2. Informasi bagi pemerintah daerah maupun masyarakat Kabupaten
Magelang mengenai strategi prioritas pengembangan agropolitan yang tepat untuk diterapkan di kawasan Borobudur.
3. Informasi bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Magelang mengenai
berhasil atau tidaknya agropolitan yang telah dikembangkan di Kabupaten Magelang.
4. Sebagai bahan studi untuk pemerintah mengenai permasalahan yang
dihadapi oleh petani sehingga menumbuhkan pemikiran baru dari pemerintah daerah untuk mengatasi permasalahan-permasalahan tersebut.
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Agropolitan
Berdasarkan Departemen Pertanian 2002, agropolitan berasal dari kata agro yang berarti pertanian dan politan yang berarti kota. Agropolitan menurut
konsep dari Departemen Pertanian adalah kota pertanian yang tumbuh dan berkembang yang mampu memacu perkembangan sistem dan usaha agribisnis
sehingga dapat melayani, mendorong, menarik, menghela kegiatan pembangunan pertanian agribisnis di wilayah sekitarnya.
Menurut kamus istilah penataan ruang dan pengembangan wilayah 2007, pendekatan agropolitan atau ancangan
kota tani adalah konsep yg diperkenalkan oleh John Friedman; mengenalkan elemen-elemen kehidupan perkotaan pada daerah pertanian untuk merubah
suasana desa menjadi suasana kota-desa suasana perkotaan di tengah-tengah daerah pertanian; kepadatan efektif penduduk adalah 200 jiwa per km
2
dan mempunyai cukup kewenangan otonomi dan kemampuan sumber daya ekonomi
sendiri untuk menyelenggarakan pembangunan kotanya. Untuk menghadapi arus urbanisasi yang begitu cepat khususnya di wilayah Asia, salah satu strategi
pembangunan perkotaan yang patut diperhatikan ialah menggunakan ancangan kota tani bagi daerah-daerah perdesaan yang terpilih secara selektif.
Menurut Rustiadi dan Pranoto 2007, agropolitan adalah : 1 suatu model pembangunan yang mengandalkan desentralisasi, mengandalkan pembangunan
infrastruktur setara kota di wilayah perdesaan, sehingga mendorong urbanisasi peng-kotaan dalam arti positif; 2 bisa menanggulangi dampak negatif
pembangunan seperti migrasi desa-kota yang tidak terkendali, polusi, kemacetan lalu lintas, pengkumuhan kota, kehancuran massif sumberdaya alam, pemiskinan
desa, dan lain-lain.
2.2. Pengertian Kawasan Agropolitan
Kawasan agropolitan menurut Rustiadi dan Pranoto 2007 merupakan kawasan perdesaan yang secara fungsional merupakan kawasan dengan kegiatan
utama adalah sektor pertanian. Departemen Pertanian 2002, kawasan agropolitan adalah kawasan agribisnis yang memiliki fasilitas perkotaan. Kawasan agropolitan
terdiri dari kota pertanian dan desa-desa sentra produksi pertanian yang ada di sekitarnya, dengan batasan yang tidak ditentukan oleh batasan administrasi
pemerintahan, tetapi lebih ditentukan dengan memperhatikan skala ekonomi yang ada. Berdasarkan
www.baritokuala.go.id 2003, kawasan agropolitan adalah
kawasan terpilih dari kawasan agribisnis atau sentra produksi pertanian terpilih dimana pada kawasan tersebut terdapat kota pertanian agropolis yang
merupakan pusat pelayanan agribisnis yang melayani, mendorong dan memacu pembangunan pertanian kawasan dan wilayah-wilayah sekitarnya. Lokasi
kawasan agropolitan adalah kawasan agribisnis terpilih sentra produksi pertanian yang memiliki komoditi unggulan spesifik lokasi yang merupakan
sumber pendapatan sebagian besar masyarakat. Terdapat empat prinsip yang diterapkan pada kawasan agropolitan, yaitu :
1. Prinsip kerakyatan, pembangunan diutamakan bagi sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat banyak, bukan kesejahteraan orang per orang atau
kelompok, berdasarkan prinsip keadilan. 2. Prinsip swadaya, bimbingan dan dukungan kemudahan fasilitas yang
diberikan haruslah mampu menumbuhkan keswadayaan dan kemandirian, bukan menumbuhkan ketergantungan.
3. Prinsip kemitraan, memperlakukan pelaku agribisnis sebagai mitra kerja pembangunan yang berperan serta dalam seluruh proses pengambilan
keputusan akan menjadikan mereka sebagai pelaku dan mitra kerja yang aktif dalam pelaksanaan kegiatan pembangunan.
4. Prinsip bertahap dan berkelanjutan, pembangunan dilaksanakan sesuai dengan potensi dan kemampuan masyarakat setempat serta memperhatikan kelestarian
lingkungan. Menurut Rivai seperti yang dikutip oleh Rahmawati 2005, suatu kawasan
agropolitan yang sudah berkembang memiliki ciri-ciri sebagai berikut : 1. Sebagian besar masyarakat di kawasan tersebut memperoleh pendapatan dari
kegiatan pertanian agribisnis. 2. Kegiatan di kawasan tersebut sebagian besar didominasi oleh kegiatan
pertanian atau agribisnis, termasuk di dalamnya usaha industri pengolahan
pertanian, perdagangan hasil-hasil pertanian termasuk pertanian dan permodalan, agrowisata dan jasa pelayanan.
3. Hubungan antara kota dan daerah-daerah hinterland di sekitar kawasan agropolitan bersifat interpendensi atau timbal balik yang harmonis dan saling
membutuhkan dimana kawasan pertanian mengembangkan usaha budidaya on farm
dan produk olahan skala rumah tangga off farm, sebaliknya kota menyediakan fasilitas untuk berkembangnya usaha budidaya dan agribisnis
seperti penyediaan sarana pertanian, modal, teknologi, informasi pengolahan hasil dan penampungan pemasaran hasil produksiproduk pertanian.
4. Kehidupan masyarakat di kawasan agropolitan mirip dengan suasana kota karena keadaan sarana kawasan agropolitan yang tidak jauh berbeda dengan di
kota.
2.3. Konsep Pengembangan Agropolitan