Unsur Intrinsik Nilai-nilai pendidikan birrul walidain dalam novel Ada Surga di Rumahmu karya Oka Aurora
f Pasar
“Kami lalu pamit pada Buya Athar dan Umi Aisya, lalu berjalan menuju pasar yang tak jauh dari sana. Pasar sempit ini diapit
pasar di kanan dan kirinya, kios kopi Abuya ada di tepi jalan.setelah mendapatkan setengah kilogram gula untuk oleh-
oleh bagi Umi, kami mampir ke kios Abuya. ”
10
g Sekolah
Setibanya mereka di sekolah kelima, mereka melangkah melintasi gerobak pedagang es krim yang sedang dirubung anak-
anak sekolah. Tanpa bisa ditahan, Ramadhan dan Raniah melirik kerumunan itu. Si pedagang es krim sedang berkeringat,
kewalahan meladeni permintaan dari kanan dan kiri. Umi menangkap lirikan mereka ini dan mengeratkan genggaman
tangannya.
11
h Palembang
“Ustadz Karim melongok sekilas ke depan dari bilik panggung. Sepertinya seluruh penduduk Palembang tumpah-ruah di lokasi
acara. Bahkan Ramadhan pun belum pernah melihat orang sebanyak ini di Palembang.”
12
i Jakarta
“Ia diarahkan ke sebuah gedung bertingkat di Jakarta Selatan, tempat sebuah stasiun televisi besar bermarkas. Dahsyat. Hanya
satu kata itu yang pertama muncul di benak Ramadhan. Ia melangkah melintasi lantai granit mengkilap yang membentang
dari ujung ke ujung. Wajah Ramadhan tertimpa cahaya dari lampu-lampu besar dengan sudut pendar dramatis yang diatur
sedemikian rupa. Ia tiba di depan sebuah lift dan menekan tombol naik. Bahkan dengan sentuhan halus ujung jarinya saja,
tombol itu langsung menyala.
”
13
10
Ibid, h. 34.
11
Ibid, h. 68.
12
Ibid, h. 184.
13
Ibid, h. 191.
j Padang Arafah
“Sembilan Dzulhijjah, hari ketika semua calon haji berkumpul di Padang Arafah. Ketika mereka semua hanya manusia yang
mengenakan selembar kain putih, sama-sama tidur beralaskan bumi dan beratapkan langit. Dan ketika mereka benar-benar
hanya setitik debu di semesta Ketuhanan Yang Mahaagung.”
14
k Desa Sungsang
“Desanya bernama Sungsang, terletak di kecamatan Banyuasin. Ramadhan sedang ditugaskan oleh Foerqanoel Moeis untuk
mengabdi di desa ini selama setahun. Karena jaraknya dari rumah cukup jauh, sekitar 70 km, Ramadhan memutuskan untuk
pulang ke rumah Umi setiap akhir pekan. ”
15
3 Sosial
Latar sosial dalam novel Ada Surga di Rumahmu menggambarkan tentang kehidupan yang damai dengan adanya tolong menolong antara
sesama manusia, saling memberi, saling mengingatkan dalam hal kebaikan, dan lain-lain. Berikut kalimat yang menunjukkan latar sosial
dalam novel: “Kalau kau mau kito temani cari sandal baru, besok kito izin ke Ustadz
Fadhil.” Itu suara Ardiansyah. Besok memang hari Minggu. “Aku… idak mungkin mengganti uang ini sekarang.”
Ghofur menepuk pundak Ramadhan. Kencang. “Tak perlu” jawabnya
sambil meringis. “Asal jangan kau hilangkan lagi saja sandal itu,” membuat lainnya tergelak.
16
14
Ibid, h. 227.
15
Ibid, h. 200.
16
Ibid, h. 85.
4 Ekonomi
Latar ekonomi setiap tokoh dalam novel Ada Surga di Rumahmu berbeda-beda. Ada yang berasal dari keluarga mampu, ada yang berasal
dari keluarga kurang mampu. Berikut akan dipaparkan kalimat-kaliamat yang menunjukkan latar ekonomi dari novel :
a Keluarga mampu
Keluarga mampu yang terdapat dalam novel Ada Surga di Rumahmu adalah keluarga pengusaha pengekspor batik
Palembang yang ditunjukkan dalam kalimat: “Pak pengusaha bercerita bahwa usahanya sudah sedemikian
maju sehingga ini adalah tahun kelimanya memberangkatkan
karyawan- karyawannya umrah.”
17
b Keluarga kurang mampu
Keluarga kurang mampu yang terdapat dalam novel adalah keluarga Ramadhan yang ditunjukkan dalam kaimat :
Sebenarnyo kami ini kaya atau miskin, sih? Pikirannya terus mengawang. Belum berani ia menuntut
jawaban dari Umi. “Kito hanya belum punya uang, Mad. Tapi kito idak miskin.
Jangan pernah sekali- kali berpikir begitu lagi.” Umi bangkit
dari duduknya.
18
5 Agama
Latar agama dalam novel Ada Surga di Rumahmu menunjukkan ajaran-ajaran Islam yang sangat banyak diantaranya: tokoh-tokoh yang
taat beribadah, tolong menolong, berbakti kepada orangtua, suka memberi, jujur, dan lain-lain. Berikut kalimat yang menunjukkan ajaran
agama yang ditunjukkan oleh perilaku tokoh dalam novel :
17
Ibid, h. 51.
18
Ibid, h. 75.
“Alhamdulillah,” bisik Abuya setelah menyelesaikan tadarusnya. Dari keriat-keriut kaki bangku, Ramadhan tahu ayahnya sedang berusaha
mencari posisi tidur yang enak. “Ngapo belum tedok, Mad?”
Ramadhan tak menjawab. Dari mana pula ayahnya bisa tahu ia belum tidur. Tapi, Abuya memang perasa sekali.
Abuya mulai menggumam zikir, bersiap menyibak tabir alam mimpi.
19
c. Alur
Novel Ada Surga di Rumahmu karya Oka Aurora memiliki alur yang bersifat maju. Alinea cerita disusun berdasarkan urutan waktu yang berjalan
ke depan, bukan berbalik ke masa lampau. d.
Penokohan 1
Ramadhan Seseorang yang sangat sayang kepada keluarganya, berbakti kepada
kedua orangtua, dan bercita-cita tinggi. Hal ini dapat dilihat dari kalimat berikut :
“Baiklah, Abuya dan Umi … aku akan berusaha menggapai cita-cita tinggi itu demi mengangkat derajat keluarga.”
20
2 Umi Humairra
Wanita sederhana yang taat beribadah dan pekerja keras. Hal ini dapat dilihat dari kalimat berikut:
Umi mengenakan kerudung abu-abu yang selalu ia pakai jika keluar rumah. Perawakan umi mungil, tapi kukuh. Kain tua warisan Nenek
yang ia belitkan di pinggang tak bisa menyembunyikan pergelangan kakinya yang liat. Ia bukan wanita pendiam. Jika ia sedang bekerja,
19
Ibid, h. 143.
20
Ibid, h. 44.
ia bersenandung kecil, atau berdzikir. Umi tak pernah duduk terlalu lama, kecuali jika sedang menisik baju-baju yang koyak.
21
3 Abuya Karim
Seorang ayah yang amanah, penyayang, lembut dalam bertutur kata,dan penyemangat bagi anak-anaknya. Hal ini dapat dilihat dari
kalimat berikut : “Kau dan adik-adikmu dipercayakan Allah kepada kami. Allah pasti
ingin kalian bercita-cita. Kami idak mau jadi orang yang
menggagalkan cita- citamu,” ujar Abuya lembut. “Abuya tahu,cita-
citamu tinggi. Mungkin sekarang kau belum menyadarinya. Tapi, suatu saat kau pasti tahu. Jangan jadi orang yang menggagalkan
cita- citamu sendiri, Mad.”
22
4 Buya Athar Paman sekaligus guru Ramadhan
Penyabar dan percaya diri. Hal ini dapat dilihat dari kalimat berikut ini:
“Aku sering dikhianati,” ucapnya lagi setelah terbatuk payah. “Dikhianati oleh saudaraku, temanku, guru-guru yang kuasuh,
bahkan kadang oleh muridku sendiri. Tak ada satu pun
pengkhianatan di dunia ini yang berhasil meruntuhkan rasa percaya diriku.”
23
5 Umi Aisya Istri Buya Athar
Penyabar, setia, dan penyayang. Hal ini dapat dibuktikan dari kalimat berikut:
“Karena kondisinya tak kunjung membaik setelah dua bulan, ia setuju untuk diinapkan di rumah sakit. Selama dirawat, para santri
21
Ibid, h. 20.
22
Ibid, h. 43.
23
Ibid, h. 102.
bergantian mengampar di lantai rumah sakit. Istri Buya Athar, Umi Aisya, tak pernah sekali pun meninggalkannya. Karena mereka tak
dikaruniai keturunan,para santrilah yang menjadi anak-anak mereka.”
24
6 Raniah Kakak Ramadhan
Pendiam, rajin dan berbakti kepada orangtua. Hal ini dapat dilihat dari kalimat di bawah ini :
“Raniah, si sulung, kakak perempuan mereka yang pendiam, akan berdiri saja di anjungan rumah memperhatikan mereka. Sepagi ini,
apalagi hari libur, ia pasti baru selesai menjemur baju yang Shubuh tadi dicucikan Umi. Ia tersenyum kecil memperhatikan polah adik-
adiknya yang saling menyelengkit berebut bola, lalu meneruskan
pekerjaannya mengelap perabot rumah.”
25
7 Rindu
Santun dan anggun. Hal ini dapat dilihat dari kalimat berikut ini: “Gadis misterius itu mencium tangan Umi. Kerudungnya
yangterbuat dari satin berwarna ungu muda beriak halus mengikuti
geraknya yang santun tapi anggun. Lalu ia mengangguk sopan dan tersenyum pada Ramadhan.”
26
8 Kirana
Santun dan menghormati orangtua. Hal ini dapat dilihat dari kalimat berikut:
Seorang gadis dalam baju kirung keemasan bergegas mendekat. Itu Kirana Wajah Ramadhan memanas saat melihat betapa kulit
Kirana tampak semakin terang dalam bajunya. Ia lirik Umi yang menyambut Kirana sambil tersenyum santun. Ramadhan langsung
tahu bahwa Umi telah jatuh hati pada Kirana. Dengan takzim, Kirana mencium tangan Umi. Umi malah menarik tubuh Kirana
mendekat dan mencium kedua pipinya.
27
24
Ibid, h. 99.
25
Ibid, h. 3.
26
Ibid, h. 220.
27
Ibid, h. 177.
9 Naya
Kurang sopan dan tidak menghargai ustadznya. Hal ini dapat dilihat dari kalimat di bawah ini :
“Karena merasa tak punya alasan yang tepat untuk menolak permintaan Naya, Ramadhan terpaksa diam saja saat Naya naik ke
sadel motornya tanpa bertanya lagi. Inilah yang Ramadhan tak terlalu suka dari murid pengajiannya yang satu ini; sebagai seorang
perempuan etikanya agak kurang. ”
28
e. Sudut Pandang
Sudut pandang yang ditentukan oleh pengarang novel ini adalah persona ketiga “dia”. Pengarang novel menceritakan kehidupan “dia”. Hal ini dapat
dibuktikan dengan beberapa kutipan sebagai berikut: “Ramadhan tak tahu alasan mana yang pantas ia ajukan sebagai
keberatan. Sebagai anak lelaki tertua di keluarga ini, tak pantas rasanya mengeluhkan tinggal berjauhan dengan keluarga. Tak pantas pula
mengkhawatirkan hidup mandiri. Lagi pula, ia tahu persis, pesantren milik keluarga ini akan sangat meringankan beban keuangan keluarga
”
29
“Mata Ramadhan juga sudah terpejam, tapi ia tak bisa tidur. Sayup, senandung tadarus Abuya dari sudut ruangan kecil itu mendesau-desau ke
telinganya.”
30
“Ramadhan diam, mendengarkan. Ia tidak tahu. Belum pernah itu diceritakan kepadanya.”
31
28
Ibid, h. 133.
29
Ibid, h. 40.
30
Ibid, h. 142.
31
Ibid, h. 166.