Kerangka Konsepsi Penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang (Trafficking) Oleh Kepolisian Daerah Sumatera Utara

11. Pelimpahan perkara kepada penuntut umum dan pengembaliannya kepada penyidik untuk disempurnakan. 28 Kewenangan yang di miliki oleh Polri ini semata-mata digunakan hanya untuk kepentingan mencari kebenaran dari suatu peristiwa pidana. Dengan keluarnya hasil dari penyelidikan tentang tindak pidana perdagangan orang, harus diadakan penyidikan maka tindakan pertama yang diambil adalah pengumpulan bukti-bukti untuk membuat terang suatu tindak pidana perdagangan orang dan mencari serta menemukan pelaku tindak pidana tersebut. Penyidikan terhadap suatu tindak pidana perdagangan orang adalah suatu proses yang terdiri dari rangkaian tindakan yang dilakukan penyidik untuk membuat jelas suatu tindak pidana tersebut dan menemukan pelaku tindak pidana guna diproses sesuai dengan hukum yang berlaku. 29

2. Kerangka Konsepsi

a. Kepolisian Daerah Sumatera Utara adalah Segala hal ikhwal yang berkaitan dengan fungsi dan lembaga Polisi di Sumatera Utara sesuai dengan peraturan perundang-undangan. 30 b. Penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna 28 Ibid 29 Mahmud Mulyadi, Op Cit , hal 17 30 Undang-Undang Nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, Pasal 1 angka 1. Universitas Sumatera Utara menemukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur dalam undang-undang. 31 c. Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya. 32 d. Penyidik adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia yang karena diberi wewenang tertentu dapat melakukan tugas penyidikan yang diatur dalam undang- undang ini. 33 d. Polri merupakan alat negara yang berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, memberikan pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat. 34 e. Tindak Pidana adalah perbuatan manusia yang dilarang oleh undang-undang ataupun peraturan perundang-undangan lainnya yang berlaku dimana perbuatan tersebut dapat dipertanggungjawabkan oleh si pelaku. Jadi suatu perbuatan dapat dikatakan sebagai tindak pidana apabila memenuhi unsur-unsur sebagai berikut, yaitu : 1 Harus merupakan suatu perbuatan manusia; 31 Undang-undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, Pasal 1 angka 2. 32 Undang-undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, Pasal 1 angka 2. 33 Undang-undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, Pasal 1 angka 1. 34 Undang-Undang Nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, Pasal 5 angka 1 Universitas Sumatera Utara 2 Perbuatan tersebut dilarang dan diberi ancaman hukuman baik oleh undang- undang maupun peraturan perundang-undangan lainnya; 3 Perbuatan tersebut dilakukan oleh orang yang dapat bertanggung jawab artinya dapat dipersalahkan karena melakukan perbuatan tersebut. 35 f. Penanganan adalah proses, cara, perbuatan menangani, penggarapan; 36 g. Perdagangan Orang trafficking adalah Setiap orang yang melakukan perekrutan,pengangkutan, penampungan,pengiriman, pemindahan atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang atau memberi bayaran atau manfaat walaupun memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain untuk tujuan mengeksploitasi orang tersebut diwilayah negara Repulik Indonesia. 37 Penanganan Trafficking di Sumatera Utara tidak dapat dipisahkan dari kebijakan penanganan trafficking di tingkat Nasional. Sebelum dilahirkannya Undang-undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, Pemerintah melalui Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 88 Tahun 2002 tentang Rencana Aksi Nasional Penghapusan Perdagangan Trafficking Perempuan Dan Anak. Lahirnya kebijakan Penanganan 35 Satochid.K, Hukum Pidana Bagian Kesatu, Balai Lektur Mahasiswa. 36 Daryanto,S.S.Op Cit, hal 575 37 IOM International Organization for Migration, , hal 87 Universitas Sumatera Utara Trafficking di tingkat Nasional ini tidak terlepas dari perhatian masyarakat Internasional yang telah menempatkan Indonesia sebagai negara yang cukup banyak warga negaranya memasok berbagai kebutuhan ketenagakerjaan di berbagai negara. Dengan lahirnya rencana aksi di tingkat nasional, untuk menjamin terselenggaranya rencana aksi nasional selanjutnya disebut RAN-P3A di seluruh wilayah Indonesia, maka dibentuklah Gugus Tugas Daerah RAN P3A yang dibentuk melalui Keputusan Gubernur untuk Pemerintah Provinsi dan Keputusan BupatiWalikota untuk Pemerintah KabupatenKota. Kebijakan Penanganan Trafficking di Sumatera Utara dilakukan dengan melahirkan regulasi di tingkat daerah berupa produk hukum sebagai berikut : 1. Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2004 Tentang Pencegahan Dan Penanggulangan Bentuk-Bentuk Pekerjaan Terburuk Bagi Anak; 2. Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Perdagangan Trafficking Perempuan Dan Anak; 3. Peraturan Gubernur Sumatera Utara Nomor 24 Tahun 2005 Tentang Rencana Aksi Provinsi Penghapusan Perdagangan Trafficking Perempuan Dan Anak; 4. Keputusan Gubernur Sumatera Utara Nomor 4631211K2002 Tentang Pembentukan Komite Aksi Provinsi Sumatera Utara tentang Penghapusan Bentuk-Bentuk Pekerjaan Terburuk Untuk Anak. Berbagai instrumen hukum di tingkat daerah sebagaimana diuraikan di atas antara yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan karena merupakan satu Universitas Sumatera Utara kesatuan arah kebijakan yang ditempuh oleh Pemerintah Provinsi Sumatera Utara dalam penanganan trafficking khususnya terhadap perempuan dan anak.

G. Metode Penelitian

Metode penelitian digunakan dalam suatu penelitian ilmiah. Penelitian ilmiah ialah penalaran yang mengikuti suatu alur berpikir atau logika yang tertentu dan yang menggabungkan metode induksi empiris, karena penelitian ilmiah selalu menuntut pengujian dan pembuktian empiris dan hipotesis-hipotesis atau teori yang disusun secara deduktif. 38 Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif. Metode penelitian yuridis normatif disebut juga sebagai penelitian doktrinal doctrinal research yaitu suatu penelitian yang menganalisis hukum baik yang tertulis didalam buku law as it is written in the book, maupun hukum yang diputuskan oleh hakim melalui proses pengadilan law is decided by the judge through judicial process. 39 Penelitian hukum normatif berdasarkan data sekunder dan menekankan pada langkah-langkah spekulatif-teoritis dan analisis normatif- kualitatif. Adapun data yang digunakan dalam menyusun penulisan ini diperoleh dari penelitian kepustakaan library research, sebagai suatu teknik pengumpulan data dengan memanfaatkan berbagai literatur berupa peraturan perundang-undangan, 38 Sunaryati Hartono, Penelitian Hukum di Indonesia Pada Akhir Abad ke-20, Bandung: Rineka Cipta, 1994, hal. 105. 39 Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Jakarta : Grafitti Press, 2006, hal.118 Universitas Sumatera Utara buku-buku, karya-karya ilmiah, bahan kuliah, putusan pengadilan, serta sumber data sekunder lain yang dibahas oleh penulis. Digunakan pendekatan yuridis normatif karena masalah yang diteliti berkisar mengenai keterkaitan peraturan yang satu dengan yang lainnya. Metode yang digunakan adalah metode penelitian normatif yang merupakan prosedur penelitian ilmiah untuk menemukan kebenaran berdasarkan logika keilmuan hukum dari sisi normatifnya. 40 Logika keilmuan yang juga dalam penelitian hukum normatif dibangun berdasarkan disiplin ilmiah dan cara-cara kerja ilmu hukum normatif, yaitu ilmu hukum yang objeknya hukum itu sendiri. Penelitian hukum ini dikatakan juga penelitian yang ingin menelaah sinkronisasi suatu peraturan perundang-undangan, yang dilakukan secara vertikal dan horizontal. Ditelaah secara vertikal berarti akan dilihat bagaimana hirarkisnya, sedangkan secara horizontal adalah sejauh mana peraturan perundang-undangan yang mengatur pelbagai bidang itu mempunyai hubungan fungsional secara konsisten.

1. Sifat Penelitian