Lemahnya koordinasi antara Aparat Penegak Hukum

membantu disuruh merekrut adalah juga korban dari jaringan perdagangan orang, hal ini terjadi pada kasus-kasus TPPO yang melibatkan siswi-siswi SMUSMP, dimana pada awalnya siswi SMUSMP ini menjadi korban TPPO, kemudian oleh pelaku utama disuruh untuk mencari korban anak lainnya disekolah, dengan iming-iming uang yang besar, sehingga akhirnya siswi SMUSMP merasa tertarik dan mencari korban sebaya dirinya, menurut UU PTPPO ancaman hukuman kepada siswi SMUSMP yang membantu sama dengan pelaku utama.

2. Lemahnya koordinasi antara Aparat Penegak Hukum

Koordinasi dan kerjasama antar penegak hukum mempunyai peran yang sangat menentukan keberhasilan tugas terutama dalam menegakkan hukum dan keadilan serta melindungi sekaligus menyelesaikan masalah yang dihadapi korban TPPO, dari perspektif penegak hukum, koordinasi ini tidak hanya terbatas pada sesama penegak hukum melainkan juga dengan instansi lain. 134 Kendala hambatan akibat dari lemahnya koordinasi antar penegak hukum yang dihadapi Kepolisian Daerah Sumatera Utara dalam penanganan Tindak Pidana perdagangan Orang di wilayah hukum Provinsi Sumatera Utara adalah : a. Menurut Pasal 30 UU PTPPO menjelaskan bahwa sebagai alat bukti yang sah keterangan seorang saksi korban saja sudah cukup untuk membuktikan bahwa 134 IOM International Organization for Migration, Op Cit hal 55 Universitas Sumatera Utara terdakwa bersalah, apabila disertai dengan satu alat bukti yang sah lainnya, hal ini belum dapat dipraktekan karena faktanya banyak saksi-saksi bahkan petunjuk-petunjuk yang harus dipenuhi oleh Penyidik yang diminta oleh Jaksa Penuntut Umum sehingga membuat banyak kasus TPPO tidak sampai ke tingkat Pengadilan dan tersangka bahkan harus dilepaskan, hal ini disebabkan masih kurangnya Capacity buildingpenguatan kapasitas kepada aparat penegak hukum tentang trafficking dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berkaitan sehingga kurang terbangunnya persamaan persepsi dalam penanganan kasus trafficking, contoh selain pasal diatas adalah seperti isi Pasal 2 UU PTPPO dari mengenai tindakan perekrutan, pengangkutan dan penampungan, seseorang yang dilakukan dengan cara penipuan dan memalsukan identitas korban, dalam hal ini sebenarnya tersangka telah memenuhi unsur-unsur tindak pidana perdagangan orang, namun oleh Jaksa Penuntut Umum perbuatan tersangka belum merupakan delik tindak pidana Perdagangan Orang dikarenakan korban belum berangkat atau masih dalam penampungan tujuan eksploitasi belum terjadi, padahal dlam UU PTPPO telah dijelaskan bahwa walaupun tujuan TPPO belum terjadi namun sudah ada niat dari pelaku TPPO untuk memperdagangkan korban berdasarkan bukti-bukti fakta yang ada, sebenarnya pelaku sudah dapat dijerat oleh UU PTPPO karena kurangnya persamaan persepsi antar penegak hukum tersebut, akhirnya pelaku tersangka harus Universitas Sumatera Utara dilepaskan oleh penyidik karena berkas terus bolak balik belum bisa di lanjutkan ke penuntutan oleh JPU, sedangkan masa penahanan sudah habis. b. Masih kurangnya kualitas penyidik terutama yang bertugas di Polres dan Polsek. c. Penegakan hukum terhadap pelaku trafiking masih belum tegas dan konsisten sehingga ada pelaku mendapat sanksi pidana dibawah ancaman minimal menurut UU PTPPO. d. Kurangnya sarana dan prasarana yang cukup dan memadai dimana hal tersebut memegang peranan penting dalam rangka penegakan hukum.

3. Masalah Kultur Budaya