Tabel 4.5. Hasil uji organoleptik keju kedelai dengan perlakuan waktu fermentasi dan penambahan konsentrasi bakteri
Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus lactis yang berbeda meliputi uji tekstur, warna, dan rasa.
Sampel Organoleptik
Nilai Keterangan
Tekstur 1
Lembut Warna
2 Kuning Keputihan
S
1
Rasa 2
Asin Tekstur
2 Agak Keras
Warna 3
Kuning S
2
Rasa 2
Asin Tekstur
1 Lembut
Warna 2
Kuning Keputihan S
3
Rasa 3
Asin Sekali Hasil Tabel 4.5 menunjukkan, bahwa ada perbedaan pemberian
konsentrasi bakteri Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus lactis pada 10 gram keju kedelai terhadap organoleptik sebagai berikut:
a. Tesktur Lembut diperoleh perlakuan S
1
, dan S
3
, tekstur agak keras diperoleh perlakuan S
2.
b. Warna Kuning keputihan diperoleh perlakuan S
1
, dan S
3 ,
warna kuning diperoleh perlakuan S
2.
c. Rasa Asin diperoleh perlakuan S
1
, dan S
2
, rasa asin sekali diperoleh perlakuan S
3.
B. PEMBAHASAN 1. Kadar Protein
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan konsentrasi bakteri Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus lactis yang berbeda
berpengaruh terhadap kadar protein keju kedelai. Hasil uji Anava memperoleh nilai F
hitung
F
tabel
, yaitu 27,1511 4,26 pada taraf signifikasi 5 dan pada taraf signifikan 1, F
hitung
F
tabel
yaitu 27,1511 8,02 Artinya semakin tinggi konsentrasi bakteri yang diberikan, maka
kecepatan inokulum bertambah sehingga penguraian asam amino semakin cepat sehingga semakin tinggi pula kadar protein yang terbentuk oleh
asam amino lisin. Lactobacillus bulgaricus lebih berperan pada pembentukan aroma dan dapat memproduksi antimikroba yang efektif
untuk menghambat organisme patogen, sedangkan Streptococcus lactis lebih berperan pada pembentukan cita rasa keju kedelai. Metabolisme
protein pada keju kedelai dapat dibedakan kedalam 2 kelompok sel, yaitu katabolisme dan anabolisme. Dalam katabolisme terbentuk karbon asam
yang berupa senyawa amfibolik menghasilkan urea, sedangkan anabolisme terbentuk sintetis protein asam amino esensial.
Menurut Aulina 2001 protein merupakan senyawa yang terbentuk dari unsur-unsur organik yaitu C, H, O, N dan S. Selanjutnya
Wirakusumah 2002 protein merupakan molekul besar terdiri ratusan atau ribuan asam amino yang mempunyai kualitas protein tergantung pada
tingkat asam amino esensial untuk pencernaan, dan kemampuan daya serap tubuh yang berasal dari protein non esensial yaitu pada biji kedelai.
Keju merupakan salah satu produk olahan susu yang terbentuk koagulasi susu oleh rennet enzim pencernaan dalam lambung hewan.
Dari susu cair yang terkoagulasi membentuk substansi padat seperti gel disebut curd yang dipisahkan dari whey gumpalan susu akibatnya terjadi
mikroorganisme yang berasal dari bakteri dengan starter murni untuk fermentasi terbentuklah keju.
Keju merupakan nilai gizi yang mengandung nutrisi. Kandungan gizinya sangat baik untuk anak-anak yang ada dalam masa pertumbuhan
juga untuk kaum vegetarian, yaitu mereka yang hanya memakan sayur- sayuran dan berpantang daging, keju dapat digunakan sebagai pengganti
daging karena kandungan proteinnya yang tinggi. Keju merupakan produk olahan susu dengan gizi tinggi. Masa
simpan selama 5 hari-15 hari tergantung pada jenisnya. Keju berasal dari hasil kumpulan dadih yang diberi garam dan diperas membentuk padatan
yang massif. Dengan penyaringan gumpalan susu menggunakan kain saring, maka cairan terbentuk terbentuk keju yang kaya akan protein.
Dengan adanya penambahan starter bakteri Lactobacillus bulgaricus dan Streptococous lactis
dapat mempercepat gumpalan keju yang menjadi padatan masif. Dan sebagian dapat bereaksi dengan membentuk protein
yang terdapat asam amino yang memberi cita rasa dan tekstur keju kedelai.
Teknik dan variasi pembuatan keju dapat dilakukan menurut kreativitas yang tak terbatas. Misalnya dengan penambahan biji-bijian,
herbal, minuman beralkohol, potongan buah-buahan dan pewarna dalam curd
. Pewarna yang digunakan biasanya adalah merah annatto, tetapi dalam pembuatan keju ini tidak menggunakan bahan pewarna makanan.
Bahan yang digunakan seperti ekstrak nanas bisa membuat warna keju menjadi kuning dan dengan penambahan garam untuk menurunkan kadar
air dan sebagai pengawet.
Tabel 4.6. Peranan Mikroba Pada Keju Kedelai Jenis Mikroba
Fungsinya
Jamur Mengikat atau menyatukan biji kedelai
menjadi kesatuan yang kompak produk yang menghasilkan enzim
Bakteri Asam Laktat: Lactobacillus sp
Mono sodium glutamat Fermentasi dalam susu , cita rasa
Penghasil hidrolisis protein Kapang Amilolitik:
Aspergillus Penghasil enzim protease, asam amino dan
peptida Khamir Amilolitik:
Lactococcus Lactobacillus
Pembentukan asam laktat dan laktosa
Bakteri Amilolitik: Streptococcus sp
Penghasil Protein Khamir Holotoleran:
S.rouxii Penghasil rasa
Penghasil glukosa dan gliserol dengan komponen rasa
Sumber: Saono 1982 Menurut Tarigan 1988, dalam proses fermentasi asam amino yang
diuraikan menjadi peptida terdiri dari C, H, O, N dan S, kemudian mengalami proses metabolisme terjadi perubahan kimia dalam keju
kedelai yang dapat dibedakan dari mikroorganisme menyebabkan penyakit melalui makanan dengan pembentuk asam laktat.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan inokulum adalah macam bahan substrat yang digunakan sebagai media
pengembangbiakan mikroba. Sejak persiapan hingga tahap inokulum, PH, dan temperatur sangat mempengaruhi proses inokulum dengan adanya
pertumbuhan jamur yang akan mendapatkan hasil secara optimal jika pertumbuhan enzim dan ketersediaan substrat Tarigan, 1988.
Hasil Uji BNT Lampiran 1 menunjukkan, bahwa perbedaan penambahan konsentrasi bakteri 3 Lactobacillus bulgaricus dan
Streptococcus lactis menghasilkan kadar potein tertinggi yaitu perlakuan
S
3
sebesar 14,12, sedangkan penambahan konsentrasi bakteri 1 Lactobacillus bulgaricus
dan Streptococcus lactis menghasilkan kadar protein terendah yaitu perlakuan S
1
sebesar 8,93. Artinya penambahan konsentrasi bakteri yang lebih banyak, maka akan menghasilkan kadar
ptotein yang lebih tinggi. Hasil Uji BNT Lampiran 1 menunjukkan bahwa perbedaan
penambahan konsentrasi bakteri yang berbeda pada S
3
penambahan konsentrasi bakteri 3 Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus lactis
pada 10 g keju kedelai tetapi tidak disukai karena memiliki rasa asin sekali yang disebabkan oleh kandungan protein yang tinggi,sehingga
walaupun protein tinggi rasa manis tidak muncul karena tertutup oleh rasa
asin. Rata-rata kadar protein mencapai 14,12 seperti terlihat pada Gambar 4.1 berikut ini :
2 4
6 8
10 12
14 16
S1 S2
S3 Perlakuan
Konsentrasi Lactobacillus
bulgaricus dan Streptococcus
lactis
R a
ta -r
a ta
k a
d a
r p
r o
te in
10,02 14,12
8,93
Gambar 4.1. Histogram rata-rata hasil uji kadar protein keju kedelai
Gambar 4.1. Histogram rata-rata hasil hasil uji kadar protein keju kedelai menunjukkan, bahwa kadar protein tertinggi pada masing-masing
perlakuan diperoleh S
3
yaitu 14, 12. Gambar 4.1 menunjukkan, bahwa perbedaan penambahan
konsentrasi bakteri 1, 2, 3 pada tiap 10 g keju kedelai menghasilkan perbedaan kadar protein pada masing-masing perlakuan.
Kadar protein tertinggi adalah pada perlakuan S
3
penambahan konsentrasi bakteri 3 Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus lactis pada 10 g
keju kedelai yang memiliki kadar protein sebanyak 14,12 , sedangkan kadar protein terendah adalah pada perlakuan S
1
penambahan konsentrasi bakteri 1 Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus lactis pada 10 g
keju kedelai yang memiliki kadar protein hanya 8,93 tetapi paling banyak disukai karena memiliki rasa asin. Artinya penambahan
konsentrasi bakteri yang lebih banyak akan menghasilkan kadar protein yang lebih tinggi
2. Kadar Lemak
Hasil penelitian menunjukkan, bahwa konsentrasi bakteri yang berbeda berpengaruh terhadap kadar lemak keju kedelai. Hasil Uji Anava
memperoleh nilai F
hitung
F
tabel
, yaitu 368,5315 4,26 pada taraf signifikasi
α
=5 dan pada taraf signifikan
α
=1, F
hitung
F
tabel
yaitu 368,5315 8,02 Artinya semakin tinggi konsentrasi bakteri yang
diberikan, maka semakin tinggi kadar lemak yang terbentuk. Hasil pengukuran kadar lemak pada masing-masing perlakuan diatas
menunjukkan bahwa semakin banyak konsentrasi bakteri yang diberikan berarti semakin banyak jumlah bakteri yang terlibat, sehingga kadar lemak
meningkat. Hal ini karena semakin banyak asam lemak dan gliserol dalam keju kedelai yang dapat diuraikan oleh mikroba jamur. Kandungan asam
lemak dalam keju kedelai diubah menjadi gliserol, kemudian diubah menjadi kolesterol. Semakin banyaknya asam atau garam dapat diuraikan
oleh jamur atau bakteri, maka semakin tinggi kadar lemak. Ada dua jenis mikroba yang mempunyai kemampuan mengubah asam lemak menjadi
gliserol yaitu lemak jenuh dan tidak jenuh dengan bakteri lactobacillus bulgaricus
dan Streptococcus lactis menjadi lemak Winarno, 1993. Hasil Uji BNT Lampiran 2 menunjukkan, bahwa perlakuan yang
paling berbeda pada S
3
penambahan konsentrasi bakteri sebanyak 3 Lactobacillus bulgaricus
dan Streptococcus lactis pada 10 g keju kedelai
tetapi tidak disukai karena memiliki rasa asin sekali yang disebabkan oleh kandungan lemak yang tinggi. Rata-rata kadar lemak mencapai 22,780
seperti terlihat pada Gambar 4.2 berikut ini :
5 1
1 5
2 2
5
S1 S2
S3 Pe rl akuan
R a
ta -r
a ta
K a
d a
r Le
m a
k
Konse ntrasi Lactobaci ll us
bul garicus dan Stre ptococcus
l actis
18,107 20,307
22,780
Gambar 4.2 Histogram rata-rata hasil kadar lemak keju kedelai
Gambar 4.2. Histogram rata-rata hasil hasil uji kadar lemak keju kedelai menunjukkan, bahwa kadar lemak tertinggi pada masing-masing
perlakuan diperoleh S
3
yaitu 22,780. Gambar 4.2 menunjukkan, bahwa perbedaan penambahan
konsentrasi bakteri 1,2,dan3 pada tiap 10 g keju kedelai menghasilkan perbedaan kadar lemak pada masing-masing perlakuan.
Kadar lemak tertinggi adalah pada perlakuan S
3
penambahan konsentrasi bakteri sebanyak 3 Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus lactis
pada 10 g keju kedelai yang memiliki kadar lemak sebanyak 22,780, sedangkan kadar lemak terendah adalah pada perlakuan S
1
penambahan konsentrasi bakteri sebanyak 1 Lactobacillus bulgaricus dan