Agropolitan Sebagai Strategi Pengembangan Wilayah Strategi Pembangunan Agropolitan

sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi. Tenaga kerja dari perdesaan, karena tidak mampu mengelola potensi desa yang dimilikinya akan bermigrasi ke kota. Keadaan tersebut juga memperburuk keadaan perekonomian di kota. Tenaga kerja dari desa tidak memiliki keterampilan setara dengan tenaga kerja perkotaan, cenderung memilih menjadi pekerja serabutan serta menimbulkan peningkatan kriminalitas, sanitasi buruk, dan masalah kesehatan manusia. Selain itu, migrasi besar-besaran penduduk desa menuju perkotaan menyebabkan terkurasnya sumberdaya manusia berkualitas dari desa menuju perkotaan. Kondisi tersebut terjadi karena sumberdaya manusia berkualitas tidak dapat mengekspresikan kemampuan yang dimiliki terkait dengan terbatasnya sarana dan prasarana di perdesaan. Menurut Rahardjo 1985 berdasarkan penelitian PBB, faktor-faktor yang mempengaruhi perpindahan penduduk desa ke perkotaan adalah tingkat pendapatan perorangan meningkat, pertambahan pendapatan cenderung dibelanjakan terutama untuk barang-barang bukan pertanian, produksi dan konsumsi lebih berdayaguna di perkotaan. Karseno dan Reksohadiprodjo 1981 menyebutkan berbagai masalah kota yang muncul akibat penduduk yang terlalu padat antara lain berakibat negatif pada lingkungan hidup, penduduk yang tidak berkesempatan kerja yang akhirnya meningkatkan kemiskinan, kejahatan, dan sebagainya.

3.1.2. Agropolitan Sebagai Strategi Pengembangan Wilayah

Menurut Rustiadi 2006, pengembangan wilayah merupakan proses “memanusiakan manusia”. Pengembangan wilayah memiliki makna yang hampir sama dengan pembangunan wilayah atau upaya yang sistematik dan berkesinambungan untuk menciptakan keadaan yang dapat menyediakan berbagai alternatif yang sah bagi pencapaian aspirasi setiap masyarakat. Pengembangan wilayah lebih ditekankan pada pemberdayaan, kedaerahan atau kewilayahan dan lokalitas. Pengertian lain dari pengembangan wilayah merupakan suatu kegiatan yang tidak dimulai dari awal tetapi meningkatkan kuantitas atau kualitas dari sesuatu yang sudah ada. Soenarno 2007 menyatakan bahwa pengembangan agropolitan menjadi sangat penting dilakukan dalam konteks pengembangan wilayah karena 1 kawasan dan sektor yang ditetapkan untuk pengembangan agropolitan merupakan keunikan lokal masing-masing kawasan, 2 pengembangan kawasan agropolitan meningkatkan pemerataan, 3 keberlanjutan pengembangan kawasan dan sektor menjadi lebih pasti karena sektor yang dipilih mempunyai keunggulan kompetitif dan komparatif dibandingkan dengan sektor lainnya, 4 penetapan sistem pusat agropolitan terkait dengan sistem nasional, propinsi dan kabupaten. 3.1.3. Sistem dalam Agropolitan 3.1.3.1. Sistem Agribisnis Menurut Soekartawi 2003 konsep agribisnis adalah suatu konsep yang utuh, mulai dari proses produksi, mengolah hasil, pemasaran dan aktivitas lain yang berkaitan dengan kegiatan pertanian. Konsep agribisnis menurut Arsyat 1985 adalah suatu kesatuan kegiatan usaha yang meliputi salah satu atau keseluruhan dari mata rantai produksi, pengolahan hasil dan pemasaran yang ada hubungannya dengan pertanian dalam arti luas. Secara tradisional, pertanian di Indonesia hanya dianggap sebagai kegiatan bercocok tanam saja. Kegiatan pertanian lebih berorientasi kepada peningkatan produksi komoditi primer dan kurang memberi kesempatan untuk memikirkan perkembangan produk hilir. Dari sisi kebijakan, pembangunan pertanian cenderung terlepas dari pembangunan sektor lain, kebijakan di bidang pertanian tidak selalu diikuti oleh kebijakan pendukung lain secara sinergis. Akhir dasawarsa 1950-an muncul konsep agribisnis yang mencoba melihat pertanian sebagai sebuah sistem yang lebih kompleks. David dan Goldberg dalam Jiaravanon 2007 mendefinisikan agribisnis sebagai kesatuan kegiatan yang meliputi industri dan distribusi sarana produksi pertanian, kegiatan budidaya tanaman dan ternak, dan penanganan pasca panen penyimpanan, pemrosesan dan pemasaran komoditi. Dalam masterplan kawasan agropolitan Merapi-Merbabu Kabupaten Magelang 2002 disebutkan bahwa sistem agribisnis merupakan suatu sistem kegiatan usaha dibidang pertanian yang bernuansa dagang business, yang pelakunya paling tidak terdiri dari 1 sub sistem penyediaan prasarana, sarana dan teknologi usahatani, 2 subsistem produksi usahatani, 3 subsistem pengolahan hasil agroindustri, 4 subsistem pasar dan 5 subsistem penunjang. Kelima subsistem tersebut tidak dapat saling mengganti tetapi saling tergantung satu sama lain.

3.1.3.2. Sistem Agroindustri

Dalam masterplan kawasan agropolitan Merapi-Merbabu Kabupaten Magelang 2002 disebutkan bahwa sistem agroindustri pada dasarnya merupakan perpaduan antara dua hal yaitu pertanian dan industri. Keterkaitan antara kedua hal tersebut yang kemudian menjadi sistem pertanian dengan basis industri yang selanjutnya dinamakan agroindustri. Industri yang dikembangkan adalah industri yang terkait dengan pertanian terutama pada sisi penanganan pasca panen. Sajise dalam Soekartawi 2000, menerangkan bahwa agroindustri adalah fase pertumbuhan setelah pembangunan pertanian tetapi sebelum pembangunan tersebut memulai ke tahapan pembangunan industri. Selain itu, ahli yang lain Soeharjo, Soekartawi dan Badan Agribisnis Departemen Pertanian dalam Soekartawi 2000 menyebutkan bahwa agroindustri adalah pengolahan hasil pertanian dan karena itu agroindustri merupakan bagian dari enam subsistem agribisnis yang disepakati selama ini yaitu subsistem penyediaan sarana produksi dan peralatan, usahatani, pengolahan hasil agroindustri, pemasaran, sarana dan pembinaan.

3.1.3.3. Sistem Agrowisata

Dalam pasal 1 ayat 5 Surat Keputusan Bersama Menparpostel dan Menteri Pertanian No. KM. 47PW.004MPPT1989 dan No. 204KPTSHK05041989 seperti dikutip oleh Rahmawati 2005, tentang koordinasi pengembangan agrowisata mendefinisikan agrowisata sebagai suatu bentuk kegiatan wisata yang memanfaatkan usaha agro sebagai obyek wisata dengan tujuan memperluas pengetahuan, pengalaman, rekreasi dan hubungan usaha di bidang agro. Pengembangan agrowisata di setiap lokasi merupakan pengembangan yang terpadu antara pengembangan masyarakat desa, alam terbuka yang khas, permukiman desa, budaya dan kegiatan pertanian serta sarana pendukung wisata seperti transportasi, akomodasi dan komunikasi. Dalam hubungannya dengan pembangunan wilayah kegiatan pariwisata seringkali menyebabkan kebocoran wilayah yang disebabkan oleh rendahnya kemampuan sektor lain dalam mendukung kebutuhan sektor pariwisata. Untuk itu, usaha yang dilakukan dalam pembangunan wilayah adalah memadukan hubungan sektor pariwisata, sektor pertanian, sektor transportasi dan sektor industri. Sektor pertanian harus mampu berkembang baik sebagai penyedia bahan pangan maupun sebagai alternatif obyek wisata yang bernuansa alam dan sosial budaya yang unik. Dalam hal ini maka sektor pertanian diharapkan dapat menyediakan produk-produk yang berkualitas untuk memenuhi keperluan para wisatawan.

3.1.4. Strategi Pembangunan Agropolitan

Dalam karyanya, Rustiadi dan Hadi 2007 menyebutkan pada prinsipnya strategi pembangunan agropolitan adalah mendorong kegiatan sektor pertanian dan sektor komplemennya di wilayah perdesaan melalui pembangunan agropolitan kota kecil di lingkungan pertanian atau mikropolitan kota menengah-kecil atau merupakan pembangunan pusat-pusat pelayanan pada kota- kota kecil yang diberikan beberapa perlengkapan infrastruktur fasilitas publik perkotaan. Fasilitas publik tersebut antara lain seperti air bersih, tenaga listrik, pusat pasar, pusat hiburan amenities, lembaga perbankan dan keuangan, sekolah menengah sampai cabang universitas bersama pusat pendidikan dan latihan serta terdapat bangunan-bangunan lain, ruang terbuka dan taman, saluran pembuangan sewerage fasilitas tersebut diperlukan guna mendorong dan mendukung dalam mencapai keberhasilan strategi pembangunan pertanian dan ekonomi perdesaan yang dapat menyumbang kepada peningkatan kinerja sistem perekonomian nasional.

3.1.5. Pertumbuhan Ekonomi