1. Tindakan : a. Perekrutan;
b. Pengangkutan; c. Penampungan;
d. Pengiriman; e. Pemindahan, atau
f. Penerimaan seseorang
2. Dengan cara : a. Ancaman kekerasan
b. Penggunaan kekerasan; c. Penculikan;
d. Pemalsuan; e. Penipuan;
f. Penyalahgunaan kekuasaan atau g. Penyalahgunaan posisi rentan;
h. Penjeratan utang atau; i. Memberi bayaran atau manfaat,
Sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain tersebut, baik yang dilakukan di dalam negara maupun antar
negara,
3. Untuk tujuan : a. Eksploitasi atau
b. Mengakibatkan orang tereksploitasi.
67
2. Pertanggung jawaban Pidana
Pertanggung jawaban pidana tindak pidana perdagangan orang pada dasarnya berdasarkan asas kesalahan schuld berupa kesengajaan. Berdasarkan
teori kehendak Wilstheori “ bahwa Kesengajaan adalah apabila akibat sesuatu perbuatan dikehendaki dan bahwa akibat itu menjadi maksud dan tujuan strekking
dari perbuatan yang dilakukan itu”. Hal ini sesuai dengan maksud dari unsur pasal
67
IOM International Organization for Migration,Op Cit , hal 106
Universitas Sumatera Utara
dalam UU khusus PTPPO ini yang mengantisipasi dan menjerat semua jenis tindakan yang mampu menyediakan landasan hukum materil dan formil, misalnya
dalam pasal 2 ayat 1 UU PTPPO merupakan delik formil sedangkan ayat 2 mengatur tentang mengakibatkan orang tereksploitasi merupakan delik materil
dalam tindakan proses, cara atau semua bentuk eksploitasi yang mungkin terjadi dalam praktek perdagangan orang dan antara tindakan proses movement cara dan
tujuan saling kait mengkait.
68
Proses pertanggung-jawaban seseorang pelaku peristiwa pidana dikaji dalam sistem peradilan pidana, yakni dengan suatu acara yang dinamakan acara pidana.
Oleh karena itu pertanggung-jawaban berada dalam hukum pidana formil dan bukan dalam hukum pidana material, sehingga berbicara tentang pertanggung-jawaban maka
berada dalam ruang lingkup hukum acara pidana, karena seberapa jauh tentang pertanggung-jawaban itu, yakni peristiwa pidana yang dilakukan seseorang
ditetapkan oleh suatu proses ketentuan hukum pidana formil atau dengan kata lain nilai-nilai yang terdapat dalam hukum pidana materiel ditentukan dalam proses
ketentuan hukum pidana formil.
69
Asas Hukum Pidana menyatakan kesalahan schuld ada lima jenis kesalahan dimulai dari yang paling berat sampai kepada yang paling ringan, yaitu :
a. Kesengajaan sebagai tujuan
68
Ibid
69
Chainur Arrasjid, Sistem Peradilan Pidana Indonesia,Medan 2005, hal 17
Universitas Sumatera Utara
b. Kesengajaan dengan kepastian
c. Kesengajaan dengan kemungkinan
d. Kealpaan
Kesengajaan dengan tujuan atau maksud dalam tindak pidana perdagangan orang yaitu pada saat pelaku dader menghendaki akibat dari perbuatannya korban
tindak pidana perdagangan orang mengalami eksploitasi atau mengakibatkan korban tereksploitasi misalnya eksploitasi seksual prostitusi ini sudah merupakan tujuan
srekking atau maksud oogmerk dari pelaku.
70
Orang tidak mungkin dipidana dipertanggung jawabkan kalau orang itu tidak melakukan perbuatan pidana, juga harus dipahami, meskipun seseorang
melakukan perbuatan pidana, seseorang itu tidak selalu dijatuhi hukuman. Dengan demikian dalam suatu perbuatan pidana unsur melawan hukum termasuk unsur yang
menentukan agar seseorang dapat dijatuhi hukuman.
71
Orang dikatakan bersalah bilamana dia pada waktu melakukan perbuatan pidana, dilihat dari sudut pandang masyarakat perbuatan itu tercela, namun ia
melakukan perbuatan yang merugikan masyarakat, padahal dia mampu untuk sepantasnya dia harus menghindari perilaku demikian.
Menurut Simos “ kesalahan adalah adanya keadaan phiskis yang tertentu pada orang yang melakukan perbuatan pidana dan adanya hubungan antara
keadaan tersebut dengan perbuatan yang dilakukan yang sedemikian rupa, hingga orang itu dapat dicela karena melakukan perbuatan tadi.”
72
70
Osman Simanjuntak, Op Cit , hal 173
71
Chainur Arrasjid, Op Cit hal 18
72
Osman Simanjuntak, Op Cit , hal 169
Universitas Sumatera Utara
Korban Tindak pidana perdagangan orang yang melakukan tindak pidana karena dipaksa oleh pelaku tindak pidana perdagangan orang, tidak dipidana. Pasal
18. Penjelasan dari pasal tersebut adalah : yang dimaksud dengan dipaksa dalam ketentuan in adalah suatu keadaan dimana seseorangkorban disuruh melakukan
sesuatu sedemikian rupa sehingga orang itu melakukan sesuatu berlawanan dengan kehendak sendiri.
73
Jadi bila seseorang korban tertangkap sebagai pelaku karena melakukan tindak pidana yang berlawanan dengan kehendak sendiri atau karena dipaksa maka
dia tidak dapat dijatuhi pidana. Misalnya seseorang perempuan yang menjadi korban TPPO dan disekap dalam suatu rumah bordil, dipaksa untuk mengedarkan 10
bungkus narkoba atau menjual pil ekstasi, perempuankorban tersebut mengetahui bahwa mengedarkan narkoba dilarang dan bertentangan dengan kehendaknya, tetapi
dalam keadaan “terpaksa” ia melakukannya juga karena takut dan tidak mampu mengelak, bilamana kemudian perempuankorban itu ditangkap petugas, dan korban
dapat membuktikan adanya unsur paksaan oleh pelaku TPPO, maka perempuankorban itu tidak dapat dihukum. Bahkan perempuankorban tersebut telah
menjadi korban.Namun bila kemudian dapat dibuktikan bahwa perbuatan perempuankorban tersebut akhirnya menjadi kebiasaan dan diketahui juga bahwa
korban banyak mendapatkan keuntungan dari perbuatannya, maka dalam kasus kedua
73
IOM International Organization for Migration,Op Cit , hal 107
Universitas Sumatera Utara
ini perempuankorban tersebut dapat dijatuhi hukuman, karena unsur paksaan tidak ada lagi.
74
KUHP menyatakan bahwa orang yang menggerakkan orang lain untuk melakukan tindak pidana itu tidak terjadi mislukte uit lokking, maka orang itu tidak
dijatuhi pidana, lain halnya UU PTPPO Pasal 9 yang menyatakan : Setiap orang yang berusaha menggerakan orang lain supaya melakukan tidak pidana perdagangan orang
dan tindak pidana itu tidak terjadi, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1
satu tahun dan paling lama 6 enam tahun dan pidana denda paling sedikit Rp. 40.000.000,- empat puluh juta rupiah dan paling banyak Rp.240.000.000,- dua
ratus empat puluh juta rupiah, jadi walaupun tindak pidana tidak terjadi, namun jika terbukti ada upaya menggerakan orang , maka pelaku dapat dipidana.
75
Penjelasan ini dikuatkan oleh Chainur Arrasjid yang menyatakan bahwa pertanggungjawaban pidana yang berhak dan berwenang untuk mengecualikan
hukuman adalah berdasarkan keputusan hakim, oleh karena itu pihak penyidik maupun kejaksaan harus meneruskan penyidikan dan penuntutannya ke pengadilan
dan hakim akan memutuskan berdasarkan fakta-fakta hukum dan apakah ada faktor pengecualian hukuman yang dilakukan oleh penyelenggara negara sehingga dapat
terbebas dari hukuman, pengecualian hukuman terdapat dalam buku 1 KUHPidana yang berlaku di Indonesia, antara lain : Pasal 48 KUHPidana, Pasal ini menjelaskan
74
Osman Simanjuntak, Op Cit , hal 170
75
IOM International Organization for Migration,Op Cit , hal 108
Universitas Sumatera Utara
bahwa perbuatan itu terpaksa dilakukan karena sesuatu kekuasaan yang tak dapat dihindarkan.
76
3. Sanksi Pidana