAMI GANGGUAN JIWA

Telah disetujui dan diperiksa oleh pembimbing skripsi

Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

DISUSUN OLEH

ALFIANA SUCI ROMADHON

NIM 107104000389

Jakarta, November 2011

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(3)

ii

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

Jakarta, 13 Desember 2011 Penguji I

Ns. Eni Nuraini, S. Kep, M. Sc NIP: 198008022006042001

Penguji II

Ns. Waras Budi Utomo, S.Kep, MKM NIP : 197905202009011012

Penguji III


(4)

iii

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

Jakarta, 13 Desember 2011

Mengetahui,

Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta


(5)

iv

Dengan ini saya menyatakan bahwa :

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.


(6)

v

Nama : Alfiana Suci Romadhon Tempat/Tanggal Lahir : Tangerang, 14 Desember 1989 Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Status : Belum Menikah

Alamat : Jln. KH Mustofa RT 001/04 Al-fitroh Poris plawad Cipondoh Tangerang

Telepon/Hp : 085710608831

Email : alfi_chi2@yahoo.co.id Riwayat Pendidikan :

1. MI Al-fitroh (1995-2001) 2. SLTP Negeri 10 Tangerang (2001-2004) 3. MAN ipondoh (2004-2007) 4. S-1 Keperawatan

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta (2007-2011) Pengalaman Organisasi

1. Anggota SABARA polsek metro Cipondoh (2006-2007) 2. Anggota divisi keilmuan BMJ Ilmu keperawatan (2007-2008) 3. Ketua divisi infkom BEMJ Ilmu Keperwatan ( 2010-2011) 4. Ketua divisi Medis LK ESQ (2011-2013)


(7)

vi

JAKARTA

Skripsi, Desember 2011

Alfiana Suci Romadhon, NIM: 10710400038

Persepsi Masyarakat Terhadap Individu yang Mengalami Gangguan Jiwa di

Kelurahan Poris Plawad Kecamatan Cipondoh Tangerang, 2011

xvi + 87 halaman + 14 tabel + 2 bagan + 4 lampiran ABSTRAK

Persepsi adalah proses pengorganisasian, penginterpretasian terhadap rangsangan yang diterima oleh orgnisme atau individu sehingga merupakan suatu yang berarti dan merupakan aktivitas yang integrasi dalam diri individu (walgito 2001), persepsi temasyarakat terhadap individu yang mengalami gangguan jiwa dapat diteliti melalui self percepstion ataupun secara external perseption. Self perception adalah persepsi yang terjadi karena adanya rangsangan yang berasal dari dalam individu menjadi objek dalam dirinya sendiri, sedangkan external perception yaitu persepsi yang terjadi karena adanya rangsangan yang datang dari luar individu.

Tujuan Penelitian Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui persepsi masyarakat terhadap individu yang mengalami gangguan jiwa. Di Kelurahan Poris Plawad Cipondoh Tangerang tujuan khusus mengetahui external perception masyarakat tentang gangguan jiwa dan mengetahui self perception

masyarakat terhadap individu yang mengalami gangguan jiwa.

Jenis penelitian menggunakan deskriptif eksploratif dan variabelnya adalah persepsi Penelitian dilakukan pada bulan Agustus 2011, dengan jumlah sampel 115 responden dari masyarakat Kelurahan Poris Plawad Cipondoh Tangerang dan tekhnik pengambilan sampel menggunakan tekhnik simple random sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner.

Analisis yang digunakan adalah analisis univariat. Hasil penelitian menunjukan bahwa dari 115 responden (60%) adalah perempuan, tingkat pendidikan SMA 69 responden (56%) serta usia responden dimulai dari 16-50 tahun. Sebanyak 110 responden (95,7%). Berpersepsi baik, 5 responden(4,3%.) berpersepsi sangat baik dan tidak ada yang berpersepsi tidak baik apalagi bepersepsi sangat tidak baik. self perseption masyarakat yang sangat baik sebanyak 68 responden (59%) dan sebanyak 47 responden (41%) berpersepsi baik, external perception masyarakat berpersepsi baik 110 responden (95,7%). Dan beberapa berpersepsi sangat baik yaitu 5 responden (4,3%).

Berdasarkan hasil penelitian diharapkan masyarakat dapat berperan serta dalam penyembuhan penderita ganguan jiwa, khususnya yang berada di Kelurahan Poris Plawad Cipondoh Tangerang.

Kata kunci: persepi, masyarakat dan gangguan jiwa Daftar bacaan: 17 (2000-2009)


(8)

vii

JAKARTA

Undergraduateed Thesis, December 2010

Alfiana Suci Romadhon, NIM: 107104000389

Public perception about person who have mental disorder in Poris Plawad Cipondoh Tangerang

xvi + 87 pages + 14 table + 2 charts + 4 attachments

ABSTRACT

Perception is an organization, interpretation process to stimulus which accepted by organism or individual so that become a meaningful and an activity which intergration in individual (Walgito 2001). Community perception to person who have mental disorder can be investigated from self perception or from external perception. Self perception is a perception which occur because stimulus come from individual who become object in it self. External perception is a perception which occur because stimulus from outside the individual.

General purpose this research is to know public perception about person who have mental disorder in Poris Plawad Cipondoh Tangerang. Special purpose this research is to know community external perception and self perception about person who have mental disorder.

Research type was descriptive explorative and the variable is perception. This research was held on August 2011 with the number of samples 115 respondents from Poris Plawad Cipondoh Tangerang community and sampling techniques using simple random sampling. Data’s collection were done by collecting the questioner from the respondents. Analysis which use in this research is univariate analysis. Outcome from this research showing from 115 respondents 60% are women, 56% or 69 respondents their education are high school and 95,7% respondents age from 16-50 years old. Perception 5 respondents or 4,3% are good, there are no very good perception, bad perception or very bad perception. Community’s self perception which very good are 69 respondents or 59% and 47 respondents or 41% have good perception. External perception which very good are 95,7% and 5 respondents or 4,3% have very good perception.

Based in this research outcome community participants could become a meaningful contributing in healing mental disorder patients especially in Poris Plawad Cipondoh Tangerang.

key word: perception, Public and mental disorder Reading list : 17 (2000-2009)


(9)

viii

Kuhaturkan doa yang teriing air mata

Tak mungkin cukup untuk membalas airmata yang telah engkau keluarkan ibu Berkat doa dan perjuanganmu

Ku terus melangkah dan maju Lamunanku melukis indah tentang mu. senyapnya malam takkan jua menghitung jasa-jasamu

debur luapan ombak,takkan mampu menandingi kasih dan sayangmu. Aku putri kecilmu yang dulu kau puja dengan tangis bahagia mu.

kini bergelut dengan kerasnya hidup,lepas dari timangan mu. hingga tak ku sadari intaian maut ku sendiri.

OH...IBUKU.,WAHAI...AYAHKU!,...

sematkanlah RIDHOmu untukku.supaya TUHAN mencintaiku,.karna TUHAN meminta bersyukurku kepadaNYA dan juga kepada mu.


(10)

ix

Bismillairrahmaniirrahim

Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya. Shalawat dan salam tak lupa disampaikan kepada baginda kita Nabi Muhammad SAW yang telah membawa manusia dari zaman kegelapan ke zaman yang terang benderang. Atas izinNya lah skripsi dengan judul “Persepsi masyarakat terhadap individu yang mengalami gangguan jiwa di Kelurahan Poris Plawad Cipondoh Tangerang 2011” dapat diselesaikan.

Skripsi ini dibuat untuk memenuhi syarat akhir dari suatu program akademikIlmu Keperawatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta untuk mendapat gelar S.kep. Akan tetapi peneliti menyadari bahwa skripsi ini jauh dari kata sempurna, hal ini dikarenakan adanya keterbatasan peneliti terhadap pengetahuan, pengalaman dan kemampuan penulis melihat fakta dan realita yang ada serta bagaimana pemecahan masalah dari suatu fenomena yang terjadi disekitarnya. Penulis banyak mendapatkan dukungan, bantuan, dan motivasi dari berbagai pihak dalam proses penyelesaian skripsi ini. Penulis menginginkan memberikan ucapan terimakasih yang mungkin hanya bisa dituliskan dalam skripsi kepada:

1. Prof. DR (hc). Dr. M. K. Tadjudin, Sp. And. Selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Drs. H. Achmad Gholib, MA, selaku Pembantu Dekan Bidang Administrasi Umum Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Dra. Farida Hamid, M.Pd, selaku Pembantu Dekan Bidang Kemahasiswaan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.


(11)

x

Keperawatan (PSIK) Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 5. Ibu Tjahyanti k. M.kep, Sp. Kep. J dan Bapak Waras Budi Utomo S. Kep, M.KM Selaku pembimbing skripsi yang telah meluangkan waktu dan mencurahkan pikiranya untuk memberikan bimbingan, petunjuk, nasehat dan arahan kepada penulis selama menyusun skripsi.

6. Seluruh dosen Fakultas Kedokteran dan Ilmu kesehatan khususnya dosendosen Ilmu Keperawatan yang tidak bisa disebutkan satu persatu serta staf akademik Program Studi Ilmu Keperawatan, Bapak Azib dan Ibu Syamsiah.

7. Kepala Litbang Linmas Tangerang, Kelurahan Poris Plwad yang telah memberikan izin penulis untuk melakukan penelitian.

8. Ucapan terimakasihku teristimewa kepada keluarga, terutama ibu yang selalu memberikan doanya, motivasinya, kasih sayangnya dan dukunganya baik moral maupun spiritual demi keberlangsungan studiku dan masa depanku dan ayah yang selalu menjadi motivatorku, serta adikku (Dede maulana hasannudin).

9. Sahabat-sahabat terbaikku di keperawatan (Latifah, Uswatun Hasanah, Atni, Dina, Mega, Risti ) yang selalu memberikan motivasi dan doanya. 10.Sahabat terbaiku (Budi, Firdaus, Edwin, Syifa dan Dita ) kalian yang

selalu mendukung dan menberikan motivasi serta doa untuku

11.Beberapa kanda-kanda di LK ESQ , (Eky Muryadi, Sarah fatimah dan Tati) teman-teman relawan LK ESQ yang memberikan doanya dan motivasinya.

12.Keluarga Besar PSIK UIN khususnya teman-teman angkatan 2007, kakak-kakak dan adik-adik PSIK yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu namanya. Terima kasih atas semangat dan dukungan kalian.


(12)

xi

proses penyusunan skripsi . Penulis menyadari skripsi ini masi jauh dari kesempurnaan. Penulis mengharapkan kesempurnaan itu dapat terbentuk dengan sebuah kritikan dan saran yang membangun dari berbagai pihak. Semoga rahmat Allah selalu tercurahkan kepada kita semua.

ﻞﻋیﻢ ﻛ مﻼ ﺴﻟاو

Ciputat, November 2011


(13)

xii

LEMBAR PESETUJUAN ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

LEMBAR PERNYATAAN ... iv

RIWAYAT HIDUP ... v

LEMBAR PERSEMBAHAN ... vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xiv

DAFTAR TABEL ... xviii

DAFTAR BAGAN ... xix

DAFTAR LAMPIRAN ... xx

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Pertanyaan Penelitian ... 5

D. Tujuan Penelitian ... 6

1. Tujuan Umum ... 6

2. Tujuan Penlitian ... 6

E. Manfaat Penelitian ... 6

F. Ruang Lingkup ... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 8

A. PERSEPSI ... 8

1. Pengertian Persepsi ... 8

2. Syarat Terjadinya Persepsi ... 10

3. Proses Terjadinya Persepsi ... 10

4. Faktor yang Mempengaruhi Persepsi ... 11

5. Macam-macam Persepsi ... 14


(14)

xiii

b. Ciri Masyarakat Berdasarkan Georafis ... 17

c. Fungsi masyarakat terhadap individu ... 18

d. Stigma dan diskriminasi di masyarakat ... 19

e. Sehat Jiwa ... 20

C. Tanda dan Gejala Gangguan Jiwa ... 21

1. Gangguan Kognisi ... 22

2. Gangguan Sensasi ... 23

3. Gangguan Persepsi….. ... 26

4. Gangguan perhatian ... 26

5. Ganguan ingatan ... 27

6. Gangguan asosiasi ... 30

7. Gangguan pertimbangan ... 31

8. Gangguan pikiran ... 32

9. Gangguan isi pikir ... 36

10.Fobia ... 38

11.Gangguan kesadaran ... 39

12.Gangguan orientasi ... 41

13.Gangguan kemauan ... 41

14.Gangguan emosi dan afek ... 43

15.Gangguan psikomotor ... 44

D. KRITERIA SEHAT JIWA ... 47

E. ISTILAH PERILAKU ABNORMAL ... 51

F. PERAN PERAWAT KESEHATAN JIWA ... 52

1. Keprawatan Jiwa ... 52

2. Peran perawat ... 54

3. Peran perawat dalam masing-masing tingkat pelayanan kesehatan ... 55

BAB III KEARANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPRASIONAL ... 57

A. Kerangka Konsep ... 57


(15)

xiv

B. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 60

C. Populasi dan Sampel ... 60

1. Populasi ... 60

2. Sampel ... 61

3. Teknik Pengambilan sampel ... 62

D. Alat Pengumpul Data ... 63

E. Tehnik Pengumpulan Data ... 64

1. Pengumpulan data ... 64

2. Tahap pengumpulan data ... 64

F. Uji Validitas dan Reabilitas Instrumen ... 65

1. Uji Validitas ... 65

2. Reabilitas ... 65

G. Pengolahan Data ... 66

1. Editing ... 66

2. Coding ... 67

3. Scoring ... 67

4. Entri data ... 67

5. Cleaning data ... 67

H. Tehnik Analisa Data ... 68

I. Etika Penelitian ... 68

1. Prinsip –prinsip penelitian ... 68

2. Masalah Etika penelitian ... 68

BAB V HASIL PENELITIAN ... 71

A. Gambaran Umum Tempat Penelitian ... 71

B. Karakteristik Responden ... 72

1. Proporsi Responden ... 72

2. Jenis kelamin ... 73

3. Usia ... 73


(16)

xv

2. Eksternal Peseption ... 76

BAB VI PEMBAHASAN ... 77

A. Interpretasi dan Diskusi Hasil ... 77

B. Distribusi Demografi Responden ... 77

1. Jenis Kelamin ... 77

2. Usia ... 78

3. Pendidikan ... 78

C. Distribusi Persepsi Eksternal perseption dan self perseption ... 78

D. Keterbatasan Penelitian ... 80

E. Implikasi Penelitian ... 81

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN ... 83

A. Kesimpulan ... 83

B. Saran ... 84

1. Bagi Masyarakat ... 84

2. Bagi Peneliti selajutnya ... 84

3. Bagi Institusi Pendidikan dan Ilmu Keprerawatan ... 84


(17)

xvi

No. tabel

Tabel 3.1 Definisi operasional ... 58

Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin Responden... 73

Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Umur Responden ... 73

Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Tingkat Pendidikan Responden ... 74

Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Persepsi Responden ... 74

Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Self Perseption Responden ... 75


(18)

xvii

No. Bagan

Bagan 2.1 Proses Terbentuknya Persepsi ... 11 Bagan 3.1 Kerangka konsep ... 55


(19)

xviii

Lampiran

1. Surat ijin penelitian 2. Informed consent 3. Kuesioner

4. Hasil analisa univariat


(20)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Sehat merupakan sebuah keadaan yang tidak hanya terbebas dari penyakit akan tetapi juga meliputi seluruh aspek kehidupan manusia yang meliputi aspek fisik, emosi, sosial dan spiritual. (WHO 1947 dalam Hidayat, 1999). Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan hidup produktif secara sosial dan ekonomi (UU No.23,1992 dalam Hidayat, 1999).

Kesehatan tidak dipandang dari fisik saja agar tercipta kesehatan yang holistik maka diperlukan pula jiwa yang sehat, kesehatan jiwa itu sendiri adalah suatu kondisi yang memungkinkan perkembangan fisik, intelektual, dan emosional yang optimal dari seseorang dan perkembangan itu berjalan selaras dengan keadaan orang lain (Undang-undang kesehatan jiwa No.3/th 1966 dalam Depkes RI). Indikator sehat jiwa meliputi sikap yang positif terhadap diri sendiri, tumbuh, berkembang, memiliki aktualisasi diri, keutuhan, kebebasan diri, memiliki persepsi sesuai kenyataan dan kecakapan dalam beradaptasi dengan lingkungannya (Stuart & Laraia 1998 dalam Yosep, 2007). Kesehatan jiwa meliputi kemampuan individu dan kelompok lingkungannya untuk berinteraksi dengan yang lain sebagai cara untuk mencapai kesejahteraan, perkembangan yang optimal, dengan menggunakan kemampuan mentalnya (kognisi, afeksi, dan relasi) memiliki


(21)

prestasi individu serta kelompoknya konsisten dengan hukum yang berlaku (Yosep, 2007).

Ketika individu sudah tidak bisa berinteraksi dengan yang lain sebagai cara untuk mencapai kesejahteraan, perkembangan yang optimal, dengan menggunakan kemampuan mentalnya (kognisi, afeksi, dan relasi) memiliki prestasi individu serta kelompoknya dengan hukum yang berlaku maka individu tersebut dapat dikatakan mengalami gangguan kejiwaan, gangguan jiwa adalah bahwa yang menonjol ialah gejala-gejala yang patologik dari unsur psikis. Hal ini tidak berarti bahwa unsur yang lain tidak terganggu.

Sekali lagi, yang sakit dan menderita ialah manusia seutuhnya dan bukan hanya badannya, jiwanya atau lingkungannya. Hal-hal yang dapat mempengaruhi perilaku manusia ialah keturunan dan konstitusi, umur dan sex, keadaan badaniah, keadaan psikologik, keluarga, adat-istiadat, kebudayaan dan kepercayaan, pekerjaan, pernikahan dan kehamilan, kehilangan dan kematian orang yang dicintai, agresi, rasa permusuhan, hubungan antara manusia, dan sebagainya ( Yosep, 2007).

Jumlah penderita gangguan jiwa menurut badan Kesehatan Dunia (WHO) tahun 2002 menunjukkan bahwa 154 juta orang secara global mengalami depresi dan 25 juta orang menderita skizofrenia; 15 juta orang berada di bawah pengaruh penyalahgunaan zat terlarang. Lima puluh juta orang menderita epilepsi. Sekitar 877.000 orang meninggal karena bunuh diri tiap tahunnya (Yosep, 2007). Data Riset Kesehatan Daerah 2007 dari Badan Penelitian Perkembangan Departemen Kesehatan RI (Depkes RI,


(22)

2008) menunjukan prevalensi gangguan jiwa berat di Indonesia sebesar 0,46% atau 4,6 permil dengan kata lain 100 penduduk Indonesia 4-5 diantaranya menderita gangguan jiwa berat, prevalensi tertinggi terdapat di propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta (2,03%), diikuti oleh Aceh (1,85%), dan Sumatra Barat (1,67%) berdasarakan angka prevalensi tersebut, maka prevalensi gangguan jiwa berat diketiga wilayah tersebut diatas prevalensi nasional sedangkan untuk Jumlah penderita gangguan mental emosional adalah 11,6% sementara untuk DKI Jakarta adalah 14,1%.

Data tersebut menunjukan banyaknya penderita gangguan jiwa atau masalah psikososial di Indonesia. persepsi masyarakat tentang penderita gangguan mental (gangguan jiwa) mengarah pada stigma dan diskriminasi, persepsi adalah proses pengorganisasian, penginterpretasian terhadap rangsangan yang diterima oleh organisme atau individu sehingga merupakan suatu yang berarti dan merupakan aktivitas yang integgrasi dalam diri individu (Walgito, 2001) dan persepsi adalah daya mengenal barang kualitas atau hubungan dan perbedaan antara hal ini melalui proses mengamati, mengetahui, atau mengartikan setelah panca indra dapat merangsang (Maramis, 2004).

Stigma menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah ciri negatif yang menempel pada diri seseorang karena pengaruh lingkungannya (Departemen Pendidikan Nasional, 2001 dalam Noorkasani. dkk, 2007 ). Misal, stigma masyarakat tentang pencandu napza, stigma sosialnya adalah sekali pecandu selamanya pecandu. Sesungguhnya seseorang dapat berubah


(23)

jika dibantu, didukung dan didorong untuk berubah, seorang pecandu dapat berubah jika diberi kesempatan dan dukungan untuk berubah termasuk dukungan lingkungan yang positif. Demikian pula pada penderita gangguan jiwa yang telah dinyatakan sembuh dan dikembalikan ke keluarganya, sering kambuh lagi karena adanya stigma masyarakat bahwa mereka tidak dapat sembuh. Mereka dikucilkan dari pergaulan di lingkungannya, tidak diberi peran dan dukungan sosial setra diejek (Noorkasani. dkk, 2007).

Diskriminasi adalah perilaku yang dihasilkan oleh steriotip atau prasangka lalu di tunjukan dalam tindakan yang terbuka atau rencana tertutup untuk menyingkirkan, menjauhi, atau membuka jarak baik bersifat fisik maupun sosial dengan kelompok tertentu. Diskriminasi didasarkan pada variasi bentuk identitas yang mungkin bersifat institusional (melalui aturan atau organisasi tertentu) dan melalui hubungan antar pribadi (Liliweri, 2002).

Dari uraian tersebut persepsi masyarakat akan mempengaruhi sikap dan perlakuan mereka terhadap individu yang mengalami gangguan jiwa. Dukungan atau penerimaan masyarakat akan menjadi treatment tersendiri untuk penderita gangguan jiwa dalam proses penyembuhannya.

Pada studi pendahuluan yang dilakukan penulis melalui observasi pada beberapa penderita gangguan jiwa di Kelurahan Poris Plawad Kecamatan Cipondoh Kota Tangerang didapatkan, keluarga yang memiliki anggota keluarga dengan gangguan jiwa atau kecacatan, mereka melakukan tindakan yang tidak memanusiakan manusia Seperti; dikurung dalam ruanggan gelap dan sempit, membiarkannya berkeliaran dengan kondisi


(24)

yang memprihatinkan dengan kedaan pakaian lusuh kotor dan tidak terawat. masyarakat sekitar yang mengetahuinya hanya membiarkan saja dan bersikap tidak perduli.

Berdasarkan uraian tersebut, penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai persepsi masyarakat terhadap individu yang mengalami gangguan jiwa. Penelitian ini akan dilaksanakan di Kelurahan Poris Plawad Kecamatan Cipondoh Kota Tangerang. Untuk memudahkan peneliti dalam birokrasi dan peneliti juga telah mengenal karakteristik wilayah tersebut.

B. Rumusan Masalah

Dari uraian latar belakang diatas maka rumusan masalah yang ingin diteliti adalah bagaimana persepsi masyarakat terhadap individu yang mengalami gangguan jiwa di Kelurahan Poris Plawad, Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang.

C. Pertanyaan Penelitian

Melihat rumusan masalah diatas, yang menjadi pertanyaan penelitian adalah:

1. Bagaimana persepsi masyarakat tentang gangguan jiwa?

2. Bagaimana persepsi masyarakat terhadap individu yang mangalami gangguan jiwa.

D. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum

Untuk mengetahui persepsi masyarakat terhadap individu yang mengalami gangguan jiwa.


(25)

2. Tujuan khusus

a. Mengetahui eksternal perception masyarakat tentang gangguan jiwa b. Mengetahui self perception masyarakat terhadap individu yang

mengalami gangguan jiwa

E. Manfaat Penelitian

1. Untuk klien

Hasil Penelitian ini dapat menjadi masukan pada klien dan keluarga dalam melakukan perawatan kepada anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa terhadap penerimaan penderita gangguan jiwa di masyarakat.

2. Untuk masyarakat

Dapat memberi masukan untuk masyarakat tentang persepsi mereka mengenai individu dengan gangguan jiwa.

3. Untuk institusi pendidikan

Hasil penelitian ini dapat dijadikan acuan atau dasar dalam proses pembelajaran keperawatan jiwa.

4. Untuk institusi pelayanan kesehatan

Hasil penelitian ini dapat digunakan puskesmas agar kasus-kasus gangguan jiwa dapat terdeteksi secara dini dan pelayanan kesehatan jiwa dapat dijangkau oleh masyarakat luas.

5. Untuk profesi keperawatan

Hasil penelitian ini akan diperoleh persepsi masyarakat terhadap individu yang mengalami gangguan jiwa, sehingga dapat menjadi


(26)

tamabahan ilmu pengetahuan bagi perawat dalam memberikan asuhan keperawatan.

6. Untuk penelitian yang akan datang

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebuah informasi untuk mengembangkan penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan gangguan jiwa.

7. Untuk peneliti

a. Memberikan pengalaman nyata dalam melaksanakan penelitian sederhana secara ilmiah dalam rangka mengembangkan diri dalam melaksanakan fungsi perawat sebagai peneliti

b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi peneliti sendiri mengenai gambaran persepsi masyarakat tehadap individu yang mengalami gangguan jiwa.

F. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan disain kuantitatif dengan pendekatan deskriptif eksprolatif yang tujuannya untuk memperoleh informasi tentang gambaran persepsi masyarakat terhadap individu yang mengalami gangguan jiwa. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara. Responden penelitian ini adalah masyarakat di Kelurahan Poris Plawad Kecamatan Cipondoh kota Tangerang.


(27)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Persepsi

1. Pengertian Persepsi

Kehidupan individu tidak lepas dari interaksi dengan lingkungan fisik maupun sosial, dalam interaksi ini individu menerima rangsangan atau stimulus dar luar dirinya, persepsi merupakan proses akhir dari penghambatan yang di awali dari proses penginderaan, yaitu proses yang diterima stimulus oleh alat indra, kemudian individu ada perhatian, lalu di teruskan ke otak, dan baru kemudian individu menyadari tentang suatu yang dinamakan persepsi. Dengan persepsi individu menyadari dan dapat menegrti tentang keadaan lingkungan yang ada disekitarnya maupun tentang hal yang ada dalam diri individu yang bersangkutan.

Istilah persepsi biasanya di gunakan untuk mengunggkapkan tentang pengalaman terhadap suatu benda ataupun sesuatu kejadian yang dialami. Persepsi dianggap sebagai sebuah pengaruh ataupun sebuah kesan oleh benda yang semata-mata menggunakan pengamatan, penginderaan. Pesepsi ini didefinisikan sebagai proses yang menggabungkan dan mengorganisasikan data-data indra kita (penginderaan) untuk di kembangkan sedemikianrupa sehingga kita dapat menyadari di sekeliling kita, termasuk sadar akan diri kita sendiri (Saleh, 2002).


(28)

Definisi lain menyebutkan bahwa persepsi adalah kemampuan membeda-bedakan, mengelompokan, memfokuskan perhatian terhadap suatu objek rangsang. Dalam proses persepsi melibatkan proses interpretasi berdasarkan pengalaman terhadap suatu peristiwa atau objek.

Persepsi adalah proses pengorganisasian, penginterpretasian terhadap rangsangan yang diterima oleh orgnisme atau individu sehingga merupakan suatu yang berarti dan merupakan aktivitas yang integrasi dalam diri individu (Walgito, 2001) dan pesrpespsi adalah daya mengenal barang kualitas atau hubungan dan perbedaan antara hal ini melalui proses mengamati, mengetahui, atau mengartikan setelah panca indra dapat merangsang (Maramis, 2004).

Dengan demikian, persepasi dapat di artikan sebagai proses diterimanya rangsangan melalui panca indra yang didahului oleh perhatian sehingga individu mampu mengetahui, mengartikan, dan menghayati tentang hal yang di amati, baik yang ada diluar maupun dalam diri individu.

Ciri-ciri umum dunia persepsi, pengindraan terjadi dalam suatu objek tertentu, konteks ini disebut sebagai dunia persepsi. Agar dihasilkan suatu penginderaan yang bermakna.

a. Modalitas: rangsangan-rangsangan yang diterima harus sesuai dengan modalitas tiap-tiap indera, yaitu sifat sensoris dasar dan masing-masing indera (cahaya untuk penglihatan, bau untuk


(29)

b. penciuman, suhu untuk perasa, bunyi bagi pendengaran, sifat permukaan bagi peraba dan sebagainya.

c. Dimensi ruang: dunia persepsi mempunyai sifat ruang (dimensi ruang), kita dapat mengatakan atas,bawah,tinggi-rendah,luas-sempit,latar depan-latar belakang, dan lain-lain.

d. Dimensi waktu: dunia persepsi mempunyai dimensi waktu, seperti cepet-lambat,tua-muda.

e. Struktur konteks, keseluruhan yang menyatu: objek atau gejala-gejala dalam dunia pengamatan mempunyai struktur yang menyatu dengan konteksnya. Struktur dan konteks ini merupakan keseluruhan yang menyatu.

2. Syarat Terjadinya persepsi

a. Adanya objek

b. Adanya perhatian sebagai langkah pertama untuk mengadakan persepsi

c. Adanya alat indra sebagai reseptor penerima stimulus

d. Saraf sensori sebagai alat untuk meneruskan stimulus ke otak (saraf pusat atau pusat kesadaran). Otak dibawa melalui saraf motorik untuk mengadakan respon

3. Proses Terjadinya Persepsi

Menurut Sunaryo (2002) persepsi melewati tiga proses yaitu; a. Proses fisik adanya objek menstimulus reseptor atau alat indra


(30)

b. Proses fisiologis kemudian stimulus tersebut merangsang saraf sensoris di otak

c. Proses psikologis proses terjadinya di dalam otak sehingga individu menyadari yang diterima.

Gambar 2.1.

Skema proses terjadinya pesrsepsi (Sunaryo 2002)

4. Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi

Dalam pendekatan konvensional, persepsi masih selalu dikaitkan dengan faktor-faktor syaraf dan faalnya saja. Misalnya: persepsi tentang dalam (3 dimensi) di tentukan oleh pandangan dua mata (binokuler) dimana terdapat perbedaan antara stimuli yang ditangkap oleh retina kanan dan retina kiri. pengaruh kebudayaan termasuk

Objek Stimulus Reseptor

Saraf sensori

Persepsi Saraf motorik


(31)

kebiasaan hidup, nampak juga dalam berbagai gejala hubungan manusia dengan lingkungan dalam kehidupan sehari-hari.

a. Faktor-Faktor Fungsional

Faktor-faktor fungsional ini juga disebut sebagai faktor personal atau perseptor, karena merupakan pengaruh-pengaruh di dalam individu yang mengadakan persepsi seperti kebutuhan, pengalaman masa lalu dan hal-hal lainnya. Berarti persepsi bersifat selektif secara fungsional sehingga obyek-obyek yang mendapatkan tekanan dalam persepsi biasanya obyek-obyek yang memenuhi tujuan individu yang melakukan persepsi. Termasuk dalam faktor fungsional ini adalah pengaruh kebutuhan, kesiapan mental, suasana emosional dan latar belakang sosial budaya. Jadi yang menentukan persepsi bukan jenis atau bentuk stimulus tetapi karakteristik orang menentukan respon atau stimulus.

b. Faktor-Faktor Struktural

Faktor struktural merupakan pengaruh yang berasal dari sifat stimulus fisik dan efek-efek yang ditimbulkan pada sistem syaraf individu Prinsip yang bersifat struktural yaitu apabila kita mempersepsikan sesuatu, maka kita akan mempersepsikan sebagian suatu keseluruhan. Jika kita ingin memahami sutau peristiwa, kita tidak dapat meneliti faktor-faktor yang terpisah, tetapi harus mendorongnya dalam hubungan keseluruhan. Sebagai contoh dalam memahami seseorang kita harus melihat masalah-masalah yang dihadapinya, konteksnya maupun lingkungan sosial budayanya.


(32)

Dalam mengorganisasi sesuatu, kita harus melihatn konteksnya. Walaupun stimulus yang kita terima tidak lengkap, kita akan mengisinya dengan interpretasi yang konsisten dengan rangkaian stimulus yang kita persepsi.

Menurut Shaleh dan Wahab (2004) Karena persepsi lebih bersifat psikologis daripada merupakan proses penginderaan saja maka ada beberapa faktor yang mempengaruhi:

a. Perhatian yang selektif

Dalam kehidupan manusia setiap saat akan menerima banyak sekali rangsangan dari lingkungannya. Meskipun demikian tidak berarti harus menanggapi semua rangsangan yang diterimanya untuk itu, individu memustakan perhatianya pada rangsangan-rangsangan tertentu sajadengan demikian objek-objek atau gejala lain tidak akan tampil kemuka sebagai objek pengamatan.

b. Ciri- ciri rangsangan

Rangsangan yang bergerak di antara rangsangan yang diam akan lebih menarik perhatian. Demikian juga ra ngsangan yang paling besar diantara yang keci; yang kontras dengan latar belakangnya dan intensitas rangsangannya paling kuat.

c. Nilai dan kebutuhan individu

Seorang seniman tentu mempunyai pola dan cita rasa yang berbeda dalam pengamatannya di bandingkan seseorang yang bukan seniman, atau seorang anak dari glongan ekonomi rendah melihat koin lebih lebih besar daripada anak-anak orang kaya.


(33)

d. Pengalaman terdahulu

Pengalaman-pengalaman terdahulu sangat mempengaruhi bagai mana seseorang mempersepsi dunianya. Setelah manusia menginderakan objek dilingkungannya, ia memproses hasil penginderaannya itu dan timbullah makna tentang objek itu pada diri manusia yang bersangkutan yang dinamai persepsi. Persepsi ini selanjutnya menimbulkan reaksi yang sesuai dengan refleks (Bell 1989 dalam Shaleh & Wahab 2004).

5. Macam-Macam Persepsi.

Ada dua macam persepsi yaitu: external perseption, yaitu persepsi yang terjadi karena adanya rangsangan yang datang dari luar individu. Self-perceptio, yaitu persepsi yang terjadi karena adanya rangsangan yang berasal dari dalam individu menjadi objek dalam dirinya sendiri. Dengan persepsi, individu dapat menyadari dan dapat mengerti tentang keadaan lingkungan yang ada di sekitar maupun tentang keadaan diri individu yang bersangkutan (self perception). Dengan dua alat penghubung antar individu dengan dunia luar adalah alat indra. Persepsi merupakan suatu proses yang di dahului pengindraan, yaitu dengan di terimanya stimulus oleh reseptor di teruskan ke otak atau pusat saraf yang di organisasikan dan diinterpretasikan sebagai proses psikologis. Akhirnya individu menyadari apa yang di lihat dan didengarkan (Sunaryo 2002).


(34)

6. Persepsi dalam pandangan Al-qur’an

Persepsi adalah fungsi psikis yang penting yang menjadi jendela pemahaman bagi peristiwa dan realitas kehidupan yang dihadapi manusia. Manusia sebagai makhluk yang diberikan amanah kekhalifaan diberikan sebagai macam keistimewaan yang salah satunya adalah proses dan fungsi persepsi yang lebih rumit dan lebih kompleks dibandingkan makhluk Allah yang lainnnya.

B. Individu dan Masyarakat

1. Pengertian Individu dan Masyarakat

Individu adalah manusia yang berdiri sendiri secara otonom yang mempunyai keunikan, berbeda satu sama lain, tetapi berkolerasi dengan yang lain dan harus mempertanggungjawabkannya pada Allah SWT.

a. Individu dan lingkungan, Sebagai makhluk individu selalu berinterkasi dengan lingkungannya itu bisa berbentuk benda mati dan bis aberupa benda hidup. Benda hidup terdiri dari tumbuh-tumbuhan, hewan dan manusia.

b. Individu dalam kehidupan sosial

Dalam kehidupan sosial, individu berinteraksi dengan kehidupan dan kenyataan sosial. Kenyataan dlam kehidupan sosial. Dapat berupa social things (benda-benda sosial). Dan social fact (kenyataan sosial).

Masyarakat adalah Sekumpulan manusia yang saling bergaul, saling berinteraksi. Masyarakat merupakan satu-kesatuan hidup manusia


(35)

atau society, dalam bahasa arab berarti ikut serta, berpartisipasi (Koentjaraningrat, 1990 dalam Efendi 1998 ).

Ciri-ciri masyarakat yang dikemukakan Koentjaraningrat adalah : a. Interaksi antar warganya

b. Adat istiadat, norma-norma, hukum-hukum dan aturan-aturan khas yang mengatur seluruh pola tingkah laku masyarakat. c. Suatu komunitas dalam waktu

d. Suatu rasa identitas kuta yang mengikat semua warga.

Dengan demikian masyarakat adalah kesatuan hidup manusia yang beriteraksi menurut suatu sistem adat istiadat tertentu yang bersifat kontinyu terkait oleh suatu rasa identitas kebersamaan (Koentjaraningrat 1990 dalam Efendi 1998). Menurut linton (2000). Masyarakat mengandung beberapa unsur:

a. Manusia yang hidup bersama. Didalam ilmu sosial tidak ada ukuran mutlak ataupun angka pasti untuk menentukan beberapa jumlah manusia yang harus ada akantetapi secara teorisis adalah dua orang yang hidup bersama.

b. Bercampur untuk waktu yang cukup lama. Kumpulan dari manusia yang dapat bercakap-cakap, merasa dan mengerti. Mereka juga mempunyai keinginan untuk menyampaikan kesan-kesan ataupun perasaan-perasaannya. Sebagai akibat hidup bersama itu, timbullah peraturan-peraturan yang mengatur hubungan antar manusia dalam kelompok tersebut.


(36)

c. sadar bahwa mereka adalah satu kesatuan merupakan suatu sistem hidup bersama. Sistem kehidupan bersama menimbulkan kebudayaan oleh karena setiapa anggota kelompok merasa terikat satu dengan yang lainnya.

2. Jenis-jenis Masyarakat Berdasarkan Geografis Memiliki Karakteristik

yang Berbeda Menurut Safrudin (2002) a. Masyarakat desa

Adalah sekelompok orang yang hidup bersama dan kerjasama dalam berhubungan secara erat dan tahan lama dengan sifat-sifat yang hampir sama (homogen) disuatu daerah tertentu dengan matpencaharian dari sektor agraris (Syafrudin, 2009).

Ciri-ciri masyarakat desa:

1) Dalam masyarakat desa diantara warga mempunyai hubungan yang lebih mendalam dan erat

2) Sistem kehidupan umumnya berkelompok dengan dasar kekeluargaan

3) Sebagian besar masyarakat desa hidup dari pertanian.

4) Masyarakat tersebut homogen, seperti dalam mata pencaharian, agama, adat istiadat.

b. Masyarakat kota

Masyarakat kota adalah suatu himpunan penduduk tidak agraris yang bertempat tinggal didalam dan sekitar atau kegiatan ekonomi, pemerintah, kesenian, ilmu pengetahuan.


(37)

Pengertian masyarakat kota lebih di tekankan pada sifat-sifat serta ciri-ciri yang berada pada kehidupannya yang berbeda dengan masyarakat pedesaan.

Ciri-ciri masyarakat kota:

1) Kehidupan keagamaan berkurang jika dibandingkan dengan masyarakat desa.

2) Orang kota pada umumnya dapat mengurus diri sendiri. 3) Pembagian kerja warga kota tegas dan batas-batasnya nyata. 4) Kemungkinan untuk mendapat kerja juga lebih banyak 5) Jalan pikiran rasional.

6) Jalan kehidupan cepat mengakibatkan pentingnya faktor waktu. Perubahan faktor-faktor sosial juga tampak dengan nyata

c. Masyarakat pinggiran

Masyarakat yang tinggalnya di daerah-daerah pinggirankota yang kehidupannya selalu di warnai dengn kegelisahan dan kemiskinan dan mencari nafkah dengan cara menjadi pemulung.

c. Fungsi masyarakat terhadap individu

Dengan adanya stuktur, maka secara fisiologis anggoat masyarakat merasa berada pada batasan kewenangan tertentu dalam setiap melakukan aktifitasnya;individu senantiasa menyesuaikan diri dengan keterlibatan dan keturunan masyarakat yang ada. Nilai-nilai dan norma kemasyarakatan yang dapat diharapkan berfungsi sebagai pembatas perilaku individu agar tidak melanggar batas-batas hak dan


(38)

kepentingan anggota masyarakat yang lain (Syani, 1995 dalam Badrujaman). Struktu masyarakat berfungsi sebagai pengawas sosial, yaitu sebagai penekan kemungkinan pelanggaran yang dapat terjadi terhadap norma-norma, nilai-nilai dan peraturan-peraturan yang ada, sehingga disiplin dalam kelompok dapat dipertahankan. Pengawasan dimaksudka sebagai tujuan untuk kedisiplinan para anggota kelompok dan menghindarkan atau membatasi adanya penyelewengan dari anggota kelompok.

d. Stigma dan Diskriminasi di Masyarakat

1. Pengertian

Stigma menurut kamus besar bahasa Indonesia adalah ciri negatif yang menempel pada diri seseorang karena pengaruh lingkungannya (Departemen Pendidikan Nasional, 2001).

Diskriminasi adalah perilaku yang dihasilkan oleh steriotip atau prasangka lalu di tunjukan dalam tindakan yang terbuka atau rencana tertutup untuk menyingkirkan, menjauhi, atau membuka jarak baik bersifat fisik maupun sosial dengan kelompok tertentu. Diskriminasi didasarkan pada variasi bentuk identitas yang mungkin bersifat institusional (melalui aturan atau organisasi tertentu) dan melalui hubungan antar pribadi (Liliweri, 1994).


(39)

2. Stigma di Masyarakat

Stigma masyarakat tentang pencandu napza, stigma sosialnya adalah sekali pecandu selamanya pecandu.”sesungguhnya seseorang dapat berubah jika dibantu, didukung dan didorong untuk berubah, seorang pecandu dapat berubah jika diberi kesempatan dan dukungan untuk berubah termasuk dukungan lingkungan yang positif. Demikian pula pada penderita gangguan jiwa yang telah dinyatakan sembuh dan dikembalikan ke keluarganya, sering kambuh lagi karena adanya stigma masyarakat bahwa mereka tidak dapat sembuh. Mereka dikucilkan dari pergaulan di lingkungannya, tidak diberi peran dan dukungan sosial setra diejek (Noorkasani, Heryati, & Ismail, 2007).

e. Sehat Jiwa

1. Pengertian

Kesehatan jiwa adalah kemampuan individu dalam penyesuaian terhadap diri sendiri dan terhadap lingkungan sosialnya. Terdapat beberapa pola yang ada dalam kesehatan jiwa. Yaitu pola simtomatis,pola penyesuaian diri, pola pengembangan potensi, dan pola agama. Pola simtomatis adalah pola yang berkaitan dengan gejala dan keluhan. Kesehatan mental berarti terhindarnya seseorang dari segala gejala, keluhan, dan gangguan mental, baik berupa neurosis maupun psikosis. Pola penyesuaian diri adalah pola yang berkaitan dengan seseorang (Bastaman 1995 dalam Stuart, 2007).


(40)

Kesehatan jiwa adalah penyesuaian manusia terhadap dunia dan satu sama lain sesuai Manusia bereaksi secara keseluruhan, secara holistik, atau dapat dikatakan juga secara somato-psiko-sosial. Dalam mencari penyebab gangguan jiwa, maka ketiga unsur ini harus diperhatikan. Gangguan jiwa artinya bahwa yang menonjol ialah gejala-gejala yang patologik dari unsur psike. Hal ini tidak berarti bahwa unsur yang lain tidak terganggu. Sekali lagi, yang sakit dan menderita ialah manusia seutuhnya dan bukan hanya badannya, jiwanya atau lingkungannya. Hal-hal yang dapat mempengaruhi perilaku manusia ialah keturunan dan konstitusi, umur dan sex, keadaan badaniah, keadaan psikologik, keluarga, adat-istiadat, kebudayaan dan kepercayaan, pekerjaan, pernikahan dan kehamilan, kehilangan dan kematian orang yang dicintai, agresi, rasa permusuhan, hubungan antar amanusia, dan sebagainya (Yosef , 2007).

C. Tanda dan Gejala Gangguan Jiwa

1. Gangguan kognisi

Kognisi adalah suatu proses mental yang dengannnya seseorang individu menyadari dan memepertahankan hubungan dengan lingkungannya baik lingkungan dalam maupun lingkungan luarnya (fungsi mengenal).

Bagian-bagian dari proses kognisi bukan merupakan kekuatan terpisah-pisah, tetapi sebenarnya ia merupakan cara dari seorang individu untuk berfungsi dalam hubungannnya dengan lingkungannya.


(41)

2. Gangguan sensasi

Sensasi atau penginderaan adalah pengetahuan atau kesadaran atau suatu rangsang. Terdapat 6 macam sensasi yaitu: rasa kecap, rasa raba, rasa cium, penglihatan, pendengaran, dan kesehatan. Untuk setiap sensasi harus ada rangsang yang dapat diartikan sebagai setiap perubahan energi luar yang dapat menimbulkan suatu jawaban.

a) Hiperestesia adalah suatu keadaan dimana terjadi peningkatan abnormal dari kepekaan dalam proses penginderaan, baik terasa panas, dingin, nyeri atau raba.

b) Anestesia adalah suatu keadaan dimana tidak didapatkan sama sekali perasaan pada penginderaan. Sifatnya dapat menyeluruh, setempat, atau sebagian saja. Dibedakan pada anestesia fungsional daerah anestesia yang terkena tidak sesuai persyaratan yang biasanya menimbulkan anestesi.

c) Parestesia adalah keadaan dimana terjadi perubahan pada perasaan yang normal (biasanya rasa raba), misalnya kesemutan. Parestesia bisa berupa:acropraestesia adalah keadaan dimana terjadi perasaan menebal pada ujung-ujung ekstermitas (baal). Aestereognosis adalah keadaan dimana terjadi kegagalan atau benda dengan rasa raba.

d) Sinestesia adalah suatu keadaan dimana rangsangan yang sesuai dengan alat indra tertentu, di tanggapi oleh indra yang lain. e) Hiperosmia adalah suatu keadaan dimana terjadi peningkatan


(42)

f) Hiperkinestesia adalah keadaan dimana terjadi peningkatan kepekaan yang berlebihan terhadap perasaan gerak tubuh

g) Hipokinestesia adalah keadaan dimana terjadi penurunan kepekaan terhadap perasaan gerak tubuh.

3. Gangguan Persepsi

Persepsi atau pencerapan, adalah kesadaran akan suatu rangsang yang dimengerti. Jadi persepsi adalah sensasi ditambah dengan pengertian yang di dapat dari proses interaksi dan asosiasi macam-macam rangsang yang masuk atau dengan perkataan lain dapat disebutkan sebagai pengalaman tentang benda-benda dan kejadian yang ada pada saat itu.( Maramis, 2004).

a) Ilusi adalah suatu persepsi yang salah/palsu, dimana ada atau pernah ada rangsangan dari luar. Ilusi sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari, seseorang dapat mengekspresikan emosi atau motivasi yang sangat kuat dengan melakukan interpretasi yang salah terhadap gambaran penginderaan. Keadaan tersebut biasanya secara sadar di represi dan nantinya secra dinamis akan diinterpretasikan sebagai ilusi.

b) Halusinasi adalah suatu persepsi yang salah tanpa dijumpai adanya rangsang dari luar. Walaupun tampak sebagai sesuatu yang “khayal” halusinasi sebenarnya merupakan bagian dari kehidupan mental penderita yang “terepsesi” halusinasi dapat terjadi karena dasar-dasar organik fungsional, psikotik, maupun histerik.


(43)

Jenis-jenis halusinasi

a. Halusinasi pendengaran (auditif, akustik)

Paling sering di jumpai dapat berupa bunyi mendenging atau suara bising yang tidak mempunyai arti, tetapi lebih sering terdengar sebagai sebuah kata atau kalimat yang bermakna. Biasanya suara tersebut ditunjukan pada penderita sehingga tidak jarang penderita dertengkar ataupun berdebat dengan suara-suara tersebut. Suara tersebuat dapat dirasakan berasal dari jauh atau dekat, bahkan mungkin datang dari tiap bagian tubuhnya sendiri. Suara bisa menyenangkan, menyuruh berbuat baik, tetapi dapat pula berupa ancaman, mengejek, memaki atau bahkan yang menakutkan dan kadang-kadang mendesak/memerintah untuk berbuat sesuatu seperti membunuh dan merusak (Yosep, 2007).

b. Halusinasi penglihatan (visual, optik)

Lebih sering terjadi pada keadaan delirium (penyakit organik). Biasanya sering muncul bersamaan dengan penurunan kesadaran. Menimbulkan rasa takut akibat gambaran-gambaran yang mengerikan.

c. Halusinasi penciuman (olfaktorik)

Halusinasi ini biasanya berupa mencium sesuatu bau tertentu dan dirasakan tidak enak, melambangkan rasa bersalah pada penderita sebagi suatu kombinasi moral.


(44)

d. Halusinasi pengecapan (gustatorik)

Walaupun jarang terjadi, biasanya bersamaan dengan halusinasi penciuman, penderita merasa mengecap sesuatu. Halusinasi gastrik lebih jarang daripada gustatorik.

e. Halusinasi raba (taktil)

Merasa diraba, disentuh, ditiup, atau seperti ada ulat, yang bergerak dibawah kulit. Terutama pada keadaan delirium toksis dan skizofrenia.

f. Halusinasi seksual, ini termasuk halusinasi raba

Penderita merasa diraba dan diperkosa, sering pada skizofrenian dengan waham kebesaran terutama mengenai organ-organ.

g. Halusinasi kinestetik

Penderita merasa badannya bergerak-gerak dalam suatu ruangan atau angota badannya yang bergerak-gerak, misalnya “phantom phenomenon” atau tungkai yang diamputasi selalu bergerak-gerak (phantom limb). Sering pada skizofrenia dalam keadaan toksik tertentu.

h. Halusinasi viseral

Timbulnya perasaan tertentu di dalam tubuhnya. Depersonalisasi adalah perasaan aneh pada dirinya bahwa pribadinya sudah tidak seperti biasanya lagi serta tidak sesuai dengan kenyataan yang ada.sering pada skizofrenia dan sindrom lobus parietalis. Misalnya merasa dirinya terpecah


(45)

menjadi dua. Derealisasi adalah suatu perasaan aneh tentang lingkungannnya yang tidak sesuai dengan kenyataan, misalnya perasaan bahwa segala sesuatu yang di alaminya seperti di dalam mimpi.

4. Gangguan perhatian

Perhatian adalah pemusatan dan konsentrasi energi menilai dalam suatu proses kognitif yang timbul dari luar akibat suatu rangsang. Agar suatu perhatian dapat memeperoleh hasil, harus ada 3 syarat yang dipenuhi yaitu: inhibisi, disini semua rangsangan yang tidak termasuk objek perhatian harus disingkirkan; apersepsi, yang dikemukakan hanya hal yang berhubungan erat dengan objek perhatian; adaptasi alat-alat yang digunakan harus berfungsi baik karena diperlukan untuk penyesuaian terhadap objek pekerjaan.(Maramis, 2004).

Beberapa gangguan perhatian

a) Distraktibiliti adalah perhatian yang mudah dialihkan oleh rangsangan yang tidak berarti, misalnya: suaranyamuk, suara kapal, orang lewat, dan sebagainya.

b) Aproseksia adalah suatu keadaan dimana terdapat ketidak sanggupan untuk memperhatikan secara tekun terhadap situasi/keadaan tanpa memandang pentingnya masalah tersebut. c) Hiperproseksia adalah suatau keadaan dimana terjadinya

pemusatan/konsentrasi perhatian yang berlebihan, sehingga sangat mempersempit persepsi yang ada.


(46)

Ingatan (kenangan, memori) adalah kesanggupan untuk mencatat, menyimpan, memproduksi isi dan tanda-tanda kesadaran. Jadi proses ingatan terdiri dari 3 unsur yaitu: pencatatan (mencamkan, reception and registration), penyimpanan (menahan, retention, preservation), pemanggilan kembali (recalling). Gangguan ingatan terjadi bila terdapat gangguan pada satu atau lebih dari tiga unsur tersebut, faktor yang mempengaruhi adalah keadaan jasmaniah (kelelahan, sakit, kegelisahan), dan umur. Sesudah usia 50tahun fungsi ingatan akan berkurang secara bertahap.(Yosep, 2007).

Berikut beberapa gangguan ingatan: a) Amnesia

Ketidak mampuan mengingat kembali pengalaman yang ada, dapat bersifat sebagian atau total retrograd/antegrad dan dapat timbul oleh faktor organik/psikogen. Sebab organik, kerusakan pada unsur pencatatan dan penyimpanan, sedangkan sebab psikogen karena proses pemanggilan kembali terhalang oleh faktor psikologis. Pada amnesia psikogen: tidak ada gangguan kesadaran, tidak ada kerusakan fungsi intelek tual yang bersifat selektif terhadap kejadian yang tidak menyenangkan, dapat terjadi penyembuhan secara tiba-tiba dan sempurna.


(47)

Suatu keadaan pemanggilan kembali yang berlebihan sehingga seseorang dapat menggambarkan kejadian-kejadian yang lalu dengan sangat teliti sampai kepada hal-hal sekecil-kecilnya. Sering keadaan mania, paranoia, dan katatonik.

c) Paramnemsia (pemalsuan/pemulihan ingatan)

Adalah gangguan dimana terjadi penyimpangan/pemiuhan terhadap ingatan-ingatan lama yang dikenal dengan baik. Hal ini terjadi akibat distorsi proses pemanggilan paramnesia berguna sebagai pelindung terhadap rasa takut.

d) Konfabulasi

yaitu keadaan dimana secara sadar seorang mengisi lubang-lubang dalam ingatannya dengan cerita yang tidak sesuai dengan kenyataan, akan tetapi yang bersangkutan percaya akan kebenarannya.

e) Pemalsuan retrospektif

disebut sebagai ilusi ingtan yang berbentuk sebagai jawaban terhadap kebutuhan afektif. Penderita akan memberikan kesimpulan yangsalah terhadap suatu kejadian dengan menambahkan hal-hal yang keil dibuatnya sendiri atau menghubungkan dengan pengalaman yang tidak berdasarkan kenyataan sama sekali.


(48)

suatu perasaan seakan-akan pernah melihat sesuatu yang sebenarnya belum pernah dilihatnya. Keadaan ini timbul apabila saat itu mempunyai ingatan asosiasi dengan pengalaman masalalu yang sengaja dilupakan, biasanya pengalaman tersebut pusat konflik yang direpresi secara konsekuen.

g) De jamais vu

suatu perasaan palsu terhadap suatu kejadian yang sebenarnya pernah dialaminya tetapi saat ini dirasakan belum atau tidak pernah dialaminya/dilihatnya. Gejala ini sering terjadi pada skizofrenia, psikoneurosis, lesi pada lobus temporalis, misalnya epilepsi, kelelahan dan toksis.

6. Gangguan asosiasi

Asosiasi adalah proses mental yang dengannya suatu perasaan, kesan atau gambaran ingatan cenderung untuk menimbulkan kesan atau gambaran ingatan respon/konsep lain, yang memang sebelumnyaberkaitan dengannya (Maramis, 2004)

Dalam kehidupan mental normal, proses asosiasi terjadi secara terus menerus dengan pola-pola tertentu. Faktor-faktor yang menentukan pola-pola dalam proses asosiasia antara lain:

1. Keadaan lingkungan pada saat itu 2. Kejadian-kejadian yang baru terjadi 3. Pelajaran dan pengalaman sebelumya 4. Harapan-harapan dan kebiasaan seseorang


(49)

5. Kebutuhan dan riwayat emosionalnya Beberapa bentuk gangguan asosiasi:

1) Retradasi (perlambatan); adalah proses asosiasi yang berlangsung lebih lambat dari biasanya.

2) Kemiskinan ide; suatu keadaan dimana terdapat kekurangan asosiasi syang dapat dipergunakan.

3) Perseversi; suatu keadaan dimana suatu asosiasi diulang-ulang kembali secara terus menerus yang seakan-akan mengambarkan seseorang tidak sanggupa lagi untuk melepaskan ide yang telah diucapkan.

4) Fligth of ideas (lari cita, pikiran melompat-lompat); suatu keadaan dimana aliran asosiasi berlangsung sangat cepat yang tampak dari perubahan isi pembicaraan dan pikiran. Di sini tampak ide belum selesai disusul dengan ide yang lain.

5) Inkoherensi; suatu keadaan dimana aliran asosiasi tak berhubungan satu dengan yang lain.dapat berbentuk sebagai “gado-gado kata” (word salad) atau suatu neologisme (pembentukan kata-kata baru yang tidak berarti). Inkoherensi dapat dikatakan suatu “asosiasi longgar”.

6) Blocking (hambatan. benturan); suatu keadaan dimana terjadi kegagalan membentuk asosiasi, mulai dari situasi sementara akibt reaksi emosional yang kuat sampai pada blocking yang lama seperti terdapat pada penyakit jiwa yang berat disini penderita tidak dapat menerangkan mengapa dia berhenti.


(50)

7) Aphasia; suatu keadaan dimana terjadi kegagalan sebagian atau seluruhnya untuk menggunakan atau memahami bahasa. Dalam beberapa buku, gangguan asosiasi dimasukan dalam gangguan arus pikiran.

7. Gangguan pertimbangan

Pertimbangan (penilaian) adalah suatu proses mental untuk membandingkan/menilai beberapa pilihan dalam suatu kerangka kerja dengan memberikan nilai-nilai untuk memutuskan maksud dan tujuan dari suatu aktivitas. Membandingkan disini meliputi istilah tentang ”besarnya kepentingan”, ”kebenarannya”, “kebaikannya”, ”kecantikannnya dan sebagainya. Tiga hal yang akan mendukung berfungsinya pertimbangan yaitu: aparat sensoris yangmampu mempunyai persepsi diskriminasi yang teliti. Ingatan yang penuh dengan data-data sebagai dasar untuk membandingkan. Aparat motoris yang mempunyai keterampilan atau kemampuan untuk memutuskan serta adanya mekanisme inhibisi untuk aktivitas yang berlebihan.

Dalam beberapa buku masalah pertimbangan ini dibahas dalam gangguan proses berpikir (isi pikiran) beberapa bentuk waham.


(51)

8. Gangguan pikiran

Pikiran umum adalah meletakan hubungan antara berbagai bagian dari pengetahuan seseorang. Berpikir merupakan suatu proses dalam mempersatukan atau menghubungkan ide-ide dengan membayangkan, membentuk pengertian untuk menarik kesimpulan, serta proses-proses yang lain untuk membentuk ide-ide baru. Jadi dalam prses berpikir meliputi proses pertimbangan, pemahaman, ingatan serta penalaran (Yosep, 2007).

Proses berpikir yang normal mengandung ide, simbol, dan asosiasi yang terarah pada tujuan dan yang dibangkitkan oleh suatu masalah atau tugas yang dapat menghantar pada suatu penyelesaian yang berorientasi pada kenyataan. Faktor-faktor yang mempengaruhi proses berpikir yaitu:

1) Faktor somatik (gangguan otak dan kelelahan) 2) Faktor psikologik (gangguan emosi dan psikosa) 3) Faktor sosial (kegaduhan dan keadaan sosial tertentu)

Beberapa bentuk gangguan proses berpikir:

a. Gangguan bentuk pikiran (produksi; termasuk semua

penyimpangan dari pemikiran rasional, logik dan terarah pada suatu tujuan:

b. Pikiran deristik

Adalah bentuk pikiran dimana tidak ada hubungan antara proses mental dengan pengalamannya yang sedang berjalan. Di sini


(52)

proses mental tidak sesuai atau tidak mengikuti kenyataan, logika atau pengalaman.\

c. Pikiran autistik

Gangguan dalam proses berpikir dimana terjadi kegagalan dalam membedakan batas antara kenyataan dan fantasi. Dengan berpikir autistik seorang dapat memuaskan keinginannnya secara khayalan (imaginatif) dengan mengabaikan usaha-usaha untuk memuaskan secara realistik.

d. Pikiran yang non-realistik

Bentuk pikiran yang sama sekali tidak berdasarkan kenyataan. Merupakan gejala yang menonjol pada skizofrenia hebefrenik disamping tingkah laku yang kekanak-kanakan. Ketiga bentuk pikiran tersebut bisa dibedakan, kadang-kadang dijadikan satu dengan memakai salah satu istilah saja.

e. Pikiran obsesif

Gangguan pikiran dimana satu ide selalu datang berulang-ulang, irasional dan secara sadar tak diinginkan, tapi tidak dapat dihilangkan.

f. Konfabulasi

Gangguan pikiran dimana seorang mempersatukan hal-hal atau kejadian yang tidak berkaitan, dalam suatu usaha untuk mengisi kekosongan pikiran yang timbul karena kehilangan ingatan.Gangguan arus atau jalan pikiran meliputi cara dan laju proses asosiasi dalam pemikiran:


(53)

g. Flight of idea (lari, cita pikiran melompat-lompat melayang) adalah keadaan dimana terjadi perubahan yang mendadak, cepat dalam pembicaraan, sehingga suatu ide belum selesai sudah disusul oleh ide yang lain. Dikatakan yang berasal dari dalam maupun luar. Suatu kata yang sama bunyinya, tetapi berlainan artinya akan meimbulkan suatu pikiran baru “clang associaton”. h. Retardasi (perlambatan) yaitu keadaan dimana terjadi

perlambatan dalam jalan pikiran seseorang, sering dijumpai pada penderita skizofrenia dan psikosa efektif fase depresi. i. Presevarasi, yaitu suatu keadaan dimana seseorang secara

berulang memberitahukan suatu ide, pikiran atau thema secara berlebihan.

j. Circumstantiality (pikiran berbelit-belit, pikiran berputar-putar) yaitu suatu keadaan dimana untuk menuju secara tidak langsung kepada ide pokok dengan menambahkan banyak hal yang remeh-remeh yang menjemukan dan tidak relevan. Sering didapat pada anak/orang terbelakang (MR), epilepsi dan gangguan jiwa senil yang tidak berat.

k. Inkoherensi, yaitu suatu keadaan dimana terdapat gangguan dalam bentuk bicara, pembicaraannnya sukar atau tidak dapat ditangkap maksudnya. Inkoherensi ini dapat dikatakan sebagai suatu asosiasi yang ekstrim. Pada inkoherensi ada gado-gado kata “(word salad).


(54)

l. Blocking (hambatan, halangan, benturan) yaitu suatu keadaan dimana jalan pikiran secara tiba-tiba berhenti, hal ini tidak dapat diterangkan oleh penderita. Kemungkinan disebabkan oleh aktivitas yang kompleks dan dominan akibat efek yang tidak enak atau disetujui.

m. Logorea, yaitu banyak bicara dimana kata-kata baru yang tidak

dipahami secara umum.

n. Neologisme, yaitu membentuk kata-kata baru yang tidak di pahami secara umum.

o. Irelevansi, yaitu suatu keadaan dimana isi pikiran atau ucapan tidak ada hubungannnya dengan pernyataan atau dengan hal yang sedang dibicarakan.

p. Aphasia, yaitu suatu keadaan dimana seseorang tidak atau sukar mengerti pembicaraan orang lain (sensorik) dan atau tidak dapat atau sukar bicara (motorik). Sering terjadi pada kerusakan otak.

9. Gangguan isi pikiran (meliputi isi pikiran non verbal atau isi

pikiran yang diceritakan)

1) Waham

suatu kepercayaan yang terpaku dan tidak dapat dikoreksi atas dasar fak ta dan kenyataan. Tetapi harus dipertahankan, bersifat patologis dan tidak terkait dengan kebudayaan setempat. Adanya waham menunjukan suatu gangguan jiwa yang berat, isi waham dapat menerangkan pemhaman terhadap faktor-faktor dinamis


(55)

penyebaba gangguan jiwa. Terbentuknya kepercayaan yang bersifat waham adalah sebagai perlindungan diri terhadap rasa takut dan untuk pemuasan kebutuhan. Waham ada yang sistematis dan tidak sistematis, diklasifikasi menurut isinya dan isi waham biasanya mempunyai kecenderungan untuk menguasai/menonjol (Maramis, 2004)

2) Waham kebesaran (waham ekspansif)

Suatu kepercayaan palsu dimana seseorang memperluas atau memperbesar kepentingan dirinya, baik mengenai kualitas tindakan/kejadian /orang disekelililng, dalam bentuk tidak realistik. Waham ini timbul akibat perasaan yang tidak wajar, tidak aman, dan rasa dan rasa rendah diri yang secara sadar dihalangi oleh komponen ideal dan efektif dari waham itu sendiri. Isi dari waham kebesaran sering menunjukan kekecewaan, kegagalan, dan perasaan tidak aman (Yosep, 2007).

3) Waham depresif (menyalahkan diri sendiri;

Kepercayaan yang tidak berdasar. Menyalahkan diri sendiri akibat perbuatan-perbuatannya yang melanggar kesusilaan atau kejahatan lain. Waham depresif sering dirasakan sebagai; waham bersalah (perasaan bersalah, kehilangan harga diri), waham sakit (gangguan perasaan tubuh yang berasal dari viseral yang dipengaruhi oleh keadaan emosi ), waham miskin (kehidupan perasaan nilai sosial).


(56)

4) Waham somatis (waham hipokondria);

Kecenderungan yang menyimpang dan bersifat dungu (bizarre) mengenai fungsi dan keadaan tubuhnya, misalnya penderita merasa tubuhnya membusuk atau mengeluarkan bau busuk. 5) Waham nihilistik;

Suatu kenyataan bahwa dirinya atau orang lain sudah meninggal atau dunia ini sudah hancur.

6) Waham kejar;

Penderita yakin bahwa ada orang yang sedang mengganggunya, menipunya, memata-matai atau menjelekan dirinya.

7) Waham hubungan;

Keyakinan bahwa ada hubungan langsung antara interpretasi yang salah dari pembicaraan, gerakan atu digunjingkan.

8) Waham pengaruh;

Keyakinan yang palsu bahwa dia adalah merupakan subyek pengaruh dari orang lain atau tenaga gaib yang tidak terlibat.

9) Ideas reference (pikiran hubungan)

Suatu keadaan yang mana pembicaraan orang, benda atau kejadian dihubungkan dengan dirinya sendiri. Penderita mungkin menyadari pikirannya tidak masuk akal, misalnya bunyi burung dikira suatu berita bagi dirinya.


(57)

10) Pre-okupasi

Adanya suatu pikiran yang terpaku hanya pada sebuah ide saja, yang biasanya berhubungan dengan keadaan emosional yang kuat.

11) Thougth insertion (sisip pikiran).

Adalah suatu perasaan bahwa ada pikiran dari luar yang disispkan yang dimasukan kedalam otaknya.

12) Thougth board cast (siar pikir)

Adalah suatu perasaan bahwa pikirannya telah disiarkan melalui radio, televisi, kawat listrik dan lampu.

10. Fobia

Fobia adalah rasa takut yang irasional terhadap suatu benda atau keadaan yang tidak dapat dihilangkan atau ditekan oleh penderita walau disadari bahwa hal tersebut irasional. Fobia dapat mengakibatkan suatu kompulsi, bentuk fobia bervariasi dan banyak yang mengenai benda serta keadaan.

11. Gangguan kesadaran

Kesadaran adalah kemampuan seseorang untuk mengadakan hubungan dengan lingkungan serta dirinya sendiri melalui pancaindera dan mengadakan pembatasan terhadap lingkungan serta dirinya sendiri. Bila kesadaran itu baik, maka terjadi orientasi (waktu tempat dan orang) dan pengertian yang baik pula serta informasi akan


(58)

digunakan secara afektif (melalui ingatan dan pertimbangan). Bentuk-bentuk gangguan kesadaran (Maramis, 2004)

1) Kesadaran kuantitatif

a) Kesadaran yang menurun; suatu kesadaran dengan kemampuan persepsi, perhatian dan pemikiran yang berkurang secara keseluruhan.

b) Apatis (kesadaran seperti orang yang mengantuk).

c) Somnolen (kesadaran seperti orang yang mengantuk benar, memberi jawaban bila dirangsang).

d) Sopor (hanya bereaksi dengan rangsangan yang kuat, ingatan, orientasi dan pertimbangan sudah hilang).

e) Subkoma dan koma (tidak didapat reaksi terhadap rangsangan apapun).

f) kesadaran yang meninggi; keadaan reaksi yang meningkat terhadap suatu rangsangan, disebabkan oleh zat toksik yang merangsang otak atau oleh faktor psikologik.

2) Kesadaran kualitatif

Terjadi perubahan dalam kualitas kesadaran, dapat ditimbulkan oleh keadaan toksik, organik, dan psikogen.

a) Stupor, karena faktor psikogen didapatkan pada keadaan

katatonia, depresi, epilepsi, ketakutan, dan reaksi disosiasi. b) Twiligth state (keadaan dini, senja, senjakala); kehilangan ingatan atas dasar psikologik yang mana kesadaran terganggu dan dalam beberapa keadaan sangat mengaburkan, sehingga penderita tidak mengenali lingkungannya. Dapat disertai halusinasi dengar, sehingga dapat melakukan tindakan tertentu. Biasanya penderita


(59)

lupa tentang tindakan selama senja dan seolah-olah dalam mimpi, brlangsung beberapa menit sampai beberapa hari.

c) Fuge; suatu periode penurunan kesadaran dengan pelarian

menimbulkan banyak setres, tetapi dapat mempertahankan kebiasaan dan ketrampilannya.

d) Confusion (bingung) ; gangguan keadaan karan rusaknya

aparat sensoris dimana didapatkan kesulitan pengertian, mengacau, disorientasi disertai gangguan fungsi asosiasi.

e) Tranco (trans); keadaan kesadaran tanpa reaksi yang jelas

terhadap lingkungan yang biasanya mulai secara mendadak roman mukatampak seperti bengong, kehilangan akal atau melamun. Dapat ditimbulkan oleh hipnosa atau upacara kepercayaan.

12. Gangguan orientasi

Orientasi adalah kemampuan seseorang untuk mengenal lingkungannya serta hubungannya dengan waktu, ruang, dan terhadap dirinya serta orang lain. Disorientasi atau gangguan orientasi dapat timbul sebagai gangguan dan kesadaran, mngenai waktu, mengenai tempat dan mengenai orang. Disorientasi dapat terjadi pada setiap


(60)

gangguan jiwa yang mana ada kerusakan yang hebat dari ingatan, pesepsi, dan perhatian.

13. Gangguan Kemauan

Kemauan adalah suatu proses dimana keinginan- keinginan dipertimbangkan untuk kemudian diputuskan dilaksanakan sampai mencapai tujuan (Maramis, 2004).

Proses kemauan sebagai berikut:

1) Saat terlihat (terdiri dari tanggapan dan tegangan yang cukup kuat). 2) Saat objektif (sudah ada yang diingini, walau hanya dalam niat

saja, tetapi benda yang menjadi tujuannya sudah ada).

3) Saat aktual (timbul kesadaran akan keingina dan menghendaki, tindakan sudah dikhayalkan dan dialami).

4) Saat subyektif (berupa tindakan kemauan itu sendiri, dengan kesdaran penuhdan menggunakan segala daya dan tenaga). Kemauan dapat dirusak oleh gangguan emosional, gangguan-gangguan kognisi, kerusakan otak organik, dalam keadaan tidak terlatih atau bahkan terlalu banyak latihan.

Bentuk-bentuk gangguan kemauan:

1) Abulia (kemauan yang kemah); suatu keadaan inaktivitas sebagai akibat ketidak sanggupan membuat keputusan atau memulai suatuntingkah laku.


(61)

2) Negativisme; ketidaksanggupan dalam bertindak atas sugesti dan tidak jarang terkadi melakukan sesuatu yang bertentangan dengan yang disugestikan.

3) Kekakuan (rigiditas); ketidak mampuan memiliki keleluasaan dalam memutuskan untuk merubah suatu tingkah laku, misal stereotipe yang merupakan sikap atau gerakan mekanis yang dilakukan berulang-ulang.

4) Kompulsi; suatu keadaan dimana seseorang merasa didorong untuk melakukan suatu tindakan, yang disadari sebagai suatu irasional atau tidak ada gunanya.

5) Kleptomania (mencuri konpulsif), yaitu sering mencuri barang

yang mempunyai arti simbolis dan biasanya tidak bernilai.

6) Pyromania (membakar konpulsif), dipandang sebagi suatu

bentuk simbolis pemuasan seksual.

7) Mencuci tangan berulang-ulang dengan tidak dapat dicegah atau dikuasai.

14. Gangguan Emosi dan Afek

Emosi adalah suatu pengalaman yang sadar dan memberikan pengaruh pada aktivitas tubuh dan menghasilkan sensasi organis dan kinetis. Afek adalah kehidupan perasaan emosional seseorang , menyenangkan atau tidak, yang menyertai suatu pikiran, biasa berlangsung lama dan jarang disertai omponen fisiologik.

Dikaitkan dengan pengertian afek, maka emosi merupakan manifestasi afek keluar disertai oleh banyak komponen fisiologik, biasanya berlangsung relatif singkat. Kdang-kadang istilah emosi dan afek tidak dibedakan dan dipakai bersama-sama (Yosep, 2007).


(62)

Bentuk-bentuk gangguan emosi dan afek:

1) Euforia; emosi yang menyenangkan, masa riang, senang gembira, bahagia yang berlebihan dan tidak sesuai keadaan, hal ini menunjukan adanya gangguan.

2) Elasi; eforia yang berlebihan disertai motorik sering merupakan emosi yang labil dan sering berubah menjadi mudah tersinggung.

3) Eksaltasi; elasi yang berlebihan dan biasanya disertai dengan sikap kebesaran (waham kebesaran).

4) Eklasi (kegairahan); gairah yang berlebihan disertai rasa aman, damai, dan tenang biasanya berhubungan dengan perasaan keagamaan yang kuat.

5) Inapropiate afek (afek yang tidak sesuai);, adalah suatu gejala gangguan emosi dimana dijumpai perbedaan yang jelas antara emosi yang tampak dengan situasi yang menyebabkannya, misalnya tertawa ketika suatu musibah.


(63)

6) Afek yang kaku (rigid), suatu keadaan dimana rasa hati tetap dipertahankan, walau terdapat rangsangan yang biasanya menyebabkan reaksi emosional yang berlebihan.

7) Emosi labil adalah suatu gejala dimana terdapat ketidak stabilan yang berlebihan dan bermacam emosional, cepat berubah dari emosi satu pada emosi yang lain.

8) Cemas dan depresi merupakan gejala yang terlihat dari ekspresi muka atau tingkah laku.

9) Ambivalensi adalah emosi dan afek yang berlawana yang timbul bersama-sama pada seseorang, suatu objek atau keadaan, benci tapi rindu.

10) Apatis, kurang atau tidak ada sama sekali reaksi emosional dalam keadaan- keadaan yang seharusnya menimbulkan emosi. 11) Emosi yang tumpul dan datar, penguragan atau tidak ada sama

sekali tanda-tanda ekspresi afektif.

15. Gangguan psikomotor

Psikomotor adalah gerakan badan yang dipengaruhi oleh keadaan jiwa, sehingga merupakan afek bersama yang menegenai badan dan jiwa. Juga meliputi kondisi, perilaku motorik dari suatu perilaku (Yosep, 2009).

Bentuk-bentuk gangguan psikomotor 1) Aktivitas yang meningkat.


(64)

2) Hiperaktivitas, hiperkinesia, aktivitas dan pergerakan yang berlebihan dengan intensititas respon yang meningkat.

3) Hipertonisitas, peningkatan gangguan otot tubuh

4) Gaduh gelisah katatonik, aktivitas motorik yang tampak tidak bertujuan, berkali-kali dan seakan-akan tak dipengaruhi oleh rangssangan dari luar.

5) Aktivitas yang menurun

a) Hipoaktivitas, hipokinesia, aktivitas dan pergerkan berkurang dengan intensitas respon yang menurun.

b) Kelambanan motoris, aktivitas berkurang menyeluruh, misal pada orang suprakatatonik.

c) Atonisitas, keadaan tonus dan kontraksi otot yang abnormal dapat menyeluruh atau sebagian saja.

d) Paralisa, kehilangan fungsi otot baik secara keseluruhan atau sebagian saja.

6) Aktivitas yang terganggu atau tidak sesuai.

a) Ataksia, tidak terdapat koordinasi pada gerakan tungkai atau dalam sikap berdiri.

b) Apraksia, tidak sanggup memanipulasi benda dengan cara yang terarah.

c) Atetosi, gerakan terus memerus, difus, seperti tungkai dan dirasakanya nyeri.

d) Gerakan khoreiform, gerakan tidak teratur secara terus menerus yang tidak dikuasai oleh kemauan.


(65)

e) Spasme, kontraksi otot-otot sebagian atau seluruh yang tidak dikuasai oleh kemauan.

f) Tremor, kontraksi serat-serat otot yang ringan dan ritmis, yang tidak dikuasai, dapat lambat atau cepat, kasar atau halus teratur atau tidak teratur.

g) Konvulsi, kejang terus-menerus pada daerah tubuh yang luas dan biasanya dengan kehilangan kesadaran.

h) Aktivitas yang berulang-ulang.

i) Katalepsi, mampertahankan secara kaku posisi badan tertentu.

j) Fleksibilitas serea, salah satu bentuk katalepsi, yang mana posisi badan yang dibuat orang lain dipertahankan terus. k) Stereotipi, gerakan salah satu badn beruang-ulang dan tidak

bertujuan.

l) Manerisma, gerakan stereotipi dan teaterikal, berbentuk rituil dan selalu diulang-ulang.

m) Otomatisme perintah dia menurut sebuah perintah secara otomatis tanpa disadari.

n) Otomatisme, berbuat sesuatu secara otomatis sebagi ekspresi simbolik aktivitas tak sadar.

o) Ehopraksia, langsung meniru gerakan orang lain padasaat dia melihat.

p) Ekholalia, langsung mengulangi atau meniru apa yang dikatakan orang lain.


(66)

q) Negativisme; suatu pertahanan psikologik yang diperhatikan dengan melawan atau menentang terhadap apa yang disuruh. Ada 2 macam, yaitu; aktif, (melaksanakan sebaliknya dari apa yang diperintahkan); pasif (tidak melaksanakan apa yang diperintahkan, contoh; mutisme) r) Aversi, suatu reaksi yang agresif dan tegas yang

diperlihatkan dengan melawan, mendengki, membenci, nonkooperatif, menolak, dan kadang-kadang menunjukan reaksi stupor.

D. Kriteria Sehat Jiwa

Menurut pendapat Oldewelt (1979) kriteria sehat jiwa adalah: 1. Memiliki perasaan yang harmonis dan seimbang

2. Selalu merasa aman dan terjamin (pasti, tepat, dan berhati-hati) 3. Memiliki kepercayaan, baik terhadap diri sendiri maupun

terhadap orang lain.

4. Punya kemampuan untuk memahami dan mengontrol diri sendiri.

5. Memiliki kepribadian yang matang dan terintegrassi secara utuh 6. Punya relasi sosial yang memuaskan

7. Mempunyai stuktur sistem syaraf yang sehat, dan memiliki daya lentur untuk beradaptasi.

8. Bahagia, bebas/merdeka jiwanya, luhur dan memiliki kesusialaan serta memeluk agama dan mempunyai pedoman


(67)

Ciri-ciri pribadi sehat berdasarkan aspek penyesuaian dirinya (Saanin, 1979 dalam Yosep, 2007).

1) Ditinjau dari aspek sikap terhadap dirinya sendiri.

Ciri perilakunya: menunjukan penerimaan diri, memiliki jati diri yang memadai (positif), memiliki penilaian yang realistik terhadap berbagai kelebihan dan kekurangan.

2) Ditinjau dari aspek realitas ciri perilakunya memiliki pandangan yang realistik terhadap diri sendiri dan terhadap dunia, orang, mempunyai benda di sekelilingnya.

3) Ditinjau dari aspek integrasi.

Ciri perilakunya: berkepribadian utuh, bebas dari konflik-konflik batin yang melumpuhkan, memiliki toleransi yang baik terhadap stres.

4) Ditinjau dari aspek kompetensi.

Ciri perilakunya: memiliki kompetensi fisik, intelektual, emosional, dan sosial yang memadai untuk mengatasi berbagai problem hidup.

5) Di tinjau dari aspek otonomi.

Ciri perilakunya: memiliki kemandirian, tanggung jawab, dan penentuan diri yang memadai disertai kemampuan cukup untuk membebaskan diri dari aneka pengaruh sosial.


(68)

Menunjukan kecenderungan ke arah menjadi semakin matang, semakin berkembang kemampuan-kemampuannya dan mencapai pemenuhan diri pribadi.

Harus cermat memeriksa kriteria-kriteria tersebut. Dan semua itu adalah pengertian yang relatif. Tidak ada seorang pun yang dapat memenuhi kriteria ini dengan sempurna. Seseorang mungkin kurang dalam satu segi, tetapi masi memiliki kesehatan yang baik, bebrati dia dianggap sebagai rang yang normal. Sebaliknya, kalau seseorang berkurang terlalu banyak karakteristik (sifat-sifat) atu menunjukan kekeurangan yang asangat dalam satu-dua sifat maka kemungkinan besar dia dia nggap abnormal (Saanin 1979 dalam Yosep).

E. Istilah Perilaku Abnormal

Ada bebebrapa istilah yang sering dipakai secara bergantian sejalan dengan gejala perilaku berkelainan yaitu: perilaku abnormal, perilaku maladaptif, gangguan mental, dan ketidakwarasan. (Carson 1980 dalam Suliswati 2000).

a. Perilaku abnormal

Istilah ini memiliki arti yang bermacam-macam. Kadang-kadang untuk menunjuk aspek batiniah kepribadian, aspek perilaku yang dapat langsung diamati, atau keduanya kadang-kadang yang di maksud hanyalah perilaku spesifik tertentu seperti phobia, atau kategori perilaku yang lebih kompleks seperti skizophreni. Kadang


(69)

kadang diartikan sebagai problem atau masalah yang bersifat kronik atau berkepanjangan atau hanya berupa simptom-simptom seperti pengaruh obat-obatan tertentu yang bersifat akut atau temporer atau cepat hilang. Secara kasar sama artinya dengan gangguan mental (jiwa) dan dalam konteks yang lebih luas sama artinya dengan perilaku maladaptif.

b. Perilaku maladaptif

Istilah ini memiliki arti luas meliputi setip perilaku yang mempunyai dampak merugikan bagi individu dan atau masyarakat. Pemakaiannya tidak hanya mencakup gangguan –gangguan seperti neurosis dan psikosis yang bermacam-macam jenisnya, melainkan juga berbagai bentuk perilaku baik peprorangan maupun kelompok seperti praktik bisnis curang, prasangka ras atau golongan, alienasi atau ketersaingan atau apatisme

c. Gangguan mental

Istilah ini menunjuk pada semua bentuk perilaku abnormal, mulai dari yang ringan sampai yang melumpuhka. Ada yang kuarang senang dengan istilah ini karena dipandang mengandaikan adanya dualisma antara jiwa dan badan, serta memberikan kesan seolah-olah selalu terjadi gangguan serius terhadap fungsi kehidupan norma. Namun istilah ini diterima secara resmi (Yosep, 2007).


(70)

d. Psiko patologi

Istilah ini Berarti ilmu yang secara khusus elakukan kajian tentang perilaku abnormal atau gangguan mental. Namun sering juga dipakai sebagai istilah lin bagi kedua istilah tersebut

1) Penyakit jiwa

Dulu istilah ini sering disebut sama dengan penyakit gangguan mental. Kini dipersempit hanya meliputi gangguan-gangguan yang meilbatkan patologi otak atau berupa disoraganisai kepribadian yang parah. Istilah ini memang cocok bila di maksud adalah gangguan-gangguan yang benar melumpuhkan, namun rasanya kurang tepat untuk gangguan yang lebih disebabkan oleh proses belajar yang tidak semestinya.

2) Gangguan perilaku

Secara khusus istilah ini menunjukan gangguan–gangguan yang disebabkan oleh proses belajar yang tidak semestinya, seperti gagal mempelajari jenis-jenis kemampuan yang diperlukan (contoh ketidak mampuan mencintai lawan jenis, tidak memiliki konsep diri yang positif dan sebagainya). Atau terlanjur mempelajari bentuk-bentuk perilaku yang maladaptif (contohnya: anak yang menjadi remaja yang agresif karena mencontoh perilaku orang tuanya dan tekanan keadaan dalam keluarga yang tidak harmonis).


(71)

3) Penyakit mental

Dulu istilah ini menunjuk pada gangguan-gangguan yang berkaitan dengan patologi otak. Kini istilah itu sudah jarang dipakai.

4) Ketidakwarasan

Ketidakwarasan (insanity) merupakan istialh hukum yang mengandung arti bahwa individu yang di kenai prediket tidak waras secara mental tidak mampu mempertanggung jawabkan perbuatan-perbuatannya atau tidak mampu melihat konsekuensi – konsekuensi dari tindakan – tindakannya. Akibatnya, jika ia melakukan perbuatan yang dapat dikategorikan sebagai tindak pidana terhadapnya tidak dapat dikenakan tuntutan hukuman. Jelas, istilah tersebut menunjuk pada gangguan mental yang serius.

F. Peran Perawat Kesehatan Jiwa

1. Keperawatan Jiwa

Keperawatan jiwa adalah pelayanan keperawatan profesional didasarkan pada ilmu perilaku, ilmu keperawatan jiwa pada manusia sepanjang siklus kehidupan dengan respon psikososial yang maladaptif yang disebabkan oleh gangguan bio-psiko-sosial, denagn mengguanakan diri sendiri dan terapi keperawatan jiwa (komunikasi terapeutik dan terapi modalitas keperawatan kesehatan jiwa) melalui pendekatan proses keperawatan untuk meningkatkan, mencegah,


(1)

usia

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 16 1 .9 .9 .9

17 2 1.7 1.7 2.6

18 2 1.7 1.7 4.3

19 5 4.3 4.3 8.7

20 7 6.1 6.1 14.8

21 4 3.5 3.5 18.3

22 1 .9 .9 19.1

23 9 7.8 7.8 27.0

24 6 5.2 5.2 32.2

25 5 4.3 4.3 36.5

26 2 1.7 1.7 38.3

27 9 7.8 7.8 46.1

28 7 6.1 6.1 52.2

29 1 .9 .9 53.0

30 9 7.8 7.8 60.9

31 5 4.3 4.3 65.2

32 3 2.6 2.6 67.8

33 2 1.7 1.7 69.6

34 1 .9 .9 70.4

35 7 6.1 6.1 76.5

36 6 5.2 5.2 81.7

37 1 .9 .9 82.6

38 1 .9 .9 83.5

39 1 .9 .9 84.3

40 4 3.5 3.5 87.8

41 1 .9 .9 88.7

43 1 .9 .9 89.6

44 1 .9 .9 90.4

45 3 2.6 2.6 93.0

46 2 1.7 1.7 94.8

47 2 1.7 1.7 96.5

48 1 .9 .9 97.4

50 3 2.6 2.6 100.0


(2)

pendidikan

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid tidak sekolah 1 .9 .9 .9

SD 8 7.0 7.0 7.8

SMP 25 21.7 21.7 29.6

SMA 65 56.5 56.5 86.1

PT 16 13.9 13.9 100.0

Total 115 100.0 100.0

Descriptives

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

hasilpersepsi 115 3 4 3.04 .205

Valid N (listwise) 115

Frequencies

Statistics hasilpersepsi

N Valid 115

Missing 0

Mean 3.04

Median 3.00

Mode 3

Std. Deviation .205

Minimum 3

Maximum 4

Sum 350

hasilpersepsi

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent


(3)

Valid baik 110 95.7 95.7 95.7

sangat baik 5 4.3 4.3 100.0


(4)

Frequencies

Statistics hasilpersepsi

N Valid 115

Missing 0

Mean 3.04

Median 3.00

Mode 3

Std. Deviation .205

Minimum 3

Maximum 4

Sum 350

hasilpersepsi

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid baik 110 95.7 95.7 95.7

sangat baik 5 4.3 4.3 100.0


(5)

Case Processing Summary Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

jk * hasilpersepsi 115 100.0% 0 .0% 115 100.0%

jk * hasilpersepsi Crosstabulation Count

hasilpersepsi

Total baik sangat baik

jk laki-laki 43 3 46

perempuan 67 2 69


(6)

Frequencies

Statistics

ekternal.persepton.kat

N Valid

115

Missing 0

ekternal.persepton.kat

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid sangat tidak baik 1 .9 .9 .9

baik 109 94.8 94.8 95.7

sangat baik 5 4.3 4.3 100.0

Total 115 100.0 100.0

Frequencies

ekternal.persepton.kat

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

baik 110 95.7 95.7 95.7

sangat baik 5 4.3 4.3 100.0


Dokumen yang terkait

Persepsi Masyarakat Terhadap Kebijakan Penataan Pedagang Kaki Lima Pasar Sukaramai (Studi Kasus Pada Masyarakat Kelurahan Tegal Sari I Kecamatan Medan Area Kota Medan )

5 118 98

Hutang Piutang dan Aplikasinya pada Masyarakat Kampung Gunung RT.006/03 Kelurahan Cipondoh Indah Kecamatan Cipondoh Kota Tangerang

0 5 93

Hubungan shalat terhadap kesiapan menghadapi kematian pada lansia di wilayah Kelurahan Gondrong Kecamatan Cipondoh kota Tangerang

1 6 1

KONSEKUENSI PEMIDANAAN BAGI WARGA BINAAN YANG MENGALAMI GANGGUAN JIWA Konsekuensi Pemidanaan Bagi Warga Binaan Yang Mengalami Gangguan Jiwa(Studi Kasus di Lapas Kelas IIA Sragen).

0 2 19

KONSEKUENSI PEMIDANAAN BAGI WARGA BINAAN YANG MENGALAMI GANGGUAN JIWA Konsekuensi Pemidanaan Bagi Warga Binaan Yang Mengalami Gangguan Jiwa(Studi Kasus di Lapas Kelas IIA Sragen).

0 2 15

HUBUNGAN PERSEPSI KELUARGA TENTANG GANGGUAN JIWA DENGAN SIKAP KELUARGA PADA ANGGOTA Hubungan Persepsi Keluarga Tentang Gangguan Jiwa Dengan Sikap Keluarga Pada Anggota Keluarga Yang Mengalami Gangguan Jiwa Di Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta.

1 6 14

PENDAHULUAN Hubungan Persepsi Keluarga Tentang Gangguan Jiwa Dengan Sikap Keluarga Pada Anggota Keluarga Yang Mengalami Gangguan Jiwa Di Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta.

0 3 7

HUBUNGAN PERSEPSI KELUARGA TENTANG GANGGUAN JIWA DENGAN SIKAP KELUARGA PADA ANGGOTA KELUARGA YANG MENGALAMI GANGGUAN JIWA Hubungan Persepsi Keluarga Tentang Gangguan Jiwa Dengan Sikap Keluarga Pada Anggota Keluarga Yang Mengalami Gangguan Jiwa Di Rumah

0 2 13

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP MASYARAKAT DENGAN PENERIMAAN MASYARAKAT TERHADAP INDIVIDU YANG MENDERITA GANGGUAN JIWA DI KELURAHAN SURAU GADANG WILAYAH KERJA PUSKESMAS NANGGALO PADANG.

0 0 11

SIKAP DAN DUKUNGAN KELUARGA TERHADAP ANGGOTA KELUARGA YANG MENGALAMI GANGGUAN JIWA DI KECAMATAN KUTOWINANGUN - Elib Repository

0 1 64