Nilai-nilai Pendidikan Birrul Walidain yang terdapat dalam Novel

Pada kalimat di atas Oka menunjukkan sikap taat Ramadhan dan Raniah kepada kedua orangtuanya. Mereka diminta oleh Umi dan Abuya untuk menetap tinggal di rumah Enjid dan Jidda sampai lulus SD, karena jika ikut tinggal bersama Umi dan Abuya jarak yang mereka tempuh untuk berangkat sekolah cukup jauh dan harus menyebrang Musi. Walaupun Ramadhan dan Raniah tidak ingin berpisah dengan Umi, tetapi mengetahui tujuan Umi dan Abuya baik, mereka menaati perintah orangtua mereka. Ramadhan dan Raniahpun tinggal di rumah Enjid dan Jidda. Pada kalimat lain dalam novel, Oka menunjukkan ketaatan tokoh terhadap perintah orangtua, “Akhirnya dengan suara lirih ia berkata, “Aku idak keberatan, Buya Jika menurut Umi dan Buya baik untukku, Insya Allah aku siap.”” 42 Diperkuat lagi dengan dialog, “”Mad, Abuya mau kamu selalu ingat dan jalankan ini,” ucap Abuya sebelum mereka berpisah tadi. “Beranilah kau bertanya. Berani menjawab. Ilmu itu dekat denganorang- orang yang berani, Mad.” Ramadhan membalas tatapan ayahnya tanpa kedip, mencatat setiap kalimatnya. Mengingat-ingat setiap garis usia yang melintang di kening pria penuh pengabdian itu.” 43 Pada dialog di atas Ramadhan diminta Abuya untuk masuk pesantren setelah tamat SD. Meskipun Ramadhan masih ingin melepas rindu dengan kedua orangtuanya, karena ketika SD Ramadhan tinggal di rumah Enjid dan Jidda., Ramadhan tetap menuruti perintah orangtuanya untuk masuk pesantren. Pada dialog kedua, menceritakan kisah Ramadhan saat sampai di pondok pesantren Foerqanoel Moeis pesantren milik Buya Athar, Abuyanya berpesan agar Ramadhan berani bertanya, berani menjawab, 42 Ibid, h. 40. 43 Ibid, h. 45. karena ilmu dekat dengan orang-orang yang berani. Ketaatan Ramadhan kepada Abuyanya terlihat ketika ia mendengarkan dengan baik dan mencatat setiap kalimatnya, dan iapun membuktikannya dengan menerapkan pesan Abuyanya ketika belajar, seperti pada dialog, ““Mengapa kamu angkat tangan?” “Saya disuruh Abuya, Ustadz.”” 44 Tokoh-tokoh pada novel Ada Surga di Rumahmu sangat menunjukkan rasa kasih sayangnya kepaada orangtua dengan menaati perintah orangtuanya. c. Bersikap Santun kepada Orangtua Santun adalah sifat yang halus dan baik dari sudut pandang tata bahasa maupun tata perilakunya ke semua orang. 45 Santun dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti sopan. 46 Esensi dari perilaku santun adalah hati, karena perilaku adalah cerminan dari hati. 47 Bersikap santun kepada orangtua adalah dengan menunjukkan sikap hormat dan menunjukan rasa sayang kepada orangtua. Bersantun kepada orangtua tidak dapat dianggap ringan, sebab hal kecil yang diperlakukan kepada orangtua akan menjadi besar karena kedudukan mereka. Kesopanan seorang anak kepada orangtuanya dapat membuat orangtua ridha. Sebaliknya, ketidaksopanan seorang anak kepada orangtua dapat membuat orangtuanya murka. 48 Hal ini sangat penting karena ridha Allah tergantung pada ridha orangtua. Seperti sabda Rasulullah Saw. yang berbunyi: 44 Ibid, h. 48. 45 Mohamad Mustari, Nilai Karakter Refleksi untuk Pendidikan, Jakarta: Rajawali Pers, 2014, h.129. 46 Tim Penyusun Kamus Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1999, h..878. 47 Mustari, op. cit., h.130. 48 Asy-Syafrowi, op. cit.., h. 111. “Keridhaan Allah bergantung pada keridhaan orangtua. Kemurkaan Allah, bergantung pada kemurkaan orangtua. ” HR. Tirmidzi Dalam novel Ada Surga di Rumahmu, tampak bahwa Oka Aurora menampilkan beberapa nilai birrul walidain yang tergolong dalam bersikap santun kepada orangtua. ““Jangan begitu, Umi,” Ramadhan menjawab. Kecewa membayangi wajahnya. “Aku sudah niatkan kepada Allah. Diterima, ya, Umi.” Ramadhan menyelipkan lembaran uang itu ke telapak Umi, lalu mengecup punggung tangan ibunya. ” 49 Dalam dialog di atas, mengisahkan perilaku Ramadhan yang sedang memberikan uangnya kepada Umi. Ia berikan uang tersebut dengan cara yang santun, dan setelah itu iapun mengecup punggung tangan Uminya. Gambaran lain yang mengisahkan sikap santun kepada orangtua yaitu: “Ramadhan menerima undangan ceramahnya yang kedua. Tempatnya tak terlalu jauh dari rumah. Sebelum pergi, ia pamit sambil mencium punggung tangan Umi.” 50 Di bawah langit arafah, Ramadhan mendatangi Umi. Ia bersujud di depan wanita yang bertubuh mungil tapi berhati besar itu. Ia luluhkan seluruhharga dirinya di kaki ibunya, orang yang tak hanya telah meregang nyawa saat melahirkannya, tapi telah merentang seluruh jiwa saat membesarkannya Lalu Ramadhan bersimpuh dan mencium kaki Abuya, kaki yang telah mengayun langkah yang tak terhitung jumlahnya, hanya demi mengantar anak-anaknya ke tempat di mana mereka sekarang berada. 51 “Sandal beledu Umi tidak dirancang untuk berjalan jauh di atas aspal yang terpanggang matahari. Lipatan songketnya juga terlalu kencang 49 Aurora, op. cit., h. 106. 50 Ibid, h. 106. 51 Ibid, h. 232. sehingga Umi melangkah berjinjit-jinjit. Ramadhan menggandeng Umi, membiarkan tangannya menjadi tumpuan keseimbangan.” 52 Mencium tangan dan dahi Umi adalah kebiasaan yang selalu dilakukan Ramadhan sejak ia remaja. Ia mencium punggung tangan Umi, lalu telapaknya, lalu punggung tangannya sekali lagi. Setelah itu, ia akan mencium pipi kanan umi, lalu pipi kiri, dan berakhir di dahi. Kebiasaan ini lalu diikuti keenam saudaranya. Ke mana saja mereka akan pergi, atau dari mana saja mereka datang, enam kecup mesra ini selalu mereka persembahkan bagi Umi. 53 Beberapa narasi dan dialog di atas sangat jelas menggambarkan sikap santun Ramadhan kepada orangtuanya. Ia selalu menunjukkan rasa hormat dan kasih sayangnya kepada orangtuanya. Beberapa hal yang dilakukan Ramadhan yaitu mencium punggung tangan serta mencium pipi dan kening Uminya, bersujud dan bersimpuh di hadapan Umi dan Abuyanya. Pada sebagian keterangan disebutkan bahwa kening adalah lambang kasih sayang yang tak terbatas. Oleh karena itu, apabila seseorang mengecup kening orangtuanya saat ia berjumpa dengannya, maka ia seolah telah meletakkan kasih sayang yang seutuhnya kepada orangtua. Selain itu, tangan merupakan simbolisasi kekuasaan. Tangan diibaratkan alat untuk mencapai keinginan atau hasrat seseorang. Oleh karena itu, ketika mencium tangan orangtua, sebenarnya seorang anak mengakui bahwa orangtua adalah penyebab dari kesuksesan hidupnya. Adapun, kaki biasanya bermakna penyerahan seutuhnya terhadap hidup yang dijalani seseorang. Seoraang anak yang mencium kaki orangtuanya sebenarnya merupakan bentuk penyerahan atas segala kehidupannya untuk senantiasa diridhai oleh orangtua. 54 52 Ibid, h. 176. 53 Ibid, h. 221. 54 Abdul Wahid, Mencari Surga di Telapak Kaki Ibu Ragam Sikap dan Perillaku Penggapai Ridha Ibu, Yogyakarta: Sabil, 2015, h. 97-98. Dari berbagai pernyataan di atas, sikap Ramadhan dalam novel tersebut telah menunjukkan tidak ada kekuasaan tertinggi setelah kekuasaan Allah Swt., selain orangtua dengan mencium tangannya, menunjukkan kasih sayangnya kepada orangtua dengan mencium kening, menunjukkan permintaan ridhanya dengan bersujud dan mencium kaki orangtuanya. d. Menafkahi Orangtua Orangtua telah berjasa besar menghidupi anaknya dengan mencukupi kebutuhan anaknya. Maka alangkah baiknya seorang anak yang sudah dapat mencari nafkah, memberikan nafkah kepada orangtuanya. Harta yang ada pada diri anak adalah milik orangtua juga. Jadi seandainya orangtua mengambil harta anaknya, maka boleh, tidak salah, dan tidak berdosa. 55 Firman Allah Swt. yang memerintahkan anak untuk menafkahkan orangtuanya terdapat pada surat Al-Baqarah ayat 215, yaitu:                          Artinya: “mereka bertanya tentang apa yang mereka nafkahkan. Jawablah: Apa saja harta yang kamu nafkahkan hendaklah diberikan kepada ibu-bapak, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan. dan apa saja kebaikan yang kamu buat, Maka Sesungguhnya Allah Maha mengetahuinya.” Al- Baqarah [2]: 215 56 Pada novel Ada Surga di Rumahmu, tampak bahwa Oka Aurora menampilkan beberapa nilai birrul walidain yang tergolong dalam menafkahkan orangtua. 55 Asy-Syafrowi, op. cit.,h. 103. 56 Departemen Agama RI, Al- Qur’an dan Terjemahnya, Jakarta: Maghfirah Pustaka, h. 33. ““Setiap penghasilanku, kito bagi fifty-fifty, ya, Umi.” Umi masih belum mengerti. Tak terlalu acuh, ia melirik. “Apa itu fifty-fifty?” “Honorku, Umi. Kito bagi dua. ”” 57 Dialog di atas menunjukkan bahwa Ramadhan memberikan nafkah kepada orangtuanya yaitu sebanyak fifty-fifty sebagian dari honornya. Perjanjian Ramadhan dengan Uminya yaitu setiap honor yang didapatkan Ramadhan akan dibagi dua, sebagian untuk Uminya dan sebagian untuk dirinya. Selain itu, keterangan menafkahkan orangtua terdapat dalam dialog, “Kuselipkan ke tangan Umi seluruh uang yang ada di dompetku. Aku tak tahu persis berapa jumlahnya, tapi paling tidak ada sekitar dua puluh lembar ratusan ribu, semoga cukup untuk memperbaiki yang rusak. Jika untuk Umi dan Abuya, aku tak pernah berhitung.” 58 Ramadhan bukan hanya menafkahkan orangtuanya dengan memberikan sebagian honornya, tetapi ia juga memberikan uang untuk keperluan rumah orangtuanya yang sedang rusak. Ramadhan tidak pernah berhitung dalam menafkahkan hartanya untuk kedua orangtuanya. e. Mengutamakan Kepentingan Orangtua Hal yang mutlak dan wajib dilaakukan oleh seorang anak adalah mendahulukan kepentingan orangtua dari pada kepentingan diri sendiri. apabila anak memiliki kesibukan tertentu dan pada waktu yang bersamaan orangtua membutuhkan anaknya, maka anak harus mengorbankan kesibukan demi kepentingan orangtua. 59 Anak yang mampu mengutamakan kepentingan orangtuanya maka secara tidak 57 Aurora, op. cit., h. 104. 58 Ibid, h. 148. 59 Wahid, op. cit., h.87. langsung, ia telah melakukan jihad. Jihad melawan ego untuk mengedepankan kepentingan sendiri. Mengutamakan kepentingan orangtua akan memberikan banyak manfaat yaitu dengan berbuat seperti itu orangtua akan ridha kepada anak, orangtua yang ridha akan membuat Allah ridha. Jika Allah dan orangtua ridha, maka akan mendapat kemudahan hidup di dunia dan akhirat. 60 Pada novel Ada Surga di Rumahmu, tampak bahwa Oka Aurora menampilkan beberapa nilai birrul walidain yang tergolong dalam mengutamakan kepentingan orangtua. ““Mad, kau sajo belum ado rumah di Jakarta. Masih kos, pindah-pindah rumah. Ngapo kau mau belikan Umi rumah sebesar ini?” “Doakan aku bisa beli rumah untukku sendiriya, Umi. Sekarang, yang penting Umi punya rumah yang nyaman dulu.”” 61 Dialog di atas menunjukkan bahwa Ramadhan membelikan rumah besar untuk orangtuanya, di saat dirinya belum punya rumah. Hal ini sangat membuktikan kecintaan Ramadhan kepada orangtuanya sehingga ia mendahulukan kepentingan orangtuanya dari pada kepentingannya. Pada dialog lain, “Berangkat, Mad,” perintah Abuya. “Dak enak kalau terlambat.” “Biar kutunggu sampai Sani datang, Buya.” Sani datang sepuluh menit kemudian. Seorang tukang yang sudah cukup lama membantu keluarga datang bersamanya. “Tolong langsung dikerjakan hari ini ya. Mas,” pintaku kepada tukang yang keturunan Jawa itu. “Sudah. Berangkat,” tegas Abuya. “Nanti. Aku mau lihat sampai keramiknya diangkat dulu.” 62 60 Hamli Syaifullah, Rahasia Keajaiban Berbakti kepada Ibu, Jakarta: Al-Maghfiroh, 2013, h. 235. 61 Aurora, op. cit., 215. 62 Ibid, h. 148. Dialog tersebut menceritakan saat Ramadhan akan berangkat ceramah, ia menemukan keramik kamar mandi orangtuanya rusak. Melihat keadaan seperti itu, Ramadhan tidak langsung berangkat, ia segera meminta tukang yang biasa membantu keluarganya untuk memperbaiki keramik kamar mandi tersebut.ia pun belum berangkat sampai memastikan keramik rusak tersebut diangkat, sehingga tidak membahayakan orangtuanya lagi. Sikap Ramadhan tersebut sangat mengutamakan kepentingan orangtuanya. Sikap mengutamakan kepentingan orangtua diperkuat dengan dialog, “”Idak Umi, Hati Umi lebih penting buatku.” Umi menangkupkan kedua tangannya di wajah anaknya. Ia kecup lama- lama kening anaknya. “Ya Allah, Nak. Manis betul hatimu. Umi doakan kau dapat jodoh yang shalehah dunia akhirat, yo.”” 63 Saat Ramadhan menemukan dambaan hatinya yang bernama Kirana, Ramadhan meminta restu Umi, Umi merestui mereka, namun, ibu Kirana tidak merestui mereka. Maka keluarlah kata-kata yang menghina Ramadhan dan juga Uminya. Ramadhan pada awalnya bersabar, namun ibu Kirana tetap merendahkan Umi. Ramadhan sangat tidak terima ketika ibunya direndahkan oleh orang lain, maka sejak saat itu Ramadhan mengakhiri hubungannya dengan Kirana. Ramadhan lebih mementingkan hati ibunya, dari pda keinginan hatinya untuk mendapatkan Kirana. Diperkuat lagi dengan dialog, “”Umi,” aku berbisik dekat telinganya, “Umi pikirkan kesembuhan Umi dulu, ya. Idak usah pikir acaraku. Acaranya tetap bisa jalan tanpa aku, 63 Ibid, h. 182. Umi.” Aku tahu itu tak separuhnya benar, tapi aku akan usahakan mencari penggantiku.” 64 Ketika Ramadhan harus mengisi acara besar di Jakarta, ia melihat keadaan ibunya sedang sakit, saat itu sakitnya semakin parah,suhu badannya semakin panas, Ramadhan sangat panik, dan ia pun segera mengabarkan manajemennya, bahwa ia berhalangan hadir saat itu karena kondisi demam Uminya yang semakin parah. Ramadhan rela mendapatkan kerugian di acara besar, demi menemani Uminya yang sedang sakit. f. Meminta Izin dan Restu Orangtua Anak yang berbakti adalah anak yang selalu meminta restu orangtuanya dan meminta izin kedua orangtuanya dalam hal apapun. Dalam berjihad seorang anak juga harus meminta izin kepada orang tuanya. Jika orangtua mengizinkan, maka boleh dilaksanakan. Tapi, jika tidak, maka jangan dikerjakan. Hendaknya anak ikhlas menerima keputusan orangtuanya yang tidak memberi izin. Sebab, kepatuhannya mendatagkan pahala yang besar dan bisa jadi hal itulah yang terbaik bagi anak. 65 Dalam novel Ada Surga di Rumahmu, tampak bahwa Oka Aurora menampilkan beberapa nilai birrul walidain yang tergolong dalam meminta izin dan restu orangtua. “”Umi, kalau aku dapat kontrak ini dan harus pindah ke Jakarta, bagaimana?”” 66 Pada dialog tersebut Ramadhan meminta izin kepada Uminya untuk mengambil tawaran di salah satu stasiun televisi daerah Jakarta. Meskipun ia sangat tertarik dengan tawaran dakwah tersebut, namun ia 64 Ibid, h. 207. 65 Asy-Syafrowi, op. cit., h. 104. 66 Aurora, op.cit., h. 188. tetap meminta keputusan orangtuanya dan meminta ridha dari orangtuanya. Ramadhan meyakinkan Umi dan memastikan jawaban Umi dengan bertanya lagi, seperti, ““Umi”, Ramadhan mengambil sebelah tangan Umi dan mencium punggung tangannya. “Apa Umi ikhlas aku pergi?”” 67 Selain dialog tersebut, Adapun dialog lain yang memperkuat nilai pendidikan birrul walidain yang tergolong meminta izin dan restu orangtua, yaitu: “Aku minta diridoi saja. Umi.” Umi terdiam. Ia tatap dalam-dalam mata anaknya. Lalu sesaat kemudian, ia rengkuh Ramadhan dengan kedua tangannya yang mungil dan na mpak ringkih. “Nak, kau tahu Umi selalu ridha kepadamu. Terima kasih, yo.”” 68 Pada dialog tersebut Ramadhan meminta ridho ibunya untuk menerima sebagian dari honor yang ia dapat. Memberikan hal yang bermanfaat pun, ia masih meminta ridha orangtuanya. Segala hal dalam kehidupan yang akan ia capai, Ramadhan selalu meminta ridho orangtuanya. g. Mendoakan Orangtua Salah satu cara berbakti kepada orangtua adalah mendoakan segenap kebaikan dan kemaslahatan bagi keduanya. Do‟a adalah wujud syukur anak kepada orangtua, karena orangtua telah mendidik serta memberi kasih sayang sejak kecil. Anak yang tidak mendo‟akan orangtua mencerminkan sikap kurang mendyukuri keduanya. Siapapun yang tidak bersyukur kepada sesama manusia, maka sama artinya dengan tidak mensyukuri Allah. 69 Berdoa untuk orangtua hendaknya dilakukan setiap saat, lebih baik lagi jika dilakukan setiap waktu 67 Ibid, h. 190. 68 Ibid, h. 106. 69 Asy-Syafrowi, op. cit., h. 107. mustajab agar doa kita dikabulkan oleh Allah Swt. Do‟a yang paling baik dipanjatkan kepada Allah Swt. adalah do‟a yang memang dikhususkan untuk orangtua. 70 Mendo ‟akan orangtua adalah perintah Allah dalam Firman-Nya:              Artinya: “ Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil ”.” Al-Isra [17]: 24 71 Kalimat pada novel Ada Surga di Rumahmu yang menampilkan nilai birrul walidain berupa mendo‟akan orangtua yaitu: ““Wahai Dzat yang Mahapengampun dan Penyayang. Ampuni dosa kami dan dosa kedua orangtua kami. Sayangi mereka berdua sebagaimana mereka menyayangi kami sejak kami belum lahir, sampai saa t ini, dan selamanya.”” 72 Do‟a tersebut dilantunkan Ramadhan pada khotbah Arafahnya di depan seratus empat puluh Jemaah. Ia persembahkan khotbahnya untuk seluruh manusia di muka bumi agar mereka sadar bahwa jalan menuju surga adalah melalui cinta dan ridho orangtua. Di akhir khotbah ia memimpin sebuah muhasabah, agar mengingatkan semua yang hadir akan besarnya peran orangtua sebagai wakil Allah di dunia. Iapun memimpin do‟a yang ia persembahkan untuk orangtuanya, agar Allah Swt. mengampuni dosa dan menyayangi kedua orangtuanya. 70 Wahid, op. cit., h. 75. 71 Departemen Agama RI, Al- Qur’an dan Terjemahnya, Jakarta: Maghfirah Pustaka, h. 284. 72 Aurora, op. cit., h. 231. h. Membantu Pekerjaan Orangtua Akhlak yang harus dilakukan oleh seorang anak kepada orangtuanya adalah giat dalam merespon setiap yang dilakukannya. Apabila orangtua melakukan aktifitas tertentu, anak harus menjadi panglima utama untuk mendukung dan memberikan bantuan. 73 Pada novel Ada Surga di Rumahmu, tampak bahwa Oka Aurora menampilkan beberapa nilai birrul walidain yang tergolong dalam membantu pekerjaan orangtua. ““Biji kopi, Mad, adalah emas hitam,” kata Abuya kepada Ramadhan yang sedang membantunya mengantongi biji-biji kopi. ” 74 Dialog di atas menampilkan kegiatan ramadhan yang sedang membantu Abuyanya megantongi biji-biji kopi yang akan dijual di pasar. Pada dialog lain Oka Aurora menampilkan kegiatan membantu pekerjaan orangtua seperti, “Ramadhan hafal betul rutinitas Minggu pagi di rumah mereka. Umi akan meminta Raniah membantunya memisahkan beras itu dari gabah dan batu. Satu per satu. Lalu,Raniah akan membilasnya sampai bersih dan diaron. ” 75 Diperkuat lagi dengan dialog di bawah ini, “Ramadhan tidur di luar kamar, di atas dua bangku yang dirapatkan. Raihan sudah menganga lebar sejak tadi, terkapar di atas meja makan. Terdengar oleh Ramadhan canda Umi dan adik-adiknya. Tak ada suara kakaknya, pasti karena Raniah sudah tidur, kelelahan seharian 73 Wahid, op. cit., h. 93. 74 Aurora, op. cit., h. 92. 75 Ibid, h. 20. membantu Umi dan Abuya mengangkati barang ke atas lemari- lemari.” 76 Pada kedua dialog di atas, kebaktian yang dilakukan Raniah kakak Ramadhan yaitu rutinitasnya setiap hari libur dalam membantu Umi memisah beras dari gabah dan batu untuk diaron. Raniah juga membantu orangtuanya untuk mengangkati barang-barang ke atas lemari di rumah barunya. Ramadhan dan Raniah, keduanya anak yang tidak mau merepotkan orangtua dan selalu membantu orangtuanya. i. Menjaga Silaturahim dengan Orangtua “Bersilaturahim dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti mengikat tali persahabatan persaudaraan.” 77 Silaturahim dengan orangtua dapat dilakukan dengan bertemu orangtua dan juga komunikasi melalui telepon, ataupun berbagai media lainnya. Hadirnya komunikasi yang canggih pada saat ini, seharusnya membuat anak lebih sering bersilaturahim menyapa orangtua meskipun melalui telepon. Silaturahim dengan cara bertemu langsung dengan orangtua akan membuat hati saling mengikat erat dibandingkan dengan hanya berkomunikasi di dunia maya. Maka hendaknya anak selalu mengunjungi orangtuanya, jika belum bisa datang tiap hari, seminggu sekali, atau sebulan sekali, atau setidaknya setahun sekali. 78 Rasulullah Saw. pernah ditanya tentang amalan yang dapat memasukkan ke dalam surga, lantas Rasul menjawab, “Sembahlah Allah, janganlah berbuat syirik pada-Nya, dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat, dan jalinlah tali silaturahmi dengan orangtua dan kerabat.”HR. Bukhari 76 Ibid, h. 142. 77 Tim Penyusun Kamus Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1999, h. 940. 78 Asy-Syafrowi, op. cit., h. 103-104. Dalam novel Ada Surga di Rumahmu, tampak bahwa Oka Aurora menampilkan nilai birrul walidain yang tergolong dalam bersikap menjaga silaturahim dengan orangtua. “Desanya bernama Sungsang, terletak di Kecamatan Banyuasin. Ramadhan sedang ditugaskan oleh Foerqanoel Moeis untuk mengabdi di desa ini selama setahun. Karena jaraknya dari rumah cukup jauh, sekitar 70 km, Ramadhan memutuskan untuk pulang ke rumah Umi setiap akhir pekan. ” 79 Pada bagian ini Oka Aurora menjelaskan bahwa ketika Ramadhan mendapatkan tugas mengabdi dari pesantrennya Foerqanoel Moeis selama setahun di desa Sungsang yang jaraknya cukup jauh dari rumahnya, ia tetap mengunjungi rumah orangtuanya seminggu sekali. Ia tetap menjaga silaturahim dengan orangtuanya meskipun jarak yang ditempuhnya untuk pulang cukup jauh. j. Mendoakan dan Menziarahi Kubur Orangtua yang Sudah Meninggal Doa adalah intisari ibadah. Tidak ada yang lebih dibutuhkan oleh siapa yang telah meninggal dunia melebihi doa yang tulus, karena itu doa merupakan persembahan bakti anak terhadap orangtua yang telah wafat. 80 Anjuran do‟a untuk orangtua yang sudah wafat ditunjukkan oleh hadis Nabi Saw. Dari Usaid ra., ia berkata “Kami ada di sisi Nabi Saw, lalu seorang lelaki berkata, „Wahai Rasulullah, masih tersisakah untukku suatu bakti yang aku berikan kepada ibu bapakku setelah keduanya meninggal?‟ Beliau menjawab, „Ya, ada empat perkara: mendoakan dan memohonkan ampunan untuk mereka, melaksanakan janji keduanya, memuliakan teman keduanya, dan menjalin persaudaraan yang tidak ada 79 Aurora, op. cit., h. 200. 80 M. Quraish Shihab, Birrul Walidain, Tangerang: Lentera Hati, 2014, h. 142. persaudaraan bagimu kecuali dari arah keduanya‟.”H.R. Abu Daud dan Ibnu Majah Pada novel Ada Surga di Rumahmu Oka Aurora menampilkan nilai birrul walidain berupa menziarahi kubur dan mendo‟akan orangtua yang sudah meninggal, seperti pada narasi: “Abuya berdiri di sebelah nisan batu kelabu kehitaman itu. Tangannya menengadah dan diangkat tinggi di depan dada, membacakan Al- Fatihah untuk Datuk Rahman dan Datuk Hasan, para buyutnya. ” 81 Diperkuat lagi dengan narasi: “Maka, setiap Abuya ke Jakarta, dan itu tak sering terjadi, mungkin hanya sekali setiap dua gerhana matahari, ia pasti menziarahi makam ne nek moyangnya.” 82 Kedua kalimat di atas menunjukkan kebaktian Abuya kepada para buyutnya. Abuya selalu menziarahi makam para buyutnya setiap berkunjung ke Jakarta. Abuyapun mendo‟akan para buyutnya yang sudah wafat.

2. Metode Pendidikan yang digunakan untuk Pendidikan Birrul

Walidain dalam Novel Ada Surga di Rumahmu Karya Oka Aurora Adapun metode pendidikan yang digunakan untuk pendidikan birrul walidain dalam novel Ada Surga di Rumahmu karya Oka Aurora yaitu: a. Metode Nasihat mau’izdah Al- Wa’dhu adalah pemberian nasehat dan pengingatan akan kebaikan dan kebenaran dengan cara yang menyentuh qalbu dan menggugah untuk mengamalkannya. Nasehat yaitu sajian bahasan 81 Aurora, op. cit., h. 127. 82 Ibid, h. 128. tentang kebenaran dan kebajikan dengan maksud mengajak orang yang dinasehati untuk menjauhkan diri dari bahaya dan membimbingnya ke jalan yang bahagia dan berfaidhah baginya. 83 Pada novel Ada Surga di Rumahmu, Oka Aurora menampilkan metode yang digunakan untuk pendidikan birrul walidain yaitu metode nasihat. ““Ramadhan dan Raihan, ini namanya orangtuamu berdoa dan berikhtiar untukmu. Kamu ingat-ingat ini kalau suatu kali kamu kesal kepada orangtuamu. Jangan pernah lupa, Ya?” ucapnya dengan logat Jawa Barat yang sungguh kental. ” 84 Pada dialog tersebut, saat Ramadhan masih berusia empat tahun dan adiknya Raihan menginjak dua tahun, mereka diajak Abuya untuk mengunjungi pengajian yang dipimpin oleh seorang Kiai yang benama Kiai Dasa. Abuya datang ke Bogor mengunjungi pengajian itu hanya ingin anak- anaknya dido‟akan oleh Kiai Dasa. Kiai Dasa memberikan nasihat kepada Ramadhan dan Raihan agar selalu ingat perjuangan Abuyanya datang dari Palembang ke Bogor hanya untuk mendo‟akan anak-anaknya supaya sehat dan selamat dunia akhirat. Kiai Dasa mengingatkan tentang perjuangan orangtua yang sangat besar, agar anak selalu menghormati orangtuanya. Adapun metode nasihat pada dialog lain, Pak, saya harap sekarang Bapak tahu harus melakukan apa,” ujar Buya Athar pelan dan lirih. Di tengah getar suaranya sendiri, Buya Athar mengucapkan kalimatnya dengan nada serendah dan setenang mungkin. “Sekarang juga, Bapak ke rumah Mamak dan Abah. Peluk mereka. Cium tangan Mamak dan Abah…kalau perlu, sujud di kakinya. Tak ada lagi,Pak, yang bisa membantu anak laki-laki Bapak itu selain Allah. 83 Abdurrahman An-Nahlawi, Prinsip-Prinsip dan Metoda Pendidikan Islam, Bandung: CV Diponegoro, 1992, h. 403-404. 84 Aurora, op. cit., h. 14. Tapi, Allah hanya akan membantu kalau ia ridha. Bapak tahu, kan, kalau ridha Allah itu adalah karena ridha orangtua?” 85 Pada dialog tersebut, Buya Athar mendengarkan cerita dari seorang pengusaha yang sukses dalam karirnya, namun belum merasakan kesuksesan dalam mendidik anaknya. Anak dari pengusaha sukses itu sering sekali berlaku kurang ajar kepada orangtuanya. Lalu Buya Athar bertanya tentang hubungan pengusaha tersebut dengan orangtuanya, sang pengusaha bercerita bahwa ia sudah delapan bulan tidak menjenguk orangtuanya padahal jarak dari kantor ke rumah orangtuanya dapat ditempuh dalam waktu tiga puluh menit. Ia pun tidak pernah menelepon orangtuanya. Buya Athar memberikan nasihat kepadanya agar pengusaha tersebut mengunjungi rumah orangtuanya serta memuliakan mereka. Karena hanya Allah yang dapat membantu ank lai-lakinya tersebut. Allah akan membantu jika Ia ridha, sementara ridha Allah tergantung pada ridha orangtua. Nasihat tersebut membuat pengusaha itu mencintai dan lebih memperhatikan orangtuanya dibandingkan sebelumnya. Selanjutnya, dialog yang mengandung metode nasihat yaitu, “Terngiang suara Buya Athar bertahun-tahun lalu. “Muliakanlah orangtuamu, maka dunia akan memuliakanmu.” Nasihat Buya Athar yang sudah sejak bertahun-tahun lalu, mengingatkan Ramadhan untuk memuliakan orangtuanya. Ketika teringat nasihat yang menyentuh itu, Ramadhan segera melakukan apa yang ia dengar dari buya Athar, ia memberikan sebagian honornya kepada orangtuanya, seperti yang terdapat dalam dialog: “Setiap penghasilanku, kito bagi fifty-fifty, ya, Umi.” Umi masih belum mengerti. Tak terlalu acuh, ia melirik. “Apa itu fifty-fifty?” “Honorku, Umi. Kito bagi dua.”” 86 85 Ibid, h. 54. Adapun nasihat yang diberikan Abuya kepada pemuda yang bernama Rafiq saat menziarahi kubur buyutnya, Datuk Hasan dan Datuk Rahman, yaitu: “Kita tahu sejak dulu bahwa anak-anak adalah titipan Allah, jadi harus kita jaga baik-baik. Tapi, kita lupa bahwa orangtua juga dititipkan Allah kepada kita. Jadi, orangtua juga harus kita jaga baik-baik, Bang. Seperti menjaga anak.” 87 Abuya menasihati Rofiq agar menjaga orangtuannya, karena orangtua juga merupakan titipan Allah kepada anak yang harus dijaga baik-baik. Orangtua juga keramat anak, maka harus dihormati dan dimuliakan. Beberapa potongan kalimat dalam novel di atas telah menunjukkan bahwa novel Ada Surga di Rumahmu menggunakan metode nasihat untuk pendidikan birrul walidain. Nasihat yang diberikan yaitu nasihat agar menaati perintah orangtua, meminta restu dan ridho orangtua, bersikap santun terhadap orangtua, memuliakan orangtua, menjaga silaturahim dengan orangtua, dan mendahulukan kepentingan orangtua. b. Metode Keteladanan Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan, bahwa “keteladanan” dasar katanya “teladan” yaitu: “Perbuatan atau barang dsb, yang patut ditiru dan dicontoh.” 88 Oleh karena itu keteladanan adalah hal-hal yang dapat ditiru atau dicontoh. Dalam Al- qur‟an, “keteladanan” diistilahkan dengan kata Uswah, kata ini berada dalam Firman Allah Swt.: 86 Ibid, h. 104. 87 Ibid, h. 131. 88 Tim Penyusun Kamus Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1999, h. 1025.