L a t a r B e l a k a n g

BAB I PENDAHULUAN

A. L a t a r B e l a k a n g

Perdagangan manusia trafficking in persons khususnya perempuan dan anak merupakan masalah yang hingga saat ini belum terpecahkan. Kecenderungan global menunjukkan bahwa masalah tersebut semakin mengkhawatirkan. Dalam catatan International Information Program, U.S. Department of State 2004 masalah perdagangan anak dan perempuan merupakan bentuk kejahatan terorganisire terbesar nomor tiga di dunia setelah kejahatan perdagangan obat bius dan perdagangan senjata. 1 Salah satu alasan yang kuat adanya sindikat perdagangan manusia antar negara ini adalah adanya keuntungan yang besar disamping masih banyak juga negara atau perusahaan-perusahaan lintas negara yang memerlukan tenaga-tenaga kerja murah dan illegal. PBB menyebutkan bahwa sindikat perdagangan trafficking perempuan dan anak meraup keuntungan tujuh milliar dolar AS setiap tahunnya dan sekitar dua juta orang diperdagangkan tiap tahunnya. Sementara itu, di Indonesia sendiri, diperkirakan sekitar 40 ribu sampai 70 ribu perempuan dan anak menjadi korban perdagangan. Ada banyak faktor penyebab yang mendorong terjadinya tindak kejahatan trafficking dan memberi andil bagi keberhasilan jaringan kejahatan yang 1 Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Republik Indonesia, Penghapusan Perdagangan Orang Trafficking in Persons Di Indonesia, Jakarta, 2003.hal 5 Universitas Sumatera Utara terlibat dalam perdagangan manusia. Kebanyakan orang-orang yang menjadi korban Trafficking itu adalah orang miskin dan tidak cukup memiliki peluang kehidupan ekonomi, kurang pendidikan. 2 Praktek perdagangan orang di Indonesia, sebenarnya sudah ada sejak lama, hanya saja karena kurangnya kesadaran masyarakat dan belum adanya ketentuan yang komprehensif bagi penegak hukum serta kurang sensitifnya aparatur pemerintah terhadap praktek perdagangan orang, menyebabkan tingginya kasus perdagangan orang. Intenational Organization for Migration IOM sampai saat ini telah mengidentifikasikan dan memberikan bantuan bagi 3.339 korban perdagangan orang sepanjang 4 tahun terakhir data Maret 2005 – Desember 2009. Hampir 90 diantaranya adalah perempuan dan lebih dari 25 diantaranya anak-anak yang memang paling rentan untuk diperdagangkan. Data tersebut tentu saja tidak mencerminkan jumlah korban yang sesungguhnya, karena perdagangan orang adalah jenis underreported crime. Hal ini disebabkan karena banyak korban yang tidak mempunyai kesempatan melaporkan kasusnya ke kepolisian atau merasa takut melaporkan kasus yang menimpanya. 3 Indonesia tidak hanya dikenal sebagai negara pengirim, namun juga transit dan penerima. Artinya beberapa daerah di Indonesia, dikenal sebagai daerah korban berasal dan ada beberapa daerah yang menjadi tempat korban dieksploitasi. Mereka 2 IOM International Organization for Migration, Pedoman Penegakan Hukum dan Perlindungan Korban dalam Penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang, Jakarta 2008,hal 33 3 Ibid, hal 35 Universitas Sumatera Utara tidak hanya diperdagangkan dalam wilayah Indonesia namun juga keluar wilayah negara Indonesia misalnya Malaysia, Arab Saudi dan Jepang. Perdagangan orang trafficking merupakan tindakan yang bertentangan dengan harkat dan martabat manusia. Hal ini merupakan pelanggaran terhadap hak asasi manusia. Dimasa lalu perdagangan orang hanya dipandang sebagai pemindahan secara paksa ke luar negeri untuk tujuan prostitusi. Para traffiker tergiur dengan keuntungan bebas pajak dan tetap menerima income dari korban yang sama dengan tingkat resiko kecil. Berdasarkan penelitian di lapangan, sekurang-kurangnya ada tujuh modus operandi perdagangan orang trafficking yang paling sering ditemukan, yaitu : a. Eksploitasi buruh migran. TKW TKI yang dijanjikan pekerjaan sebagai pekerja informal seperti pembantu rumah tangga, pelayan toko, pekerja pabrik, atau pelayan restoran, lalu dikirim dan diterima oleh Agen di negara tujuan. Di negara tersebut mereka dipekerjakan layaknya seperti budak, tidak mendapatkan haknya sebagai pekerja seperti gaji dan waktu istirahat, tidak boleh meninggalkan tempat kerja ditambah dengan siksaan fisik, psikologis maupun seksual. b. Eksploitasi Prostitusi. Calon tenaga kerja dijanjikan sebagai pekerja informal seperti pembantu rumah tangga, pelayan restoran, engasu anak dan sebagainya, ternyata dilacurkan baik didalam maupun di luar negeri. Pelaku Perdagangan Orang, tidak hanya Universitas Sumatera Utara melacurkan korban di lokalisasi-lokalisasi prostitusi biasa, namun juga mengorganisir kejahatan ini dengan cara membawa korban ke hotel-hotel dan melakukan transaksi disana. Korban biasanya dikurung disebuah hotel kamar apartemen, kemudian dibawa keluar untuk melayani pelanggan dihotel-hotel tempat pelaku bertemu dengan pelanggan dan pelanggan bebas memilih korban. Pelakulah yang bertransaksi langsung dengan pelanggan sementara korban tidak memiliki kekuasaan untuk menolak, apalagi dengan penjagaan ketat dari para bodyguard, dipaksa untuk melayani pelanggan. Walaupun kadang korban tahu bahwa dia akan bekerja sebagai prostitusi, namun biasanya karena ditipu oleh pelaku, seperti tentang kondisi pekerjaannya, dijerat utang, dipaksa melayani sejumlah laki-laki dalam satu hari dan dilarang meninggalkan lokalisasi sebelum membayar sejumlah besar uang yang dianggap utang kepada mucikari, maka korban tidak dapat berbuat apa-apa. Eksploitasi prostitusi juga dapat terjadi dilokasi perkebunan, dimana pelaku mengorganisir kegiatan ini dilokasi perkebunan terpencil dengan target pelanggan para pekerja perkebunan tersebut. c. Kerja Paksa. Laki-laki dewasa dan anak ditawari pekerjaan diperkebunan, pabrik kayu atau sebagai pekerja bangunan di luar negeri dan dijanjikan mendapatkan gaji tinggi dan fasilitas mess yang disiapkan oleh perusahaan. Sesampainya di lokasi kerja, ternyata korban dipaksa bekerja tanpa gaji dan istirahat yang cukup, dilarang meninggalkan tempat kerja dan tidak mendapatkan tempat tinggal yang layak, Universitas Sumatera Utara atau mereka yang dieksploitasi diwilayah perkebunan, biasanya tinggal digubuk- gubuk tidak permanen dan dilarang meninggalkan tempat kerja sebelum mereka menyelesaikan kontrak biasanya 2 tahun. Lebih mengenaskan lagi, kadang- kadang, ketika pekerjaan hampir selesai, pelaku melaporkan kepada polisi setempat tentang keberadaan meeka yang biasanya tidak berdokumen. Akhirnya mereka ditangkap polisi dan dianggap melanggar peraturan keimigrasian dan tentu saja pelaku tidak perlu membayar gaji mereka. d. Training atau Pelatihan. Anak-anak yang dikirim ke luar negeri dengan alasan training atau pelatihan ternyata kemudian dipaksa bekerja di hotel, restoran, di kapal nelayan dan jermal tanpa gaji dan waktu istirahat yang cukup. Disamping merupakan suatu situasi yang eksploitatif yang dapat dianggap sebagai perdagangan manusia dewasa, situasi-situasi seperti itu melanggar hak-hak anak berdasarkan perundang- undangan Indonesia. Korban ditipu dengan alasan sebagai duta budaya, ternyata kemudian dilacurkan atau dipaksa menjadi penari erotis. e. Penculikan. Anak perempuan remaja diculik saat pulang sekolah lalu dibius dan dipindahkan untuk kemudian dilacurkan. Pembiusan yang sering terjadi terhadap perempuan dewasa, biasanya di kendaraan umum,misalnya di dalam bus-bus antar kota. f. Pengantin Pesanan. Universitas Sumatera Utara Korban dijanjikan untuk dinikahkan dengan warga negara asing namun kemudian oleh suaminya dijadikan pembantu rumah tangga atau bahkan dilacurkan. g. Kawin kontrak. Korban dikawin kontrak dan dieksploitasi sebagai prostitusi oleh suaminya. Protokol Palermo UNICEF menjelaskan bahwa perdagangan orang didefinisikan sebagai: perekrutan, pengangkutan, pemindahan, penyembunyian, atau penerimaan seseorang melalui penggunaan ancaman atau tekanan, atau bentuk-bentuk lain dari kekerasan, penculikan, kecurangan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan atau memberikan atau menerima pembayaran sehingga mendapatkan persetujuan dari seseorang yang memegang kendali atas orang lain tersebut, untuk tujuan eksploitasi. Eksploitasi mencakup, paling tidak eksploitasi pelacuran oleh orang lain, atau bentuk lain dari ekspolitasi seksual, kerja atau pelayanan paksa, perbudakan, atau praktek-praktek yang mirip perbudakan, penghambaan, atau pengambilan organ tubuh. 4 Penyebaran kasus trafficking hampir merata di seluruh wilayah Indonesia baik di kota-kota besar maupun di pedesaan. Perempuan dan anak adalah kelompok yang paling banyak menjadi korban Trafficking, hal ini akan mengancam kualitas penerus 4 Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan Republik Indonesia, Undang-undang Republik Indonesi a Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, Jakarta, 2008, hal 15 Universitas Sumatera Utara bangsa serta memberi dampak negatif bagi bangsa yang mengalaminya dimata dunia. 5 Trafiking in person TIP Report yang dikeluarkan oleh Department of State, USA, June 2004, memposisikan Indonesia pada Tier III terburuk ke III artinya Indonesia dievaluasi sebagai negara pemasok perdagangan perempuan dan anak, berkomitmen rendah, kurang serius dan kurang kepeduliannya dalam pemberantasan TIP. Kasusnya banyak tetapi belum ada upaya strategis yang dilaksanakan. Suatu tantangan bagi Indonesia untuk menyelamatkan anak bangsa. TIP Report yang dikeluarkan tanggal 3 Juni 2005, memposisikan Indonesia pada Tier II terburuk ke II, artinya Indonesia telah dinilai selangkah lebih maju dalam melakukan langkah dan upaya signifikan untuk pemberantasan TIP dan memenuhi standart minimum yang ditetapkan walaupun belum sepenuhnya. 6 Salah satu daerah yang menyimpan banyak permasalahan perdagangan trafficking perempuan dan anak di Indonesia adalah daerah Propinsi Sumatera Utara. Hal ini dikarenakan Propinsi Sumatera Utara dalam praktek perdagangan trafficking perempuan dan anak memiliki tiga fungsi strategis, yaitu sebagai daerah asal sending area, daerah penampungan sementara transit dan juga sebagai daerah tujuan trafiking. Disisi lain berkaitan dengan posisi geografis daerah Sumatera Utara 5 Edy Ikhsan dkk, Rencana Aksi Propinsi Penghapusan Perdagangan Trafiking Perempuan dan Anak, Yayasan Pusaka Indonesia, Pemerintah Provinsi Sumatera Utara, Medan, 2005.hal 91 6 Departemen Luar Negeri AS : Laporan mengenai Perdagangan Manusia [Bagian III], www.hrw.org.html, 8 Maret 2009 Universitas Sumatera Utara yang strategis dan mempunyai aksesibilitas tinggi ke jalur perhubungan dalam dan luar negeri serta kondisi perkembangan daerah Sumatera Utara yang cukup baik di berbagai bidang. Dari 28 KabupatenKota se Sumatera Utara, yang teridentifikasi daerahnya rawan trafficking sebanyak 12 Kabupaten Kota, antara lain : Medan, Binjai, Deli Serdang, Serdang Bedagai, Asahan, Batu Bara, Tanjung Balai, Langkat, Tebing Tinggi, Labuhan Batu, Pematang Siantar dan Simalungun. 7 Klasifikasi yang termasuk daerah Sumber : Medan, Deli Serdang, Serdang Bedagai, Simalungun, Binjai, Pematang Siantar, Asahan, Batu Bara, Tanjung Balai, Langkat, Tebing Tinggi, Labuhan Batu. Daerah Transit: Medan, Deli Serdang, Serdang Bedagai, Asahan, Batu Bara, Tanjung Balai dan Kabupaten Labuhan Batu. Daerah TujuanPenerima : Medan, Deli Serdang, Serdang Bedagai, Tebing Tinggi dan Simalungun. 8 Menurut keterangan dari Kompol Fransisca Munthe selaku Kanit Pelayanan Perempuan dan Anak Polda Sumut, bahwa bentuk praktek Trafficking yang ditangani di Sumatera Utara diantaranya adalah trafficking untuk prostitusipelacuran, perdagangan bayi, pekerja rumah tangga, pekerja jermal dan penipuan buruh migran, namun dari sejumlah data dan bentuk praktek trafficking yang berkembang sebagian besar kasusnya adalah untuk pelacuran, mulai dari trafficking domestik maupun lintas 7 Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan Republik Indonesia, Op cit, hal 18 8 Pusat Kajian dan Perlindungan Anak – IOM International Organization for Migran, Peraturan Daerah Sumatera Utara Nomor 6 Tahun 2004 tentang Penghapusan Perdagangan Trafiking Perempuan dan Anak, Medan, 2005, hal 9. Universitas Sumatera Utara negara. Sebagai contoh kasus pada bulan Januari tahun 2009 yang dilaporkan oleh seorang bapak bernama TOGU PANJAITAN, melaporkan anaknya sudah menjadi korban tindak pidana perdagangan orang trafficking, bahkan telah meninggal dunia dan dikubur di negara Malaysia, dimana korban anaknya ROMATUA usia 16 thn, alamat Jalan H.M Joni Medan Kelurahan Medan Amplas, telah ditipu oleh tetangganya sendiri yang bernama SANTI, korban Romatua ditawari pekerjaan sebagai pelayan Restaurant di negara Melaysia dengan gaji besar, namun hanya beberapa bulan saja Romatua bekerja di negara Malaysia, datang kabar bahwa Romatua sudah meninggal dunia, Romatua dikabarkan kena suatu penyakit menular yang membahayakan dan karena itu korban Romatua harus dikuburkan segera di negara Malaysia, karena Pelapor TOGU PANJAITAN dalam kondisi kesulitan ekonomi dan minimnya informasi kemana harus mengadukan permasalahan tersebut, pelapor baru mengetahui setelah ada surat dari negara Malaysia untuk penguburan anaknya dengan alasan anaknya jatuh sakit dan meninggal dunia dirumah sakit, pihak yang membawa anaknya atau pelaku memang memberi biaya TOGU PANJAITAN ke negara Malaysia untuk menyaksikan penguburan anaknya, namun pelapor merasa kecewa kepada pelaku yang membawa anaknya tersebut ke Malaysia, karena tidak dari awal memberitahukan bahwa anaknya sedang sakit di Malaysia, sehingga pelapor dapat bertemu dengan anaknya pada saat masih hidup, maka Pelapor atas saran pihak keluarga akhirnya membuat pengaduan ke pihak Kepolisian, namun ironisnya dalam perjalanan proses penyidikannya, kasus tersebut Universitas Sumatera Utara banyak mendapat kendala, salah satunya kurangnya persamaan persepsi antara aparat penegak hukum, padahal faktanya korban ROMATUA, usia 16 thn, alm Jalan H.M Joni Medan Kelurahan Medan Amplas berangkat ke negara Malaysia dengan menggunakan identitas palsu atau bukan identitas dirinya sendiri, melainkan identitas atas nama SITI, usia 23 tahun, alamat Jalan Titipanan, Medan Marelan, fakta hukum ini saja seharusnya sudah dapat menjadi dasarpedoman untuk menjerat sipelaku dengan undang-undang No.21 tahun 2007 tentang Pemberantasan tindak pidana Perdagangan Orang dan menuntut si pelaku sampai ke tingkat persidangan, namun karena kurangnya persamaan persepsi antara penyidik dengan Jaksa penuntut umum akhirnya berkas perkara belum bisa maju ke persidangan, tetap saja ada kekurangan dari pihak Kejaksaan yang harus dipenuhi oleh penyidik, sehingga kasus tersebut bolak-balik dari pihak Kejaksaan dan sampai sekarang belum dapat dipenuhi oleh pihak penyidik, ironis sekali disatu pihak pelapor sudah kehilangan anaknya, pada saat yang sama pelapor juga belum mendapatkan keadilan dengan terlaksananya penegakan hukum kepada si pelaku untuk mendapatkan hukuman yang setimpal dengan perbuatannya. Keadilan yang diharapkan pelapor masih membutuhkan jawaban yang panjang dan waktu yang lama. 9 Permasalahan seperti contoh kasus diatas sering dialami oleh pihak Kepolisian sehingga menarik untuk diteliti dan dijadikan bahan analisa, sehingga diharapkan 9 Fransisca Munthe, Kanit PPA Polda Sumut, wawancara di Polda Sumut tanggal 02 Maret 2010, Pukul 10.00 Wib. Universitas Sumatera Utara dapat memberikan solusi atau bahan masukan demi tercapainya tujuan dari penegakan hukum sendiri, yaitu mendapatkan keadilan, dimulai pada saat pelapor datang ke kantor polisi membuat pengaduan, sampai ke tahap penuntutan dan persidangan. Data yang telah dihimpun oleh peneliti sejak tahun 2007 Kepolisian Daerah Sumatera Utara telah menangani kasus tindak pidana perdagangan orang sebanyak 7 tujuh kasus yang terus meningkat sangat cepat di tahun 2008 menjadi 32 tiga puluh dua kasus perdagangan orang, namun dari 32 kasus tersebut hanya 19 sembilan belas kasus yang bisa sampai ke persidangan dan memperoleh putusan hakim, sisanya masih ada 13 tiga belas kasus yang belum sampai ke tingkat penuntutan dikarenakan berbagai macam kendala yang dialami oleh penyidik untuk melengkapi berkas perkara, antara lain korban dan tersangka masih berada di negara Malaysia dan tidak diketahui keberadaannya sampai saat ini, kemudian petunjuk agar menghadirkan alat bukti yang seperti tiket, paspor yang tidak diketemukan lagi pada korban, dikarenakan sampai di negara tujuan Malaysia, korban tidak pernah memegang paspor maupun tiketnya, paspor dan tiket tersebut dipegang oleh Majikan, namun karena Jaksa penutut umum meminta alat bukti tersebut dihadirkan dan hal tersebut tidak dapat dipenuhi oleh penyidik membuat berkas perkara tidak bisa dilanjutkan ke persidangan, dan lain sebagainya. 10 Salah satu faktor terjadinya trafficking adalah kemiskinan dan pendidikan rendah. Kondisi seperti ini cenderung dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu untuk 10 Ibid Universitas Sumatera Utara kepentingan bisnis dengan memangsa perempuan dan anak, karena mudah diiming- imingibujukan, ditakut-takuti, dibohongi, ditipu, dan pekerja dengan upah murah. Selain itu terbatasnya lapangan pekerjaan yang tersedia menyebabkan perempuan dan anak cenderung ingin menjadi TKITKW ke Luar Negeri, dengan tujuan memperoleh penghasilan untuk menutupi beban ekonomi keluarga. 11 Disisi lain ada persepsi masyarakat bahwa bekerja ke luar negeri akan mendapatkan gaji yang relatif lebih besar sekalipun sebagai pembantu rumah tangga, dibandingkan bekerja di dalam negeri. Kondisi seperti ini selalu dimanfaatkan oleh sindikat trafficking untuk mengeksploitasi perempuan dan anak dalam posisi Situasi semacam inilah yang merupakan kesempatan untuk mendapat keuntungan yang besar bagi sindikat trafficking untuk melakukan perekrutan, bahkan nyaris jauh dari jangkauan hukum. Biasanya sindikat diawali dengan transaksi utang piutang antara pemasokagen tenaga kerja ilegal dengan korbankeluarga. Jika korbankeluarga tidak mampu untuk menyelesaikan transaksi yang telah disepakati maka keluarga terpaksa mengorbankan perempuan dan anak untuk pelunasannya, karena pelakunya selalu melibatkan orang-orang terdekat, kuat, berpengaruh di dalam masyarakat, seperti keluarga terdekat, tetangga, teman, orang yang berpengaruhdipercaya. Oleh karena itu kasus trafficking sulit untuk diketahui dan 11 IOM International Organization for Migration, Op cit, hal 57 Universitas Sumatera Utara diberantas, maka perlu tindakan serius dan kontinyu dengan melibatkan seluruh komponen bangsa untuk memerangi dan memberantasnya. 12 Untuk memerangi kejahatan transnasional terorganisir dengan sumber daya yang kuat seperti itu, diperlukan komitmen Pemerintah yang lebih kuat, bertindak dengan langkah-langkah yang terencana dan konsisten serta melibatkan jaringan luas baik antar daerah didalam negeri maupun dengan pemerintah negara sahabat dan lembaga internasional. Sikap Pemerintah RI sejak Indonesia merdeka tanggal 17 Agustus 1945, perbudakan dan perhambaan telah dinyatakan sebagai tindakan yang melanggar hukum dan dinyatakan sebagai kejahatan terhadap kemerdekaan seseorang, sebagaimana termaktub dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana Wet boek van Strafrecht untuk selanjutnya disingkat KUHP. 13 Mengingat Fungsi Polri dalam struktur kehidupan masyarakat sebagai pengayom masyarakat, penegakan hukum, mempunyai tanggung jawab khusus untuk memelihara ketertiban masyarakat dan menangani kejahatan baik dalam bentuk tindakan terhadap kejahatan maupun bentuk pencegahan kejahatan agar para anggota masyarakat dapat hidup dan bekerja dalam keadaan aman dan tentram, khususnya dalam penegakan hukum bagi pelaku perdagangan orang sebagaimana tercantum 12 Komisi Nasional Perlindungan Anak, Beberapa isu Hukum Kejahatan Perdagangan Orang, hal 1. 13 IOM International Organization for Migration, Op Cit , hal 70 Universitas Sumatera Utara dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang. UU PTPPO 14 Sesuai dengan Pasal 2 Undang-undang Nomor 2 tahun 2002, Kepolisian adalah salah satu fungsi pemerintahan negara dibidang pemeliharaan negara dibidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakkan hukum, perlindungan dan pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat. Dan Pasal 14 ayat 1 huruf g Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, bahwa Polri bertugas untuk melakukan Penyelidikan dan Penyidikan terhadap semua Tindak Pidana, termasuk pelaku perdagangan orang. Peranan Pemerintah Propinsi Sumatera Utara membantu penyidik Polri dalam upaya penghapusan perdagangan trafficking salah satunya dengan mengeluarkan Perda No. 6 Tahun 2004, tentang Penghapusan Perdagangan Trafiking Perempuan dan Anak dan Peraturan Gubernur Sumatera Utara No. 24 Tahun 2005 tentang Rencana Aksi Provinsi Penghapusan Perdagangan Trafficking Perempuan dan Anak dan dalam Peraturan Gubsu tersebut terbentuk Gugus Tugas Rencana Aksi Provinsi Penghapusan Perdagangan Trafficking Perempuan dan Anak RAP-P3A, sebagaimana yang diamanatkan Keputusan Presiden No. 88 Tahun 2002 tentang 14 Kendala Dana Selalu Dijadikan Alasan Polisi untuk Menangani Kasus Trafiking, www.journalperempuan.com , 7 Maret 2009 Universitas Sumatera Utara Rencana Aksi Nasional Penghapusan Perdagangan trafficking perempuan dan anak RAN –P3A. 15 RAN-P3A tersebut merupakan landasan pedoman bagi Pemerintah dan Masyarakat dalam melaksanakan Penghapusan Perdagangan trafficking Perempuan dan Anak. Hakekat dan tujuan RAN-P3A adalah untuk : 1 Menjamin peningkatan dan pemajuan atas upaya perlindungan terhadap korban perdagangan trafficking perempuan dan anak. 2 Mewujudkan kegiatan-kegiatan baik yang bersifat preventif maupun represif dalam upaya melakukan pencegahan dan penanggulangan atas praktek-praktek perdagangan trafficking perempuan dan anak. 3 Mendorong untuk adanya pembentukan dan atau penyempurnaan peraturan yang berkaitan dengan tindakan perdagangan trafficking perempuan dan anak. Untuk menjamin terlaksananya RAN-P3A dibentuk satu gugus tugas nasional sementara untuk menjamin terlaksananya RAN-P3A didaerah dilakukan oleh gugus tugas daerah. Pemerintah Propinsi Sumatera Utara telah mengeluarkan Peraturan Gubernur Sumatera Utara No. 24 Tahun 2005 tentang Rencana Aksi Propinsi Penghapusan Perdagangan trafficking perempuan dan anak RAP-P3A. Hal terpenting dalam Peraturan Gubsu tersebut adalah Stakeholders pihak-pihak terkait di Provinsi 15 Republik Indonesia, Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 88 Tahun 2002 Tentang Rencana Aksi Nasional Penghapusan Perdagangan Trafiking Perempuan dan Anak, Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan RI, Jakarta : 2003.hal 37 Universitas Sumatera Utara Sumatera Utara. Dalam upaya penghapusan perdagangan trafficking perempuan dan anak, pihak terkait berperan dan bertanggung jawab sesuai dengan tugas pokok dan fungsi serta kewenangannya masing-masing. 16 Aksi Provinsi Penghapusan Perdagangan Trafficking Perempuan dan Anak RAP-P3A di Sumatera Utara, sangat penting dalam upaya memerangi perbudakan modern trafficking secara terencana, terintegrasi dengan langkah-langkah untuk mengatasi akar permasalahan yakni : kemiskinan, kurangnya pendidikan dan ketrampilan, kurangnya akses kesempatan dan informasi serta nilai-nilai sosial budaya yang memarginalkan dan mensubordinasikan kaum perempuan, dimana sebagai penggiat Focal Point dari pihak Pemerintah Provinsi Sumatera Utara adalah Biro Pemberdayaan Perempuan dan Anak serta Keluarga Berencana Sekretariat Daerah Provinsi Sumatera Utara. Berdasarkan uraian-uraian tersebut diatas, maka penulis tertarik untuk membahas : “Penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang Trafficking oleh Kepolisian Daerah Sumatera Utara.”

B. Perumusan Masalah