Gambaran Perilaku Pencegahan Osteoporosis Berdasarkan Item

penyakit. Perilaku pencegahan osteoporosis merupakan salah satu dari sekian banyak perilaku hidup sehat. Namun banyak individu yang kurang memperhatikan perilaku hidup sehatnya. Berdasarkan penyajian data penelitian pada tabel 5.3, perilaku responden dalam mencegah osteoporosis secara umum dapat dilihat pada point dibawah ini: a Secara umum, mahasiswi memiliki perilaku pencegahan osteoporosis dalam kategori cukup 53. b Sedangkan sebagian kecil lainnya perilaku responden tergolong dalam kategori baik 24 c Mahasiswi yang memiliki perilaku kurang dalam mencegah osteoporosis ini terdapat 23. Dengan kata lain, mahasiswi Fakultas Agama Islam Universitas Singaperbangsa ini sudah cukup baik dalam melakukan pencegahan osteoporosis. Hal ini seiring dengan penelitian yang dilakukan oleh Rizka 2012, dimana penelitiannya ini dilakukan pada wanita pre-menopause di Surakarta. Berdasarkan penelitiannya menyebutkan bahwa responden memiliki perilaku cukup baik 53.3 sebagian kecil lainnya memiliki perilaku yang baik dalam mencegah osteoporosis 26.7 dan sisanya memiliki perilaku yang kurang dalam mencegah osteoporos Berdasarkan penelitian lain, dari Chang et.al 2011 dengan judul “Global computer-assisted appraisal of osteoporosis risk in Asian women: an innovative study” didapatkan bahwa pasien dengan riwayat keluarga osteoporosis terdapat 16,3, pasien dengan pascamenopause 90. Sementara itu, sebagian besar peserta tidak minum alkohol 96, minum obat endokrin 61. Dengan kata lain, responden penelitian yang dilakukan oleh Chang et al sudah memiliki perilaku yang baik dalam mencegah osteoporosis. Pada hakikatnya, pencegahan lebih efektif bila dilakukan pada usia dini atau usia muda. Hal ini dikarenakan apabila dilakukan di usia yang lanjut atau mendekati usia lanjut maka resiko yang ditimbulkan akan semakin lebih berat. Oleh karena itu, peneliti mengambil responden pada wanita usia muda.

6. Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Dengan Perilaku Pencegahan

Osteoporosis Pengetahuan merupakan faktor internal terbentuknya perilaku kesehatan. Dengan adanya pengalaman maka akan terbentuk pengetahuan yang baik, dan adanya pengetahuan yang baik inilah akan membentuk perilaku yang baik pula. Menurut teori “ PRECED-PROCEED” yang dikembangkan oleh Lawrence Green 1980 menyebutkan bahwa perilaku dipengaruhi oleh tiga faktor utama, yakni: faktor predisposisi, faktor pemungkin dan faktor pendorong. Dalam faktor predisposis ini terdiri dari pengetahuan,sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai dan sebagainya Notoatmodjo, 2010. Dengan demikian, perilaku dapat terbentuk melalui pengetahuan. Berdasarkan hasil uji statistik dengan Spearman rank didapatkan bahwa nilai signifikansi 0.041 0.05 yang artinya terdapat hubungan yang bermakna antara tingkat pengetahuan terhadap perilaku pencegahan osteoporosis. Hal ini sejalan dengan nilai korelasi yang dihasilkan yakni 0.204, dimana hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang positif + antara tingkat pengetahuan dengan perilaku pencegahan osteoporosis yang bersifat searah berbanding lurus. Artinya, semakin tinggi atau besar tingkat pengetahuan akan semakin bertambah besar atau tinggi pula nilai perilaku pencegahan osteoporosis. Namun bila dilihat dari nilai korelasi 0.204, hal ini menunjukkan bahwa kekuatan korelasi dalam kategori lemah. Penelitian lain yang memiliki hubungan antara tingkat pengetahuan dengan perilaku pencegahan osteoporosis yakni dilakukan oleh Rizka tahun 2012. Dalam penelitian tersebut terdapat korelasi yang signifikan antara tingkat pengetahuan dengan perilaku pencegahan osteoporosis.

7. Keterbatasan Penelitian

Segala sesuatu pasti ada kekurangan dan kelebihan. Begitu pula dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti. Pada penelitian ini terdapat beberapa kekurangan yang menjadi keterbatasan penelitian. Keterbatasan tersebut akan dijabarkan pada point di bawah ini: a Dalam penelitian ini, peneliti hanya membahas satu faktor intern saja yang dapat mempengaruhi perilaku. Padahal faktor-faktor yang dapat mempengaruhi perilaku tersebut tidak hanya dipengaruhi oleh satu faktor intern saja, namun juga dipengaruhi oleh faktor ekstern. b Penelitian ini menggunakan desain cross sectional, dimana penelitian dilakukan dalam waktu yang bersamaan. Sehingga peneliti hanya melihat hasil penelitian dalam satu waktu saja, tidak melihat hasil selanjutnya. c Alat pengukuran penelitian ini hanya sebatas menggunakan kuesioner saja dan tidak ada respon timbal balik kepada responden sehingga responden tidak mengetahui jawaban yang benar dari kuesioner tersebut. 83

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan pada mahasiswi Fakultas Agama Islam Universitas Singaperbangsa Karawang dapat disimpulkan bahwa: 1. Responden yang memiliki pengetahuan baik sebanyak 72. Hal ini merupakan prevalensi pertama diantara tingkat pengetahuan yng lain, yakni sedang 21 dan kurang 7. 2. Responden yang memiliki persentase perilaku pencegahan tertinggi yakni responden dengan perilaku yang cukup 53 dalam mencegah osteoporosis. Sedangkan perilaku pencegahan yag lain, yakni perilaku baik 24 dan kurang baik 23. 3. Pada penelitian ini terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat pengetahuan terhadap perilaku pencegahan osteoporosis pada mahasiswi Universitas Singaperbangsa Karawang.

B. Saran

1. Mahasiswi

Pada penelitian ini mahasiswi sudah menunjukkan tingkat pengetahuan yang baik mengenai pencegahan osteoporosis dan seharusnya mahasiswi dapat mempertahankan pengetahuannya ini. Namun untuk perilaku kesehatannya sebaiknya mahasiswi lebih meningkatkan kembali perilaku pencegahannya. Hal ini dikarenakan perilaku pencegahan mahasiswi masih dalam kategori cukup baik. Perilaku ini dapat dilikakukan dengan mengkonsumsi susu atau lebih memperhatikan gerak sehat seperti jalan kaki dan jogging.

2. Penelitian Selanjutnya

Osteoporosis merupakan pengeroposan tulang. Pengeroposan tulang ini disebabkan oleh berbagai macam factor termasuk penurunan kadar hormone dan terjadinya menopause. Namun penurunan hormone ini tidak hanya terjadi pada laki-laki pun dapat mengalami penurunan hormon. Sehingga laki-laki pun memegang peranan dalam mengalami osteoporosis. Selain itu, penelitian mengenai pencegahan osteoporosis pada wanita sudah banyak yang mengkaji dan meneliti. Dengan demikian, kepada peneli selanjutnya dapat meneliti dan mengkaji mengenai pencegahan osteoporosis pada kaum pria.