Hubungan Tingkat Pengetahuan terhadap Perilaku Pencegahan Osteoporosis pada Mahasiswi di Universitas Singaperbangsa Karawang Tahun 2013

(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

ii

Nama : Arum Munawaroh

Tempat, Tanggal Lahir : Karawang, 03 Januari 1991 Status Pernikahan : Belum menikah

Alamat : Jalan Galunggung no.47 B Perumahan Karang Indah Kab.Karawang

Telepon : 085659921851

Email : [email protected]

Riwayat Pendidikan

1. SD Negeri Karang Pawitan II [1997-2003]

2. SMP Negeri 1 Karawang Barat [2003-2006]

3. SMA Negeri 5 Karawang [2006-2009]

Riwayat Organisasi

1. Pengurus Ikatan Remaja Masjid Jamiatul Amaliyah Perumahan Karang Indah[2006-20013]

2. Staff pengurus Organisasi Kerohanian SMA Negeri 5 Karawang [2007-2009]

3. Pengurus Organisasi Lembaga Dakwah Kampus Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan [2009-2011]


(7)

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN Skripsi, September 2013

ARUM MUNAWAROH, NIM : 109104000006

Hubungan Tingkat Pengetahuan terhadap Perilaku Pencegahan Osteoporosis pada Mahasiswi di Universitas Singaperbangsa Karawang Tahun 2013

(xxi + 83 halaman + 2 bagan + 7 lampiran ) ABSTRAK

Osteoporosis merupakan penyakit pengeroposan tulang yang disebabkan karena adanya penurunan massa tulang. Adanya pengetahuan yang baik akan menghasilkan perilaku yang baik pula dalam mencegah suatu penyakit. Berdasarkan studi pendahuluan yang telah dilakukan pada mahasiswi Universitas Singaperbangsa Karawang didapatkan bahwa 5 dari 9 mahasiswi yang belum mengetahui mengenai osteoporosis dan pencegahannya.

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui adanya hubungan tingkat pengetahuan terhadap pencegahan osteoporosis pada mahasiswi Universitas Singaperbangsa Karawang Tahun 2013 dengan menggunakan desain cross sectional dan pengambilan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner. Responden penelitian ini yakni mahasiswi Universitas Singaperbangsa Karawang sebanyak 100 sampel penelitian.

Hasil penelitian menunjukkan adanya tingkat pengetahuan yang baik dalam mencegah osteoporosis sebanyak 72 mahasiswi (72%). Sebagian besar lainnya memiliki perilaku pencegahan osteoporosis yang cukup baik sebanyak 53 mahasiswi (53%). Selain itu, terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat pengetahuan terhadap perilaku pencegahan osteoporosis.

Kata Kunci : Tingkat Pengetahuan, Perilaku, Osteoporosis, Mahasiswi, Universitas Singaperbangsa


(8)

iv

STATE ISLAMIC UNIVERSITY OF JAKARTA Undergraduated Thesis, September 2013

ARUM MUNAWAROH, NIM : 10910400006

The Relationship Level of Knowledge on the Prevention of Osteoporosis in Student’s Singaperbangsa Karawang University in 2013

(xxi +84pages+2 bagan +7attachments)

ABSTRACT

Osteoporosisis adiseasecausedbydecrease inbone mass. Osteoporosisis calledthe silent disease, because thesigns andsymptomscome on slowly. Good knowledgewill be result a good bahaviour in preventing thedisease. Based onpreliminarystudiesthat had do onstudent’s Singaperbangsa Karawang

Universitywas found that5of the9students whodo not

knowaboutosteoporosisandits prevention.

This study conducted to determine the relationship level of knowledge on the prevention of osteoporosis in student’s Singaperbangsa Karawang University in 2013 by using a cross-sectional design and the retrieval of data was done by using a questionnaire. The samples of research is 100 student’s Singaperbangsa Karawang University.

The results showed a good level of knowledge in preventing osteoporosis as much as 72 students (72%). Most of the others have osteoporosis prevention behaviors are good enough as many as 53 students (53%). Moreover, there is a significant relationship between the level of knowledge on osteoporosis prevention behaviors.


(9)

KATA PENGANTAR

Puji syukur peneliti panjatkan ke hadirat Allah SWT, yang telah memberikan karunia, rahmat, taufik dan hidayah-Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan proposal penelitian yang berjudul Hubungan Tingkat Pengetahuan Terhadap Perilaku Pencegahan Osteoporosis Pada Mahasiswi Di Universitas Singaperbangsa Karawang Tahun 2013. Shalawat dan salam semoga tetap terlimpahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW, pembawa syari’ah-Nya yang universal bagi semua umat manusia dalam setiap waktu dan tempat sampai akhir zaman.

Dalam penyusunan skripsi ini, tidak sedikit kesulitan dan hambatan yang peneliti jumpai namun syukur Alhamdulillah dengan doa, kesungguhan, kerja keras, dan kesabaran disertai dukungan dan bantuan dari berbagai pihak baik langsung maupun tidak langsung, segala kesulitan dapat diatasi dengan sebaik-baiknya yang pada akhirnya skripsi ini dapat diselesaikan.

Oleh sebab itu, sudah sepantasnya pada kesempatan ini peneliti ingin mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada :

1. Bapak Prof. Dr (hc). dr. M.K. Tadjudin, Sp.Andselaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak Ns. Waras Budi Utomo, S.kep., MKMselaku Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Bapak Ns. Waras Budi Utomo, S.kep., MKM selaku pembimbing

pertama dan Ibu Ns EniNur’ainiAgustini,.S.Kep, M.Sc selaku pembimbing kedua yang telah meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran serta kesabaran


(10)

vi

4. Ibu Ita Yuanita, S.Kp., M.Kep selaku Dosen Penasehat Akademik peneliti yang telah membimbing dan memberi nasehat kepada peneliti. 5. Segenap Bapak dan Ibu Dosen atau Staf Pengajar, pada lingkungan

Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmu pengetahuannya kepada peneliti selama duduk pada bangku kuliah

6. Teman-teman seperjuangan di Program Studi Ilmu Keperawatan

7. Pihak kampus Universitas Singaperbangsa Karawang yang telah memberikan kesempatan dan perizinan dalam melakukan uji validitas dan reabilitas dan penelitian untuk penyusunan skripsi ini.

Peneliti berharap semoga penelitian ini dapat bermanfaat khususnya bagi peneliti dan umumnya bagi pembaca yang mempergunakannya terutama untuk proses kemajuan pendidikan selanjutnya.

Ciputat, Oktober 2013


(11)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

PERNYATAAN ORISINALITAS ... ii

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN ... iii

LEMBAR PENGESAHAN ... iv

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR BAGAN ... xv

DAFTAR TABEL... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xx

DAFTAR SINGKATAN... xxi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Pertanyaan Penelitian... ... 5

D. Tujuan Penelitian... 6

a. Tujuan Umum... 6

b. Tujuan Khusus ... 6

E. Manfaat Penelitian... 6


(12)

viii BAB II TINJAUAN TEORI

A. Pengetahuan ... 8

1. Definisi ... 8

2. Tingkatan Pengetahuan ... 8

3. Pengukuran Pengetahuan ... 10

B. Perilaku ... 10

1. Definisi ... 10

2. Faktor yang mempengaruhi perilaku ... 11

C. Perilaku Kesehatan ... 12

1. Unsur-unsur dalam Perilaku Kesehatan ... 12

2. Klasifkasi Perilaku Kesehatan... 14

3. Pengukuran Perilaku ... 15

D. Osteoporosis ... 15

1. Definisi... ... 15

2. Gejala... ... 17

3. Faktor Resiko... ... 19

4. Penyebab... ... 26

5. Akibat... ... 27

6. Pengobatan dan Pencegahan... ... 28

E. Penelitian Terkait ... 33

F. Kerangka teori ... 35 BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL


(13)

A. Kerangka Konsep ... 37

B. Definisi Operasional... 37

C. Hipotesis ... 39

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN A. Desain Penelitian ... 40

B. Lokasi dan waktu penelitian ... 40

C. Populasi dan sampel ... 40

D. Instrumen penelitian ... 44

E. Pengumpulan Data ... 48

F. Pengolahan data ... 50

G. Analisis data ... 51

H. Etika penelitian... 52

BAB V HASIL PENELITIAN A. Gambaran lokasi penelitian ... 58

B. Analisis univariat ... 58

C. Analisis bivariat ... 69

BAB VI PEMBAHASAN A. Hasil Analisis Data ... 70

1. Gambaran Karakteristik Responden ... 70

2. Gambaran Tingkat Pengetahuan terhadap Perilaku Pencegahan Osteoporosis ... 71


(14)

x

5. Gambaran Pencegahan Osteoporosis Secara Umum ... 79 6. Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Dengan Perilaku Pencegahan Osteoporosis... 81 7. Keterbatasan Penelitian... 82 BAB VII PENUTUP

A. Kesimpulan... 83 B. Saran... 83 DAFTAR PUSTAKA


(15)

DAFTAR BAGAN

Nomor Bagan Judul Bagan Halaman

2.1 Kerangka Teori ... 36 3.1 Kerangka Konsep ... 37


(16)

xii

Nomor Tabel Judul Tabel Halaman

2.1 Sayuran dan Buah-Buahan Pencegah Osteoporosis

30

3.1 Definisi Operasional 38

4.1 Populasi Responden 41

4.2 Jumlah Sampel 44

4.3 Kisi-Kisi Final Instrumen Pengumpul Data

45 4.4 Panduan interpretasi hasil

uji hipotesis berdasarkan kekuatan korelasi, nilai p, dan arah korelasi

52

5.1 Distribusi Frekuensi

Karakteristik Usia responden Berdasarkan Semester

56

5.2 Distribusi frekuensi

responden mengenai definisi osteoporosis

56

5.3 Distribusi frekuensi

responden mengenai tanda-tanda dan gejala terkena osteoporosis

57

5.4 Distribusi frekuensi

responden mengenai faktor-faktor yang berisiko terkena osteoporosis


(17)

5.5 Distribusi frekuensi

responden mengenai sebab-akibat osteoporosis

58

5.6 Distribusi frekuensi responden mengenai makanan dan asupan kandungan gizi untuk mencegah osteoporosis

59

5.7 Distribusi frekuensi responden terapi

pencegahan osteoporosis

60

5.8 Distribusi frekuensi responden berdasarkan tingkat pengetahuan

60

5.9 Distribusi frekuensi responden dalam berjalan 1000 langkah setiap hari

61

5.10 Distribusi frekuensi responden berdasarkan perilaku pencegahan osteoporosis dalam

terpaparnya sinar matahari pada pagi hari (jam 7-9)

62

5.11 Distribusi frekuensi responden dalam


(18)

xiv

responden dalam meminum-minuman keras

5.13 Distribusi frekuensi responden dalam Perilaku merokok

63

5.14 Distribusi frekuensi responden dalam mengonsumsi soft-drink

64

5.15 Distribusi Frekuensi

Responden dalam Kerutinan Olahraga

64

5.16 Distribusi frekuensi responden dalam

mengonsumsi sayuran hijau

65

5.17 Distribusi frekuensi responden dalam mengonsumsi susu

65

5.18 Distribusi frekuensi responden dalam mengonsumsi wortel

66

5.19 Distribusi frekuensi responden dalam

pemeriksaan densitas tulang


(19)

5.20 Distribusi frekuensi

responden dalam kegemaran melakukan jogging

67

5.21 Distribusi frekuensi responden dalam rutinitas mengonsumsi suplemen kalsium

67

5.22 Distribusi frekuensi berdasarkan perilaku pencegahan osteoporosis secara umum

68

5.23 Korelasi antara tingkat pengetahuan dengan perilaku pencegahan osteoporosis


(20)

xvi Lampiran 1 Lembar Persetujuan Responden Lampiran 2 Kuesioner penelitian

Lampiran 3 Hasil pengolahan data

Lampiran 4 Surat izin studi pendahuluan Lampiran 5 Surat izin validitas dan reabilitas Lampiran 6 Surat izin penelitian


(21)

DAFTAR SINGKATAN

BUA Broadband Ultrasound Attenuation

DMT Densitas Masa Tulang

Dkk dan kawan-kawan

DXA daul-energy x-ray absorptiometry

g Gram

KemenKes RI Kementrian Kesehatan Republik Indonesia

Km Kilometer

mg miligram

NIH National Institute of Health

OA OsteoArthritis

PTH Parathyroid Hormon

QCT Quantitative Computed Tomography SERM Selective Estrogen Receptor Modulator WHO World Health Organization


(22)

1 A. Latar Belakang

Setiap manusia yang hidup di dunia pasti akan mengalami pertumbuhan dan perkembangan, baik itu dari segi fisik maupun mental. Hal ini dikarenakan mereka akan mengalami proses penurunan fungsi tumbuh, seperti kulit, tulang, dan lain-lain. Proses penurunan fungsi tubuh ini dapat diartikatakan sebagai proses penuaan. Penuaan menurut Constantinindes yang dikutip dalam karangan Darmojo (2009) merupakan proses penurunan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti diri, mempertahankan struktur dan fungsi normal secara perlahan, sehingga dapat bertahan terhadap jejas (termasuk infeksi) dan dapat memperbaiki kerusakan yang diderita. Saat penuaan terjadi proses kepadatan tulang pun menurun. Penurunan kepadatan tulang tersebut dinamakan osteoporosis.

Osteoporosis adalah suatu keadaan berkurangnya massa tulang sehingga apabila terkena benturan yang ringan saja tulang tersebut akan patah. Penyakit osteoporosis ini sering disebut dengan silent disease karena proses kepadatan tulang terjadi secara perlahan dan berlangsung secara progresif selama bertahun-tahun tanpa kita sadari tanda dan gejalanya. Banyak orang yang tidak menyadari bahwa osteoporosis ini merupakan pembunuh tersembunyi (silent killer) (Tandra, 2009).


(23)

2

World Health Organization (WHO) (2009), osteoporosis menduduki peringkat kedua dibawah penyakit jantung sebagi masalah utama di dunia. Munculnya berbagai penyakit di dunia ini, akan mempengaruhi usia harapan hidup seseorang, termasuk dengan munculnya osteoporosis sebagai penyakit angka kejadian yang cukup tinggi. Menurut data Internasional Osteoporosis Foundation (IOF) (2009) lebih dari 30% wanita diseluruh dunia mengalami resiko seumur hidup untuk patah tulang akibat osteoporosis, bahkan mendekati 40%, sedangkan pada pria resikonya berada pada angka 13%. Menopause dini meyebabkan wanita usia 20tahun, 30 tahun atau bahkan 40 tahun berisiko terkena osteoporosis (Munch dan Shapiro, 2006).

Wanita adalah kelompok yang paling berisiko terkena fraktur osteoporosis di masa tua. Satu dari tiga perempuan dan satu dari lima pria di Indonesia terserang osteoporosis atau pengeroposan tulang. Saat ini jumlah penderita osteoporosis di Indonesia pun kini jauh lebih besar dari data terakhir . Lima provinsi dengan risiko osteoporosis lebih tinggi adalah Sumatera Selatan (27,7%), Jawa Tengah (24,02%), Yogyakarta (23,5%), Sumatera Utara (22,82%), Jawa Timur (21,42%), Kalimantan Timur (10,5%) (Departemen Kesehatan, 2005). Sementara data Sistem Informasi Rumah Sakit (2010) insiden patah tulang paha atas akibat osteoporosis adalah 200 dari 100 ribu kasus pada usia 40 tahun.(Supari, 2008.)

Berdasarkan data yang diambil dari Kementrian Kesehatan Republik Indonesia (2008), menyatakan bahwa angka prevalensi osteopenia (osteoporosis dini) sebesar 41,7% dan prevalensi osteoporosis sebesar


(24)

10,3%. Ini berarti 2 dari 5 penduduk Indonesia memiliki risiko untuk terkena osteoporosis, dimana 41,2% dari keseluruhan sampel yang berusia kurang dari 55 tahun terdeteksi menderita osteopenia. Prevalensi osteopenia dan osteoporosis usia < 55 tahun pada pria cenderung lebih tinggi dibanding wanita, sedangkan >55 tahun peningkatan osteopenia pada wanita enam kali lebih besar dari pria dan peningkatan osteoporosis pada wanita dua kali lebih besar dari pria.

Research International Osteoporosis Foundation (IOF) 2009 memperkirakan sekitar 674.524 perempuan usia 35-39 tahun dan 591.911 perempuan usia 40-44 tahun di Jawa Barat beresiko osteoporosis. Data yang dihasilkan tersebut tidaklah sedikit, ini merupakan data yang cukup mengejutkan dalam dunia kesehatan. Berdasarkan data dari Puskesmas Karawang Kulon, dalam setiap bulannya terdapat 7 orang yang menderita Osteoarthritis (OA) sedangkan penderita yang mengeluh nyeri punggung bawah mereka klasifikasikan ke dalam penyakit tulang keropos (osteoporosis). dimana data pada bulan Oktober 2012 di Puskesmas Karawang Kulon menerangkan bahwa dari 3 penderita yang diperiksa, terdapat 2 diantaranya yang terindikasi osteoporosis.

Berdasarkan Journal of Clinical (2008) yang ditulis oleh Chang Shu-Fang menyebutkan bahwa warga Taiwan yang menjadi responden dalam penelitiannya, terdapat 44% responden memahami tentang osteoporosis, sedangkan sisanya belum memahami secara baik mengenai osteoporosis dan pencegahannya. Dengan demikian dari jurnal tersebut dapat


(25)

4

disimpulkan bahwa informasi yang didapat warga Taiwan mengenai osteoporosis dan pencegahannya itu masih kurang.

Lakey, et al (2003) melakukan penelitian mengenai pencegahan osteoporosis, dalam penelitian yang berjudul “Osteoporosis Prevention: Knowledge and Behaviour in SouthWestern Community” ini menjelaskan tentang bagaimana pengetahuan wanita usia 25-55 tahun di Marcopa Country, Arizona dalam mencegah osteoporosis. Adapun dalam penelitian tersebut terdiri atas pengetahuan mengenai definisi osteoporosis, faktor resiko osteoporosis, konsumsi kalsium dalam mencegah osteoporosis maupun diet dan aktifitas yang berkaitan terhadap pencegahan osteoporosis. Penelitian tersebut didaptkan hasil bahwa dari 200 responden (wanita usia 25-35 tahun) hanya 154 yang mengetahui osteoporosis, namun dari 154 tersebut hanya 117 yang mengetahui definisi osteoporosis. Lain halnya dengan perilaku dalam mencegah osteoporosis, terdapat 9% responden yang melakukan pencegahan osteoporosis dengan melakukan jalan kaki.

Sinnathambi (2010) menyebutkan bahwa tingkat pengetahuan wanita-wanita premenopause di Kecamatan Medan Selayang II terhadap osteoporosis dalam kategori baik telah mencapai 87% sedangkan untuk tindakan pencegahannya yang dalam kategori baik hanya mencapai 16% saja. Berdasarkan data tersebut dapat disimpulkan bahwa untuk tingkat pengetahuan wanita premenopause mengenai osteoporosis dalam kategori baik namun untuk tindakan pencegahannya masih kategori sedang. Sehingga perlu ada tindakan promosi kesehatan lanjutan lagi. Sedangkan


(26)

berdasarkan data yang di dapat dari mahasiswi Universitas Singaperbangsa yaitu 5 dari 9 mahasiswi yang belum mengetahui tentang osteoporosis dan pencegahannya Berdasarkan studi pendahuluan tersebut membuat peneliti tertarik untuk melakukan penelitan mengenai hubungan tingkat pengetahuan terhadap perilaku pencegahan osteoporosis pada mahasiswi Universitas Singaperbangsa.

B. Rumusan Masalah

Begitu tingginya prevalensi osteoporosis pada wanita di usia lanjut. Pada wilayah Jawa Barat saja dari 1.686.312 sekitar 674.524 wanita usia produktif yang mengalami osteoporosis. Sedangkan untuk wilayah Karawang sendiri, berdasarkan data yang di dapat dari mahasiswi Universitas Singaperbangsa yaitu 5 dari 9 mahasiswi yang belum mengetahui tentang osteoporosis dan bagaimana pencegahannya.

Berdasarkan data yang dihasilkan tersebut menyebabkan penulis tertarik sekali untuk mengamati sejauh mana mahasiswi Universitas Singaperbangsa Karawang khususnya pada wanita usia subur dalam memahami osteoporosis dan pencegahannya.

C. Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan latar belakang yang telah disebutkan adapun pertanyaan penelitiannya, yaitu:

1. Bagaimana hubungan tingkat pengetahuan terhadap perilaku mengenai osteoporosis pada mahasiswi Unversitas Singaperbangsa Karawang?


(27)

6

2. Apakah mahasiswi Universitas Singaperbangsa Karawang dalam mengetahui perilaku apa saja yang dapat dilakukan dalam mencegah osteoporosis?

D. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

a) Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan terhadap perilaku pencegahan osteoporosis pada mahasiswi Universitas Singaperbangsa Karawang tahun 2013.

2. Tujuan Khusus

a) Teridentifikasi pengetahuan mahasiswi Universitas Singaperbangsa Karawang mengenai osteoporosis.

b) Teridentifikasi perilaku mahasiswi Universitas Singaperbangsa Karawang dalam mencegah osteoporosis.

c) Teridentifikasi hubungan tingkat pengetahuan terhadap perilaku pencegahan osteoporosis pada mahasiswi Universitas Singaperbangsa Karawang.

E. Manfaat Penelitian

1. Bagi Institusi Keperawatan

Hasil penelitian ini dapat digunakan oleh mahasiswa keperawatan sebagai literatur tambahan untuk materi yang telah didapat dan juga sebagai bahan pertimbangan penelitian lebih lanjut tentang pengetahuan masyarakat tentang praktik pencegahan dan perawatan osteoporosis.


(28)

2. Bagi Masyarakat

Hasil penelitian ini dapat digunakan oleh individu (responden ), dan keluarga sebagai bahan informasi mengenai osteoporosis, penanganannya dan faktor-faktor yang dapat memperburuk kondisi penderita osteoporosis sehingga individu (responden) dan keluarga dapat turut serta dalam mencegah osteoporosis dan mengetahui perawatan yang tepat untuk osteoporosis. Selain itu, dapat menambah pengetahuan masyarakat tentang praktik pencegahan dan perencanaan perawatan osteoporosis.

F. Ruang Lingkup

Penelitian ini merupakan penelitian mengenai hubungan tingkat pengetahuan terhadap perilaku pencegahan osteoporosis pada mahasiswi Universitas Singaperbangsa Karawang tahun 2013. Penelitian ini dilakukan oleh mahasiswi Program Studi Ilmu Keperawatan UIN Syarif Hdayatullah Jakarta. Penelitian ini dilakukan di Universitas Singaperbangsa Karawang pada bulan Juni 2013.

Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif, dengan design penelitian cross sectional yang menggunakan data primer yaitu berupa data yang dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner. Pengambilan sampel ini dengan cara proportional random sampling. Populasi yang digunakan yaitu mahasiswi Universitas Singaperbangsa Karawang.


(29)

8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengetahuan

1. Definisi Pengetahuan

Sunaryo (2004) pengetahuan adalah hasil dari tahu yang terjadi melalui proses sensoris khususnya mata dan telinga terhadap objek tertentu. Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya perilaku terbuka (overt behaviour). Perilaku yang didasari pengetahuan umumnya bersifat langgeng.

Pengetahuan adalah hasil dari tahu dan ini setelah orang melakukan penginderaan terhadap objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. (Notoatmodjo, 2007). Hal ini dapat dicontohkan ketika seorang bayi melihat, memegang dan merasakan benda yang dia kenal, maka otaknya pun akan memproses mengenai benda tersebut sehingga bayi itu pun mendapatkan pengetahuan mengenai benda itu baik mengenai bentuk, nama dan sebagainya.

2. Tingkatan Pengetahuan

Pengetahuan yang dicakup di dalam domain kognitif mempunyai enam tingkat (Soekidjo Notoatmodjo,2007:145 dalam buku psikologi keperawatan karangan Sunaryo, 2004 ), yaitu:


(30)

a) Mengenal (recognition) dan mengingat kembali (recall) diartikan sebagai kemampuan untuk mengingat kembali suatu yang pernah diketahui sehingga bisa memilih satu dari dua atau lebih jawaban.

b) Pemahaman (comprehention) diartikan sebagi kemampuan untuk memahami suatu materi atau objek yang diketahui. Seseorang yang telah paham tentang sesuatu harus dapat menjelaskan, memberikan contoh, dan menyimpulkan.

c) Penerapan (application)diartikan sebagai kemampuan untuk menerapkan secara benar mengenai sesuatu hal yang diketahui dalam situasi yang sebenarnya.

d) Analisis artinya kemampuan untuk menguraikan objek ke dalam bagian-bagian lebih kecil, tetapi masih di dalam suami struktur objek tersebut dan masih terkait satu sama lain. Ukuran kemampuan adalah ia dapat menggambarkan, membuat bagan, membedakan, memisahkan, membuat bagan proses adopsi perilaku, dan dapat membedakan pengetian psikologi dengan fisiologi.

e) Sintesis, yaitu suatu kemampuan untuk menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru atau kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada. Ukuran kemampuan adalah ia dapat menyusun, meringkaskan, merencanakan, dan menyesuaikan suatu teori atau rumusan yang telah ada.


(31)

10

f) Evaluasi yaitu kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu objek. Evaluasi dapat menggunakan kriteria yang telah ada atau disusun sendiri.

3. Pengukuran Pengetahuan

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menyatakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat disesuaikan dengan tingkat domain di atas (Notoatmodjo, 2007 dalam buku karangan Sunaryo, 2004).

B. Perilaku

1. Definisi Perilaku

Perilaku adalah suatu kegiatan atau aktifitas organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan. Oleh sebab itu, dari sudut pandang biologis semua makhluk hidup mulai tumbuh-tumbuhan , binatang sampai dengan manusia itu berperilaku, karena mereka mempunyai aktifitas masing-masing.(Notoatmodjo,2007). Menurut Notoatmodjo (2007) dilihat dari bentuk respon stimulus ini maka perilaku dapat dibedakan menjadi 2 yaitu: a) Perilaku tertutup (covert behaviour)

Respon atau reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan/kesadaran, dan sikap yang terjadi pada orang yang menerima stimulus tersebut, dan belum dapat diamati secara jelas oleh orang lain.


(32)

b) Perilaku terbuka (overt behaviour)

Respon terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam atau praktik (practice) yang dengan mudah diamati atau dilihat orang lain.

2. Faktor yang mempengaruhi perilaku

Faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya perilaku menurut Lawrence Green (1980) dalam Notoatmodjo 2003 adalah:

a) Faktor Pendukung (Predisposing Factors)

Faktor pendukung adalah faktor pemicu atau anteseden terhadap perilaku yang menjadi dasar atau motivasi bagi perilaku mencakup: pengetahuan, sikap masyarakat dengan kesehatan, sistem nilai yang dianut masyarakat, tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi, dan sebagainya. faktor-faktor ini terutama yang positif mempermudah terwujudnya perilaku maka sering disebut faktor pemudah.

b) Faktor-faktor Pemungkin (Enabling Factors)

Faktor-faktor ini mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan bagi masyarakat, lingkungan fisik misalnya: air bersih, tempat pembuangan sampah, tempat pembuangan tinja, ketersediaan makanan yang bergizi, dan sebagainya. termasuk juga fasilitas pelayanan kesehatan seperti puskesmas, rumah sakit dan lain-lain. Masyarakat memerulukan sarana dan prasarana yang menduku demi berperilaku sehat.


(33)

12

Faktor-faktor ini mencakup faktor sikap dan perilaku tokoh masyarakat (toma), tokoh agama (toga), sikap dan perilaku para petugas termasuk petugas kesehatan, termasuk juga disini undang-undang, peraturan baik dari pusat maupun pemerintah daerah yang terkait dengan kesehatan C. Perilaku Kesehatan

Perilaku kesehatan adalah tanggapan seseorang terhadap rangsangan yang berkaitan dengan sakit-penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan dan lingkungan (Sunaryo, 2004). Perilaku kesehatan menurut Notoatmodjo (2003) adalah suatu respon seseorang (organisme) terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sakit atau penyakit, sistim pelayanan kesehatan, makanan, dan minuman, serta lingkungan.

1. Unsur-unsur dalam Perilaku Kesehatan

Menurut Maulana (2009) terdapat empat unsur dalam perilaku kesehatan, diantaranya yaitu:

a) Perilaku terhadap sakit dan penyakit

Perilaku terhadap sakit dan penyakit merupakan respons internal dan eksternal seseorang dalam menanggapi rasa sakit dan penyakit, baik dalam bentuk respons tertutup (sikap, pengetahuan ) maupun dalam bentuk respons terbuka (tindakan nyata). Perilaku terhadap sakit dan penyakit dapatdiklasifikasikan menurut tingkat pencegahan penyakit sebagai berikut:


(34)

1) Perilaku peningkatan dan pemeliharaan kesehatan

Perilaku seseorang untuk memelihara dan meningkatkan daya tahan tubuh masalah kesehatan. Sebagai contoh, melakukan jalan 1000 langkah dalam sehari demi mencegah osteoporosis, melakukan senam jantung sehat untuk mencegah penyakit jantung koroner da lain sebagainya.

2) Perilaku pencegahan penyakit (health prevention behaviour)

Segala tindakan yang dilakukan seseorang agar dirinya terhindar dari penyakit, misalnya imunisasi pada balita, meminum susu demi menjaga kesehatan tulang, dan lain sebagainya.

3) Perilaku pencegahan pengobatan (health seeking behaviour)

Perilaku ini menyangkut upaya atau tindakan seseorang pada saat menderita penyakit dan /atau kecelakaan, mulai dari mengobati sendiri (self-treatment) sampai mencari bantuan ahli. Misalkan, individu pergi ke rumah sakit saat sakit, membeli obat di apotek dan lain-lainya

4) Perilaku pemulihan kesehatan (health rehabilitation behaviour)

Pada proses ini, diusahakan agar sakit atau cacat yang diderita tidak menjadi hambatan sehingga individu yang menderita dapat berfungsi optimal secara fisik, mental, dan sosial. Sebagai contoh penderita osteoporosis mengkonsumsi susu tinggi kalsium, penderita DM melakukan diet dengan mengurangi konsumsi makanan manis, dan melakukan kontrol rutin selama seminggu.


(35)

14

5) Perilaku terhadap sistem pelayanan kesehatan

Perilaku ini merupakan respons individu terhadap sistem pelayanan kesehatan modern dan atau tradisional, meliputi respons terhadap fasilitas pelayanan, cara pelayanan kesehatan, perilaku terhadap petugas, dan respons terhadap pemberian obat-obatan.

6) Perilaku terhadap makanan

Perilaku ini meliputi pengetahuan, sikap, dan praktik terhadap makanan serta unsur-unsur yang terkandung di dalamnya (gizi, vitamin) dan pengolahan makanan

7) Perilaku terhadap lingkungan kesehatan

Perilaku ini merupakan upaya seseorang merespons lingkungan sebagai determinan agar tidak memengaruhi kesehatannya.

2. Klasifikasi Perilaku Kesehatan

Menurut Becker (1979) seperti dikutip Notoatmodjo (2003), perilaku yang berhubungan dengan kesehatan diklasifikasikan sebagai berikut:

a) Perilaku Hidup Sehat

Perilaku hidup sehat merupakan perilaku yang berkaitan dengan upaya mempertahankan dan meningkatkan kesehatannya. Hal ini mencakup makan dengan menu seimbang, olahraga teratur, tidak merokok, tidak meminum-minuman keras, dan lain-lain.

b) Perilaku Sakit

Perilaku ini merupakan respons seseorang terhadap sakit dan penyakit, persepsi terhadap sakit dan usaha-usaha untuk mencegah penyakit.


(36)

c) Perilaku Peran Sakit

Perilaku peran sakit adalah segala aktivitas individu yang menderita sakit untuk memperoleh kesembuhan. Perilaku peran sakit meliputi hal-hal berikut: tindakan untuk memperoleh kesembuhan dan mengenal atau mengetahui fasilitas atau sarana pelayanan atau penyembuhan penyakit yang layak.

3. Pengukuran perilaku

Pengukuran atau cara mengamati perilaku dapat dilakukan melalui dua cara, secara langsung, yakni dengan pengamatan (obsevasi), yaitu mengamati tindakan dari subyek dalam rangka memelihara kesehatannya. Sedangkan secara tidak langsung menggunakan metode mengingat kembali (recall). Metode ini dilakukan melalui pertanyaanpertanyaan terhadap subyek tentang apa yang telah dilakukan berhubungan dengan obyek tertentu. (Notoatmodjo, 2005)

D. Osteoporosis

1. Definisi Osteoporosis

Osteoporosis merupakan ancaman terbesar bai individu dan masyarakat karena tingginya morbiditas dan mortalitas yang terkait dengan itu serta biaya keuangan terkait kesehatan tulang pun turut mempengaruhinya. (Dawson-Hughes et al, 2008 dalam jurnal penelitian Chang-Hong et al, 2010)

Osteoporosis bukan sekadar masalah proses penuaan biasa seperti wajah yang keriput atau rambut beruban, tetapi merupakan suatu


(37)

16

penyakit, dan Anda bisa mencegahnya, bahkan dapat mengobatinya. Mungkin Anda beranggapan bahwa osteoporosis hanya masalah minum susu atau mengkonsumsi kalsium saja, lalu menjaga tubuh agar tidak terjatuh sampai menimbulkan patah tulang. Osteoporosis bukan hanya bisa menyebabkan fraktur tulang, tetapi juga dapat menimbulkan cacat tubuh, tinggi badan berkurang sampai belasan sentimeter, hingga penderitaan dan komplikasi yang bermacam-macam. Sebenarnya tulang keropos sudah ada di zaman Mesir kuno sekitar 2000 tahun sebelum Masehi. Pada pemeiksaan scan terhadap tulang mummy ternyata dijumpai patah tulang panggul dan kompresi di beberapa ruas tulang belakang (Tandra, 2008).

Osteoporosis berasal dari kata osteo dan porous,osteo artinya tulang, dan porous berarti berlubang-lubang atau keropos. Jadi, osteoporosis adalah tulang yang keropos, yaitu penyakit yang mempunyai sifat khas berupa massa tulangnya rendah atau berkurang, disertai gangguan mikro-arsitektur tulang dan penurunan kualitas jaringan tulang, yang dapat menimbulkan kerapuhan tulang. (Tandra, 2008).

Corwin (2008) menyatakan bahwa osteoporosis adalah penyakit tulang metabolik yang ditandai oleh penurunan densitas tulang yang parah sehingga mudah terjadi fraktur tulang.

Rubenstein, dkk (2007) menyatakan bahwa Osteoporosis adalah hilangnya massa tulang dan bukan perubahan kandungannya. Keadaan ini ditandai oleh meningkatnya risiko fraktur akibat kerapuhan tulang.


(38)

Definisi osteoporosis menurut WHO (2009) adalah densitas tulang 2,5 standar deviasi dibawah rata-rata bagi wanita dewasa kulit putih.

Menurut National Institute of Health (NIH) (2001), Osteoporosis adalah kelainan kerangka, ditandai dengan kekuatan tulang yang mengkhawatirkan dan dipengaruhi oleh meningkatnya risiko patah tulang. Sedangkan kekuatan tulang merefleksikan gabungan dari dua faktor, yaitu densitas tulang dan kualitas tulang.

Osteoporosis adalah suatu penyakit yang ditandai dengan berkurangnya massa tulang dan adanya perubahan mikro-arsitektur jaringan tulang yang berakibat menurunnya kekuatan tulang dan meningkatnya kerapuhan tulang, sehingga tulang mudah patah (Supari, 2008).

2. Gejala Osteoporosis

Pada awalnya osteoporosis tidak menimbulkan gejala, bahkan sampai puluhan tahun tanpa keluhan. Jika kepadatan tulang sangat berkurang sehingga tulang menjadi kolaps atau hancur, akan timbul nyeri dan perubahan bentuk tulang. Jadi, seseorang dengan osteoporosis biasanya akan memberikan keluhan atau gejala sebagai berikut:

a) Tinggi badan berkurang b) Patah tulang

Penipisan pada tulang, baik itu tulang vertebra ataupun tulang yang lainnya, dapat membuat tulang menjadi rapuh, ringan dan akan mudah patah. Hilangnya kekuatan dan kepadatan tulang akan menyebabkan


(39)

18

tulang bisa hancur sehingga akan terasa sakit dan tinggi punggung pun akan berkurang. Patah tulang ini sering terjadi pada pergelangan, tulang belakang, dan pinggul.

Patah tulang pergelangan yang disebut juga patah tulang Colles, paling sering terjadi pada wanita usia 50-70 tahun (Compston, 2002). Patah tulang belakang bisa disebabkan karena terjatuh, namun tidak semua rasa sakit pada punggung tersebut disebabkan karena patah tulang belakang, bisa juga disebabkan karena sebab lainnya seperti artritis patah tulang belakang ini tidak menyebabkan siatika (sakit pada punggung yang menyebar ke tungkai) (Compston, 2002). Patah tulang pinggul terjadi pada bagian atas tulang paha, rata-rata penderita berusia 80 tahun (Compston, 2002).

c) Makin Pendek

Tinggi manusia akan mencapai puncaknya pada usia sekitar 18 tahun, artinya Anda akan tetap pada tinggi itu dan tidak akan bertambah tinggi lagi. Penyebab penurunan tinggi badan (height loss) ini adalah fraktur tulang belakang (vertebra) yang umumnya tanpa keluhan, tetapi tubuh semakin pendek dan bungkuk. Bila terdapat penurunan tinggi badn sebanyak dua senti dalam tiga tahun terakhir, itu menandakan adanya fraktur tulang belakang yang baru (Tandra,2009).

d) Tubuh Membungkuk

Tubuh yang membungkuk (kiposis) atau dorsal kyphosis atau dowager’s hump, biasanya terjadi akibat kerusakan beberapa ruas tulang


(40)

belakang dari daerah dada (thoracal)dan pinggang (lumbal). Osteoporosis pada tulang belakang ini menimbulkan fraktur kompresi atau kolaps tulang dan menyebabkan badan membungkuk ke depan. Kiposis yang berat bisa mengakibatkan gangguan pergerakan otot pernapasan. Anda bisa merasakan sesak napas, kadang bahkan timbul komplikasi pada paru-paru (Tandra, 2008).

3. Faktor Resiko Osteoporosis

Faktor risiko osteoporosis digolongkan menjadi dua kelompok besar yaitu risiko yang tidak dapat dikendalikan dan risiko yang dapat dikendalikan. Risiko yang tidak dapat dikendalikan terdiri dari jenis kelamin, umur, ras, riwayat, keluarga, tipe tubuh, dan menopause. Adapun faktor risiko yang dapat dikendalikan yaitu gaya hidup sehat, kurang aktivitas fisik, pengaturan makan atau pola konsumsi, kebiasaan merokok, dan minum-minuman beralkohol.

a) Faktor risiko yang tidak dapat dikendalikan

Berdasarkan hasil-hasil penelitian dan data statistik, faktor risiko risiko di bawah ini dikatakan tidak dapat dikendalikan.

1) Jenis Kelamin

Wanita mempunyai risiko terkena osteoporosis lebih besar daripada pria. Sekitar 80% diantara pederita osteoporosis adalah wanita. Secara umum, wanita menderita osteoporosis empat kali lebih banyak daripada pria. Satu dari tiga wanita memiliki kecendrungan untuk menderita osteoporosis. Adapun kejadian osteoporosis pada pria lebih kecil yaitu satu dari tujuh pria. Hal ini terjadi antara lain karena massa tulang wanita 4


(41)

20

lebih kecil dibandingkan dengan pria. Nilai massa tulang wanita umumnya hanya sekitar 800 gram lebih kecil dibandingkan dengan pria yaitu sekitar 1200 gram. Karena nilai massa tulang yang diikuti dengan kerapuhan tulang sangat mungkin terjadi (Tandra, 2008).

2) Umur

Semakin tua umur seseorang, risiko terkena osteoporosis menjadi semakin besar. Osteoporosis merupakan kejadian alamiyang terjadi pada tulang manusia sejalan dengan meningkatnya usia. Proses densitas (kepadatan) tulang hanya berlangsung sampai seseorang berusia 25 tahun. Selanjutnya, kondisi tulang akan tetap (konstan) hingga usia 40 tahun, densitas tulang mulai berkurang secara perlahan.

Dengan demikian, osteoporosis pada usia lanjut terjadi akibat berkurangnya massa tulang. Pada lansia, kemampuan tulang dalam menghindari keretakan akan semakin menurun. Kondisi ini juga diperparah dengan kecenderungan rendahnya konsumsi kalsium dan kemampuan penyerapannya. Timbulnya berbagai penyakit pada lansia juga akan semakin menurunkan kemampuan penyerapan kalsium maupun meningkatnya pengeluaran kalsium (Larkey, 2003).

3) Ras

Semakin terang kulit seseorang maka risiko terkena osteoporosis terkena osteoporosis yang lebih besar dibandingkan dengan ras Afrika-Amerika memiliki massa tulang tertinggi, sedangkan ras kulit putih dari Eropa memiliki massa tulang terendah. Ras campuran Asia-Amerika


(42)

berada diantara keduanya. Wanita Afrika-Amerika memiliki massa tulang yang lebih padat, rangka tulang dan massa otot yang lebih besar. Antara massa tulang dan massa otot terdapat kaitan yang erat. Semakin besar otot, tekanan pada tulang semakin tinggi dan tulang semakin besar. Ditambah lagi kadar hormon estrogen ras Afrika-Amerika lebih tinggi dari ras yang lain sehingga wanita Afrika-Amerika cenderung lebih lambat menua daripada wanita kulit putih (Tandra, 2008).

Pigmentasi kulit dan tempat tinggal juga mempengaruhi terjadinya osteoporosis. Wanita Afrika berkulit gelap dan bertempat tinggal dekat dengan garis khatulistiwa memiliki risiko osteoporosis yang lebih rendah dari wanita berkulit putih yang tinggal jauh dari garis khatulistiwa, misalnya di negara-negara Norwegia dan Swedia (Tandra, 2008).

4) Riwayat keluarga

Bila salah seorang anggota keluarga (ibu atau nenek) memiliki massa tulang yang rendah atau mengalami osteoporosis maka ada kecenderungan seseorang mempunyai risiko yang lebih tinggi untuk mengalami hal yang sama (Wirakusumah, 2009).

5) Tipe tubuh

Semakin kecil rangka tubuh maka seakin besar risiko terkena osteoporosis. Demikian pula dengan wanita yang mempunyai tubuh kurus cenderung mempunyai risiko yang lebih tinggi terkena osteoporosis daripada yang mempunyai berat badan lebih besar. Berdasarkan data penelitian Chang-Hong, et.al (2010) terdapat 64 % responden yang


(43)

22

menganggap dirinya pendek, dan 61% responden memiliki tubuh bungkuk (Chang, et al. 2010).

6) Menopause

Pada massa menopause, terjadi kehilangan kalsium dari jaringan tulang. Osteoporosis pada menopause terjadi akibat jumlah estrogen dan progesteron menurun. Hormon estrogen diproduksi wanita dari masa kanak0kanak sampai dewasa. Pada masa menopause, hanya bagian tubuh seperti kelenjar adrenalin dan sel-sel lemak yang memproduksi estrogen, itupun dalam jumlah yang sangat kecil. Hormon tersebut diperlukan untuk pembentukan tulang dan mempertahankan massa tulang. Rendahnya hormon estrogen dalam tubuh akan membuat tulang menjadi keropos dan mudah patah.

Selain karena meningkatnya umur, menopause dapat juga terjadi karena pengangkatan ovarium pada wanita. Umunya, pengangkatan ovarium dilakukan sebagai solusi akhir dari penanganan ovarium penyakir kandungan, misalnya disebabkan adanya penyakit kanker, myom, dan lain sebagainya. (Wirakusumah,2009)

b) Faktor risiko yang dapat dikendalikan

Faktor risiko yang dapat dikendalikan maksudnya yaitu bila faktor-faktor penyebab tersebut dilaksanakan dengan benar maka hal-hal yang tidak diinginkan dapat diantisipasi.


(44)

1) Kurang aktivitas (olahraga)

Semakin rendah aktivitas fisik, semakin besar risiko terkena osteoporosis. hal ini terjadi karena aktivitas fisik (olahraga) dapat membangun tulang da otot menjadi lebih kuat, juga meningkatkan keseimbangan metabolisme tubuh (W

2) Diet yang buruk

Bila makanan yng dikonsumsi tidak mencukupi akan berpengaruhi buruk terhadap kesehatan tulang. Makanan sumber kalsium, fosfor dan vitamin D yang dikonsumsi cukup sejak usia dini dapat membantu memperkuat massa tulang, mencegah pengaruh negatif dari berkurangnya keseimbangan kalsium dan mengurangi tingkat kehilangan massa kalsium pada tahun-tahun selanjutnya.

3) Merokok

Perokok mempunyai risiko terkena osteoporosis yang lebih besar dibandingkan bukan perokok. Pada wanita perokok ada kecenderungan kadar estrogen dalam tubunya lebih rendah dan kemungkinan memasuki masa menopause lima tahun lebih awal dibandingkan dengan bukan perokok. Kecepatan kehilangan massa tulang juga terjadi lebih cepat pada wanita perokok. Asap perokok dapat menghambat kerja ovarium dalam memproduksi hormon estrogen. Di samping itu, nikotin juga mempengaruhi kemampuan tubuh ubtuk menyerap dan menggunakan kalsium (Supari, 2008).


(45)

24

4) Minum-minuman beralkohol

Konsumsi alkohol dalam jumlah sedikit mungkin baik bagi tubuh, tetapi bila jumlahnya sudah terlalu banyak (lebih dari 2 gelas sehari) dapat merugikan kesehatan karena akan mengganggu proses metabolisme kalsium dalam tubuh. Alkohol dapat menyebabkan luka-luka kecil pada dinding lambung yang terjadi beberapa saat setelah minum-minuman beralkohol. Banyaknya luka kecil akibat minum-minuman beralkohol akan menyebabkan pendarahan. Hal ini dapat menyebabkan tubuh kehilangan kalsium karena kalsium banyak terdapat dalam darah (Wirakusumah, 2009).

5) Imobilitas

Imobilitas dalam waktu yang lama memiliki risiko yang lebih tinggi untuk terkena osteoporosis dibandingkan menopause. Imobilitas akan berakibat pada pengecilan tulang dan pengeluaran kalsium dari tubuh (hiperkalsiuria). Imobilitas umumnya dialami orang yang berada dalam masa penyembuhan yang perlu mengistirahatkan tubuhnya untuk waktu lama. (Supari,2008)

6) Postur tubuh kurus

Postur tubuh yang kurus cenderung mengalami osteoporosis dibandingkan dengan postur ideal (dengan berat badan ideal), karena dengan postur tubuh yang kurus sangat mempengaruhi tingkat pencapaian massa tulang (Tandra, 2008).


(46)

7) Asupan gizi rendah.

Pola makan yang tidak seimbang yang kurang memperhatikan kandungan gizi, seperti kalsium, fosfor, seng, vitamin B6, C, D, K, serta phytoestrogen (estrogen yang berasal dari tumbuh-tumbuhan, seperti toge), merupakan faktor risiko osteoporosis (Wirakusumah, 2009)

8) Kurang terkena sinar matahari

Orang jarang terkena sinar matahari, terutama sinar pada pagi dan sore hari, karena pada saat tersebut sinar dibutuhkan untuk memicu kulit membentuk vitamin D3, dimana vitamin D (D3 + D2/berasal dari makanan) di ubah oleh hepar dan ginjal menjadi kalsitriol (Supari, 2008). 9) Penggunaan obat untuk waktu lama.

Pasien osteoporosis sering dikaitkan dengan istirahat total yang terlalu lama akibat sakit, kelainan tulang, kekurangan bahan pembentuk dan yang terutama adalah pemakaian obat yang mengganggu metabolisme tulang. Jenis obat tersebut antara lain : kortikosteroid, sitostatika (metotreksat), anti kejang, anti koagulan (heparin, warfarin) (Tandra, 2008).

10 ) Lingkungan

Lingkungan yang berisiko osteoporosis, adalah lingkungan yang memungkinkan orang tidak terkena sinar matahari dalam jangka waktu yang lama seperti : daerah padat hunian, rumah susun, apartemen, dan lain-lain (Supari, 2008).


(47)

26

4. Penyebab Osteoporosis

Kecepatan pembentukan tulang berkurang secara progresif sejalan dengan usia, yang dimulai pada usia sekitar 30 atau 40 tahun. Semakin padat tulang sebelum usia tersebut, semakin kecil kemungkinan terjadi osteoporosis. pada individu yang berusia70-an dan 80-an, osteoporosis menjadi penyakit yang sering ditemukan. Meskipun resorpsi tulang mulai melebihi pembentukan tulang pada usia dekade keempat atau kelima, pada wanita penipisan tulang yang paling signifikan terjadi selama dan setelah menopause. Penurunan estrogen pascamenopause tanpak sangat berperan dalam perkembangan ini pada populasi wanita lansia. Meskipun mekanisme estrogen bekerja untuk mempertahankan densitas tulang belum jelas, diperkirakan bahwa estrogen menstimulasi aktivitas osteoblas dan membatasi efek stimulasi osteoklas pada hormon paratiroid. Dengan demikian, penurunan estrogen menyebabkan perubahan besar pada aktvitas osteoklas (Corwin, 2008).

Wanita kurus, wanita berambut terang, dan wanita yang merokok sangat rentan terhadap osteoporosis karena tulang mereka kurang padat sebelum menopause dibandingkan tulang wanita gemuk, berambut gelap, dan tidak merokok. Pria lansia kurang rentan mengalami osteoporosis karena mereka biasanya memiliki tulang yang lebih padat daripada wanita (sekitar 30 %), dan kadar hormon reproduktif tetap tinggi sampai pria mencapai usia 80-an. Akan tetapi, pria lansia memiliki tulang yang kurang padat daripada yang lebih muda.(Corwin, 2008).


(48)

5. Akibat Osteoporosis

Massa tulang yang berkurang menyebabkan tulang menjadi rapuh daln lemah sehingga bila terbentur atau jatuh dapat menyebabkan fraktur (patah tulang). Data Chang-Hong, et al (2010) menyebutkan bahwa terdapat 83 % responden penelitiannya yang memiliki riwayat fraktur. Mengungkap gejala terjadinya osteoporosis agak sulit untuk dilakukan sebab penyakit osteoporosis terjadi secara diam-diam. Berkurangnya massa tulang dan tulang menjadi rapuh baru disadari setelah timbul dampak seperti tinggi badan berkurang, tiba-tiba terjadi rasa nyeri pada tulang, sakit punggung, sakit pinggang yang parah, atau kelainan bentuk tulang belakang yang menyebabkan postur tubuh bungkuk (kyposis).( Wirakusumah, 2009).

a) Tulang Rapuh dan Patah

Tulang yang rapuh dan patah dinamakan fragility fracture. Pada kondisi ini bisa terjadi patah tulang meskipun tidak harus timbul karena trauma yang hebat, melainkan cukup hanya dengan terjatuh biasa yang ringan, mengangkat, mendorong sesuatu, atau akibat trauma ringan.Selain pada tulang belakang, fraktur sering pula menimpa tulang pergelangan tangan, pergelangan kaki, atau panggul. Fraktur multiple di beberapa tempat juga bisa terjadi.

Fraktur yang terjadinya mendadak atau akut akan menimbulkan ras nyeri yang hebat, yang kadang memerlukan obat penekan ras nyeri yang kuat sampai pada golongan narkotika.

Fraktur yang berlangsung kronis sampai harus menjalani tirah-baring yang lama akan mengganggu peredaran darah, menimbulkan bahaya infeksi, dan


(49)

28

komplikasi pada jantung serta saluran napas. Kesulitan perawatan pada orang tua, ditambah dengan beberapa penyakit kronis lain yang menyertai, seperti diabetes, stroke, atau sakit jantung, akan memperburuk keadaan dan bisa fatal akibatnya.(Tandra, 2008)

6. Pengobatan dan Pencegahan Osteoporosis

Osteoporosis ini sebenarnya dapat dicegah dengan menerapkan pola hidup sehat, seperti halnya mengonsumsi buah-buahan dan sayuran, olahraga, tidak mengonsumsi alkohol dan lain sebagainya. Dibawah ini akan dijelaskan mengenai trik-trik dalam pencegahan osteoporosis

a) Sayur dan buah-buahan pencegah osteoporosis

Lignan dan isoflavonoid dalam buah dan sayur berperan dalam mencegah osteoporosis. di dalam tubuh, kedua zat tersebut diubah menjadi komponen yang strukturnya sama dengan estrogen. (Wirakusumah, 2009)

Berikut ini adalah jenis buah dan sayur beserta kandungannya (baik zat gizi maupun fitokimia) yang memegang peranan penting dalam pencegahan osteoporosis.

b) Wortel

Wortel mengandung kalsium (39 mg), fosfor (37 mg/100g), serta fitoestrogen yaitu lignan (346 mg/100g) dan isoflavon serta mineral boron (3,6mg/100g), juga tinggi akan kandungan vitamin A (1800 mg) (Wirakusumah, 2009).


(50)

c) Brokoli

Brokoli dan famili kubis-kubisan lainnya dikenal sebagai bahan makanan antikanker usu besar.selain itu, komponen dalam brokoli yaitu indole dapat meningkatkan sekresi estrogen yang dibutuhkan dalam mempertahankan massa tulang. Selain itu, brokoli juga tinggi mineral kalsium, kandungan vitamin C,E, dan karoten (Wirakusumah, 2009). d) Kubis

Kubis mengandung vitamin C,A, dan B1 yang cukup tinggi. Selain itu juga mengandung berbagai jenis mineral yaitu kalsium, fosfor, kalium, klor, yodium, sulfur, dan boron. Bagian luar dari kubis yang berawarna hijau mengandung 40% kalsium yang lebih banyak dibandingkan dengan bagian dalamnya. Selain itu, sayuran ini juga mengandung fitoestrogen yaitu lignan dan isoflavon yang berperan dalam pencegahan osteoporosis (Wirakusumah, 2009).

e) Bayam

Bayam merupakan sayuran dengan kandungan zat besi yang cukup tinggi (dua kali lipat dibandingkan jenis sayuran yang lain). Di samping itu juga mengandung vit.A, vit.C, kalsium, kalium, mangan, dan boron juga berperan dalam pencegahan osteoporosis. di dalam bayam, juaga terdapat fitoestrogen (Wirakusumah, 2009).

f) Kacang kedelai

Kacang kedelai merupakan sumber mineral kalsium dan fosfor (254 mg dan 781 mg). Di samping itu juga mengandung fitoestrogen


(51)

30

(isoflavonoid) yang cukup tinggi. Kacang kedelai dapat dibuat menjadi susu kedelai yang kemudian dapat ditambahkan dalam pembuatan jus buah dan sayuran (Wirakusumah, 2009)

Tabel 2.1 buah-buahan dan sayuran pencegah osteoporosis Jenis Buah dan

Sayur

Komponen Penting untuk Pencegahan Osteoporosis Sawi Hijau Kalsium (220,50mg/100g), fosfor (38,40mg/100g) Kangkung Kalsium (73,00mg/100g),fosfor (50,00mg/100g) Daun singkong Vitamin C, kalsium (165,00mg/100g)

Selada Kalsium (97mg/100g),fosfor (34,00g)

Pepaya Kalsium (23mg/100g),vitamin C (76mg/100g),dan boron

Jagung Magnesium, fosfor, fitoestrogen lignan, boron

Mangga Vitamin A (573 RE), vitamin C (30mg/100g), mangan, dan boron

Mentimun Fitoestrogen (isoflavonoid), boron, silika Alpukat Boron, zat besi, tembaga

Pisang Kalium, boron

Jeruk Boron (23mg/100g), kalsium (33mg/100g), vitamin C

Anggur Fitoestrogen (isovlafonoid)dan boron Apel Fitoestrogen (isovlafonoid)dan boron

Cabai Fitoestrogen (isovlafonoid), boron, dan vitamin C

g) Latihan Fisik untuk Pencegahan Osteoporosis

Latihan fisik yang teratur juga membantu mencegah keadaan-keadaan atau penyakit kronis, seperti osteoporosis, diabetes, tekana darah tinggi, penyakit jantung iskemik, dan lain-lain. Latihan fisik atau olahraga di luar rumah merupakan kesemapatn untuk besosialisasi dan berkomunikasi dengan sesama. Sekarang ini banyak jenis musik yang


(52)

dapat diapakai untuk mengiringi berbagai latihan fisik sehingga akan lebih menyenangkan dan tidak membosankan. (Santoso,dkk.2009)

Berikut ini latihan olahraga yang boleh dilakukan oleh penderita osteoporosis.

1) Jalan kaki secara teratur, kalau memungkinkan sekitar 4,5km/jam selama 50 menit, 5 kali seminggu. Ini diperlukan untuk mempertahankan kekuatan tulang. Jalan kaki lebih cepat (6km/jam) akan bermanfaat untuk jantung dan paru-paru.

2) Latihan beban untuk kekuatan otot, yaitu dengan mengangkat “dumbble” kecil untuk menguatkan pinggul, paha, punggung, lengan dan bahu.

3) Latihan untuk meningkatkan keseimbangan dan kesigapan.

4) Latihan melengkungkan punggung ke belakang, dapat dilakukan dengan duduk di kursi, dengan atau tanpa penahan; hal ini dapat menguatkan otot-otot yang menahan punggung agar tetap tegak, mengurangi kemungkinan bongkok, sekaligus memperkuat punggung.

h) Terapi Penggantian Hormon

Terapi penggantian estrogen-progesteron atau modulator reseptor estrogen selektif (selective estrogen receptor modulator, SERM) yang dilakukan selama dan setelah menopause dapat mengurangi perkembangan osteoporosis pada wanita.


(53)

32

i) Obat-obatan

Obat-obatan yang dikenal sebagai bisfosfonat (mis., alendronat, risedronat, dan ibandronat) terbukti mengurangi resorpsi tulag dan mencegah pengeroposan tulang. Obat-obatan ini, dalam kombinasi dengan suplemen vitamin D dan kalsium, digunakan untuk terapi dan pencegahan osteoporosis. bisfosfonat secara signifikan meningkatkan densitas tulang terutama pada panggul dan spina, dan dapat digunakan pada osteoporosis pascamenopause dan osteoporosis akibat obat (glukokortikoid).

j) Pemeriksaan Densitas Tulang

Pada seseorang yang mengalami patah tulang, diagnosis osteoporosis ditegakkan berdasarkan gejala, pemeriksaan fisik, dan rontgen tulang (Karmana,2006). Pemeriksaan lebih lanjut mungkin diperlukan untuk menyingkirkan keadaan lainnya yang bisa diatasi, yang bisa menyebabkan osteoporosis.

Dalam mendiagnosis osteoporosis sebelum terjadinya patah tulang, dilakukan pemeriksaan yang menilai kepadatan tulang. Dari ciri-ciri khas tulang yang menentukan kekuatannya, kandungan mineral paling mudah diukur. Beberapa teknik pemeriksaan sudah tersedia, diantaranya adalah DXA (daul-energy x-ray absorptiometry) yang merupakan pemeriksaan yang paling baik.


(54)

Beberapa penelitian epidemiologi memastikan bahwa pada belahan dunia sebelah utara meupun selatan dan dari lintang 35 hingga 60 derajat, insidens fraktur panggul menunjukkan jumlah yang lebih besar pada bulan-bulan ketika musim dingin. Keadaan ini berkaitan dengan variasi musiman pada kadar vitamin D dan hormon paratiroid yang dicerminkan melalui densitas mineral tulang (Islam, et al.2010). E. Penelitian Terkait

a) Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Rizka F.A.P mengenai “Hubungan Tingkat Pengetahuan Osteoporosis dengan Perilaku Pencegahan Osteoporosis pada Wanita Pre-Menopause di Kelurahan Jebres Surakarta didapatkan hasil bahwa hampir seluruhnya (81,6%) responden mempunyai pengetahuan baik tentang osteoporosis, sebagian kecil (16,7%) responden mempunyai pengetahuan cukup baik dan sisanya 1,7% responden memiliki pengetahuan kurang baik tentang osteoporosis. sementara untuk hasil penelitian mengenai perilaku, didapatkan bahwa hampir seluruhnya (53,3%) responden mempunyai perilaku cukup baik tentang osteoporosis, sebagian kecil (26,7%) responden mempunyai perilaku baik dan sisanya 20% responden memiliki perilaku kurang baik terhadap pencegahan osteoporosis.

b) Hasil penelitian lain mengenai tingkat pengetahuan osteoporosis adalah berdasarkan hasil penelitian dari harly viani (2010) yang berjudul “Gambaran mengenai Pengetahuam, sikap dan tindakan


(55)

34

tentang pencegahan osteoporosis pada WUS di Kelurahan Jati Makmur Kecamatan Binjai Utara Tahun 2010”. Dimana berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa mayoritas responden berpengetahuan cukup baik mengenai osteoporosis yaitu sebanyak 52 responden (82,5%), sedangkan untuk kategori pengetahuan baik terdapat 9 responden (14,3%) dan pengetahuan kurang baik sebanyak 2 responden (3,2%). Pratami (2010) dalam penelitiannya

yang berjudul “Gambaran Mengenai Perilaku WUS tentang

penyakit Osteoporosis di Kelurahan Beringin Kecamatan Medan Selayang Kota Medan Tahun 2010 menyatakan bahwa untuk pengetahuan respondennya itu sendiri, sebanyak 64 orang (67,4%) memiliki pengetahuan baik dan responden yang mempunyai kategori kurang hanya 3 orang (3,2%).

c) Secara global, sekitar 1,7 juta orang setiap tahunnya terdapat kejadian fraktur panggul. Pada tahun 2050 diperkirakan hal ini akan melebihi enam juta (Chang et al,2007). Di Amerika sendiri osteoporosi yang merupakan anacaman kesehatan yang utama, dapat mempengaruhi 28 juta jiwa, dan sebagian besar dari mereka itu adalah perempuan Holroyd et al, 2008 dalam Chang et.al 2011). Pada tahun 2050, kejadian patah tulang panggul ini menyerang 50% populasi di Asia. Di taiwan sendiri, sekitar 452.000 wanita berusia >50 tahun menderita osteoporosis dan hal ini akan meningkat secara perlahan (Yong et al, 2006 dalam Chang et.al 2011). Berdasarkan


(56)

hasil penelitian dari Chang et.al (2011) dengan judul “Global computer-assisted appraisal of osteoporosis risk in Asian women: an innovative study” didapatkan bahwa pasien dengan riwayat keluarga osteoporosis terdapat 16,3%, pasien dengan pascamenopause 90%. Sementara itu, sebagian besar peserta tidak minum alkohol (96%), minum obat endokrin (61%), menganggap diri mereka kyphotic sebanyak 76,3%, menganggap diri mereka pendek (64%), memiliki tubuh membungkuk 61,3%), mengalami nyeri punggung bawah (61,3%), dan memiliki riwayat fraktur (83,7%).

F. Kerangka Teori

Berdasarkan teori menurut Notoatmodjo 2010 bahwa tingkatan pengetahuan itu sendiri dipengaruhi oleh pengukuran tingkat pengetahuan, pendidikan, pekerjaan, umur, minat, pengalaman, dan sosial budaya. Sedangkan teori menurut Notoatmodjo (2010) bahwa perilaku itu sendiri dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu faktor pendorong, faktor predisposisi, dan faktor pendukung. Adapun bagan dari kerangka teori yang didapat dapat yakni :


(57)

36

Reaksi Tertutup (Pengetahuan)

Tingkatan Pengetahuan:

- Tahu

- Memahami

- Aplikasi - Analisis - Sintesis Stimulus

(rangsangan

Proses Stimulus

Perilaku Pencegahan Osteoporosis

Reaksi Terbuka (Tindakan)

Faktor yang

mempengaruhi perilaku: - Faktor

pendukung - Faktor

Pemungkin - Faktor


(58)

Sumber : Modifikasi dari Green (1990), Islam et al (2010), Notoatmodjo (2010), Wirakusumah (2009), Compston (2002), Chang et al (2010), Larkey (2003),


(59)

BAB III

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

A. Kerangka Konsep

Kerangka konsep ini dibuat untuk menjelaskan gambaran tingkat pengetahuan dan perilaku mengenai osteoporosis terhadap usaha pencegahan osteoporosis pada mahasiswi di Universitas Singaperbangsa Karawang tahun 2013. Variabel dependen pada penelitian ini adalah perilaku pencegahan osteoporosis sedangkan variabel independennya adalah tingkat pengetahuan mahasiswi

Variabel independen Variabel Dependen

Skema 1. Kerangka konseptual penelitian gambaran tingkat pengetahuan dan perilaku terhadap usaha pencegahan osteoporosis yang dilakukan mahasiswi

B. Definisi Operasional

Definis operasional merupakan uraian tentang batasan variabel yang dimaksud atau tentang apa yang diukur oleh variabel yang bersangkutan (Notoatmodjo, 2010). Definisi operasional dapat membantu dalam mengarahkan pengukuran atau pengamatan terhadap variabel-variabel yang bersangkutan serta dalam mengembangkan instrumen.

Tingkat Pengetahuan Mahasiswi Perilaku pencegahan osteoporosis


(60)

No. Variabel Definisi Operasional

Cara ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala

1. Pengetahuan terhadap pencegahan osteoporosis -Definisi -Tandadan gejala -Penyebab - Akibat - Pencegahan Segala informasi yang dimengerti dan dipahami yang meliputi - Definisi -Tanda dan gejala -Penyebab - Akibat - Pencegahan Responden diberikan pertanyaan sebanyak 16 pertanyaan Dengan menggunakan pilihan ganda dan hasilnya berupa jawaban benar diberi nilai 1 dan salah diberi nilai 0

Kuesioner Baik,jika responden menjawab 76-100% Cukup,jika responden menjawab 60-75% pertanyaan Kurang Baik, jika

responden menjawab 0-59%

(Arikunto 1998 dalam Rizka 2010)

Ordinal

2. Perilaku terhadap pencegahan osteoporosis

Segala bentuk

perilaku yang memiliki pengaruh

Memberikan 14 pertanyaan kepada responden mengenai

Kuesioner Kurang, bila jawaban benar < 60% Sedang, bila jawaban


(61)

39

C. Hipotesis

terhadap upaya pencegahan osteoporosis

osteoporosis dengan menggunakan skala likert Dengan statement positif: - Selalu=4 - Sering=3 - Jarang=2 - Tidak

Pernah=1

Statement negatif: - Selalu=1 - Sering=2 - Jarang=3 - Tidak

pernah=4

benar 60-80%

Baik, bila jawaban benar >80% (Khomsan, 2000)


(62)

Adanya hubungan antara tingkat pengetahuan terhadap perilaku pencegahan osteoporosis pada mahasiswi Universitas Singaperbangsa Karawang Tahun 2013


(63)

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Desain penelitian adalah alat bagi peneliti untuk mengendalikan atau mengontrol variabel-variabel yang berperan dalam suatu penelitian.Penelitian ini merupakan penelitian analitik kuantitatif dengan menggunakan pendekatan cross sectional study. Desain cross sectional ini merupakan suatu desain dengan sekumpulan data untuk meneliti suatu fenomena tertentu dalam satu kurun waktu saja (Husein, 2011). Adapun pada penelitian ini menggunakan metode analitik korelasi. Metode analitik korelasi ini digunakan untuk mengukur hubungan (korelasi) antara tingkat pengetahuan dan perilaku terhadap usaha pencegahan osteoporosis.

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di Universitas Singaperbangsa Karawang pada tanggal 28 Juni sampai 3 Juli 2013.

C. Populasi dan Sample Penelitian 1. Populasi

Adapun populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswi Fakultas Agama Islam semester 2 dan 4 di Universitas Singaperbangsa Karawang tahun ajaran 2013/2014. Alasan peneliti memilih Fakultas Agam Islam Universitas Singaperbangsa Karawang Tahun Ajaran 2013/2014 sebagai tempat penelitian karena mahasiswi Fakultas Agama Islam Universitas Singaperbangsa Karawang mewakili


(64)

mahasiswi dalam menganalisa hubungan tingkat pengetahuan terhadap perilaku pencegahan osteoporosis dimana target penelitian ini adalah mahasiswi yang tergolong usia subur. Adapun jumlah mahasiswi yang ada di Fakultas Agama Islam Universitas Singaperbangsa tahun ajaran 2013/2014 terdapat pada tabel 4.1

No Semester 2 Semester 4 Total

1. A B C D A B C D 160

mahasiswi 2. 20 20 20 20 20 20 20 20

Jumlah: 80 Jumlah : 80

Sumber : Data Universitas Singaperbangsa Karawang Tahun Ajaran 2013/2014

2. Sample

Sample pada penelitian ini adalah mahasiswi semester II dan IV Fakultas Agama Islam Universitas Singaperbangsa Karawang tahun ajaran 2012/2013. Agar kriteria sampel dalam penelitian ini tidak menimbulkan kerancuan, maka sampel ini diklasifikasikan menjadi dua kriteria, yaitu kriteria inklusi dan eksklusi. Adapun kriteria sampel yang digunakan antara lain:

a) Kriteria inklusi

1) Wanita berusia 19-25 tahun yang sedang menempuh pendidikan atau aktif dalam perkuliahan di Universitas Singaperbangsa Karawang Tahun 2013


(65)

42

b) Kriteria eksklusi

1) Wanita berusia lebih dari 25 tahun dan kurang dari 19 tahun yang sedang menempuh pendidikan atau aktif dalam perkuliahan di Universitas Singaperbangsa Karawang Tahun 2013

2) Mahasiswi merupakan seorang atlet

3) Mahasiswi yang mengikuti ekstrakulikuler (kegiatan tambahan di luar kuliah) olahraga

4) Mahasiswi yang pernah patah tulang 5) Tidak bersedia menjadi responden

c) Besar Sampel

Perhitungan sample pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan rumus uji hipotesis beda dua proporsi seperti di bawah ini (Ρratiwi, 2011):

n=

[

Z21-α√2

2P (1-P) + Z1-β

P1(1-P1)+(P2(1-P2)

]

2

(P1-P2)2

n:Besar sample

Z21-α√2 : Derajat Kepercayaan (95%)=1,96 Z1-β : Kekuatan uji 80 %  Z=0,84 p : Rata-rata proporsi pada populasi

p : P1+P2 = 64+28 = 78=0,78% 2 2


(66)

P1 : Proporsi kejadian osteoporosis dengan tingkat pengetahuan baik 64=0,64% (Rizka,2012)

P2 : Proporsi kejadian osteoporosis dengan tingkat pengetahuan cukup 28=0.28(Rizka,2012)

Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan rumus tersebut, didapatkan bahwa jumlah sampel yang diambil adalah 47 orang. Jadi, jumlah sampel minimal yang dibutuhkan untuk pengambilan data penelitian adalah 47 orang dikalikan 2, dikarenakan menggunakan uji hipotesis dua proporsi sehingga jumlah sampel yang harus diambil adalah sebesar 94 orang. Namun, demi menghindari adanya missing, maka dilakukan pembulatan sehingga jumlah keseluruhan sampel menjadi 100 orang.

d) Teknik Sampling

Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini yaitu menggunakan proportional random sampling. Dimana sampel secara proporsi dilakukan dengan mengambil subyek dari setiap strata atau setiap kelas ditentukan seimbang dengan banyaknya subyek dalam masing-masing strata atau kelas (Arikunto,2006). Adapun jumlah sampel untuk masing-masing kelas dengan menggunakan rumus menurut Sugiyono (2007).

n= X/N.N1

Keterangan:


(67)

44

N= jumlah seluruh populasi yang ingin diteliti X= Jumlah Populasi pada setiap kelas

N1= Sampel

Berdasarkan rumus tersebut, jumlah sampel dari masing-masing kelas tersebut yaitu dapat dilihat pada tabel 4.2

Table 4.2 Proporsi Jumlah Sampel

D. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini yaitu kuesioner. Pada saat penelitian, kuesioner mengenai osteoporosis belum dilakukan uji validitas oleh peneliti sebelumnya untuk mengetahui validitas dan reliabilitas setiap pertanyaan yang terdapat kuesioner. Adapun kuesioner yang telah ada kemudian dibagikan langsung kepada responden oleh peneliti ataupun enumerator.

Variabel Bebas (independen) : tingkat pengetahuan

Variabel Terikat (dependen) : perilaku pencegahan osteoporosis Apabila sudah diketahui variabelnya, maka penyusunan instrumen mencoba menjabarkan setiap variabel menjadi sub variabel, yaitu

Semester 2 Semester 4 Total

A B C D A B C D

100 20/160 x100= 13 20/160 x100= 12 20/160 x100= 13 20/160 x100= 12 20/160 x100= 13 20/160 x100= 12 20/160 x100= 13 20/160 x100= 12


(68)

aspek-aspek atau bagian-bagian dari variabel. Dari sub variabel yang ada, peneliti dapat menjabarkannya menjadi indikator.

1. Menyusun Butir-Butir Instrumen Pengumpulan Data

Sebelum mulai dengan merumuskan butir-butir pertanyaan atau butir-butir soal, terlebih dahulu peneliti membuat kisis-kisi final, yaitu kisi-kisi yang lengkap dan sudah mengandung informasi mengenai jumlah dan nomor-nomor butir pertanyaan. Adapun tabel kisi-kisi final penyusunan instrumen pengumpul data tersebut dapat terlihat pada tabel 4.3

Tabel 4.3 kisi-kisi final penyusunan instrumen pengumpul data

Variabel Penelitian

Sub Variabel Banyaknya Butir

Nomor Butir Pengetahuan - Mengidentifikasi

tentang definisi osteoporosis

- Mengidentifikasi pengetahuan

mengenai tanda-tanda dan gejala terkena osteoporosis - Mengidentifikasi

pengetahuan faktor-faktor yang berisiko terkena osteoporosis - Mengidentifikasi

pengetahuan

mengenai sebab-akibat osteoporosis - Mengidentifikasi

2 2 3 3 2 1,2 5,8 4,6,9 3,7,10 11,13


(69)

46

pengetahuan

mengenai makanan

dan asupan

kandungan gizi yang baik untuk mencegah osteoporosis

- Mengeidentifikasi pencegahan yang dapat dilakukan

4 12,14,15,16

TOTAL 16

Perilaku - Mengidentifikasi perilaku peningkatan dan pemeliharaan kesehatan

- Mengidentifikasi perilaku pencegahan penyakit osteoporosis - Mengidentifikasi

perilaku pencegahan dan pengobatan 4 3 3 1,2,13,7 4,5,9 14,6,3 Mengidentifikasi

makanan yang

dikonsumsi yang dapat mencegah osteoporosis seperti sayur-sayuran hijau.

3 10,11,8


(70)

2. Uji Coba Kuesioner

Data yang akan dikumpulkan pada penelitian ini berupa data primer dan sekunder. Namun, sebelum mengumpulkan data primer ini, terlebih dahul peneliti melakukan uji uji validitas dan reliabilitas kuesioner terlebih dahulu. Adapun uji validitas dan reliabilitas ini dilakukan pada 30 mahasiswi Fakultas Hukum Universitas Singaprebangsa Karawang yang memiliki karakteristik mahasiswi yang hampir sama dengan mahasiswi di Fakultas Agama Islam Universitas Singaperbangsa Karawang.

a) Uji Validitas

Uji validitas dilakukan pada 30 responden yang memiliki karakteristik yang sama dengan sampel. Dalam melakukan uji validitas dapat dihitung dengan menggunakan software statistik. Dari hasil uji coba kuesioner mengenai pengetahuan pencegahan osteoporosis terdapat dua pertanyaan yang tidak valid dari 16 pertanyaan dengan nilai t hitung<t tabel yaitu pada nomor 14 dan 16. Pertanyaan tersebut dilakukan perbaikan kalimat namun tidak merubah isi sedangkan untuk perilaku pencegahannya terdapat satu pernyataan yang tidak valid yaitu nomor 12.

b) Uji reliabitas

Dalam menguji reliabilitas digunkaan uji konsistensi internal dengan menggunakan rumus Alpha Cronbach. Apabila ralpha cronbach> r

tabel berarti reliabel dan apabila ralpha cronbach < r tabel tidak reliabel.


(71)

48

koefisien reabilitas yang baik adalah diatas 0,7. Pada hasil penelitian ini, didapatkan bahwa pertanyaan bagian B memiliki hasil koefisien reliabilitas 0,715 sedangkan pertanyaan bagian C memiliki hasil koefisien 0,811.

E. Pengumpulan Data

Dalam pengumpulan data ini, peneliti dibantu oleh rekan-rekan peneliti yang lainnya, baik itu rekan dari dalam institusi maupun dari luar institusi.

1. Jenis Data Data Primer

Data primer ini dapat diperoleh dari kuesioner yang telah diisi oleh responden. Adapun kuesioner ini mencekup mengenai pertanyaan-pertanyaan seputar osteoporosis baik itu pengetahuannya maupun perilaku responden dalam mencegah osteoporosis tersebut.

2. Pengukuran Data

a) Pengetahuan mengenai pencegahan osteoporosis

Dalam memperoleh data mengenai tingkat pengetahuan pencegahan osteoporosis ini responden terlebih dahulu menjawab pertanyaan yang tercantum pada kuesioner. Adapun pertanyaan-pertanyaan tersebut pengembangan dari skala guttman yang nantinya akan menghasilkan jawaban benar dan salah. Dimana untuk jawaban salah diberi nilai 0 dan jawaban benar diberi nilai 1.

Kurang, bila jawaban benar < 60% Sedang, bila jawaban benar 60-80%


(72)

Baik, bila jawaban benar >80% (Khomsan, 2000)

b) Pengukuran perilaku dalam pencegahan osteoporosis

1) Skala likert merupakan skala kuesioner yang tepat dalam mengukur perilaku responden dalam mencegah osteoporosis. setelah data terkumpul, kemudian dilakukan penilaian dengan skor dimana setiap jawaban dari pertanyaan diberi bobot 3 jika menjawab selalu, 2 jika menjawab sering, 1 jika menjawab kadang-kadang, 0 jika menjawab tidak pernah untuk jenis pertanyaan positif. Sebaliknya untuk jenis pertanyaan negatif penilaian dengan skor 0 jika menjawab selalu, 1 jika menjawab sering, 2 jika menjawab kadang-kadang, dan 3 jika menjawab tidak pernah.

2) Penilaian dilakukan dengan cara membandingkan jumlah skor jawaban dengan skor yang diharapkan (tertinggi) kemudian dikalikan 100% dan hasilnya berupa prosentase dengan rumus yang digunakan sebagai berikut (Arikunto 1998 dalam Rizka 2010):

Keterangan : N= prosentase hasil Sm=Skor tertinggi Sp= skor yang didapat

Kemudian hasil peengukuran perilaku dikelompokkan dengan mengklasifikasikan menjadi 3 kategori jenjang ordinal yaitu:


(73)

50

Baik,jika responden menjawab 76-100%

Cukup,jika responden menjawab 60-75% pertanyaan Kurang Baik, jika responden menjawab 0-59% (Arikunto, 1998 dalam Rizka 2010)

F. Pengolahan Data

Pengolahan data yang telah dikumpulkan dengan tahapan sebagai berikut:

1. Editing

Setelah data tersebut dikumpulkan kemudian diperiksakan kembali kelengkapannya.

2. Coding

Data yang akan dimasukkan ke dalam komputer, terlebih dahulu diberikan kode pada setiap variabel yang telah terkumpul untuk memudahkan pengolahan data selanjutnya.

Variabel pengetahuan terhadap pencegahan osteoporosis diberikan kode 0=Kurang (jawaban benar <60% ) 1= sedang (jawaban benar 60-80%) dan 2=baik(jawaban benar >60-80%). Variabel perilaku terhadap penceghan osteoporosis diberikan kode 0= Kurang baik,(jika responden menjawab <60%), 1=Cukup,(jika responden menjawab 60-75%pertanyaan) dan 2=Baik, (jika responden menjawab >76%). 3. Entry

Setelah dilakukan penyuntingan data, kemudian memasukkan daftar pertanyaan yang telah diberi kode dengan menggunakan software komputer.


(74)

4. Cleaning

Tahap terakhir yaitu pengecekan kembali data yang telah dimasukkan untuk memastikan data tersebut tidak ada yang salah, sehingga dengan demikian data tersebut telah siap untuk dianalisis.(Pratiwi, 2011) G. Analisis Data

1. Analisis Univariat

Analisis yang dilakukan untuk melihat distribusi frekuensi dan presentase dari setiap variabel independen dan dependen. Variabel tersebut adalah tingkat pengetahuan responden terhadap perilaku pencegahan osteoporosis.

2. Analisis Bivariat

Analisis ini dilakukan untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan antara variabel independen (tingkat pengetahuan dan perilaku) dengan variabel dependen ( pencegahan osteoporosis). dalam analisis data ini menggunakan uji Spearman dengan signifikansi 5%. Jika P value ≤ 0,05, maka perhitungan secara statistik menunjukkan bahwa adanya hubungan bermakna antara variabel independen dengan variabel dependen. Jika P value >0,05, maka perhitungan secara statistik menunjukkan bahwa tidak adanya hubungan bermakna antara variabel independen dengan variabel dependen.

Tabel 4.4 Panduan interpretasi hasil uji hipotesis berdasarkan kekuatan korelasi, nilai p, dan arah korelasi


(75)

52

Sd : sampai dengan (Dahlan, 2012) H. ETIKA PENELITIAN

Etika penelitian kesehatan merupakan masalah yang sangat penting dalam penelitian, mengingat penelitian keperawatan berhubungan lngsung dengan manusia, maka segi etika penelitian harus diperhatikan. Masalah etik yang harus diperhatikan menurut Nursalam (2008) yaitu: 1. Prinsip manfaat

a) Bebas dari penderitaan

No. Parameter Nilai Interpretasi 1. Kekuatan korelasi (r) 0,0 sd <0,2 Sangat Lemah

0,2 sd <0,4 Lemah 0,4 sd <0,6 Sedang 0,6 sd <0,8 Kuat 0,8 sd 1 Sangat kuat

2. Nilai p P <0,05 Terdapat

korelasi yang bermakna P >0,005 Tidak terdapat

korelasi yang bermakna antara dua variabel yang diuji

3. Arah korelasi + (positif) Searah,

semakin besar nilai satu variabel

semakin besar pula nilai variabel yang lainnya.

Berlawanan arah. Semakin besar nilai satu variabel, semakin kecil nilai variabel lainnya.


(76)

Penelitian harus dilaksanakan tanpa mengakibatkan penderitaan kepada subjek khususnya jika menggunakan tindakan khusus

b) Bebas dari eksploitasi

Partisipasi subjek dalam penelitian harus dihindarkan dari keadaan yang tidak menguntungkan. Subjek harus diyakinkan bahwa partisipasinya dalam penelitian atau informasi yang telah diberikan tidak akan dipergunakan dalam hal-hal yang dapat merugikan subjek dalam bentuk apapun.

c) Risiko (Benefits ratio)

Peneliti harus hati-hati mempertimbangkan risiko dan menguntungkan yang akan berakibat kepada subjek pada setiap tindakan.

2. Prinsip menghargai hak asasi manusia (Respect human dignity) a) Hak untuk ikut/tidak menjadi responden (Right to self determination)

Subjek harus diperlakukan secara manusiawi. Subjek mempunyai hak memutuskan apakah mereka bersedia menjadi subjek maupun tidak, tanpa adanya sanksi apapun atau akan berakibat terhadap kesembuhannya, jika mereka seorang klien.

b) Hak untuk mendapatkan jaminan dari perlakuan yang diberikan (Right to full disclosure)

Seorang peneliti harus memberikan penjelasan secara rinci serta bertanggung jawab jika ada sesuatu yang terjadi kepada subjek.

c) Informed consent

Informed consent merupakan bentuk persetujuan antara peneliti dengan responden penelitian dengan memberikan lembar persetujuan. Informed


(1)

Terpapar sinar matahari

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid kurang baik 50 50.0 50.0 50.0

cukup 27 27.0 27.0 77.0

baik 23 23.0 23.0 100.0

Total 100 100.0 100.0

Pemeriksaan densitas tulang

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid kurang baik 46 46.0 46.0 46.0

cukup 35 35.0 35.0 81.0

baik 19 19.0 19.0 100.0


(2)

perilaku minum alkohol

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid kurang baik 1 1.0 1.0 1.0

baik 99 99.0 99.0 100.0

Total 100 100.0 100.0

Perilaku merokok

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid kurang baik 1 1.0 1.0 1.0

baik 99 99.0 99.0 100.0


(3)

Perilaku Konsumsi soft-drink

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid kurang baik 23 23.0 23.0 23.0

cukup 50 50.0 50.0 73.0

baik 27 27.0 27.0 100.0

Total 100 100.0 100.0

Perilaku rutinitas olahraga

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid kurang baik 44 44.0 44.0 44.0

cukup 37 37.0 37.0 81.0

baik 19 19.0 19.0 100.0


(4)

Konsumsi sayuran hijau

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid kurang baik 34 34.0 34.0 34.0

cukup 42 42.0 42.0 76.0

baik 24 24.0 24.0 100.0

Total 100 100.0 100.0

Perilaku Konsumsi susu

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid kurang baik 38 38.0 38.0 38.0

cukup 37 37.0 37.0 75.0

baik 25 25.0 25.0 100.0


(5)

Perilaku konsumsi wortel

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid kurang baik 35 35.0 35.0 35.0

cukup 31 31.0 31.0 66.0

baik 34 34.0 34.0 100.0

Total 100 100.0 100.0

Perilaku Konsumsi Brokoli

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid kurang baik 31 31.0 31.0 31.0

cukup 28 28.0 28.0 59.0

baik 41 41.0 41.0 100.0


(6)

Perilaku Melakukan Jogging

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid kurang baik 51 51.0 51.0 51.0

cukup 22 22.0 22.0 73.0

baik 27 27.0 27.0 100.0

Total 100 100.0 100.0

Perilaku Konsumsi Suplemen

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid kurang baik 54 54.0 54.0 54.0

cukup 30 30.0 30.0 84.0

baik 16 16.0 16.0 100.0