17 40-50
o
C. 3. Sokletasi
Sokletasi adalah proses penyarian dengan menggunakan pelarut yang selalu baru, dilakukan menggunakan alat soklet sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan
pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik. 4. Infundasi
Infundasi adalah proses penyarian dengan menggunakan pelarut air yang padapada temperatur 90
o
C selama 15 menit. Hasilnya disebut infus infusum. 5. Dekoktasi
Dekoktasi adalah proses penyarian dengan menggunakan pelarut air pada temperatur 90
o
C selama 30 menit. Hasilnya disebut dekok dekoktum.
2.4 Metode Pengocokan Asam Basa
Diketahui bahwa beberapa golongan senyawa tertentu, seperti asam dan basa, yang terdapat di dalam suatu sampel dapat diekstraksi menggunakan cara yang
telah disesuaikan. Golongan bahan alam yang diekstraksi dengan cara ini adalah alkaloida, yang banyak terdapat dalam tumbuhan sebagai garam. Uraian mengenai
cara ekstraksi senyawa pokok ini adalah sebagai berikut. a. Alkaloida dapat diperoleh dari garamnya dengan cara membasakan serbuk
kering bahan tanaman dengan menggunakan amonia encer. Alkaloida akan terdapat dalam bentuk basa bebas yang tak lagi berupa garam ionik dan lebih larut dalam
pelarut organik seperti kloroform. b. Kelarutan yang meningkat dalam pelarut organik memungkinkan akan
terjadinya partisi basa bebas ke dalam kloroform, lalu dapat dipisahkan dari lapisan amonia encer dalam corong pemisah karena pelarut-pelarut ini membentuk lapisan
18 yang tak bercampur immiscible.
c. Larutan kloroform akan mengandung basa bebas, yang kemudian diekstraksi dengan asam encer, misalnya diekstraksi tiga kali dengan asam klorida 2N dan
alkaloida ini akan pindah dari fase organik ke fase berair sebagai garam klorida. Lapisan kloroform yang tersisa dapat diuji dengan reaksi warna khusus untuk
alkaloida reagen Dragendorff untuk memastikan bahwa semua alkaloida telah ditransfer kelapisan cairan asam.
d. Lapisan asam dibasakan kembali dengan ammonia menghasilkan pengendapan alkaloida, kemudian diekstraksi kembali dengan pelarut organik Heinrich et
al.,2005.
2.5 Cara Umum Isolasi Senyawa Kimia dari Tumbuhan
Isolasi senyawa kimia dari bahan alam adalah suatu usaha untuk memisahkan senyawa yang bercampur sehingga diperoleh senyawa tunggal. Isolasi senyawa
kimia ini banyak dilakukan dengan kromatografi Robinson, 1995.
Kromatografi adalah suatu metode pemisahan berdasarkan proses migrasi dari komponen-komponen senyawa di antara dua fase yaitu fase diam dapat berupa
zat cair atau zat padat dan fase gerak dapat berupa gas atau zat cair. Fase gerak membawa zat terlarut melalui media sehingga terpisah dari zat terlarut lainnya yang
terelusi lebih awal atau lebih akhir. Umumnya zat terlarut dibawa melewati media pemisah oleh aliran suatu pelarut berbentuk cairan atau gas yang disebut eluen. Fase
diam dapat bertindak melarutkan zat terlarut sehingga terjadi partisi antara fase diam dan fase gerak. Proses ini suatu lapisan cairan pada penyangga yang inert berfungsi
sebagai fase diam Depkes RI, 1995. Cara-cara kromatografi dapat digolongkan sesuai dengan sifat-sifat dari fase
19 diam yang dapat berupa zat padat atau zat cair. Fase diam berupa zat padat maka cara
tersebut dikenal sebagai kromatografi serapan, sedangkan yang berupa zat cair maka dikenal sebagai kromatografi partisi Depkes RI, 1995; Sastrohamidjojo, 1985.
Pemisahan dan pemurnian kandungan kimia tumbuhan terutama dilakukan dengan menggunakan salah satu dari lima teknik kromatografi atau gabungan teknik
tersebut. Kelima teknik kromatografi itu adalah: kromatografi kolom KK, kromatografi kertas KKt, kromatografi lapis tipis KLT, kromatografi gas cair
KGC, dan kromatografi cair kinerja tinggi KCKT. Pemilihan teknik kromatografi bergantung pada sifat kelarutan senyawa yang akan dipisah Harborne, 1987.
2.5.1 Kromatografi lapis tipis
Kromatografi lapis tipis merupakan metode pemisahan campuran analit dengan mengembangkan analit melalui suatu lempeng kromatografi lalu melihat
komponen atau analit yang terpisah dengan penyemprotan atau pewarnaan Gandjar dan Rohman, 2012.
Fase diam yang terdiri atas bahan berbutir-butir dilapiskan pada penyangga berupa plat, gelas, logam atau lapisan yang cocok. Campuran yang akan dipisah,
berupa larutan ditotolkan berupa bercak ataupun pita, setelah itu plat atau lapisan dimasukkan ke dalam bejana tertutup rapat yang berisi larutan pengembang yang
cocok fase gerak, pemisahan terjadi selama pengembangan, selanjutnya senyawa yang tidak berwarna harus ditampakkan Stahl, 1985.
Pendeteksian bercak hasil pemisahan dapat dilakukan dengan beberapa cara. Untuk senyawa tak berwarna cara yang paling sederhana adalah dilakukan
pengamatan dengan sinar ultraviolet. Beberapa senyawa organik berfluorosensi jika disinari dengan sinar ultraviolet gelombang pendek 254 nm atau gelombang
20 panjang 366 nm. Senyawa tidak dapat dideteksi maka harus disemprot dengan
pereaksi yang membuat bercak tersebut tampak yaitu pertama tanpa pemanasan, kemudian bila perlu dengan pemanasan Gritter, et al., 1991; Stahl, 1985.
Kromatografi lapis tipis dapat dipakai untuk dua tujuan yaitu: 1. Metode untuk mencapai hasil kualitatif analitik dan kuantitatif preparatif.
2. Mencari sistem pelarut yang akan dipakai dalam kromatografi kolom Gritter, et al., 1991; Stahl, 1985.
a. Fase diam lapisan penyerap
Pada kromatografi lapis tipis pada fase diam berupa lapisan tipis yang terdiri
bahan padat yang dilapiskan pada permukaan penyangga datar yang biasanya terbuat dari kaca atau logam. Lapisan fase diam melekat pada permukaan dengan bantuan
bahan pengikat. Beberapa contoh fase diam yang digunakan untuk pemisahan dalam kromatografi lapis tipis yaitu silika gel, alumina, kieselguhr dan selulosa.
Kromatografi lapis tipis lapisan fase diam harus sesedikit mungkin mengandung air, karena air akan menempati semua titik penyerapan sehingga tidak akan ada senyawa
yang melekat, maka sebelum digunakan plat kromatografi lapis tipis perlu diaktifkan dengan pemanasan pada 110
o
C selama 30 menit Gritter, et al., 1991.
b. Fase gerak pelarut pengembang