menjadi minyak atsiri dan oleoresin berasal dari jahe yang sudah tua, yang dipanen pada umur 9 bulan atau lebih Yuliani et al., 1991. Tabel 1 dibawah
ini akan memperlihatkan mutu jahe dari berbagai daerah dan standar mutu perdagangan. Dari tabel terlihat jahe merah memiliki kadar minyak atsiri
tertinggi, dan jahe putih besar memiliki kadar atsiri terendah. Tabel 1. Mutu jahe dari berbagai daerah
Jenis Daerah asal
Kadar air
Kadar minyak atsiri
ml100gr Kadar abu
Jahe putih kecil Jahe putih kecil
Jahe putih kecil Jahe putih kecil
Jahe putih besar Jahe putih besar
Jahe kuning Jahe kuning
Jahe merah Jahe merah
Standar
Perdagangan Bengkulu
Sukabumi Cipanas
Bali Bogor
Cianjur Jambi
Madiun Bengkulu
Kalimantan 6.70
12.6 10.6
11.8 8.60
13.9 19.4
12.2 6.50
7.80 12.0
2.14 3.05
3.22 2.71
1.12 1.62
2.12 1.60
3.92 3.96
1.50 10.5
7.20 8.90
7.80 9.70
6.60
- 9.00
15.9 7.40
8.00
Sumber : Koswara 1995
B. OLEORESIN JAHE
Oleoresin adalah gabungan dari resin dan minyak atsiri. Oleoresin dapat diperoleh dari ekstraksi bagian tanaman tertentu dengan mempergunakan
pelarut organik misalnya oleoresin dari rempah-rempah. Oleoresin berbentuk padat atau semi padat dan biasanya konsistensinya lengket. Selain
mengandung resin dan minyak atsiri, oleoresin juga mengandung bahan lain seperti senyawa aromatik, zat warna, vitamin, dan lainnya yang penting dari
rempah tersebut Whitteley et al., 1952. Bentuk oleoresin jahe berupa cairan pekat berwarna coklat tua dan mengandung minyak atsiri 15-35 Koswara,
1995. Secara umum, oleoresin jahe tersusun oleh komponen-komponen
gingerol dan zingerone yang merupakan senyawa fenol dan ketofenol, shogaol senyawa homolog zingerone, minyak atsiri dan resin. Kandungan oleoresin
jahe segar antara 0,4-3,1, tergantung umur panen dan tempat tumbuhnya.
19
Semakin tua umur jahe, semakin besar kandungan oleoresinnya. Komposisi kuantitatif oleoresin jahe tergantung pada suhu dan jenis pelarut, jenis jahe
dan komposisi pelarut yang digunakan Koswara, 1995. Menurut Purseglove 1981, komponen utama pemberi pedas adalah
gingerol, yaitu 1-4’-hydroxy-3’-methoxyphenyl-5-hydroxyalkan-3-one yang merupakan deret homolog alkil keton. Senyawa ini mempunyai rantai cabang
yang berbeda-beda panjangnya. Sesuai dengan jumlah atom C pada rantai cabangnya, dikenal 3-, 4-, 5-, 6-, 8-, dan 10-gingerol. Gingerol
terdapat pada jahe yang masih segar. Dalam pengolahan dan bila dikeringkan, gingerol dapat berubah menjadi shogaol yaitu 1-4-hidroksi-3-metoksi fenil-
4-dekana-3-one yang merupakan senyawa dengan gugus beta tak jenuh.
Gingerol dapat terdegradasi lebih lanjut menjadi zingerone dan aldehid pada suhu tinggi.
Struktur kimia gingerol, zingerone, dan shogaol seperti yang terdapat pada Gambar 1.
Gambar 1. Struktur kimia gingerol, zingerone, dan shagaol Darsana, 1995
20
Oleoresin mempunyai beberapa keunggulan dibandingkan bentuk olahan jahe lainnya, karena mempunyai rasa dan aroma seperti aslinya.
Keunggulan oleoresin adalah 1 dapat menanggulangi masalah kontaminasi mikroba; 2 mengurangi volume dan berat sehingga mengurangi biaya
transportasi; 3 meningkatkan nilai ekonomi jahe; 4 memudahkan pengolahan sehingga lebih praktis dalam pembuatan bumbu masak dan
produk-produk pangan; 5 menyeragamkan keawetan dan kelezatan; 6 menghindari pemalsuan yang sering terjadi pada rempah-rempah dengan
penambahan kayu dan daun; 7 memungkinkan standarisasi kekuatan flavor; 8 mengandung antioksidan alami; serta 9 memiliki waktu simpan yang
lama pada kondisi yang ideal Djubaedah, 1986; Sudibyo, 1989. Menurut Farrel 1985 kelemahan oleoresin adalah a flavor-nya
bervariasi tergantung dari flavor rempah aslinya dan jenis pelarut yang digunakan; b wujudnya berupa cairan kental sampai semipadat sehingga
sulit ditangani dan dicampurkan pada makanan tanpa pemanasan; c mengandung tanin kecuali bila diperlakukan secara khusus.
Oleoresin diperoleh dengan cara mengekstrak rempah-rempah dengan menggunakan pelarut organik tertentu. Bahan rempah-rempah berbentuk
bubuk halus dicampur dengan pelarut dan diekstraksi. Larutan dipisahkan dengan penyaringan pelarut dan pelarutnya disuling. Oleoresin yang
dihasilkan mengandung aroma dan flavor Djubaedah, 1986. Persiapan bahan baku mencakup pengeringan bahan sampai kadar air
tertentu dan penggilingan, yang dimaksudkan untuk mempermudah proses ekstraksi yang akan dilakukan. Kadar air yang tinggi akan menyebabkan
oleoresin yang terekstrak mengandung komponen larut air seperti pati dan gula sehingga menyebabkan perubahan aroma dan rasa Purseglove et al.,
1981. Menurut Djubaedah 1986, perlakuan terbaik dalam ekstraksi oleoresin
jahe adalah ekstraksi bertahap dengan cara perkolasi pada suhu 40 °C, selama
2 jam dengan pelarut etanol. Partikel berukuran 30-40 mesh sudah cukup sesuai untuk ekstraksi. Derajat kehalusan lebih dari 40 mesh tidak menaikkan
21
daya ekstrak oleoresin dari bahan, karena minyak atsiri dapat menguap selama penggilingan.
C. MINYAK ATSIRI JAHE