Upaya Represif Penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang (Trafficking) Oleh Kepolisian Daerah Sumatera Utara

atau mereka yang hidup dilingkungan yang setingkat kejahatannya lebih tinggi. Hal ini disebabkan karena golongan masyarakat tersebut justru paling mudah dijadikan sasaran kejahatan. Sehingga upaya pencegahan kejahatan trafficking tersebut perlu dilakukan penelitian, pengkajian dan disosialisasikan dengan terencana. 101

2. Upaya Represif

Upaya represif adalah merupakan suatu usaha yang lebih bersifat pada penindakanpemberantasan setelah tindak pidana perdagangan orang itu terjadi. Menurut Kompol Fransisca Munthe SH, bahwa upaya represif yang dilakukan oleh Kepolisian Daerah Sumatera Utara dalam rangka penanganan Tindak pidana perdagangan orang dalam wilayah hukum Kepolisian Daerah Sumatera Utara adalah : a. Menangkap pelaku perdagangan orang trafficking Penanganan Tindak Pidana perdagangan Orang di Kepolisian Daerah Sumatera Utara dilakukan oleh Penyidik yang berada di Direktorat Reserse Kriminal Satuan Pidana Umum, yaitu Unit Pelayanan Perempuan dan Anak melalui upaya penyelidikan dan penyidikan guna tercapainya penegakan hukum dengan menangkap pelaku tindak pidana perdagangan orang, dan menjerat pelaku perdagangan orang dengan Undang-undang No.21 tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana perdagangan Orang. Hasil akhir dari penegakan hukum adalah tercapainya rasa keadilan, karena itu dengan guidlines yang sama bagi penegak hukum, diharapkan 101 Ibid Universitas Sumatera Utara “rasa keadilan“ dalam penegakan hukum tindak pidana perdagangan orang dapat diwujudkan melalui proses peradilan yang baik, tegas dan konsisten. 102 Proses penegakan hukum pidana termasuk kepada kejahatan TPPO melalui suatu sistem yang terdiri dari empat tahap proses yaitu : 1 Tahap Penyelidikan Penyidikan 2 Tahap Penuntutan 3 Tahap Pemidanaan dan 4 Tahap Pelaksanaan Eksekusi. 103 Salah satu proses hukum yaitu Laporan, pengaduan atau tertangkap tangan mengenai dugaan telah terjadi tindak pidana perdagangan orang di wilayah hukum Kepolisian Daerah Sumatera Utara kemudian pihak Kepolisian melakukan penyidikan terhadap orang yang diketahui sedang atau telah melakukan tindak pidana perdagangan orang, bila terbukti melakukan tindak pidana perdagangan orang pelaku ditangkap untuk diproses penegakan hukum yang lebih lanjut. Kekhususan penanganan kasus TPPO di Kepolisian Negara Republik dimana menurut Pasal 45 UU PTPPO bahwa untuk melindungi saksi danatau korban disetiap propinsi dan kabupatenkota wajib dibentuk ruang pelayanan khusus pada kantor 102 Sitiani Purba, Perwira Unit Perlindungan PPA Polda Sumut, wawancara 10 Agustus 2010, pukul 12.00 Wib. 103 Mahmud Mulyadi, Kepolisian dalam Sistem Peradilan Pidana, Medan 2009, hal 14 Universitas Sumatera Utara kepolisian setempat guna melakukan pemeriksaan ditingkat penyidikan bagi saksi danatau korban tindak pidana perdagangan orang. 104 Tertangkapnya pelaku tindak pidana perdagangan orang tersebut diharapkan memberikan efek jera khususnya bagi pelaku sendiri dan menimbulkan rasa takut bagi masyarakat agar tidak mau melakukan praktek perdagangan orang lagi. Namun kenyataannya dalam pemberantasan perdagangan orang sering kali pihak Kepolisian Daerah Sumatera Utara menemui kendala dalam menangkap pelaku yaitu ada kalanya pelaku berada di luar negeri sehingga masih banyak pelaku yang belum terjerat hukum dikarenakan pelaku tidak diketahui alamatnya di luar negeri, hal inilah yang menjadi salah satu kendala sehingga pelaku tindak pidana perdagangan orang sering lolos dari jeratan hukum. Penanganan kasus Perkara trafficking di Polda Sumut, biasanya korban trafficking setelah dilakukan Penyelidikan dan penyidikan 105 kemudian korban 104 Pasal 45 Peraturan Kapolri Unit PPA 105 Pasal 7 KUHAP : 1 Penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat 1 huruf a karena kewajibannya mempunyai wewenang : a. menerima laporan atau pengaduan dari seorang tentang adanya tindak pidana; b. melakukan tindakan pertama pada saat di tempat kejadian; c. menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka; d. melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan; e. melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat; f. mengambil sidik jari dan memotret seorang; g. memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi; h. mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara; i. mengadakan penghentian penyidikan; j. mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab. Pasal 106 KUHAP : Penyidik yang mengetahui, menerima laporan atau pengaduan tentang terjadinyasuatu peristiwa yang patut diduga merupakan tindak pidana wajib segera melakukan tindakan penyidikan yang diperlukan. Universitas Sumatera Utara dilakukan visum di Rumah Sakit Pemerintah, kemudian korban akan di arahkan kepada Biro Pemberdayaan Perempuan, Anak dan Keluarga Berencana Setdaprovsu, dengan perlindungan yang diberikan : a. Pelayanan kepada korban, termasuk perlindungan identitas korban. b. Pelayanan pendamping dalam rangka mengungkapkan pandangan dan kepentingan korban agar dapat turut dipertimbangakan oleh pengadilan. c. Upaya pemulihan fisik, psikologi dan sosial korban, termasuk didalamnya penyediaan pelayanan kesehatan, konseling, psikologis dan materiil, pelatihan dan pendidikan, sesuai umur dan jenis kelamin korban. Terhadap anak-anak secara khusus dengan memperhatikan pemeliharaan dan pendidikan. d. Upaya keselamatan fisik korban dan pemulangan korban ketempat wilayah domisili asalnya dengan mempertimbangkan status tuntutan hukum yang diajukan berkenaan dengan kondisinya sebagai korban trafficking. 106 Hal ini dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Gubernur Sumatera Utara Nomor 24 Tahun 2005 tentang Rencana Aksi Propinsi Penghapusan Perdagangan trafficking perempuan dan anak dan untuk pembiayaan penyuluhan dan biaya pemulangan korban dibebankan pada anggaran pendapatan dan belanja daerah Pasal 7 angka 1 dan 2. 106 Peraturan Gubernur Sumatera Utara No.24 Tahun 2005, Tentang Rencana Aksi Propinsi Penghapusan Perdagangan Trafiking Perempuan Dan Anak. Universitas Sumatera Utara Penanganan korban dalam pelaksanaannya diperlukan adanya koordinasi 107 antara Biro Pemberdayaan Perempuan,Anak dan Keluarga Berencana Setdaprovsu dengan Polri sebagai Unit Pelayanan Perempuan yang bertugas memberikan pelayanan, dalam bentuk perlindungan terhadap perempuan dan anak yang menjadi korban kejahatan. 108 Indikasi telah terjadi TPPO di wilayah Poda Sumatera Utara, maka penyidik harus dimulai untuk memastikan adanya bukti permulaan yang cukup dan untuk memulai penyidikan, kiranya tidak harus selalu diperlukan adanya laporan atau pengaduan resmi dari korban, karena seringkali kasus-kasus TPPO di wilayah Sumatera Utara ini, keberadaan korban masih di negara Malaysia sehingga tidak dapat hadir di kantor Polisi, sehingga yang datang mengadu adalah pihak keluarga atau tetangga. Polri dalam menangani korban TPPO membedakan proses penyidikan dengan korban kejahatan lainnya. 109 Pasal 15 PP No. 9 tahun 2008 ayat 1 menyatakan dalam hal saksi danatau melaporkan kepada kepolisian terdekat, maka petugas kepolisian wajib menempatkan saksi danatau korban pada ruang pemeriksaan khusus yang tersedia. Untuk keperluan tersebut Kapolri menerbitkan : 107 Peraturan Kapolri Nomor “ 10 Tahun 2007 tentang organisasi dan tata kerja Unit Pelayanan Perempuan dan Anak Unit PPA di lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia. Selanjutnya disingkat Peraturan Kapolri Unit PPA. Pasal 10 : dalam melaksanakan tugas, Kanit PPA wajib menerapkan prinsip koordinasi, integrasi dan sinkronisasi, baik antar satuan organisasi lain yang terkait dengan tugasnya. 108 Pasal 3 Peraturan Kapolri Unit PPA. 109 IOM International Organization for Migration, Op Cit hal 15 Universitas Sumatera Utara 1. Peraturan Kapori No.10 tahun 2007 pada tanggal 6 Juli 2007 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelayanan Perempuan dan Anak di lingkungan Kepolisian Republik Indonesia. a. Unit PPA adalah unit yang bertugas memberikan pelayanan dalam bentuk perlindungan terhadap perempuan dan anak yang menjadi korban kejahatan dan melakukan tugas penegakan hukum. b. Unit ini wajib dibentuk pada satuan Reserse Kriminil Umum pada Bareskrim Mabes Polri, Satreskrim, Polres hingga Polsek-polsek tertentu. 2. Peratuan Kapolri No.3 tahun 2008 tanggal 22 Mei 2008 tentang Pembentukan Ruang Pelayanan Khusus RPK dan pemeriksaan Saksi danatau korban tindak pidana. a. RPK adalah ruangan yang aman dan nyaman yang diperuntukkan khusus bagi perempuan yang menjadi saksi danatau korban kejahatan, termasuk TPPO, yang kondisinya patut diperlakukan atau perlu perlakuan khusus dan perkaranya sedang ditangani kepolisian. b. RPK memudahkan korban menyampaikan laporannya karena petugas polisi terdiri dari polwan-polwan yang telah dilatih sehingga lebih tahu cara menghadapi korban dan menjamin bahwa mereka akan diperlakukan sepantasnya serta akan menanggapi laporan korban secara serius empati. Universitas Sumatera Utara Berdasarkan dua Peraturan Kapolri No.10 tahun 2007 dan No.3 tahun 2008 tersebut, setiap unit PPA wajib memiliki Ruang Pelayanan Khusus RPK dan Unit PPA wajib dibentuk pada satuan Reserse Kriminil Umum pada Bareskrim mabes Polri, Satreskrim Polwil, Polres hingga Polsek-polsek tertentu. 110 Hasil penelitian bahwa Unit PPA di wilayah Polda Sumut baru ada sampai ditingkat KabupatenKota dan belum dibentuk ditingkat polsek seperti yang diamanatkan UU PTPPO, sehingga jumlah RPK pun belum sesuai dengan yang diharapkan. Hal ini dipandang sebagai masalah serius karena kebanyakan kasus-kasus TPPO yang seharusnya menjadi wewenang Unit PPA justru terjadi ditingkat bawah kabupatenkota dan disinilah keberadaan RPK dibutuhkan. 111 Menurut keterangan dari Kompol Fransisca Munthe,SH selaku Kepala Unuit Pelayanan Perempuan dan Anak Polda Sumatera Utara bahwa Unit Pelayanan Perempuan dan anak yang terdiri dari 11 sebelas Polwan yang telah dilatih untuk memiliki rasa empati yang besar terhadap saksi danatau korban kejahatan termasuk TPPO dimana unit PPA Polda Sumut memiliki kewenangan khusus berdasarkan Perkap No.10 tahun2007 yaitu : a. Memberi konseling b. Mengirim korban ke PPT atau RS terdekat. c. Melaksanakan penyidikan perkara 110 Kementrian Negara Pemberdayaan Perempuan RI, Op Cit hal 25 111 Sitiani Purba, Perwira Unit Perlindungan PPA Polda Sumut, Wawancara tanggal 10 Maret 2010, pukul 11.00 Wib. Universitas Sumatera Utara d. Meminta visum e. Memberi info perkembangan kasus f. Menjamin kerahasiaan dan keselamatan g. Mengadakan koordinasi lintas sektoral h. Membuat laporan sesuai prosedur. 112 Hal saksi danatau korban beserta keluarganya yang mendapatkan ancaman sehingga dapat membahayakan diri, jiwa danatau hartanya, Kepolisian Negara Republik Indonesia wajib memberikan perlindungan, baik sebelum, selama, maupun sesudah proses pemeriksaan perkara pasal 47 UU PTPPO. Tugas Polri lebih rinci diatur dalam pasal 13,14 dan 15 PP No.9 tahun 2008 tentang Tata Cara dan mekanisme Pelayanan Terpadu bagi saksi danatau korban TPPO. 113 Prinsip perlakuan yang wajar dan manusiawi proper and respectfal treatment harus selalu dipegang teguh bagi penyidik kasus perdagangan orang. Perlakuan dan penanganan korban TPPO, mensyaratkan keahlian khusus bagi penyidik dalam melakukan pemeriksaan dan memberikan perlindungan saksikorban. Terutama mencegah agar tidak terjadi re-viktimisasi terhadap korban, khususnya dalam kasus perdagangan orang untuk tujuan pelacuran atau bentuk-bentuk eksploitasi seksual lainnya. Riwayat hidup korban, stigma pribadi serta riwayat pekerjaan korban, tidak boleh digunakan untuk memojokkan korban atau 112 Fransisca Munthe, Kanit PPA ReskrimPolda Sumut, Wawancara pada tanggal 15 Maret 2010 di Polda Sumut, Pukul 10.00 Wib 113 Ibid Universitas Sumatera Utara mengesampingkan laporan korban atau dijadikan landasan untuk menghentikan penyidikan TPPO. 114 Khusus mengenai penyidikan menurut Pasal 6 ayat 1 UU No.8 tahun 1981 tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana KUHAP bahwa penyidik adalah Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia dan pejabat Pegawai Negeri Sipil PPNS yang diberi wewenang khusus oleh Undang-undang. 115 Pihak Kepolisian Daerah Sumatera Utara dalam melakukan penyidikan TPPO harus selalu menjalin kerja sama dengan aparat penegak hukum lainnya untuk bertukar informasi dan melakukan invenstigasi bersama, apabila korban diperdagangkan di luar negeri dan jaringan pelaku berada di luar negeri, maka usaha menjalin kerjasama dengan aparat penegak hukum di negara tujuan bisa dilakukan melalui pertukaran informasi atau bahkan melalui mutual legal assistance. Namun demikian usaha-usaha tersebut harus menjamin keamanan dan perlindungan korban. 116 Koordinasi dan kerjasama antar penegak hukum sangat menentukan keberhasilan tugas terutama dalam menegakkan hukum dan keadilan serta melindungi sekaligus menyelesaikan masalah yang dihadapi korban TPPO. Dari perspektif penegak hukum, koordinasi ini tidak hanya terbatas pada sesama penegak hukum 114 IOM International Organization for Migration, Op Cit hal 65 115 Momo Kelana, Memahami Undang-Undang Kepolisian PTIK”Press” Jakarta 2002, hal 62 116 Republik Indonesia, Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan RI, Op Cit .hal 50 Universitas Sumatera Utara melainkan juga dengan organisasiinstansi yang bergerak dibidang pendampingan korban. Koordinasi dan kerjasama dapat dilakukan sejakpada saat : 117 1. Tahap Penyelidikan dan Penyidikan a. Menentukan alat-alat bukti awal setelah adanya laporan b. Menentukan dasar hukum pasal-pasal UU yang dapat dikenakan kepada calon tersangka c. Menyusun Administrasi Penyelidikan dan Penyidikan. d. Melaksanakan koordinasi awal antara penyidik dan JPU. JPU harus memperhatikan dan menanyakan kondisi korban kepada penyidik dan berusaha menemui apabila kondisi korban membutuhkan luka parah atau traumatis agar dapat mengakomodasi keadilan bagi korban saat menyusun penuntutan. 2. Tahap menjelang Pra penuntutan a. Koordinasi antara Penyidik dengan JPU dalam rangka membahas perkembangan kasus. b. Penyidik mempersiapkan media bagi korban dengan memperhatikan antara lain perlindungan korban, kondisi psikologis korban trauma dan kemungkinan pendampingan korban. c. Penyidik berkoordinasi dengan JPU apakah ada kemungkinan timbul pasal- pasal baru yang akan dikenakan. 117 IOM International Organization for Migration, Op Cit hal 53 Universitas Sumatera Utara d. Penyidik berkoordinasi dengan JPU untuk menentukan kemungkinan terbaik dalam hal pemeriksaan korban terutama penempatan korban sebagai saksi, misalnya apakah Berita Acara Sumpah dianggap sudah cukup untuk pemeriksaan atau harus menggunakan rekaman video dan lain sebagainya. Menurut keterangan dari Kompol Fransisca Munthe,SH selaku Kepala Unuit Pelayanan Perempuan dan Anak Polda Sumatera Utara bahwa Unit Pelayanan Perempuan dan anak yang terdiri dari 11 sebelas Polwan yang telah dilatih untuk memiliki rasa empati yang besar terhadap saksi danatau korban kejahatan termasuk TPPO dimana unit PPA Polda Sumut memiliki kewenangan khusus berdasarkan Perkap No.10 tahun2007 yaitu : a. Memberi konseling b. Mengirim korban ke PPT atau RS terdekat. c. Melaksanakan penyidikan perkara d. Meminta visum e. Memberi info perkembangan kasus f. Menjamin kerahasiaan dan keselamatan g. Mengadakan koordinasi lintas sektoral h. Membuat laporan sesuai prosedur. 118 118 Fransisca Munthe, Kanit PPA ReskrimPolda Sumut, Wawancara pada tanggal 15 Maret 2010 di Polda Sumut, Pukul 10.00 Wib Universitas Sumatera Utara Hal saksi danatau korban beserta keluarganya yang mendapatkan ancaman sehingga dapat membahayakan diri, jiwa danatau hartanya, Kepolisian Negara Republik Indonesia wajib memberikan perlindungan, baik sebelum, selama, maupun sesudah proses pemeriksaan perkara pasal 47 UU PTPPO. Tugas Polri lebih rinci diatur dalam pasal 13,14 dan 15 PP No.9 tahun 2008 tentang Tata Cara dan mekanisme Pelayanan Terpadu bagi saksi danatau korban TPPO. 119 Prinsip perlakuan yang wajar dan manusiawi proper and respectfal treatment harus selalu dipegang teguh bagi penyidik kasus perdagangan orang. Perlakuan dan penanganan korban TPPO, mensyaratkan keahlian khusus bagi penyidik dalam melakukan pemeriksaan dan memberikan perlindungan saksikorban. Terutama mencegah agar tidak terjadi re-viktimisasi terhadap korban, khususnya dalam kasus perdagangan orang untuk tujuan pelacuran atau bentuk-bentuk eksploitasi seksual lainnya. Riwayat hidup korban, stigma pribadi serta riwayat pekerjaan korban, tidak boleh digunakan untuk memojokkan korban atau mengesampingkan laporan korban atau dijadikan landasan untuk menghentikan penyidikan TPPO. 120 Indikator untuk mengenali kasus-kasus TPPO yang dapat digunakan sebagai dasar dalam menentukan apakah seseorang berpeluang menjadi korban antara lain adalah : 121 119 Ibid 120 IOM International Organization for Migration, Op Cit hal 65 121 Ibid Universitas Sumatera Utara Cari informasi apakah orang tersebut : a. Tidak menerima upah sebagai imbalan bagi pekerjaan yang dilakukannya atau dibayar hanya untuk sejumlah kecil dari yang seharusnya diterima; b. Tidak dapat mengelola sendiri upah yang ia terima atau harus menyerahkan sebagian besar upah kepada pihak ketiga. Pihak ketiga ini bisa saja seorang perantara, agen, majikan, atau dalam hal perdagangan orang untuk bisnis pelacuran, pengelola bordil atau mucikari; c. Adanya jeratan utang : calon korban berkewajiban untuk membayar sejumlah uang dengan jumlah yang berlebihan kepada pihak ketiga misalnya sebagai pengganti biaya “rekrutmen”, “jasa perantaraan”, perolehan surat-surat identitas diri, biaya perjalanan,makanan, akomodasi, pakaian atau perlengkapan kerja yang seharusnya diterimakan kepadanya danatau sebelum ia diperbolehkan berhenti atau meninggalkan pekerjaan tersebut; d. Pembatasan atau perampasan kebebasan bergerak : tidak diperbolehkan meninggalkan tempat kerja atau penampungan untuk jangka waktu lama atau meninggalkan tempat tersebut tanpa didampingi orang lain atau ditempatkan dibawah pengawasan terus menerus; e. Tidak diperbolehkandilarang dengan ancamankekerasan berhenti bekerja; f. Isolasipembatasan kebebasan untuk mengadakan dan memelihara kontak dengan orang lain, seperti keluarga, teman-teman ataupun rekan-rekan sekerja; Universitas Sumatera Utara g. Ditahan atau tidak diberikannya pelayanan kesehatan, makanan yang memadai, dan lain-lain; h. Pemerasan atau ancaman pemerasan terhadap keluarga atau anak-anaknya jika ia tidak menuruti kehendak majikan atau menunjukkan sikap membangkang; i. Ancaman penggunaan kekerasan; j. Ditemukan tanda-tanda kekerasan fisik; k. Diharuskan bekerja dalam kondisi yang sangat buruk danatau harus bekerja untuk jangka waktu kerja yang sangat panjang; l. Tidak membayar sendiri atau mengurus sendiri perjalanan, visa, paspor dan lain-lain; m. Tidak memegang sendiri surat-surat identitas diri atau dokumen perjalanannya; n. Menggunakan paspor atau surat identitas diri palsu yang disediakan oleh pihak ketiga. Indikator khusus berkenaan dengan TPPO untuk tujuan eksploitasi pelacuran : a. Mendapatkan bagian sangat kecil dari upah yang umumnya dibayarkan dalam bisnis pelacuran; b. Diharuskan mendapatkan penghasilan dalam jumlah tertentu per hari; c. Pengelola bordil ataupihak ketiga telah membayar ongkos transfer bagi calon korban danatau menyerahkan sebagian dari penghasilan calon korban kepada pihak ketiga; Universitas Sumatera Utara d. Tempat dimana calon korban dipekerjakan berubah-ubah. 122 Indikator-indikator tersebut diatas perlu dijelaskan tidak harus ada terlebih dahulu sebagai dasar untuk memunculkan dugaan atau kecurigaan telah dilakukannya TPPO. Indikator TPPO juga dapat disimpulkan dengan menganalisis uang yang berputar dalam industri tersebut. Indikasi adanya TPPO tidak saja dapat kita peroleh dari keterangan teman-teman atau anggota keluarga calon korban, melainkan juga dari situasi konkrit kehidupan dan pekerjaan korban yang terungkap berkenaan dengan pengawasan oleh petugas departemen tenaga kerja, kunjungan pemeriksaan bordil, penyelidikanpenyidikan oleh aparat kepolisian dan lain-lain. 123 Fakta bahwa orang yang berpeluang menjadi korban TPPO setuju atau sepakat menerima jenis pekerjaan tertentu misalnya bekerja sebagai pembantu rumah tangga atau sebagai pelacurpekerja seks tidaklah sekaligus berarti bahwa ia tidak mungkin menjadi korban TPPO. Karena persetujuan korban tidak lagi menjadi penting jika cara-cara yang disebutkan dalam pengertian perdagangan orang misalnya penipuan, kebohongan dan lain-lain telah terjadi dan dapat dibuktikan adanya maksud atau tujuan eksploitasi, maka seseorang tersebut bisa dikategorikan sebagai korban perdagangan orang. Fakta lainnya adalah, jika seseorang masuk ke dalam wilayah negara lain secara illegal, tidak serta merta mengindikasikan bahwa seseorang tersebut adalah korban TPPO. Masuknya orang secara ilegal apabila bertujuan 122 IOM International Organization for Migration, Op Cit hal 53 123 Kementrian Koordinator Bidang kesejahteraan Rakyat, Op Cit hal 35 Universitas Sumatera Utara mendapatkan keuntungan pribadi dan tidak mengalami eksploitasi maka orang tersebut bukanlah korban perdagangan orang. Dalam pengertian perdagangan orang, tidak dijelaskan proses perpindahan seseorang secara legal atau ilegal, hal ini disebabkan oleh kenyataan bahwa seseorang yang masuk secara legal atau mengikuti prosedurpun dapat berpotensi mengalami eksploitasi di negara tujuan. 124 Berdasarkan hasil penelitian bahwa korban TPPO yang datang mengadu di Polda Sumatera Utara belum mendapat pelayanan yang maksimal seperti yang dimaksud oleh UU PTTO Pasal 13,14 dan 15 PP No.9 tahun 2008 tentang Tata Cara dan mekanisme Pelayanan Terpadu bagi saksi danatau korban TPPO, dimana korban seharusnya mendapat perlindungan dari Kepolisian baik sebelum, selama maupun sesudah proses pemeriksaan perkara, dikarenakan terbatasnya sarana dan prasarana yang dimiliki oleh Unit Pelayanan Perempuan dan Anak yang ada di Polda Sumut, yang mana saat ini belum memiliki sebuah rumah aman bagi korban sesuai yang diamanatkan oleh UU PTPPO dan Ruang Pelayanan Khusus yang berada di Polda Sumut kurang memadai dikarenakan terlalu sempit ruang pemeriksaan yang hanya berukuran 3m x 4m terdapat 3 tiga buah meja dengan 6 enam orang polwan, sehingga apabila korban tindak pidana perdagangan orang sedang dilakukan wawancara ataupun pemeriksaan, dirinya tidak merasa nyaman dikarenakan perkataannya ucapannya didengar oleh banyak orang, sehingga korban merasa engan untuk menceritakan permasalahannya kepada penyidik, karena itu petugas Unit PPA 124 Republik Indonesia, Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan RI, Op Cit .hal 75 Universitas Sumatera Utara harus bekerja dengan ekstra agar informasi yang didapat mampu membuat terang peristiwa tindak pidana perdagangan orang yang telah terjadi. 125 Menurut UU PTPPO setelah dilakukan pemeriksaan korban diamankan disuatu tempat yang alamatnya dirahasiakan untuk menghindari incaran pelakutrafikers yang kecewa karena korban gagal di perdagangkan, namun karena kembali tidak ada fasilitas rumah yang aman tersebut, akhirnya korban dititipkan sementara kepada Lembaga Swadaya Masyarakat LSM yang peduli terhadap kasus- kasus trafficking sambil menunggu proses penyidikan sampai ke tingkat persidangan, misalnya LSM di wilayah Sumatera Utara yang peduli masalah kasus-kasus trafficking antara lain adalah Pusat Kajian Perlindungan Anak PKPA, Pusaka Indonesia, APIK Medan. 126 Akibat dari korban dititipkan di LSM-LSM tersebut, maka dengan keadaan seperti itu pihak kepolisian tidak dapat melaksanakan perlindungan terhadap korban secara maksimal, karena tugas pengawasan dan perlindungan korban beralih kepada petugas dari LSM itu sendiri, sehingga dengan keterbatasan petugas dari LSM tersebut, ada beberapa kali korban yang lolos dari pengawasan petugas di LSM tersebut, dan sampai sekarang tidak diketahui keberadaannya dimana, demikian pula terhadap korban-korban TPPO lainnya juga merasa jenuh karena terlalu lama menunggu proses penyidikan sampai ke Pengadilan, mereka hanya menunggu saja 125 Hasil Pengamatan , Proses penyidikan TPPO di Ruang PPA Polda Sumut , 15 Maret 2010, pukul 10.00 Wib. 126 Ibid Universitas Sumatera Utara tanpa dibekali sesuatu keahlian atau semacam kursus oleh pihak LSM, sehingga korban memaksa pihak LSM untuk segera memulangkan mereka kembali ke daerahnya. 127 Akibat yang timbul setelah korban TPPO pulang padahal proses persidangan belum mulai, pada saat berkas perkara dinyatakan lengkap dan akan dilanjutkan ke Persidangan, korban sudah berada jauh di daerahnya dan enggan untuk datang kembali ke Medan Sumatera Utara, mengingat jauh dan memerlukan biaya yang tidak sedikit, akhirnya proses kasusnya tetap maju ke persidangan walaupun tanpa kehadiran korban, dan yang seharusnya hakim dapat mendengarkan sendiri keterangan korban dan menyakinkan dirinya bahwa memang telah terjadi TPPO, karena korban tidak hadir maka vonis hukuman yang diberikan hakim kepada pelakutraffikers, tidak maksimal dan tidak sesuai dengan yang diharapkan oleh penyidik. 128 b. Operasi Pekat Penyakit Masyarakat Operasi PEKAT Penyakit Masyarakat merupakan salah satu cara program atau upaya penanggulangan tindak pidana termasuk TPPO, diperintahkan oleh Kapolri kepada jajarannya di seluruh Kepolisian Daerah yang ada di Indonesia. yang antara lain untuk memberantas para pelaku perdagangan orang. Berdasarkan instruksi tersebut maka Kepolisian Daerah Sumatera Utara melaksanakan Operasi 127 Ibid 128 Ibid Universitas Sumatera Utara Pekat dengan melibatkan satuan kerja selain Samapta juga Reserse Kriminal juga Brigade Mobil Brimob, Narkoba yang dipimpin langsung oleh Kepala Biro Operasional Polda Sumatera Utara. 129 Operasi Pekat yang dilakukan oleh Kepolisian Daerah Sumatera Utara ini bertujuan salah satunya untuk memutuskan mata rantai kegiatan perdagangan orang, dan tujuan dari Operasi Pekat ini antara lain adalah : a. Menegakkan hukum terhadap para pelanggar kejahatan-kejahatan yang ada di masyrakat seperti judi, preman, pencurian, perampokan dan trafficking perdagangan orang. b. Mencegah dan memberantas setiap hal yang dapat diduga akan menimbulkan gangguan keamanan, ketertiban masyarakat. c. Menindak tegas bagi para pelanggar kejahatan sesuai dengan ketentuan yang berlaku yang terkait dengan keamanan dan ketertiban masyarakat. d Mengamankan barang bukti operasi dan mendorong percepatan proses lelang. untuk mencegah salah satu ku kut : a 130 Sasaran dari operasi Pekat yang telah dilaksanakan pela trafficer adalah tempat-tempat sebagai beri a. Fasilitas tempat hiburan dan peristirahatan. b. Hotel, motel dan fasilitas penginapan lainny 129 Momo Kelana, Op Cit hal 75 130 Ibid Universitas Sumatera Utara d. g terdiri dari terminal bus, kereta api, jalan tol, l lainnya. berbahaya. g. anakan berhasil membuat orang menjadi takut untuk m s traf korban trafiking asal Padalarang Jawa Barat Rohaeni, Reni, , alamat Desa Campaka Mekar, Kecamatan Padalarang, Provinsi wa Barat. c. Kompleks pertokoan, Mall dan sejenisnya Fasilitas transportasi yan bandara dan sebagainya. e. Dealer kendaraan, bengkel, dan reparasi mobi f. Tempat penjualan barang-barang Proyek-proyek vital lainnya. 131 Diharapkan dilakukannya Operasi Pekat kejahatan perdagangan orang dapat diberantas. Operasi Pekat yang dilaksanakan di Sumatera Utara ternyata cukup efektif, hal ini dapat dilihat pada tahun 2008 Kepolisian Daerah Sumatera Utara praktek perdagangan orang banyak mengungkap kasus 32 kasus dibandingkan tahun 2007 hanya 7 kasus, diharapkan dengan tertangkapnya pelaku akan memberikan efek jera dan operasi pekat yang dilaks elakukan perdagangan orang. Menurut Ajun Komisaris Polisi Sitiani Purba SH selaku Perwira Unit Perlindungan dari Unit Pelayanan Perempuan dan Anak Polda Sumut , kasus-kasu ficking yang terjadi di wilayah Kepolisian Daerah Sumatera Utara antara lain : Kasus 4 orang Rina dan Elsa Identitas korban: keempat korban usia antara 20 – 25 tahun, pekerjaan ibu rumah tangga Ja 131 Ibid Universitas Sumatera Utara sing-masing berhutang ugus Tugas kasus tersebut rsebut di vonis di Pengadilan Kronologis kasus : Pada bulan Pebruari 2009, korban berangkat dari Bandung menuju Medan dengan Bus ALS dibawa oleh Ibu Erika dan Pak Kidir yang dijanjikan dan diming-imingi sebagai Pembantu Rumah Tangga PRT dengan gaji yang menggiurkan bermata uang dollar. Sampai di Medan keempat korban dijemput oleh Simbolon dengan menggunakan Kijang Merah, dibawa menuju Bandar Baru Barak Ibu Eka, keempat korban dijelaskan oleh germo Antonius ”bahwa mereka akan bekerja sebagai PSK bukan sebagai PRT”, karena korban telah dijual dan ma kepada saya dan berhutang sebesar Rp. 10.000.000,-orang. Selanjutnya korban harus mau melayani setiap tamu yang datang. Tiga hari kemudian korban merasa sangat khawatir kalau mereka tidak bisa lagi ke kampung halamannya maka pada suatu malam mereka memberanikan diri kabur dan nekat melompat dari jendela kamar mandi. Korban melewati rawa-rawa setinggi dada menuju sebuah gereja dikawasan Bandar Baru, sesampai di gereja sekitar pukul 20.30 WIB mereka meminta bantuan Ibu Pendeta, oleh Ibu Pendeta dihubungi pihak Polda Sumatera Utara. Menerima laporan masyarakat tersebut, pihak Poldasu lalu menuju ke tempat lokasi dan mengamankan keempat korban. Kasus tersebut ditangani oleh Tim Gugus Tugas Trafiking, dan ditempatkan di Rumah AmanPusat Pelayanan Terpadu Pemberdayan Perempuan dan Anak yang difasilitasi Biro Pemberdayan Perempuan Setdaprovsu. Oleh Tim G diproses sebagai pendamping LSM Pusaka Indonesia. Dengan berbagai upaya kerjasama dan koordinasi antar Tim Gugus Tugas Trafiking Provsu dengan Pemerintah Provinsi Jawa Barat dan Kementerian Negara Pemberdayan Perempuan RI untuk membongkar sindikat kejahatan trafiking, maka kasus tersebut diproses sampai ke Pengadilan. Dan pada bulan Juli 2009, sindikat pelaku kejahatan trafiking atas keempat korban te Negeri Medan, dengan hukuman 12 tahun penjara. Universitas Sumatera Utara Dari keterangan yang diperoleh oleh peneliti terlihat bahwa, masing-masing mempunyai alasan atau latar belakang yang berbeda untuk bisa bekerja. Namun, peneliti menemukan unsur-unsur yang dapat memperkuat, bahwa wilayah Sumatera Utara selain sebagai daerah transit, juga sebagai daerah sumber dan tujuan sindikat trafficking. Penegakan hukum terhadap kasus tersebut diatas sudah berjalan dengan baik dimana korban telah mendapat perlindungan hukum dengan terjeratnya si pelaku dan diancam hukuman penjara selama 12 dua belas tahun, hal ini jarang sekali terjadi di dalam sistem peradilan pidana di wilayah Sumatera Utara, dan ini merupakan prestasi yang sangat membanggakan sehingga memacu aparat penegak hukum untuk lebih lagi bekerja dengan baik, namun ada sedikit kekurangan dalam kasus tersebut dimana masalah TPPO ini merupakan masalah yang kompleks dan perlu menjalin kerjasama khususnya dalam penanganan kasus dan perlindungan korban guna memastikan korban mendapatkan haknya atas perlindungan hukum, maksud dengan perlindungan hukum adalah perlindungan atas keamanan pribadi korban, kerahasiaan identitas diri, namun karena kurangnya kerjasama antar sektor pemerintah dalam melaksanakan tugas pokok masing-masing sehingga mengakibatkan korban belum dapat merasakan perlindungan yang maksimal dan hal itu berakibat juga dalam hak penegakan hukum dimana tersangkapelaku akhirnya menyebabkan pelaku mendapat hukuman tidak maksimal sesuai perbuatannya Universitas Sumatera Utara dikarenakan korban tidak dapat dihadirkan kembali karena sudah tidak tahu lagi keberadaannya dimana. 132

D. Kendala yang dihadapi Polda Sumut dalam menangani TPPO

Tindak pidana Perdagangan Orang adalah bentuk tindak kejahatan yang kompleks, dan memerlukan upaya penanganan yang komprehensif dan terpadu. Tidak hanya dibutuhkan pengetahuan dan keahlian profesional, namun juga pengumpulan dan pertukaran informasi, kerjasama yang memadai baik sesama aparat penegak hukum seperti Kepolisian, Kejaksaan, Hakim maupun pihak-pihak yang terkait yaitu lembaga pemerintah kementrian terkait dan lembaga non pemerintah LSM baik lokal maupun Internasional. Semua pihak bisa saling tukar informasi dan keahlian profesi sesuai dengan kewenangan masing-masing dan kode etik instansi. 133

1. Kendala Yuridis Undang-undang