24
MATERI DAN METODE
1. Lokasi dan Materi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di kandang percobaan itik milik Balai Penelitian Ternak, Ciawi-Bogor. Ternak itik maupun entog yang digunakan untuk penelitian
ditempatkan dalam kandang individual cages maupun koloni, sesuai dengan tahapan penelitian. Hal ini dimaksudkan untuk memudahkan observasi dan
penanganan ternak sesuai dengan rancangan percobaan. Materi ternak yang digunakan adalah itik pejantan Pekin, induk Alabio,
Mojosari putih dan entog pejantan lokal. Alasan dasar digunakan galur Alabio karena materinya cenderung seragam, prolifik produksi telur tinggi, performans
bobot badannya lebih besar dan karkasnya tidak memberikan kesan kuat terhadap aroma bau amis off-flavour. Galur Mojosari dipilih pola warna putih dengan
alasan bahwa sifat penurunan fenotipik seperti warna bulu penutup tubuhnya akan lebih mendekati sifat kualitatif yang menjadi preferensi konsumen dan juga
memiliki produksi telur yang cukup tinggi. Masuknya darah Pekin diharapkan dapat memperbaiki performans itik lokal
sebagai tipe dwiguna yaitu disatu pihak berfungsi sebagai petelur dan dilain pihak sebagai pedaging. Sebagi calon galur induk, selain performans diharapkan juga
dapat memperbaiki konversi pakan. Kehadiran pejantan entog putih pada silang tiga bangsa diharapkan akan lebih memantapkan zuriatnya untuk memiliki laju
pertumbuhan tinggi. Sasaran lainnya adalah ternak mandalung memiliki perototan dibagian dada yang lebih baik serta senantiasa mendapatkan karakteristik warna
bulu yang lebih banyak warna terang, sebagaimana yang diminati oleh konsumen.
2. Penelitian Tahap Pertama
Tahap pertama yang dilakukan dalam penelitian adalah pembentukan dua genotipa itik betina sebagai calon galur induk. Untuk membentuk calon galur
induk itik yang diinginkan maka akan silangkan 3 galur itik yang terdiri atas 2 galur itik lokal Alabio dan Mojosari putih dan satu galur itik impor Pekin.
Jumlah induk dari galur lokal masing-masing 32 ekor dengan jumlah pejantan itik Pekin 8 ekor.
25 Setiap pejantan mengawini sebanyak 4 ekor betina, dengan tehnik
inseminasi buatan IB atau kawin suntik. Frekuensi pelaksanaan IB dilakukan dua kali per minggu dengan menggunakan semen segar. Pengencer yang
digunakan adalah garam fisiologis 80, dengan perbandingan 1:1. Rentang waktu pelaksanaan berkisar 2-3 hari sekali sebagaimana yang direkomendasikan oleh Tai
et al. 1985 dan Rouvier 1999. Koleksi telur tetas dimulai pada hari ketiga
setelah pelaksaan IB yang pertama kali, dengan alasan bahwa fertilisasi benar- benar telah sempurna. Setiap telur yang dikoleksi diberi nomor bapak, induk,
minggu ke dan hari koleksi. Lama telur dikoleksi adalah 4 minggu, dan setiap 1 minggu koleksi, telur dimasukkan ke dalam mesin pengeram.
Peneropongan candling untuk mengetuhi telur yang bertunas atau kosong dimulai 4 hari setelah telur dimasukkan ke dalam mesin penetas. Akan diulang
pada hari ke 14 dan ke 21 untuk mengetahui perkembangan embrionya. Telur yang gagal dicatat nomor dan ditimbang bobotnya. Telur berembrio dan mampu
tumbuh hingga hari ke-21 di dalam inkubator, maka mulai hari ke-22 dipindah ke hatcher hingga menetas.
Anak itik dari masing-masing genotipa hasil pengeraman akan ditempatkan ke kandang brooder yang sekaligus sebagai kandang pembesaran hingga umur 3-4
minggu. Kemudian anak itik akan dipindahkan ke dalam kandang koloni liter hingga mencapai umur yang cukup dewasa tubuh 16 minggu. Setelah mencapai
umur 4 bulan itik muda ini dipindahkan ke kandang cages individu, untuk pengamatan produksi telur harian.
Jumlah masing-masing anak betina yang dipelihara minimal sebanyak ±125 ekor, namun pada saat dewasa hanya diambil sebanyak 100 ekor. Anak betina itik
hasil keturunan Alabio yang disilang dengan jantan Pekin diberi nama galur induk PA, sedangkan keturunan itik Mojosari putih dengan Pekin diberi nama galur
induk PM.
3. Penelitian Tahap Kedua