UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
resep seharusnya frekuensi pemberian ditulis dengan jelas dan lengkap. Penulisan frekuensi pemberian obat sangat penting dalam resep agar ketika dalam proses
pelayanan tidak terjadi kesalahan informasi penggunaan obat, karena keadaan dan kondisi pasien menentukan frekuensi penggunaan obat yang tepat. Misalnya obat
diminum 3 kali 1sehari dan diminum 1 jam sebelum makan, atau 2 jam sesudah makan dan sebagainya. Dengan informasi tersebut, maka diharapkan pasien akan
dapat menggunakan obat dengan benar. Sedangkan untuk hasil ketepatan frekuensi pemberian obat berdasarkan literatur terhadap 91,5 366 lembar resep
yang ditulis dengan jelas, didapatkan hasil bahwa frekuensi pemberian obat sudah tepa.
Selanjutnya pada tabel 4.4, penulisan bentuk sediaan obat yang tidak jelas didapatkan hasil sebanyak 73 292 lembar resep. Pada resep, seharusnya
penulisan bentuk sediaan harus ditulis dengan jelas agar tidak memicu terjadinya kesalahan pemberian bentuk sediaan obat yang akan digunakan oleh pasien sesuai
dengan kebutuhan, keadaan dan kondisi pasien. Misalnya Paracetamol, dimana paracetamol memiliki bentuk sediaan lebih dari satu. Maka dalam resep perlu
dituliskan bentuk sediaan tablet atau syrup. Hasil ketidaklengkapan penulisan bentuk sediaan ini sesuai dengan penelitian Octavia 2011 yang mendapatkan
hasil ketidakjelasan penulisan bentuk sediaan sebanyak 60,2. Ketidakjelasan penulisan rute pemberian obat juga didapatkan sebanyak
68 272 lembar resep. Penulisan rute pemberian obat sangat penting dalam resep agar ketika dalam proses pelayanan tidak terjadi kekeliruan pemberian obat,
karena banyak sediaan obat yang memiliki beberapa bentuk rute pemberian. Untuk itu, dokter harus menuliskan nama obat dengan jelas sehingga terhindar
dari kesalahan rute pemberian obat. Hasil ketidaklengkapan penulisan rute pemberian obat ini sesuai dengan penelitian Octavia 2011 yang mendapatkan
hasil ketidakjelasan penulisan rute pemberian obat sebanyak 84,2. Analisis penulisan terkait obat selanjutnya adalah analisis terhadap
ketercampuran obat yang dibuat puyer tabel 4.5. Dimana pada profil resep terhadap ketercampuran obat yang dibuat puyer didapatkan hasil 3,5 14 lembar
resep. Penulisan nama obat racikancampuran sangat penting dalam resep agar ketika dalam proses pelayanan tidak terjadi kekeliruan atau kesalahan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
pencampuran obat, karena tidak semua obat dapat bercampur dengan baik kompatibel. Untuk itu, dokter harus menuliskan nama obat dengan jelas dengan
melihat kompatibilitas dari masing-masing obat sehingga terhindar dari kesalahan pemberian obat. Dari 3,5 tersebut menunjukkan hasil bahwa obat kompatibel
dan dapat digunakan oleh pasien. Hasil tersebut menandakan bahwa pembuatan obat dengan cara racikan puyer ini turun dari jumlah peresepan di Indonesia
yang hampir 60. Selain itu pada tabel 4.6, berdasarkan literatur diketahui adanya interaksi
obat dengan obat pada resep yang diamati yaitu sebanyak 49,2 197 lembar resep. Analisis interaksi obat ini berperan penting dalam terapi pengobatan agar
ketika dalam proses pengobatan tidak terjadi hal yang dapat merugikan pasien dan terjadinya interaksi obat dapat dihindarkan.
4.2.1.3 Analisis Terkait Interaksi Obat
Hasil terhadap 400 lembar resep, diperoleh bahwa terdapat interaksi obat pada 197 lembar resep 49,2 dan sebanyak 203 lembar resep 50,8 tidak
mengalami interaksi obat. Dari data tersebut diketahui bahwa interaksi lebih banyak terjadi pada pasien yang
menerima obat ≥5 macam obat dibandingkan dengan pasien yang menerima obat 5 macam obat. Hal ini sesuai dengan
penelitian Mega 2013 bahwa resiko terjadinya interaksi obat meningkat sejalan dengan jumlah obat yang diresepkan. Thanacody, 2012.
Berdasarkan hasil analisis terhadap 197 resep yang berinteraksi tabel 4.3, diperoleh hasil bahwa terdapat total kejadian interaksi obat sebanyak 384 kejadian
tabel 4.8 yang terdiri dari interakdi farmakodinamik 50,8 dengan mekanisme interaksi obat yang paling banyak terjadi. Hal tersebut menunjukkan bahwa obat-
obat yang diberikan saling berinteraksi pada sistem reseptor, tempat kerja atau sistem fisiologi yang sama sehingga terjadi efek yang aditif, sinergis saling
memperkuat, dan antagonis saling meniadakan. Beberapa alternatif penatalaksanaan interaksi obat adalah menghindari kombinasi obat dengan
memilih obat pengganti yang tidak berinteraksi, penyesuaian dosis obat, pemantauan pasien atau meneruskan pengobatan seperti sebelumnya jika
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
kombinasi obat yang berinteraksi tersebut merupakan pengobatan yang optimal atau bila interaksi tersebut tidak bermakna secara klinis Fradgley, 2003.
Mekanisme interaksi obat terbanyak kedua adalah interaksi obat yang bersifat unknown yaitu sebesar 30,7, dimana mekanisme interaksi obat jenis ini
belum diketahui secara jelas mekanismenya yakni tidak termasuk kedalam mekanisme farmakodinamik maupun farmakokinetik. Sedangkan mekanisme
interaksi obat secara farmakokinetik terjadi sebesar 18,5. Hal tersebut menunjukkan bahwa salah satu obat mempengaruhi absorpsi, distribusi,
metabolisme, atau eksresi obat kedua sehingga kadar plasma kedua obat meningkat atau menurun. Akibatnya terjadi peningkatan toksisitas atau penurunan
efektifitas obat tersebut Fradgley, 2003 Berdasarkan hasil penelitian, tingkat keparahan interaksi obat yang paling
banyak terjadi adalah pada interaksi obat secara mayor yaitu sebanyak 215 kasus 56. Interaksi obat secara mayor ini seharusnya diprioritaskan untuk dicegah
dan diatasi karena efek potensial membahayakan jiwa atau menyebabkan kerusakan permanen. Dari 215 kasus interaksi mayor ini, hanya 46 kasus 21,4
yang menyatakan bahwa interaksi tersebut dapat berdampak secara klinis. Selanjutnya interaksi obat terbanyak kedua adalah secara minor yaitu sebanyak
123 kasus 32. Interaksi obat ini mungkin mengganggu atau tidak disadari interaksi obat diduga terjadi, tetapi tidak mempengaruhi secara signifikan
terhadap efek obat yang diinginkan, dan bentuk interaksi obat yang paling sedikit terjadi adalah interaksi obat secara moderet yaitu sebanyak 46 kasus 12.
Interaksi obat secara moderet ini termasuk jenis interaksi obat yang seharusnya diprioritaskan untuk dicegah dan diatasi karena mempunyai bukti yang cukup
rasional untuk kemungkinan terjadinya interaksi obat. Ketiga bentuk interaksi ini terjadi pada 197 lembar resep yang mengalami interaksi obat. Jumlah interaksi
obat dalam 1 resep ini dapat ditemukan bentuk interaksi lebih dari 1 macam bentuk interaksi obat.
Hasil analisis dengan uji Chi-square menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara jumlah obat dalam satu resep dengan kejadian
interaksi obat. Hasil ini ditunjukkan oleh nilai probabilitas sebesar 0,000. Nilai ini lebih kecil dari α = 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
bermakna antara jumlah obat dalam satu resep dengan kejadian interaksi obat. Hasil yang didapatkankan ini sesuai dengan penelitian Mega 2013 dengan nilai
probabilitas α = 0,000. Hasil analisis menggunakan odds ratio menunjukkan bahwa pasien y
ang menerima jumlah jenis obat ≥5 beresiko 0,030 kali lebih tinggi mengalami potensi interaksi obat 95 Cl, 0,009-0,099 dibandingkan dengan
pasien yang menerima obat 5 macam obat. Hal ini membuktikan teori dimana resiko terjadinya interaksi obat meningkat sejalan dengan jumlah obat yang
diresepkan. Thanacody, 2012 Dari data di atas, maka dapat diketahui bahwa kesalahan dalam penulisan
resep masih sering terjadi dalam praktek sehari-hari baik dalam satu wilayah tertentu maupun wilayah lain. Seperti data pasien yang tidak lengkap, hal ini
menyebabkan adanya hambatan ketika resep tersebut akan diberikan kepada pasien. Tulisan tangan yang tidak jelas dari nama obat yang membingungkan,
dapat mengakibatkan kesalahan pengambilan obat sehingga berakibat fatal bagi pasien bila sampai pada tahap pemberian karena obat yang diberikan tidak sesuai
dengan penyakitnya. Frekwensi pemberian obat yang tidak jelas sehingga aturan obat yang diberikan melenceng dari jam dan waktu yang seharusnya. Penulisan
signa obat yang tidak jelas, pemberian bentuk sediaan obat yang tidak tepat, jumlah obat yang tidak tepat sehingga dapat mengakibatkan kegagalan terapi pada
saat penggunaan obat oleh pasien. Jenis prescribing error lain adalah peresepan beberapa obat yang dapat mengakibatkan interaksi obat sehingga tujuan terapi
tidak dapat diperoleh dengan maksimal. Hasil pengamatan pada penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai
informasi kepada dokter dan farmasis RUMKITAL Dr. Mintohardjo mengenai adanya kejadian dalam penulisan resep yang tidak sesuai dengan PERMENKES
RI No. 35 tahun 2014 tentang standar pelayanan kefarmasian di Apotek dan adanya kejadian interaksi obat dengan obat pada resep rawat jalan, dan beberapa
dari interaksi tersebut memerlukan perhatian khusus karena pasien tidak mendapat perawatan atau pemantauan yang tepat dari tenaga medis, sehingga upaya patient
safety di RUMKITAL Dr. Mintohardjo dapat ditegakkan.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4.2.2 Keterbatasan Penelitian
1. Dalam penelitian ini masih banyak variabel yang belum diukur dan tidak semua resep dalam bulan Januari 2015 dapat diamati oleh penulis. Hal ini
karena adanya keterbatasan waktu penelitian, keterbatasan dana dan keterbatasan pengetahuan penulis.
2. Penelitian ini bersifat retrospektif sehingga tidak dapat memonitoring pasien mengenai akibat interaksi obat secara aktual, terhadap penggunaan
obat atau adanya pengungganaan obat lain diluar resep.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 KESIMPULAN
Pada penelitian ini, masih banyak ditemukan adanya kejadian ketidaksesuaian dalam penulisan resep menurut PERMENKES RI No. 35 tahun
2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Instalasi Apotek. 1. Hasil kelengkapan resep rawat jalan di RUMKITAL Dr. Mintohardjo pada
bulan Januari 2015 menunjukkan bahwa: a. Secara administrasi :
- Data pasien 12 - Paraf dokter 100
- Tidak ada resep yang mengandung narkotik - Kesesuaian dengan formularium 88,2
b. Secara farmasetik : - Bentuk sediaan 27.
- Adanya obat puyer 3,5 dan semuanya kompatibel. c. Secara klinis :
- Penulisan nama obat 95,2 - Ketepatan dosis obat 67,2
- Penulisan signa 96,2 - Penulisan rute pemberian 32
- Ketepatan frekuensi pemberian 91,5 - Adanya interaksi obat 49,2
2. Hasil pengamatan mengenai interaksi obat dengan obat menunjukkan bahwa: a. Interaksi obat yang terjadi sebanyak 49.2 ini, 32 secara minor, 12
secara moderet dan 56 terjadi secara mayor. b. Mekanisme interaksi obat yang paling banyak terjadi yaitu secara
farmakodinamik sebanyak 195 kasus 50,8, selanjutnya mekanisme interaksi yang lain sebanyak 118 kasus 30,7 dengan mekanisme
53
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
terbanyak kedua dan mekanisme interaksi secara farmakokinetik sebanyak 71 kasus 18,5.
c. Terdapat hubungan yang bermakna antara jumlah obat dalam satu resep dengan kejadian interaksi obat. Hasil ini ditunjukkan oleh nilai
probabilitas sebesar 0,000.
5.2 SARAN
1. Kepada dokter, dalam penulisan resep diharapkan dapat menerapkan PERMENKES RI No. 35 tahun 2014 sehingga resiko kesalahan pada resep
dapat dihindari. 2. Kepada apoteker, dalam melayani resep perlu mengacu pada PERMENKES
RI No. 35 tahun 2014 sehingga terapi obat yang diberikan dapat maksimal. 3.
Perlu ditingkatkan komunikasi antara apoteker dan dokter dalam menentukan terapi untuk mencegah terjadinya interaksi.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR PUSTAKA
Amira, A. 2011. Skripsi: Penulisan Resep Askes di Apotek RSUP Haji Adam Malik Periode Mei 2011. Medan
Anonim. 2004. Surat Keputusan Menteri Kesehatan No. 1197MenkesSKX2004 Anonim. 2008. Pedoman Perbekalan Farmasi di Rumah Sakit. Jakarta:
Departemen kesehatan RI Anonim. 2010. ISO Informasi Spesialite Obat Indonesia Volume 46. Jakarta:
Ikatan Apoteker Indonesia Arikunto, S. 2010. Manajemen Penelitian. Jakarta: Rieka Cipta
Aslam, Mohammed, dkk. 2003. Farmasi Klinis. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo
Bailie, G. R dkk. 2004. Medfact Pocket Guide of Drug Interaction Second Edition. Middleton: Bone Care International, Nephrology Pharmacy
Associated, Inc Baxter, Editor. 2008.
Stockley’s Drug Interaction. Eighth Edition. London: Pharmaceutical Press
Cahyono, J.B.S.B, 2008. Membangun Budaya Keselamatan Pasien dalam Praktik Kedokteran. Yogyakarta: Kanisius
Charles J. P,. dan Endang Kumolosari. 2006. Farmasi Klinik Teori dan Penerapan. Jakarta: Buku Kedokteran EGC
Departemen Kesehatan
RI. Keputusan
Menteri Kesehatan
RI No.
1027MenkesSKIX2004 tentang Dwiprahasto Iwan, Erna Kristin. 2008. Intervensi Pelatihan untuk Meminimalkan
Risiko Medication Error di Pusat Pelayanan Kesehatan Primer. Jurnal Berkala Ilmu Kedokteran
Fradgley, S. 2003. Interaksi Obat, Dalam Farmasi Klinis Clinical Pharmacy Menuju Pengobatan Rasional dan Penghargaan Pilihan Pasien. Jakarta:
PT. Elex Media Komputindo Gramedia Hashem. 2005. Drug-Drug, Herb-Drug Food-Drug Interaction. Kairo: Faculty
of Medicine Cairo University
55
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Hartayu, T.S., dan Widayati, A. Kajian Kelengkapan Resep Pediatri yang Berpotensi Menimbulkan Medication Error di Rumah Sakit dan 10 Apotek
di Yogyakarta. Yogyakarta Iskandar, H. D. 1998. Rumah Sakit, Tenaga Kesehatan dan Pasien. Jakarta: Sinar
Grafika Jas, A., 2007. Perihal Resep Dosis serta Latihan Menulis Resep Edisi 1.
Medan: Universitas Sumatera Utara Press Jas, A., 2009. Perihal Resep Dosis serta Latihan Menulis Resep Edisi 2.
Medan: Universitas Sumatera Utara Press Katzung, Bertram G. 2004. Farmakologi Dasar dan Klinik Edisi Pertama.
Jakarta: Salemba Medika Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 56 Tahun 2014
Lestari, C. S. 2002. Seni Menulis Resep Teori dan Praktek. Jakarta: PT. Perca Lestari, A. 2010. Skripsi: Hubungan Karakteristik dengan Pengetahuan Ibu
Hamil tentang Preeklampsia di RSUD Kota Semarang Tahun 2010. Semarang
Lia, Amalia. 2007. Farmasi Rumah Sakit Teori dan Penerapan. Jakarta: Buku Kedokteran EGC
Mayasari Erlisa. 2015. Skripsi: Analisis Potensi Interaksi Antidiabetik Injeksi Insulin pada Peresepan Pasien Rawat Jalan Peserta Askes Rumah Sakit
DR. SOEDARSO Pontianak Periode April-Juni 2013. Pontianak Medscape.com.
Drug interaction
Checker. Available:
http:reference.medscape.comdrug-interactionchecker Mega. 2013. Skripsi: Analisis Potensi Interaksi Obat Antidiabetik Oral Pada
Pasien di Instalasi Rawat Jalan Askes Rumah Sakit DR. SOEDARSO Pontianak Periode Januari-Maret 2013. Pontianak
Notoadmodjo, S. 2010. Metodologi Penelitian. Jakarta: Rieka Cipta Octavia, Hanna. 2011. Skripsi: Analisis Kelengkapan Peresepan di Apotek KPRI
RSUD DR. SOETOMO Bulan Desember 2010. Surabaya Peraturan Menteri Kesehatan No. 35 tahun 2014
Peraturan Menteri Kesehatan No. 58 tahun 2014