commit to user 44
merencanakan tentang tujuan dan kompetensi yang hendak dicapai, maupun merencanakan proses pembelajaran.
6 Guru sebagai motivator Dalam proses pembelajaran motivasi merupakan salah satu aspek dinamis
yang sangat penting. Sering terjadi siswa yang kurang berprestasi bukan karena disebabkan oleh kemampuannya yang kurang, akan tetapi
dikarenakan tidak adanya motivasi untuk belajar sehingga ia tidak berusaha untuk mengerahkan segala kemampuannya. Dengan demikian,
dapat dikatakan siswa yang berprestasi rendah belum tentu disebabkan oleh kemampuannya yang rendah pula, akan tetapi mungkin disebabkan
oleh tidak adanya dorongan atau motivasi. Untuk memperoleh hasil belajar yang optimal, guru dituntut kreatif membangkitkan motivasi belajar siswa.
Adapun beberapa petunjuk untuk membangkitkan motivasi siswa di antaranya: a memperjelas tujuan yang ingin dicapai; b membangkitkan
minat siswa; c menciptakan suasana yang menyenangkan dalam belajar; d berilah pujian yang wajar terhadap setiap keberhasilan siswa; e
berikan penilain; f berilah komentar terhadap hasil pekerjaan siswa; dan g ciptakan persaingan dan kerja sama.
7 Guru sebagai evaluator Sebagai evaluator guru berperan untuk mengumpulkan data atau informasi
tentang keberhasilan pembelajaran yang telah dilakukan. Terdapat dua fungsi dalam memerankan perannya sebagai evaluator. Pertama, untuk
menentukan keberhasilan siswa dalam mencapai tujuan yang telah ditentukan atau menentukan keberhasilan siswa dalam menyerap materi
kurikulum. Kedua, untuk menentukan keberhasilan guru dalam melaksanakan seluruh kegiatan yang telah diprogamkan.
c. Pembelajaran Apresiasi Drama
Pembelajaran apresiasi drama di sekolah dapat diklasifikasikan menjadi dua golongan, yaitu: 1 pembelajaran apresiasi drama yang
commit to user 45
termasuk sastra, dan 2 pementasan drama yang termasuk bidang teater Herman J. Waluyo, 2008: 162. Lebih lanjut dijelaskan bahwa pementasan
drama di kelas untuk demonstrasi dan pementasan di tingkat sekolah yang ditonton oleh seluruh siswa di sekolah bertujuan agar siswa mampu
menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk mengembangkan kepribadian, serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa;
serta siswa menghargai dan mengembangkan sastra indonesia sebagai khasanah budaya dan intelektual manusia Indonesia.
Berdasarkan rumusan standar kompetensi dasar yang ada dalam kurikulum KTSP, maka pembelajaran apresiasi drama yang dilaksanakan di
sekolah hendaknya mengacu pada empat konsep, yaitu: 1 belajar drama bukan proses pembentukan penguasaan pengetahuan tentang drama,
melainkan pembinaan peningkatan kemampuan mengapresiasi drama; 2 pembelajaran mengapresiasi dilaksanakan dengan memberikan kesempatan
sebanyak-banyaknya kepada siswa untuk terlibat secara langsung dalam proses mengapresiasikan atau mengaktualisasi sebuah drama; 3 peran guru
hendaknya menciptakan situasi yang mendorong siswa untuk mendapatkan sendiri kenikmatan dan kemanfaatan dari membaca teks drama; dan 4
pembelajaran apresiasi drama harus menghindarkan diri dari proses yang bersifat mekanis, misalnya menghafalkan hal-hal yang tidak berguna. Namun,
yang penting adalah pemerolehan pengalaman batin dalam diri siswa yang mereka peroleh dari membaca teks drama dan menyaksikan pentas drama
dengan mengenali, memahami, menghayati, menilai, dan akhirnya menghargai drama sebagai karya sastra, proses inilah yang akan
meningkatkan kualitas kehidupan batin siswa Imam Syafi’i, 1993: 68-69. Pembelajaran sastra di sekolah ditujukan untuk meningkatkan
kemampuan siswa dalam menikmati, menghayati, dan memahami karya sastra sebagai khasanah budaya dan intelektual manusia Indonesia.
Pengetahuan tentang sastra hanyalah sebagai penunjang dalam mengapresiasi karya sastra Depdiknas., 2003: 11. Oleh karena itu, pembelajaran apresiasi
drama harus menekankan pada aspek apresiasi. Hal ini sesuai dengan yang
commit to user 46
ditekankan dalam kurikulum yang terbaru, bahwa pembelajaran sastra ditekankan pada aspek apresiasi.
d. Manfaat Pembelajaran Sastra dalam Pendidikan