UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Berdasarkan tabel 4.9, hasil analisis hubungan antara jumlah jenis obat dalam satu resep dengan kejadian potensi interaksi obat menggunakan uji chi-
square menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara jumlah jenis obat dalam satu resep dengan kejadian potensi interaksi obat. Hal ini
ditunjukkan dari nilai probabilitas sebesar 0,000 P value 0,05.
4.2 PEMBAHASAN PENELITIAN
4.2.1 Pembahasan Hasil Penelitian
4.2.1.1 Analisis Kelengkapan Resep
Penelitian tentang analisis resep ini dilakukan di apotek rawat jalan RUMKITAL Dr. Mintohardjo menggunakan lembar resep periode bulan Januari
2015, hasil inklusi didapatkan sebanyak 9.237 dan sampel yang diambil menggunakan teknik random sampling sebanyak 400 lembar resep. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa masih banyak ketidaklengkapan pada resep. Pada tabel 4.1 diketahui hasil dari analisis kelengkapan resep. Untuk
ketidaklengkapan data pasien pada resep didapatkan hasil sebanyak 88 352 lembar resep yang mencakup; nama 0, alamat 88, tanggal lahir 83 dan no
rekam medis 13. Hasil ketidaklengkapan data pasien tersebut cukup tinggi yaitu lebih dari 50. Hasil ketidaklengkapan data pasien ini sesuai dengan penelitian
yang dilakukan Prawitosari 2009 yang mendapatkan hasil ketidaklengkapan penulisan data pasien sebanyak 39 umur pasien, 36,4 alamat pasien dan 2,6
nama pasien. Data pasien dalam penulisan resep cukup penting, hal ini sangat diperlukan dalam proses pelayanan peresepan sebagai pembeda ketika ada nama
pasien yang sama agar tidak terjadi kesalahan pemberian obat pada pasien. Seperti contohnya umur dan no rekam medis pasien sangatlah penting dan harus
dicantumkan dalam resep. Bentuk ketidaklengkapan data pasien dalam resep yang diamati ini beragam, yaitu karena tidak dituliskannya tanggal lahir atau umur
pasien, alamat, no rekam medis pasien, atau bahkan tidak dicantumkan ketiganya. Selanjutnya hasil ketidakjelasanan penulisan nama obat pada resep
sebanyak 4,8 19 lembar resep. Penulisan nama obat sangat penting dalam resep agar ketika dalam proses pelayanan tidak terjadi kesalahan pemberian obat,
karena banyak obat yang tulisannya hampir sama atau penyebutannya sama.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Untuk itu, dokter harus menuliskan nama obat dengan jelas sehingga terhindar dari kesalahan pemberian obat.
Pada tabel 4.1 diketahui juga hasil dari ketidakjelasanan penulisan signa obat yaitu sebanyak 3,8 15 lembar resep. Dalam resep, penulisan signa obat
sangat penting agar dalam proses pelayanan tidak terjadi kekeliruan dalam pembacaan pemakaian obat, sehingga pasien dapat meminum obat sesuai dengan
cara dan aturan pemakaian. Dengan demikian, seharusnya dokter menuliskan signa obat dengan jelas sehingga terhindar dari kesalahan pemakaian obat. Hasil
ketidakjelasan penulisan signa obat ini sesuai dengan penelitian Prawitosari 2009 yang mendapatkan hasil ketidakjelasan penulisan signa obat sebanyak
50,8. Pada penelitian ini, tidak ditemukan adanya resep tanpa tanda tangan
atau stempel nama dokter. Dimana resep yang tidak mencantumkan tanda tangan diganti dengan stempel nama dokter. Paraf atau tanda tangan dokter juga berperan
penting dalam resep agar dapat menjamin keaslian resep dan berfungsi sebagai legalitas dan keabsahan resep tersebut. Hasil ini tidak sesuai dengan penelitian
Prawitosari 2009 yang mendapatkan hasil ketidaklengkapan pencantuman paraf dokter sebanyak 6,8. Pada kasus pencantuman tanda tanganparaf dokter ini
hasil yang didapatkan sangat bagus karena 100 resep yang dikaji mencantumkan stempel nama dokter sebagai pengganti tanda tangan. Dengan ini berarti, resep
yang diberikan pasien merupakan resep yang sah yang diberikan oleh dokter yang bersangkutan.
Nama dokter, SIP, alamat, telepon, paraf atau tanda tangan dokter serta tanggal penulisan resep sangat penting dalam penulisan resep agar ketika
Apoteker Pengelola Apotek melakukan skrining resep kemudian terjadi kesalahan mengenai kesesuaian farmasetik yang meliputi bentuk sediaan, dosis, potensi,
stabilitas, inkompatibilitas, cara dan lama pemberian, dokter penulis resep tersebut bisa dapat langsung dihubungi untuk melalukan pemeriksaan kembali.
Format inscriptio suatu resep dari rumah sakit sedikit berbeda dengan resep pada praktik pribadi. Resep di RUMKITAL Dr. Mintohardjo tidak tercantum
Surat Izin Praktek SIP, hal ini dikarenakan dokter-dokter yang bekerja atau melakukan praktek di rumah sakit tersebut bernaung di bawah izin operasional
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
rumah sakit dimana menurut PERMENKES RI No. 56 tahun 2014 izin operasional rumah sakit adalah izin yang diberikan oleh pejabat yang bernaung
sesuai kelas rumah sakit kepada penyelenggarapengelola rumah sakit untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan di rumah sakit setelah memenuhi
persyaratan dan standar yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri Kesehatan. Jadi berbeda dengan resep dokter yang membuka praktik sendiri di luar rumah sakit
dimana resep dokter yang membuka praktik sendiri harus mencantumkan Surat Izin Praktek SIP agar dapat memberikan perlindungan kepada pasien dan
memberikan kepastian hukum serta jaminan kepada masyarakat bahwa dokter tersebut benar-benar layak dan telah memenuhi syarat untuk menjalankan praktik
seperti yang telah ditetapkan oleh Undang-Undang. Akan tetapi pada penelitian ini, paraf dokter dalam resep yang diterima di Apotek RUMKITAL Dr.
Mintohardjo diganti dengan stempel dokter dimana didalamnya terdapat nama dokter dan SIP.
Selanjutnya untuk hasil ketidakkesesuaian obat dengan formularium didapatkan sebanyak 11,8 47 lembar resep. Resep yang tidak sesuai dengan
formularium ini akhirnya dilakukan perubahan agar sesuai dengan formularium. Formularium dalam hal ini adalah formularium rumah sakit tempat dilakukannya
penelitian yang mengacu dari formularium nasional. Formularium disusun dengan tujuan untuk penyempurnaan efektifitas,
penurunan resiko, penurunan biaya, dan penyempurnaan pengadaan obat, sehingga formularium rumah sakit yang digunakan dengan baik dapat
membimbing dokter dalam peresepan obat yang paling aman dan paling efektif untuk mengobati masalah medis tertentu Siregar 2004.
Formularium rumah sakit yang telah disusun bersama harus dipatuhi oleh seluruh praktisi rumah sakit sebagai pedoman yang digunakan dalam pemberian
terapi, hal ini seperti dijelaskan oleh Menteri Kesehatan RI dalam buku Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit, tercapainya suatu pelayanan farmasi rumah
sakit dapat dilihat dari penulisan resep yang sesuai dengan formularium, dimana standar kesesuaiannya adalah 100 Menteri Kesehatan RI, 2008.
Pada tabel 4.2 didapatkan hasil pengamatan terhadap legalitas narkotik 0. Hasil ini diperoleh karena dari jumlah 400 lembar resep yang digunakan tidak ada